PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN APBN Sesi I PROGRAM PERCEPATAN AKUNTABILITAS KEUANGAN PEMERINTAH 2008
PENDAHULUAN UU No. 17 Tahun 2003 mengamanatkan beberapa perubahan substansial dalam sistem perencanaan dan penganggaran APBN Perubahan sistem perencanaan dan penganggaran APBN tersebut perlu dipahami secara baik oleh semua pihak, terutama unit kerja pemerintah atau institusi yang melaksanakan kepentingan pemerintah dengan pembiayaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Format, Struktur dan Siklus APBN Konsep Perencanaan dan Penganggaran Dasar Hukum Format, Struktur dan Siklus APBN Konsep Perencanaan dan Penganggaran Pendekatan Sistem Penganggaran Penganggaran Terpadu Penganggaran Berbasis Kinerja Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Penerapan Sistem Penganggaran Klasifikasi Anggaran SESI I SESI 2
DASAR HUKUM UUD 1945 UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaa Pembangunan Nasional UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2004 Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
UUD 1945 AMANDEMEN KE 4 Pasal 23 ayat (1) APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan UU dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 23 ayat (2) RUU APBN diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan DPD. Pasal 23 ayat (3) Apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan APBN tahun yang lalu.
UU No. 17/2003 Pasal 8 Tugas Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal, antara lain: Menyusun Kebijaksanaan Fiskal & Kerangka Ekonomi Makro Menyusun Rancangan APBN dan Rancangan Perubahan APBN Mengesahkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Negara Menyusun laporan Keuangan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
UU No. 17/2003 Pasal 9: Tugas Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna Barang, antara lain : Menyusun rancangan anggaran kementerian/lembaga yang dipimpinnya Menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran Melaksanakan anggaran kementerian/lembaga Mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian/lembaga yang dipimpinnya
UU No.17/2003 Pasal 14 Dalam rangka penyusunan RAPBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun berikutnya. Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun. Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
PP No. 20 dan No. 21 Tahun 2004 PP No. 20 Pasal 3 Ayat (2) Program dan kegiatan disusun dengan pendekatan berbasis kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran terpadu PP No.21 Pasal 4 RKA-KL disusun dengan menggunakan pendekatan a. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah; b. Penganggaran Terpadu; c. Penganggaran Berbasis Kinerja Pasal 7 ayat (4) Menteri Keuangan menetapkan standar biaya, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus bagi pemerintah pusat setelah berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait. Pasal 10 ayat (5) Kementerian Keuangan menelaah kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan bersama DPR dengan SE MENKEU Tentang Pagu Sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan standar biaya yang telah ditetapkan.
STRUKTUR DAN FORMAT APBN APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah. Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja
Pendapatan Negara dan Hibah Surplus/Defisit Anggaran STRUKTUR APBN Pendapatan Negara dan Hibah Pendapatan Negara Hibah - Belanja Negara Belanja Pemerintah Pusat Transfer ke Daerah = Surplus/Defisit Anggaran Pembiayaan Defisit
FORMAT BARU BELANJA NEGARA SESUAI UU NO. 17/2003 Pasal 11 ayat (5) Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Pasal 15 ayat (5) APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
PERBANDINGAN ANTARA FORMAT LAMA DAN FORMAT BARU DALAM BELANJA PEMERINTAH Klasifikasi Jenis Belanja Dual Budgeting Belanja pusat terdiri dari 6 jenis belanja Klasifikasi Organisasi terdiri atas 53 Departemen/ Lembaga Klasifikasi Sektor terdiri atas 20 sektor dan 50 subsektor Program merupakan rincian dari sektor pada pengeluaran rutin dan pembangunan Nama-nama program antara pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan agak berbeda Dasar Alokasi Alokasi anggaran berdasarkan sektor, subsektor dan program FORMAT BARU Klasifikasi Jenis Belanja Unified Budgeting Belanja pusat terdiri dari 8 jenis belanja Klasifikasi Organisasi Terdiri atas 73 K/L (bagian anggaran) Tahun 2008 : 75 K/L (BA) Klasifikasi Fungsi terdiri atas 11 fungsi dan 79 subfungsi Program pada masing Kementerian/lembaga digunakan sebagai dasar kompilasi klasifikasi fungsi Nama-nama program telah disesuaikan dengan unified budget Dasar Alokasi Alokasi anggaran berdasarkan program kementerian/ lembaga
KLASIFIKASI BELANJA DALAM APBN MENURUT FUNGSI : Pelayanan Umum Pemerintahan; Pertahanan; Hukum, Ketertiban dan Keamanan; Ekonomi; Lingkungan Hidup; Perumahan dan Pemukiman; Kesehatan; Pariwisata dan Budaya; Agama; Pendidikan; Perlindungan Sosial. MENURUT JENIS : Belanja Pegawai; Belanja Barang dan jasa; Belanja Modal; Bunga; Subsidi; Hibah; Bantuan Sosial; Belanja Lain-Lain.
