Telaah Kritis Menuju Kehidupan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT): Telaah Kritis Menuju Kehidupan yang Adil Gender Trisakti Handayani Seminar Seri Sastra, Sosial, Budaya Fakultas Sastra Universitas Udayana, pada tanggal 29 April 2005.
Undang-undang No 23 tahun 2004 “Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga” sudah disahkan tahun lalu, tetapi kasus kekerasan dalam rumah tangga, terutama pada perempuan semakin meningkat, bagaimana implementasinya di lapangan? Penting untuk selalu dikaji agar kehadiran UU P-KDRT menjadi lebih bermakna.
FAKTA 1: Kekerasan telah menjadi fenomena dalam kehidupan masyarakat. Kekerasan telah memasuki berbagai wilayah komunitas, seperti: politik, ekonomi, sosial, budaya, seni, ideologi, bahkan dalam wilayah sosial yang paling ekslusif yaitu rumah tangga.
KDRT merupakan masalah sosial yang kurang mendapat anggapan FAKTA 2. KDRT merupakan masalah sosial yang kurang mendapat anggapan Secara serius dari masyarakat, karena: 1. KDRT memiliki ruang lingkup yang relatif tertutup (privat) dan terjaga ketat privacy-nya sebab terjadi dalam keluarga. 2. KDRT sering dianggap “wajar” sebab diyakini bahwa memperlakukan isteri sekehendak suami merupakan hak suami sebagai pemimpin dan kepala rumah tangga. 3. KDRT terjadi dalam lembaga yang legal, yaitu perkawinan
Untuk memahami realitas KDRT sebagai salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan diperlukan telaah yang berperspektif perempuan, FAKTA 3 : KDRT merupakan bahaya terbesar bagi perempuan daripada kekerasan di jalanan. Di AS misalnya, KDRT merupakan bahaya terbesar bagi perempuan dibandingkan bahaya perampokan dan pencurian. Berdasarkan data statistik terlihat bahwa tiap 9 menit perempuan menjadi korban kekerasan fisik, dan 25 % perempuan yang terbunuh adalah dibunuh oleh pasangan lelakinya. Disebutkan juga bahwa antara 1,5 hingga 3 juta anak menyaksikan KDRT dalam keluarganya.
Keberanian Perempuan mengungkap wilayah privat merupakan langkah maju Di Indonesia, masyarakat lebih senang menyembunyikan masalah KDRT, karena : ketiga faktor di atas, masih sangat kuatnya kultur yang menomorsatukan keutuhan dan keharmonisan keluarga. Perempuan korban KDRT yang menyerah pada keadaan. , memendam sendiri penderitaannya. solusi semacam itu sebetulnya telah menyebabkan dampak negatif.
BATASAN DAN BENTUK KDRT KDRT adalah suatu bentuk penganiayaan (abuse) secara fisik maupun emosional/psikologis, yang merupakan suatu cara pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan rumah tangga.
Masyarakat punya mitos : Terjadi karena isteri membantah, melawan suami, dan berbuat kesalahan besar. Hanya terjadi pada pasangan yang memulai perkawinan tanpa dasar saling cinta (dijodohkan). Hanya terjadi pada suami yang memiliki kelainan jiwa. Hanya terjadi pada pasangan dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah Terjadi karena suami mabuk, kalah judi, gagal dalam pekerjaan, dan sebagainya. KDRT adalah persoalan perempuan Barat. Hanya terjadi semata-mata karena suami lepas kontrol atau marah. Tidak akan terjadi bila suami-isteri beragama dengan baik dan taat. Masyarakat masih cenderung menganggap persoalan KDRT sebagai suatu persoalan pribadi yang “lumrah” terjadi dalam kehidupan rumah tangga.
FAKTA : KDRT terjadi karena “kesalahan isteri” berdasarkan standar nilai suami. Terjadi pada pasangan yang memulai perkawinan dengan dasar saling cinta. Dilakukan oleh suami yang normal, tidak mempunyai kelainan jiwa. Terjadi juga pada pasangan yang kondisi sosial ekonominya tinggi. Dilakukan oleh suami yang tidak mabuk, tidak kalah judi, bahkan sukses di dalam karier. Dilakukan oleh suami yang mampu bergaul dengan baik dan santun kepada semua orang. KDRT adalah persoalan laki-laki dan perempuan di seluruh dunia Sering terjadi justru dengan alasan diperbolehkan agama.
Mitos dan nilai-nilai semacam ini masih sangat kental diyakini masyarakat sehingga sangat mempengaruhi sikap terhadap persoalan KDRT itu sendiri. Masyarakat juga meyakini beberapa nilai (values) yang kurang benar, spt : Suami adalah pemimpin, jadi berhak memperlakukan isterinya sekehendak hatinya, termasuk mengontrol isteri. Tidak seorangpun berhak ikut campur dengan urusan suami-isteri karena hal itu adalah urusan pribadi
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KDRT Budaya patriarkhi, budaya ini meyakini bahwa laki-laki adalah superior dan perempuan inferior sehingga laki-laki dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol perempuan. Interpretasi yang keliru atas ajaran agama. Sering ajaran agama yang menempatkan laki-laki sebagai pemimpin diinterpretasikan sebagai pembolehan mengontrol dan menguasai isterinya. Pengaruh role model. Anak laki-laki yang tumbuh dalam lingkungan keluarga di mana ayah suka memukul-kasar terhadap ibunya, cenderung akan meniru pola tersebut kepada pasangannya.
DAMPAK KDRT: Hampir setiap negara di dunia terjadi persoalan KDRT Berbagai penelitian tentang KDRT pernah dilakukan di Indonesia, walaupun data kuantitatif tentang kasus KDRT belum pernah tercatat secara jelas. Korban KDRT dapat menimpa semua pihak dalam rumah tangga yaitu isteri, anak-anak maupun suami KDRT juga memiliki dampak negatif pada anak-anak. Anak laki-laki dari suami yang sering memukul istrinya, cenderung melakukan hal serupa terhadap perempuan di masa yang akan datang setelah dewasa.
LANGKAH PEMECAHAN KDRT : Langkah ke 1, meluruskan mitos-mitos mengenai KDRT dan menyampaikan fakta-faktanya Langkah ke 2, mensosialisasikan prinsip kesetaraan gender, khususnya dalam konteks hubungan suami istri Langkah ke 3, penyadaran terhadap masyarakat. Langkah ke 4, mendorong kalangan luas untuk peduli atas persoalan KDRT termasuk pembentukan lembaga yang bergerak dalam bidang advokasi terhadap persoalan KDRT
Terima kasih