SOSIALISASI PUTUSAN MPR RI

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH
Advertisements

Gedung Nusantara I Lantai I Jl. Gatot Subroto, Senayan
24/07/2013 PROSES PENYUSUNAN PROLEGNAS PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-X/2012 Oleh: Dr. Wicipto Setiadi , S.H., M.H. Kepala Badan Pembinaan.
MATERI 8 HUKUM PERUSAHAAN
MATERI MUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN By ISNAWATI
PANCASILA 4 HAKIKAT PANCASILA
REVITALISASI KONSTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
UNDANG UNDANG DASAR NRI TAHUN 1945 DALAM MEMBANGUN KARAKTER BANGSA
OLEH: AGUN GUNANDJAR SUDARSA (Ketua Tim Kerja Sosialisasi MPR RI)
Pertahanan dan Keamanan Negara
I Dewa Gede Palguna Pendidikan dan Pelatihan HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI Jakarta, 20 Juni 2011.
LEMBAGA NEGARA MENURUT UUD NRI TAHUN 1945 UUD 1945 KY DPR DPD MPR BPK
Menyemai Kesadaran Konstitusional dalam Kehidupan Bernegara
Kode Etik PNS & Kode Etik Kementrian Keuangan
Materi Ke-11: PROGRAM LEGISLASI DPR-DPD
STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH
Wewenang, Kewajiban, dan Hak
HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
KOPERASI.
Materi 1 BAHAN AJAR MI NEGERI ANJATAN Kegiatan Pengayaan Kelas VI
LEMBAGA NEGARA DARI SISI FUNGSINYA
Impeachment atau Pemakzulan
Perubahan Pertama Perubahan Kedua Perubahan Ketiga Perubahan Keempat 1
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Perubahan Pertama Perubahan Kedua Perubahan Ketiga Perubahan Keempat 1
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
DPR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 1 BAB VII Fungsi, Wewenang, dan Hak
Peran Ombudsman RI dalam pengawasan penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia (sesuai UU No. 37/2008 ttg Ombudsman RI dan UU No. 25/2009 ttg Pelayanan.
Kedudukan, Fungsi, Tugas dan Wewenang DPRD
PANCASILA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN BANGSA
KONSTITUSI & RULE OF LAW
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
Isi ( Batang Tubuh ) UUU 1945 Apakah Batang Tubuh UUD 1945 itu ?
LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT
KESADARAN BERKONSTITUSI
OTONOMI BIDANG PERTANAHAN
Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraa Republik Indonesia
Apa dan Mengapa Demokrasi?
BAB 2 Menyemai Kesadaran Berkonstitusional dalam Kehidupan Bernegara
BAB 3 Berkomitmen Terhadap Kaedah Pokok Fundamental
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
HUKUM ACARA SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA
SISTEM POLITIK DI INDONESIA
Kelompok 1 Cahaya Mentari Herdina Budiono Ghanef Rayyan Hanisfy
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (I)
Hukum Administrasi Negara
Ketatanegaraan Indonesia Sebelum & Sesudah Amandemen UUD 1945
IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM UUD 1945
Tugas Presiden sebagai Kepala Negara
DPR DPD Presiden 28 BAB VIIIA. BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Kedudukan TAP MPR Dalam Sistem Perundang-Undangan Indonesia
Oleh: Yesi Marince, S.IP., M.Si Sesi 4
Peraturan Perundang-Undangan (UUD 1945)
SISTEM PEMBAGIAN NEGARA KEKUASAAN PEMERINTAH
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
"LEMBAGA NEGARA" Ericson Chandra.
KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA
Mahkamah Konstitusi. Rifqi Ridlo Phahlevy.
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas XII AP 1 Semester ganjil BAB 2 Bagian “c” Penyelenggaraan Kekuasaaan Kehakiman dalam Undang-Undang Dasar.
UNDANG-UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA 1945 Pembukaan
Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Jakarta, 06 April 2011.
NEGARA DAN KOSTITUSI “ AMANDEMEN” Sayoto Makarim
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Demokrasi Pancasila Disusun Oleh: Bella Anasya( ) Rizqi Ahmad Nurbuwono ( ) Aruna Manggala Utama( ) Gita Restu Triakusumaningrum( )
PENGAWASAN PEMERINTAHAN DAERAH
MAHKAMAH AGUNG (MA) MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) KOMISI YUDISIAL (KY)
LEMBAGA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT & DEWAN PERTIMBANGAN DAERAH
LEMBAGA MPR, PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Transcript presentasi:

SOSIALISASI PUTUSAN MPR RI

SUB TIM KERJA II SOSIALISASI PUTUSAN MPR Ketua, Rambe Kamarul Zaman MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ———— KATA PENGANTAR Di dalam buku “Materi Sosialisasi Putusan MPR RI: Ketetapan MPR RI dan Keputusan MPR RI” telah dijelaskan secara komprehensif mengenai latar belakang, dasar hukum, tujuan, proses, dan mekanisme dari pembentukan Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003. Buku tersebut diharapkan dapat memberikan informasi yang memadai kepada masyarakat, khususnya mengenai posisi dan status hukum ketetapan-ketetapan MPRS dan MPR setelah adanya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk lebih memudahkan kita dalam mempelajari dan memahami berbagai hal tersebut di atas, maka Tim Kerja Sosialisasi Putusan MPR, dalam hal ini Sub Tim Kerja II, telah menyusun buku “Bahan Tayangan Materi Sosialisasi Putusan MPR RI: Ketetapan MPR RI dan Keputusan MPR RI”. Buku ini merupakan ihktisar atau materi-materi penting yang disaring dari buku “Materi Sosialisasi Putusan MPR RI: Ketetapan MPR RI dan Keputusan MPR RI”. Pada awalnya buku ini disusun melalui rapat-rapat Sub Tim Kerja II yang intensif untuk membuat sebuah panduan yang ringkas, mudah dipahami dan sistematis sehingga Anggota Tim Kerja Sosialisasi Putusan MPR yang menjadi Narasumber dapat lebih mudah dan fokus dalam menyampaikan materi sosialisasi, khususnya mengenai Ketetapan MPR dan Keputusan MPR. Namun karena begitu banyaknya permintaan berbagai kalangan masyarakat yang ingin mendapatkan buku ini di awal pelaksanaan sosialisasi pada tahun 2005 maka disepakati bahwa buku Bahan Tayangan ini disiapkan untuk menjadi bagian dari buku-buku Sosialisasi Putusan MPR yang dibagikan kepada masyarakat. Buku “Bahan Tayangan Materi Sosialisasi Putusan MPR RI: Ketetapan MPR RI dan Keputusan MPR RI” ini adalah cetakan kedua yang telah diperbaiki ataupun ditambah beberapa materinya yang dianggap perlu sehingga diharapkan dapat lebih lengkap dengan tetap mempertahankan sistematika yang mudah dipelajari dan dipahami. SUB TIM KERJA II SOSIALISASI PUTUSAN MPR Ketua, Rambe Kamarul Zaman Wakil Ketua, Hakim Sorimuda Pohan Wakil Ketua, Khofifah Indar Parawansa Wakil Ketua, Mutammimul’ula