SIKLUS APBN RAPBN-P t (Juli) (2) (1) (3) RAPBN t+1 (Agustus) (c) (b) Pagu Sementara t+1 (Pertengahan Juni) (3) Pagu Indikatif t+1 (Maret) RAPBN t+1 (Agustus) (c) LKPP t-1 (b) (4) APBN-P t (September) APBN T+1 (Akhir Oktober) (a) RAPBN-P t (Juli)
III. Konsep Perencanaan dan Penganggaran
5 Tahun 1 Tahun 1 Tahun KONSEP PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PLATFORM PRESIDEN (VISI DAN MISI) 5 Tahun RPJM Renstra KL RKP Ranc. Renja-KL 1 Tahun APBN RKA-KL 1 Tahun KEPPRES RINCIAN APBN DOK. PELAKSANAAN ANGGARAN RPJM = Rencana Pembangunan Jangka Menengah RKP = Rencana Kerja Pemerintah
(UU 25/2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL) HUBUNGAN ANTARA RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DENGAN RENCANA KERJA KL DAN RENCANA KERJA SKPD (UU 25/2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL) PUSAT DAERAH acuan RPJP Nasional RPJM RKP RENSTRA KL RENJA Daerah SKPD diperhatikan pedoman dijabarkan
Proses Perencanaan dan Penganggaran Kementerian Perencanaan DPR Komisi Terkait Kementerian/Lembaga Penelaahan RKA-KL Pembahasan RKA-KL Renja-KL RKA-KL (Pertengahan Juli) Kementerian Keuangan (DJA) Himpunan RKA-KL (Pertengahan Agustus) SEB Pagu Indikatif (Maretl) SE MK Pagu Sementara (pertengahan Juni) Penelaahan RKA-KL Menkeu (DJA) menelaah kesesuaian RKA-KL dengan Pagu Sementara, Standar Biaya, dan Prakiraan Maju DPR Konsep DIPA NK, RAPBN UU APBN (Akhir Oktober) Kementerian Perencanaan menelaah Renja-KL berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan Perpres Rincian APBN (Akhir November) Himpunan RKA-KL
IV. Pendekatan Sistem Penganggaran
Pendekatan Sistem Penganggaran PENGANGGARAN TERPADU (UNIFIED BUDGET) 2. KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH ( MEDIUM TERM EXPENDITURE FRAMEWORK ) 3. PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA ( PERFORMANCE BASED BUDGETING )
IV.1 Penganggaran Terpadu Unified Budget
PENGANGGARAN TERPADU Penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana. Sangat penting untuk memastikan bahwa investasi dan biaya operasional yang berulang (recurrent) dipertimbangkan secara simultan. Dualisme perencanaan antara anggaran rutin dan anggaran pembangunan di masa lampau menimbulkan peluang duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran. 3. Perencanaan belanja rutin dan belanja modal dilakukan secara terintegrasi / terpadu dalam rangka mencapai sasaran prioritas nasional dan target prestasi kerja kementerian/lembaga yang dapat memuaskan masyarakat
Penganggaran Terpadu Keterpaduan pengelola kegiatan Keterpaduan jenis belanja dalam satu kegiatan Keterpaduan antar program/ kegiatan sesuai fungsi dari suatu kementerian Keterpaduan program / kegiatan antar kementerian negara/lembaga Keterpaduan program/kegiatan baik antar pemerintah daerah maupun pemerintah pusat
FORMAT BELANJA NEGARA: LAMA VS BARU FORMAT LAMA (s/d 2004) FORMAT BARU (mulai TA 2005) Belanja Pemerintah Pusat : Pengeluaran RUTIN a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang c. Pembayaran Bunga Utang d. Subsidi e. Pengeluaran Rutin Lainnya Pengeluaran PEMBANGUNAN Belanja Pemerintah Pusat : Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Pembayaran Bunga Utang Subsidi Belanja Hibah Bantuan Sosial Belanja Lain-lain
KERANGKA IDEAL PENGANGGARAN TERPADU Program Kegiatan Kegiatan Dasar Kegiatan Penunjang Proyek - Prioritas Nasional Kepala Kantor / KPA - Kegiatan Dasar Pembayaran Gaji Ops Kantor & Pemeliharaan - Kegiatan Prioritas Nasional Penunjang 1 MAK Anggaran Rutin Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Lain Belanja Perjalanan 2 MAK Anggaran pembangunan - Belanja Modal MAK : tidak ada tumpang tindih penggunaan antara satu MAK dengan yang lainnya UNIFIED BUDGET DUAL BUDGET Kepala Kantor (A. Rutin) Pimpinan Proyek (A. Pemb) Pendekatan Sektoral Kegiatan Pendekatan Fungsional Kelembagaan
IV.2 Penganggaran Berbasis Kinerja Performance Based Budget