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA -------------- SAMBUTAN PIMPINAN MPR RI Salah satu perubahan penting setelah dilakukannya Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah rumusan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi : “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Rumusan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan menyatakan bahwa, “Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, pemegang dan pelaksanan sepenuhnya kedaulatan rakyat, kini MPR berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya, yaitu : Lembaga Kepresidenan, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Perubahan tugas dan wewenang MPR, khususnya yang berkenaan dengan hilangnya tugas dan wewenang MPR untuk menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara, selanjutnya berimplikasi pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR yang telah dihasilkan sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002. Oleh sebab itu, dalam Pasal I Aturan Tambahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, MPR ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR untuk diambil putusan pada Sidang MPR Tahun 2003.

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DR. H.M. Hidayat Nur Wahid, M.A. Pada Sidang Tahunan MPR Tahun 2003, MPR menetapkan Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Dengan ditetapkannya Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003, seluruh Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR yang berjumlah 139 dikelompokkan kedalam 6 (enam) Pasal sesuai dengan materi dan status hukumnya. Pemahaman seluruh elemen masyarakat mengenai Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 yang memuat hasil peninjauan materi dan status hukum seluruh Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR sangatlah penting. Untuk tujuan itulah maka diperlukan sosialisasi yang diharapkan akan memberikan penjelasan yang mendalam dan sistematis akan hal tersebut. Agar lebih memudahkan dan memperlancar proses dan pencapaian tujuan dari kegiatan sosialisasi, baik bagi para pelaksana maupun peserta maka disusunlah buku ini dengan judul : “BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI PUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA (Ketetapan MPR RI dan Keputusan MPR RI). Besar harapan kami bahwa buku ini akan memberikan manfaat kepada kita semua sebagai alat bantu untuk memahami Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, Ketua, DR. H.M. Hidayat Nur Wahid, M.A.

- Dinamika ketatanegaraan 1 TUJUAN - Konstitusi - Ketetapan MPR - Keputusan MPR - Dinamika ketatanegaraan Pembelajaran bersama masyarakat Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kehidupan berbangsa dan bernegara

MATERI DAN RUANG LINGKUP SOSIALISASI TENTANG 2 MATERI DAN RUANG LINGKUP SOSIALISASI TENTANG KETETAPAN DAN KEPUTUSAN MPR RI 1 Kedudukan, Tugas Dan Wewenang MPR Sebelum & Sesudah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 2 Jenis Putusan MPR 3 Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR 4 Peraturan Tata Tertib MPR 5 Kode Etik Anggota MPR

MPR adalah PENJELMAAN seluruh rakyat dan merupakan LEMBAGA 3 KEDUDUKAN MPR SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945 SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945 MPR adalah PENJELMAAN seluruh rakyat dan merupakan LEMBAGA TERTINGGI NEGARA, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. MPR adalah PENJELMAAN seluruh rakyat dan merupakan LEMBAGA TERTINGGI NEGARA, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. MPR adalah lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai LEMBAGA NEGARA. MPR adalah lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai LEMBAGA NEGARA.

SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945 TUGAS DAN WEWENANG MPR SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945 Menetapkan dan mengubah UUD 1945; Menetapkan GBHN; Memilih & mengangkat Presiden & Wapres; Membuat Putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lainnya; Memberikan penjelasan / penafsiran terhadap putusan MPR; Meminta pertanggungjawaban Presiden; Memberhentikan Presiden. SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945 Mengubah dan menetapkan UUD; Melantik Presiden dan Wapres; Memberhentikan Presiden dan/atau Wapres dalam masa jabatannya menurut UUD; Melantik Wapres menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya; Memilih dan melantik Wakil Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres; Memilih dan melantik Presiden dan Wapres apabila keduanya berhenti secara bersamaan. Menetapkan dan mengubah UUD 1945; Menetapkan GBHN; Memilih & mengangkat Presiden & Wapres; Membuat Putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lainnya; Memberikan penjelasan / penafsiran terhadap putusan MPR; Meminta pertanggungjawaban Presiden; Memberhentikan Presiden. Mengubah dan menetapkan UUD; Melantik Presiden dan Wapres; Memberhentikan Presiden dan/atau Wapres dalam masa jabatannya menurut UUD; Melantik Wapres menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya; Memilih dan melantik Wakil Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres; Memilih dan melantik Presiden dan Wapres apabila keduanya berhenti secara bersamaan.

Perubahan & Penetapan UUD: mempunyai kekuatan hukum 5 PUTUSAN MPR Perubahan & Penetapan UUD: mempunyai kekuatan hukum sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia; tidak menggunakan nomor putusan Majelis. Perubahan & Penetapan UUD: mempunyai kekuatan hukum sebagai Undang-Undang Dasar Negara RI; tidak menggunakan nomor putusan Majelis. PUTUSAN MPR RI UUD Ketetapan MPR: berisi hal-hal yang bersifat penetapan (beschikking); mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam, dan ke luar Majelis sebagaimana diatur dalam Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002; menggunakan nomor putusan Majelis. Ketetapan MPR: berisi hal-hal yang bersifat penetapan (beschikking); mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam, dan ke luar Majelis sebagaimana diatur dalam Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002; menggunakan nomor putusan Majelis. KETETAPAN Keputusan MPR: berisi aturan/ketentuan intern Majelis; mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam Majelis; menggunakan nomor putusan Majelis. KEPUTUSAN Keputusan MPR: berisi aturan/ketentuan intern Majelis; mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam Majelis; menggunakan nomor putusan Majelis.

KETETAPAN MPR SETELAH PERUBAHAN 6 KETETAPAN MPR SETELAH PERUBAHAN UUD 1945 MPR dapat mengeluarkan ketetapan yang bersifat penetapan (beschikking), yaitu: menetapkan Wapres menjadi Presiden; memilih Wapres apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres; memilih Presiden dan Wapres apabila Presiden dan Wapres mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama. MPR dapat mengeluarkan ketetapan yang bersifat penetapan (beschikking), yaitu: menetapkan Wapres menjadi Presiden; memilih Wapres apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres; memilih Presiden dan Wapres apabila Presiden dan Wapres mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama.

Tentang: PENINJAUAN TERHADAP MATERI DAN STATUS HUKUM KETETAPAN 7 KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003 Tentang: PENINJAUAN TERHADAP MATERI DAN STATUS HUKUM KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA DAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1960 SAMPAI DENGAN TAHUN 2002

JENIS TAP MPRS DAN TAP MPR RI Tahun 1960 s/d Tahun 2002 8 JENIS TAP MPRS DAN TAP MPR RI Tahun 1960 s/d Tahun 2002 BERDASARKAN SIFATNYA Bersifat mengatur dan memberi tugas kepada Presiden dan Lembaga Tinggi Negara Lainnya Bersifat Penetapan Bersifat Mengatur Ke Dalam Bersifat Deklaratif Bersifat Rekomendasi Bersifat Perundang-undangan

Final/sekali-selesai (einmalig) Keberlakuan 9 JENIS TAP MPRS DAN MPR RI Tahun 1960 s/d Tahun 2002 BERDASARKAN MATERI ATAU SUBSTANSI NORMA HUKUM INDIVIDUAL Alamat yang dituju (adressat norm) UMUM Bersifat KONKRIT Hal yang diatur Bersifat ABSTRAK Final/sekali-selesai (einmalig) Keberlakuan Berlaku dengan ketentuan Dibatasi

1. Pasal I Aturan Tambahan UUD NEGARA RI TAHUN 1945 DASAR HUKUM PEMBENTUKAN 10 TAP MPR RI NOMOR I/MPR/2003 1. Pasal I Aturan Tambahan UUD NEGARA RI TAHUN 1945 “Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003” 1. Pasal I Aturan Tambahan UUD NEGARA RI TAHUN 1945 “Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003” 2. Pasal I Aturan Peralihan UUD NEGARA RI TAHUN 1945 “Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini” 2. Pasal I Aturan Peralihan UUD NEGARA RI TAHUN 1945 “Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini” 3. Pasal II Aturan Peralihan UUD NEGARA RI TAHUN 1945 “Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini” 4. TAP MPR RI Nomor II/MPR/1999 sampai dengan perubahan yang kelima tahun 2002 tentang Peraturan Tata Tertib MPR RI 5. TAP MPR RI Nomor III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2003 3. Pasal II Aturan Peralihan UUD NEGARA RI TAHUN 1945 “Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini” 4. TAP MPR RI Nomor II/MPR/1999 sampai dengan perubahan yang keenam tahun 2003 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis 5. TAP MPR RI Nomor III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2003

Meninjau materi dan status hukum setiap TAP MPRS dan TAP MPR; TUJUAN PEMBENTUKAN 11 TAP MPR RI NOMOR I/MPR/2003 Meninjau materi dan status hukum setiap TAP MPRS dan TAP MPR; Menetapkan keberadaan (eksistensi) dari TAP MPRS dan TAP MPR untuk saat ini dan masa yang akan datang; dan Memberi kepastian hukum.

Materi dan Status Hukumnya” SUBSTANSI 12 TAP MPR RI NOMOR I/MPR/2003 139 TAP MPRS & TAP MPR (1960 s/d. 2002) “Dikelompokkan Menjadi 6 (enam) Pasal Berdasarkan Materi dan Status Hukumnya”

TAP MPRS/TAP MPR yang dicabut dan dinyatakan SUBSTANSI 13 TAP MPR RI NOMOR I/MPR/2003 PASAL 1 TAP MPRS/TAP MPR yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (8 Ketetapan) PASAL 1 TAP MPRS/TAP MPR yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (8 Ketetapan) PASAL 2 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan (3 Ketetapan) PASAL 2 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan (3 Ketetapan) PASAL 3 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Pemerintahan Hasil Pemilu 2004 (8 Ketetapan) PASAL 3 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Pemerintahan hasil Pemilu 2004 (8 Ketetapan) PASAL 4 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang (11 Ketetapan) PASAL 4 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang (11 Ketetapan) PASAL 5 TAP MPR yang dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib baru oleh MPR Hasil Pemilu 2004 (5 Ketetapan) PASAL 6 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan (104 Ketetapan) PASAL 5 TAP MPR yang dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib baru oleh MPR hasil Pemilu 2004 (5 Ketetapan) PASAL 6 TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan (104 Ketetapan)

Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum. Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 PASAL 1 TAP MPRS/TAP MPR YANG DICABUT DAN DINYATAKAN TIDAK BERLAKU 14 Ada 8 (delapan) TAP, yaitu: Ketetapan MPRS RI Nomor X/MPRS/1966 tentang Kedudukan Semua Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah pada Posisi dan Fungsi yang Diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/1973 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara. Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/1973 tentang Keadaan Presiden dan/atau Wakil Presiden Republik Indonesia Berhalangan. Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau Antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara. Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum. Ketetapan MPR RI Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Ketetapan MPR RI Nomor XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum. Ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Kedelapan TAP tersebut telah berakhir masa berlakunya dan/atau telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Antara lain: Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum. Ketetapan MPR RI Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Kedelapan TAP tersebut telah berakhir masa berlakunya dan/atau telah diatur di dalam UUD 1945

Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 PASAL 2 TAP MPRS/TAP MPR YANG DINYATAKAN TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN 15 Ada 3 (tiga) TAP, yaitu: Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. Ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi. Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur.