Penganggaran Berbasis Kinerja Mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output) dan dampak (outcome) Berdasarkan sasaran tertentu yang hendak dicapai Terdapat keterkaitan output kegiatan dan sasaran program (cascade) Terdapat kepastian penanggung jawab keberhasilan suatu program
DEFINISI Anggaran Berbasis Kinerja Adalah Proses Penganggaran Yang Dapat Menjelaskan Hubungan Antara Proyeksi Biaya Yang Dibutuhkan Dengan Ekspektasi Hasil Yang Akan Dicapai Oleh Pengeluaran Pemerintah Kegiatan (activities) yang dibiayai anggaran akan menghasilkan Keluaran (Output), dan pada akhirnya kombinasi dari berbagai keluaran kegiatan tersebut dalam suatu program diharapkan menghasilkan Dampak Positif Program (Outcomes)
Anggaran Berbasis Kinerja yang efektif memiliki prinsip utama yaitu Kejelasan Hubungan (linkages) antara ukuran kinerja pada level operasional (dalam hal ini level sub-kegiatan atau kegiatan) dengan hirarki tujuan / sasaran yang lebih tinggi (level strategis), baik dari sisi organisasional maupun dari sisi Dampak Positif (outcomes)
Annual Outcomes, (Sasaran Tahunan) Ilustrasi Pencapaian Sasaran Kebijakan Dalam Anggaran Berbasis Kinerja LEVEL 1 Strategic Outcomes (Sasaran Program) LEVEL 2 Annual Outcomes, (Sasaran Tahunan) LEVEL 2 LEVEL 3 Kegiatan dan Output LEVEL 3 LEVEL 3 LEVEL 3
OUTCOMES / Dampak Positif Kebijakan Dasar : Bagaimana Meningkatkan Efektivitas dan Efisiensi Anggaran OUTCOMES / Dampak Positif OUTPUT (Keluaran) INPUT ANGGARAN
PEN-CAPAIAN VISI DAN MISI KELUARAN (OUTPUT) HASIL (OUTCOME) KELUARAN (OUTPUT) KELUARAN (OUTPUT) Jalan Raya (km) Dalam Kondisi Baik Waktu Tempuh Atau Jumlah Pengguna Jalan Keamanan dan kenyamanan bagi pengguna Jalan Darimana Titik Awal Pemikiran Dimulai ?
FOKUS PENGUKURAN KINERJA MENGUBAH FOKUS PENGUKURAN bergeser Besarnya Jumlah Alokasi Sumber Daya Hasil yang dicapai dari penggunaan sumber daya
Persiapan Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja (Penjelasan PP 21/2004) Adanya rencana kerja yang mencerminkan komitmen kementerian negara/lembaga: Evaluasi terhadap program dan kegiatan harus dilakukan untuk menghilangkan program-program dan kegiatan-kegiatan yang tumpang tindih, dan untuk membuat sasaran program & kegiatan lebih transparan dan terukur. Penguatan kapasitas organisasi dalam mengembangkan Indikator Kinerja dan sistem pengukuran kinerja Peningkatan kualitas penyusunan kebutuhan biaya, sebagai pra-syarat untuk memperoleh pendanaan anggaran dengan mengutamakan kepada efektivitas kebijakan serta efisiensi pelaksanaan Uji coba, khususnya pada unit-unit yang berkaitan langsung dengan pelayanan masyarakat
Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja diperlukan untuk menilai seberapa besar perbedaan (gap) antara kinerja aktual dengan kinerja yang diharapkan Dengan diketahuinya perbedaan (gap) tersebut, maka upaya-upaya perbaikan dan peningkatan kinerja dapat dilakukan
INDIKATOR KINERJA Ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan Indikator kinerja dikategorikan ke dalam kelompok : - masukan (input) - keluaran (output) - hasil (outcomes) - manfaat (benefit) Indikator Kinerja pada sisi penggunaan sumber daya adalah penetapan standar biaya dengan tingkat efisiensi yang maksimal Kinerja yang relatif lebih baik dapat diindikasikan dengan pencapaian target output/outcomes yang sama dengan tingkat penggunaan sumber daya yang lebih minimal dalam suatu kurun waktu tertentu
Indikator Kinerja dan Pengukuran Kinerja PP 21/2004 Pasal 7 ayat 2: “Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja diperlukan indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi kinerja dari setiap program dan jenis kegiatan” Penjelasan PP 21/2004 (Poin I.4): “Kementerian/lembaga dituntut memperkuat diri dengan kapasitas dalam mengembangkan indikator kinerja, dan sistem pengukuran kinerja, dan dalam meningkatkan kualitas penyusunan kebutuhan biaya, sebagai persyaratan untuk mendapatkan anggaran”