Pembubaran PKI, Pernyataan Sebagai Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 2 16 1. TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 Tentang: Pembubaran PKI, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. Tentang: Pembubaran PKI, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN: Seluruh ketentuan dalam Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 ini, ke depan diberlakukan dengan BERKEADILAN dan MENGHORMATI HUKUM, PRINSIP DEMOKRASI dan HAK ASASI MANUSIA. TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN: Seluruh ketentuan dalam Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 ini, ke depan diberlakukan dengan BERKEADILAN dan MENGHORMATI HUKUM, PRINSIP DEMOKRASI dan HAK ASASI MANUSIA.

Tentang: Politik Ekonomi Dalam Rangka Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 2 17 2. TAP MPR No. XVI/MPR/1998 TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN: Pemerintah berkewajiban mendorong keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan kesempatan dukungan dan pengembangan ekonomi, usaha kecil menengah, dan koperasi sebagai pilar ekonomi dalam membangkitkan terlaksananya pembangunan nasional dalam rangka demokrasi ekonomi sesuai dengan hakikat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tentang: Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN: Pemerintah berkewajiban mendorong keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan kesempatan dukungan dan pengembangan ekonomi, usaha kecil menengah, dan koperasi sebagai pilar ekonomi dalam membangkitkan terlaksananya pembangunan nasional dalam rangka demokrasi ekonomi sesuai dengan hakikat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tentang: Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi

Tentang: Penentuan Pendapat di Timor Timur Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 2 18 3. TAP MPR No. V/MPR/1999 TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN: Ketetapan ini tetap berlaku sampai terlaksananya ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999. (Karena masih adanya masalah-masalah kewarganegaraan, pengungsian, pengembalian asset negara, dan hak perdata perseorangan) Tentang: Penentuan Pendapat di Timor Timur Tentang: Penentuan Pendapat di Timor Timur TETAP BERLAKU DENGAN KETENTUAN: Ketetapan ini tetap berlaku sampai terlaksananya ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999. (Karena masih adanya masalah-masalah kewarganegaraan, pengungsian, pengembalian asset negara, dan hak perdata perseorangan)

PASAL 3 Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 TAP MPRS/TAP MPR YANG DINYATAKAN TETAP BERLAKU SAMPAI DENGAN TERBENTUKNYA PEMERINTAHAN HASIL PEMILU 2004 19 Antara lain: Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004. Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2000 tentang Laporan Tahunan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2000. Ketetapan MPR RI Nomor II/MPR/2002 tentang Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional. Kedelapan TAP tersebut tidak berlaku karena Pemerintahan hasil Pemilu 2004 telah terbentuk Ada 8 (delapan) TAP, yaitu: Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2000 tentang Laporan Tahunan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2000. Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri Sebagai Presiden Republik Indonesia. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Ketetapan MPR RI Nomor X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001. Ketetapan MPR RI Nomor II/MPR/2002 tentang Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, Dewan Pertimbangan Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Kedelapan TAP tersebut tidak berlaku karena Pemerintahan hasil Pemilu 2004 telah terbentuk

PASAL 4 Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 TAP MPRS/TAP MPR YANG DINYATAKAN TETAP BERLAKU SAMPAI DENGAN TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG 20 Ada 11 (sebelas) TAP, yaitu: TAP MPRS Nomor XXIX/MPRS/1966 Tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera. TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. TAP MPR Nomor III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. TAP MPR Nomor V/MPR/2000 Tentang Pemantapan Persatuan Dan Kesatuan Nasional. TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 Tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa. TAP MPR Nomor VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depan Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2001 Tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN. Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Substansi: Setiap korban perjuangan menegakkan dan melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat dalam melanjutan pelaksanan Revolusi 1945 mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila adalah Pahlawan AMPERA. Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 21 1. TAP MPRS Nomor XXIX/MPRS/1966 Tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera Substansi: Setiap korban perjuangan menegakkan dan melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat dalam melanjutan pelaksanaan Revolusi 1945 mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila adalah Pahlawan Ampera. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan. Hasil Kajian: Karena undang-undang yang mengatur tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan belum terbentuk maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Hasil Kajian: Karena undang-undang yang mengatur tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan belum terbentuk, maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).

Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 22 2. TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN Substansi: Perlu berfungsinya lembaga-lembaga negara dan penyelenggara negara, menghindarkan praktek KKN serta upaya pemberantasan KKN harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga. Substansi: Perlu berfungsinya lembaga-lembaga negara dan penyelenggara negara, menghindarkan praktek KKN serta upaya pemberantasan KKN harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Terlaksananya seluruh ketentuan yang terdapat di dalam TAP MPR RI No. XI/MPR/1998. Hasil Kajian: Karena amanat dari Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 belum seluruhnya dilaksanakan dan dituangkan ke dalam undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Terlaksananya seluruh ketentuan yang terdapat di dalam TAP MPR RI No. XI/MPR/1998. Hasil Kajian: Karena amanat dari Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 belum seluruhnya dilaksanakan dan dituangkan ke dalam undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).

Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 23 3.TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang Berkeadilan; Serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan berbagai undang-undang tentang penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 18, 18A, dan 18B UUD Negara RI Tahun 1945. Substansi: Penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan berbagai undang-undang tentang penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 18, 18A, dan 18B UUD Negara RI Tahun 1945. Hasil Kajian: Karena amanat dari Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 belum seluruhnya dituangkan ke dalam undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Hasil Kajian: Karena amanat dari Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 belum seluruhnya dituangkan ke dalam undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Substansi: Penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 24 4. TAP MPR Nomor III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Substansi: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Hasil Kajian: Hasil Kajian: Dengan telah terbentuknya UU No. 10/2004 yang didalamnya diatur tentang tata urutan peraturan perundang-undangan, maka ketetapan ini tidak berlaku lagi. Namun demikian Pasal 7 ayat (4) UU No. 10/2004 dan penjelasannya, menyatakan bahwa peraturan yang dikeluarkan oleh MPR (sebagaimana yang ditetapkan dalam TAP MPR No. I/MPR/2003) masih diakui keberadaanya dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Substansi : Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan menurut ketetapan ini adalah: - UUD 1945 - TAP MPR - UU - PERPU - PP - KEPPRES - PERDA TAP MPR RI No. III/MPR/2000 UU No. 10 Tahun 2004 UUD 1945 UUD 1945 TAP MPR UU UU/PERPU PERPU PP PP PERPRES KEPRES PERDA PERDA Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang yang mengatur tentang tata urutan peraturan perundang-undangan.

Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 25 5. TAP MPR Nomor V/MPR/2000 Tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional Substansi: Ketetapan ini mempertegas perlunya kesadaran dan komitmen yang kuat untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional dalam menghadapi berbagai masalah bangsa mencapai tujuan nasional. Hasil Kajian: Telah terbentuk UU Nomor 27/2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (sebagaimana amanat dari Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/2000), namun berbagai amanat yang terdapat dalam ketetapan ini tetap diperlukan sebagai pedoman dalam penyusunan berbagai kebijakan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan serta menjamin keutuhan NKRI maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy) Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Perlu diwujudkan persatuan dan kesatuan Nasional antara lain melalui pemerintahan yang mampu mengelola kehidupan secara baik dan adil, serta mampu mengatasi berbagai permasalahan sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaan. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Perlu diwujudkan persatuan dan kesatuan nasional antara lain melalui pemerintahan yang mampu mengelola kehidupan secara baik dan adil, serta mampu mengatasi berbagai permasalahan sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaan. Hasil Kajian: Telah terbentuk UU Nomor 27/2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (sebagaimana amanat dari Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/2000), namun berbagai amanat yang terdapat dalam ketetapan ini tetap diperlukan sebagai pedoman dalam penyusunan berbagai kebijakan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan serta menjamin keutuhan NKRI maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy) Substansi: Ketetapan ini mempertegas perlunya kesadaran dan Komitmen yang kuat untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional dalam menghadapi berbagai masalah bangsa mencapai tujuan nasional.

Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 26 6. TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Hasil Kajian: Pemisahan TNI dan POLRI secara kelembagaan telah diatur dengan UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI, UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU No. 34/2004 tentang TNI, namun kerjasama dan saling membantu antara TNI dan POLRI masih perlu diatur dengan undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Substansi: Mengamanatkan pemisahan lembaga TNI dan POLRI, serta menentukan peran dan fungsi masing-masing. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang yang terkait dengan pemisahan kelembagaan TNI dan POLRI. Hasil Kajian: Pemisahan TNI dan POLRI secara kelembagaan telah diatur dengan UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI, UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU No. 34/2004 tentang TNI, namun kerjasama dan saling membantu antara TNI dan POLRI masih perlu diatur dengan undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Substansi: Mengamanatkan pemisahan lembaga TNI dan POLRI, serta menentukan peran dan fungsi masing-masing. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang yang terkait dengan pemisahan kelembagaan TNI dan POLRI.

Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 27 7. TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 Tentang Peran TNI dan POLRI Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang yang terkait dengan penyempurnaan pasal 5 ayat (4) dan pasal 10 ayat (2) tentang hak memilih dan dipilih TNI dan POLRI yang disesuaikan dengan perubahan UUD, dan pembentukan undang-undang tentang penyelenggaraan wajib militer dan yang berkaitan dengan tugas bantuan antara TNI dan POLRI. Substansi: Ketetapan ini mengamanatkan tentang jati diri, peran, susunan dan kedudukan, tugas bantuan, dan keikutsertaan TNI dan POLRI dalam penyelenggaraan negara. Hasil Kajian: Belum terbentuknya undang-undang mengenai penyelenggaraan wajib militer dan tugas bantuan antara TNI dan POLRI, maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang yang terkait dengan penyempurnaan pasal 5 ayat (4) dan pasal 10 ayat (2) tentang hak memilih dan dipilih TNI dan POLRI yang disesuaikan dengan perubahan UUD, dan pembentukan undang-undang tentang penyelenggaraan wajib militer dan yang berkaitan dengan tugas bantuan antara TNI dan POLRI. Hasil Kajian: Belum terbentuknya undang-undang mengenai penyelenggaraan wajib militer, dan tugas bantuan antara TNI dan POLRI maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Substansi: Ketetapan ini mengamanatkan tentang jati diri, peran, susunan dan kedudukan, tugas bantuan, dan keikutsertaan TNI dan POLRI dalam penyelenggaraan negara.

Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 28 8. TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 Tentang Etika Kehidupan Berbangsa Substansi: Ketetapan ini mengamanatkan untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertaqwa, dan berahklak mulia serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa. Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa mengacu pada cita-cita persatuan dan kesatuan, ketahanan, kemandirian, keunggulan dan kejayaan, serta kelestarian lingkungan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Substansi: Ketetapan ini mengamanatkan untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertaqwa, dan berahklak mulia serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa. Pokok-pokok etika kehidupan berbangsa mengacu pada cita-cita persatuan dan kesatuan, ketahanan, kemandirian, keunggulan dan kejayaan, serta kelestarian lingkungan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Hasil Kajian: Ketetapan ini belum sepenuhnya dijadikan pedoman dalam perumusan berbagai kebijakan, terutama yang berkaitan dengan Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Perlu ditegakkan Etika Kehidupan Berbangsa yang meliputi, etika sosial dan budaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakan hukum yang berkeadilan dan berkesetaraan, etika keilmuan, dan etika lingkungan untuk dijadikan acuan dasar dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaannya, serta menjiwai seluruh pembentukan undang-undang. Hasil Kajian: Ketetapan ini belum sepenuhnya dijadikan pedoman dalam perumusan berbagai kebijakan, terutama yang berkaitan dengan Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Perlu ditegakkan Etika Kehidupan Berbangsa yang meliputi, etika sosial dan budaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakan hukum yang berkeadilan dan berkesetaraan, etika keilmuan, dan etika lingkungan untuk dijadikan acuan dasar dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaannya, serta menjiwai seluruh pembentukan undang-undang.

Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 29 9. TAP MPR Nomor VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depan Substansi: Visi Indonesia masa depan diperlukan untuk menjaga kesinambungan arah penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia melalui visi ideal, visi antara dan visi lima tahunan. Substansi: Visi Indonesia masa depan diperlukan untuk menjaga kesinambungan arah penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia Melalui visi ideal, visi antara dan visi lima tahunan. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Perlu diwujudkan masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaan Hasil Kajian: Ketetapan ini belum sepenuhnya dijadikan pedoman dalam perumusan berbagai kebijakan, terutama yang berkaitan dengan visi ideal dan visi antara maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Perlu diwujudkan masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara sesuai dengan arah kebijakan dan kaidah pelaksanaan Hasil Kajian: Ketetapan ini belum sepenuhnya dijadikan pedoman dalam perumusan berbagai kebijakan, terutama yang berkaitan dengan visi ideal dan visi antara maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).

Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 30 10. Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2001 Tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN Substansi: Ketetapan ini mengamanatkan untuk mempercepat dan lebih menjamin efektivitas pemberantasan KKN sebagaimana diamanatkan dalam TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN, serta berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang serta peraturan pelaksanaannya untuk percepatan dan efektivitas pemberantasan dan pencegahan KKN sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam ketetapan ini. Substansi: Ketetapan ini mengamanatkan untuk mempercepat dan lebih menjamin efektivitas pemberantasan KKN sebagaimana diamanatkan dalam TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN, serta berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait. Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang serta peraturan pelaksanaannya untuk percepatan dan efektivitas pemberantasan dan pencegahan KKN sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam ketetapan ini. Hasil Kajian: Karena amanat dari TAP MPR RI No. VIII/MPR/2001 belum seluruhnya dituangkan ke dalam undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Hasil Kajian: Karena amanat dari TAP MPR RI No. VIII/MPR/2001 belum seluruhnya dituangkan ke dalam undang-undang maka ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy).

Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 Pasal 4 31 11. Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Substansi: Ketetapan ini mendorong pembaharuan agraria melalui proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan,penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum; Pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di daratan, laut dan angkasa dilakukan secara optimal, adil, berkelanjutan, dan ramah lingkungan untuk keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Hasil Kajian: Ketetapan ini diperlukan untuk mendorong percepatan pembentukan dan pengharmonisan berbagai undang-undang, terutama yang berkaitan dengan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam secara konprehensif. Oleh karena itu ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang untuk mendorong pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam yang harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keutuhan NKRI, HAM, supremasi hukum, KESRA, demokrasi, kepatuhan hukum, partisipasi rakyat, keadilan termasuk kesetaraan gender, pemeliharaan sumber agraria/sumber daya alam, memelihara keberlanjutan untuk generasi kini dan generasi yang akan datang, memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan, keterpaduan dan koordinasi antar sektor dan antar daerah, menghormati dan melindungi hak masyarakat hukum adat, desentralisasi, keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah, masyarakat dan individu sesuai dengan arah kebijakan sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam ketetapan ini. Substansi: Ketetapan ini mendorong pembaharuan agraria melalui proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan,penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum; Pengelolaan Sumber daya alam yang terkandung di daratan, laut dan angkasa dilakukan secara optimal, adil, berkelanjutan dan ramah lingkungan untuk keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Hasil Kajian: Ketetapan ini diperlukan untuk mendorong percepatan pembentukan dan pengharmonisan berbagai undang-undang, terutama yang berkaitan dengan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam secara konprehensif. Oleh karena itu ketetapan ini tetap berlaku (memiliki daya laku/validity dan daya guna/efficacy). Amanat TAP MPR No. I/MPR/2003: Memerintahkan pembentukan undang-undang untuk mendorong pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam yang harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keutuhan NKRI, HAM, supremasi hukum, KESRA, demokrasi, kepatuhan hukum, partisipasi rakyat, keadilan termasuk kesetaraan gender, pemeliharaan sumber agraria/sumber daya alam, memelihara keberlanjutan untuk generasi kini dan generasi yang akan datang, memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan, keterpaduan dan koordinasi antar sektor dan antar daerah, menghormati dan melindungi hak masyarakat hukum adat, desentralisasi, keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah, masyarakat dan individu sesuai dengan arah kebijakan sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam ketetapan ini.

Kelima TAP MPR yang terdapat di dalam Pasal 5 tentang Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 PASAL 5 TAP MPR YANG DINYATAKAN MASIH BERLAKU SAMPAI DENGAN DITETAPKANNYA PERATURAN TATA TERTIB YANG BARU OLEH MPR HASIL PEMILU 2004 32 Kelima TAP MPR yang terdapat di dalam Pasal 5 tentang Peraturan Tata Tertib MPR, yaitu: TAP MPR No. II/MPR/1999 TAP MPR No. I/MPR/2000 TAP MPR No. II/MPR/2000 TAP MPR No. V/MPR/2001 TAP MPR No. V/MPR/2002 sudah tidak berlaku lagi karena telah terbentuknya Peraturan Tata Tertib MPR hasil PEMILU 2004.

Ketetapan di dalam pasal ini Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 PASAL 6 TAP MPRS/TAP MPR YANG DINYATAKAN TIDAK PERLU LAGI DILAKUKAN TINDAKAN HUKUM LEBIH LANJUT, BAIK KARENA BERSIFAT FINAL (EINMALIG), TELAH DICABUT, MAUPUN TELAH SELESAI DILAKSANAKAN 33 Ketetapan di dalam pasal ini berjumlah 104 Ketetapan.

Pasal 2 3 Pasal 4 11 10 13 HASIL KAJIAN TIM KERJA MPR RI TENTANG STATUS HUKUM TAP MPRS DAN TAP MPR RI BERDASARKAN TAP MPR RI NOMOR I/MPR/2003 SAMPAI DENGAN FEBRUARI 2006 34 NO. PASAL JUMLAH KETETAPAN TIDAK BERLAKU 1 Pasal 1 8 - 2 Pasal 2 3 Pasal 3 4 Pasal 4 11 10 5 Pasal 5 6 Pasal 6 104 139 126 13

KEPUTUSAN MPR RI NOMOR 7/MPR/2004 TENTANG 35 KEPUTUSAN MPR RI NOMOR 7/MPR/2004 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB MPR RI SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN KEPUTUSAN MPR RI NOMOR 13/MPR/2004 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN TATA TERTIB MPR RI Keputusan Majelis berisi ketentuan yang mengatur tata cara Majelis dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya serta mengikat secara internal TATA TERTIB

Perubahan UUD NEGARA RI 1945 mengharuskan MPR Peraturan Tata Tertib DASAR PEMIKIRAN DAN TUJUAN PEMBENTUKAN TATA-TERTIB 36 Perubahan UUD NEGARA RI 1945 mengharuskan MPR melakukan penyesuaian terhadap Peraturan Tata Tertib MPR yang dituangkan ke dalam Keputusan MPR Nomor 7/MPR/2004 tentang Peraturan Tata Tertib MPR RI sebagaimana telah diubah dengan Keputusan MPR RI Nomor 13/MPR/2004 tentang Perubahan Peraturan Tata Tertib MPR RI.

Ketentuan dalam Pasal-pasal UUD Negara RI 1945 yaitu Peraturan Tata Tertib DASAR HUKUM 37 Ketentuan dalam Pasal-pasal UUD Negara RI 1945 yaitu Pasal 2, Pasal 3, Pasal 7B ayat (6) dan ayat (7) , Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 37. UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana tercantum dalam Pasal 11 huruf g.

Peraturan Tata Tertib HAL-HAL YANG DIATUR, Antara Lain: KEDUDUKAN 38 KEDUDUKAN (Pasal 3) MPR adalah sebuah lembaga negara Anggota MPR terdiri dari Anggota DPR dan Anggota DPD. KEANGGOTAAN (Pasal 1 ayat (2)) TUGAS DAN WEWENANG (Pasal 4) TATA CARA PERUBAHAN UUD (Pasal 78) TATA CARA PELANTIKAN PRESIDEN (Pasal 82) TATA CARA PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAUWAKIL PRESIDEN (Pasal 83)

Peraturan Tata Tertib MPR memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: TUGAS DAN WEWENANG (PASAL 4) 39 MPR memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar; melantik Presiden dan Wakil Presiden; memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden; melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, atau diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya; memilih dan melantik Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari; memilih dan melantik Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya; menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis dan Kode Etik Anggota Majelis; memilih dan menetapkan Pimpinan Majelis; membentuk alat kelengkapan Majelis. MPR memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar; melantik Presiden dan Wakil Presiden; memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden; melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, atau diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya; memilih dan melantik Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari; memilih dan melantik Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya; menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis dan Kode Etik Anggota Majelis; memilih dan menetapkan Pimpinan Majelis; membentuk alat kelengkapan Majelis.

TATA CARA PERUBAHAN UUD (PASAL 78) Peraturan Tata Tertib TATA CARA PERUBAHAN UUD (PASAL 78) 40 Jika Syarat Terpenuhi, Pimpinan Mengundang Anggota Bersidang [Pasal 78 huruf “d”] Usul Tertulis Ke Pimpinan (Materi yang Diubah) [Pasal 78 huruf “b”] Usul dibahas dalam Rapat Pimpinan (≤ 90 Hari) [Pasal 78 huruf “c”] Usul 1/3 Anggota (≥ 226 Anggota) [Pasal 78 huruf “a”] Syarat Pengambilan Putusan: - Kuorum 2/3 Keputusan 50% + 1 dari seluruh Anggota Majelis [Pasal 71 ayat (1) huruf “a”]

TATA CARA PERUBAHAN UUD (PASAL 78) Peraturan Tata Tertib TATA CARA PERUBAHAN UUD (PASAL 78) 41 c. usul sebagaimana dimaksud pada huruf b, diajukan kepada Pimpinan Majelis dan Pimpinan Majelis melaksanakan rapat untuk membahas usul tersebut paling lambat 90 hari dari sejak diterimanya usul; a. diusulkan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah Anggota Majelis; b. setiap usul perubahan diajukan secara tertulis dan ditunjukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta ulasannya; c. usul sebagaimana dimaksud pada huruf b, diajukan kepada Pimpinan Majelis dan Pimpinan Majelis melaksanakan rapat untuk membahas usul tersebut paling lambat 90 hari dari sejak diterimanya usul; diusulkan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah Anggota Majelis; d. apabila rapat Pimpinan Majelis menilai usul tersebut telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, Pimpinan Majelis mengundang Anggota Majelis untuk melaksanakan Sidang Majelis. Pasal 71 ayat (1) huruf a: “diambil dalam rapat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar (kuorum), dan disetujui oleh lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis”. b. setiap usul perubahan diajukan secara tertulis dan ditunjukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta ulasannya; d. apabila rapat Pimpinan Majelis menilai usul tersebut telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, Pimpinan Majelis mengundang Anggota Majelis untuk melaksanakan Sidang Majelis. Pasal 71 ayat (1) huruf a: “diambil dalam rapat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar (kuorum), dan disetujui oleh lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis”.

TATA CARA PELANTIKAN PRESIDEN (PASAL 82) Peraturan Tata Tertib TATA CARA PELANTIKAN PRESIDEN (PASAL 82) 42 Sidang Majelis: SK KPU Sumpah Berita Acara PELANTIKAN Presiden dan Wapres Terpilih [Pasal 82 ayat (3)] Pimpinan MPR Mengundang [Pasal 82 ayat (1)] Anggota MPR [Pasal 82 ayat (2)]

TATA CARA PELANTIKAN PRESIDEN (PASAL 82) Peraturan Tata Tertib TATA CARA PELANTIKAN PRESIDEN (PASAL 82) 43 Pimpinan Majelis mengundang Anggota Majelis untuk mengikuti Rapat Paripurna Majelis dalam rangka Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hasil Pemilu; Pimpinan Majelis mengundang Presiden dan Wakil Presiden terpilih; Pembacaan Berita Acara hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden oleh Ketua KPU dalam Rapat Paripurna Majelis; Pelantikan dilakukan dengan cara mengucapkan sumpah/janji menurut agama dengan sungguh-sungguh dihadapan Majelis; Berita Acara Pelantikan ditandatangani oleh Presiden dan Wakil Presiden, serta Pimpinan Majelis. Pimpinan Majelis mengundang Anggota Majelis untuk mengikuti Rapat Paripurna Majelis dalam rangka Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden hasil Pemilu; Pimpinan Majelis mengundang Presiden dan Wakil Presiden terpilih; Pembacaan Berita Acara hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden oleh Ketua KPU dalam Rapat Paripurna Majelis; Pelantikan dilakukan dengan cara mengucapkan sumpah/janji menurut agama dengan sungguh-sungguh dihadapan Majelis; Berita Acara Pelantikan ditandatangani oleh Presiden dan Wakil Presiden, serta Pimpinan Majelis.

TATA CARA PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN (PASAL 83) Peraturan Tata Tertib TATA CARA PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN (PASAL 83) 44 MPR ≤ 30 hari menyelenggarakan Sidang (Presiden dan/atau Wapres diundang) Pengambilan Putusan: -Kuorum ≥ 3/4 jumlah anggota -Keputusan ≥ 2/3 Jumlah anggota yang hadir DPR 3 2 1 MK Memeriksa,Mengadili, dan Memutuskan (≤ 90 hari)

TATA CARA PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN (PASAL 83) Peraturan Tata Tertib TATA CARA PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN (PASAL 83) 45 Majelis menyelenggarakan sidang untuk mengambil putusan tentang usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya yang diajukan DPR setelah adanya putusan MK paling lambat 30 hari setelah Majelis menerima usul tersebut; a. Majelis menyelenggarakan sidang untuk mengambil putusan tentang usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden pada masa jabatannya yang diajukan DPR setelah adanya putusan MK paling lambat 30 hari setelah Majelis menerima usul tersebut; e. apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak hadir untuk menyampaikan penjelasan, maka Majelis tetap mengambil putusan. b. Pimpinan Majelis mengundang Anggota Majelis untuk mengadakan Rapat Paripurna; c. Pimpinan Majelis mengundang Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk menyampaikan penjelasan yang berkaitan dengan usul pemberhentiannya kepada Rapat Paripurna Majelis; b. Pimpinan Majelis mengundang Anggota Majelis untuk mengadakan Rapat Paripurna; d. Presiden dan/atau Wakil Presiden wajib hadir untuk memberikan penjelasan atas usul pemberhentiannya tersebut; e. apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak hadir untuk menyampaikan penjelasan, maka Majelis tetap mengambil putusan. c. Pimpinan Majelis mengundang Presiden dan/atau Wakil Presiden untuk menyampaikan penjelasan yang berkaitan dengan usul pemberhentiannya kepada Rapat Paripurna Majelis; d. Presiden dan/atau Wakil Presiden wajib hadir untuk memberikan penjelasan atas usul pemberhentiannya tersebut;

KEPUTUSAN MPR RI NOMOR 8/MPR/2004 TENTANG KODE ETIK ANGGOTA 46 KEPUTUSAN MPR RI NOMOR 8/MPR/2004 TENTANG KODE ETIK ANGGOTA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Kode Etik Anggota MPR RI adalah seperangkat norma-norma moral yang berisi nilai-nilai etik dalam perikehidupan yang wajib dipatuhi oleh setiap Anggota MPR RI PENGERTIAN (Pasal 1)

TUJUAN (PASAL 2) KODE ETIK ANGGOTA 47 Kode Etik Anggota Majelis bertujuan untuk menjaga martabat, kehormatan, dan citra Anggota Majelis di tengah-tengah masyarakat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari terjaganya kehormatan MPR RI.

KODE ETIK ANGGOTA KEPRIBADIAN DAN ETIKA 48 Kepribadian: “Anggota Majelis adalah insan yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi norma-norma agama, hukum, hak asasi manusia, dan moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara” (Pasal 4). Etika: “Setiap Anggota Majelis wajib mematuhi etika (19 butir Pasal 5), antara lain: menjauhkan diri dari perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya; jujur terhadap diri sendiri dan orang lain; memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap kondisi dan aspirasi rakyat”.

PENUTUP AKU KENAL NEGERIKU TERIMA KASIH Semoga Sosialisasi ini dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang konstitusi dan dinamika ketatanegaraan