Indikator Kinerja Agar pengukuran dapat dilakukan, maka kinerja harus dapat dinyatakan dalam angka (kuantifikasi). Oleh karena itu diperlukan indikator-indikator yang dapat menunjukkan secara tepat tingkat prestasi kerja/kinerja. Macam Indikator Kinerja: Indikator Kinerja Kegiatan Indikator Kinerja Program Indikator Efisiensi Indikator Kualitas
KRITERIA PENETAPAN TARGET KINERJA Spesifik (Specific) Jelas, Singkat dan Tepat Sasaran Terukur (Measureable) Sebaiknya dapat dikuantifikasi Realistis (Achievable) Praktis dan Masuk Akal Relevan (Relevant) Merupakan kebutuhan aktual Jangka Waktu Pencapaian (Time Frame) Memiliki rentang waktu kebijakan yang spesifik untuk pencapaian target
Pedoman Memformulasikan Sasaran Kebijakan Rekomendasi ini memberikan 3 langkah dasar untuk mempermudah formulasi sasaran/target kebijakan: Identifikasikan Karakteristik hasil yang ingin dicapai, misalnya Jangka Waktu Siapkan Ukuran Kinerja dari karakteristik tersebut, misalnya persentase penyelesaian dalam 12 hari kerja Tentukan Target Tingkat Kinerja-nya, misalnya 85% Sehingga sasaran kebijakan dapat didefinisikan sebagai “Dapat menyelesaikan 85% dari permohonan izin investasi baru dalam 12 hari kerja”
IV.3 Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Medium Term Expenditure Framework
KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH Pasal 1 poin 5 PP 21/2004: KPJM adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju Prakiraan Maju (Pasal 1 poin 6 PP 21/2004): Prakiraan maju adalah perhitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.
Kaitan KPJM & Prakiraan Maju: Dampak kebijakan terhadap anggaran pada tahun: 2008 Saat kebijakan diputuskan 2009 2010 2011 Prakiraan Maju Prakiraan Maju (R)APBN KPJM
Apakah yang dimaksud dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) Medium Term Expenditure Framework (MTEF) … adalah proses penyusunan anggaran yang memproyeksikan apa yang akan dicapai atau dihasilkan dalam kurun waktu tertentu dan berapa besar sumber daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan proyeksi output tersebut, dalam kondisi keterbatasan sumber daya (budget constraint) tertentu...
Mengapa Perlu KPJM ? Rencana Pembangunan terkadang tidak menunjukkan keterkaitan yang jelas dengan ketersediaan sumber daya dalam kerangka ekonomi yang relatif lebih makro Keterkaitan antara proses perencanaan – penganggaran dan implementasi kebijakan yang tidak jelas Perencanaan penganggaran tidak secara eksplisit menggambarkan hasil kebijakan / kinerja apa yang ingin dicapai, dalam kondisi keterbatasan sumber daya (resource constraint), lebih terkonsentrasi pada kontrol biaya input
Mengapa Perlu KPJM ? (2) Penyusunan anggaran terkadang hanya berbasis pada incremental (hanya dengan persentase pertumbuhan dari tahun lalu) Program /Kegiatan yang dibiayai anggaran terus berlangsung dari tahun ke tahun, pada saat yang sama, sumber daya semakin terbatas sehingga program / kegiatan prioritas menjadi under funded Rincian anggaran tidak menggambarkan kegiatan secara utuh, akan tetapi lebih kepada rincian belanja
Pada prinsipnya, KPJM terdiri atas: Estimasi Top - Down, mengenai ketersediaan sumber daya untuk pengeluaran publik yang konsisten dengan stabilitas Makro-Fiskal Estimasi Bottom – Up, mengenai kebutuhan biaya untuk kebijakan pengeluaran, baik kebijakan yang ada saat ini, maupun yang kebijakan baru di masa mendatang Target Kinerja / Sasaran Kebijakan kebijakan anggaran yang ingin dicapai dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran Kerangka Kerja (framework) yang menggambarkan rekonsiliasi antara kebutuhan pendanaan anggaran dengan ketersediaan sumber daya (aggregate resources)
KPJM …ADALAH SUATU PROSES BERGULIR DAN BERKESINAMBUNGAN YANG MEMBANTU PEMERINTAH UNTUK MENDISIPLINKAN PENGELUARANNYA DAN FOKUS PADA UPAYA PENCAPAIAN TARGET-TARGET YANG TELAH DIGARISKAN DALAM RENCANA PEMBANGUNAN, BAIK DALAM JANGKA MENENGAH MAUPUN DALAM JANGKA PENDEK …ADALAH STRATEGI DALAM KEBIJAKAN PENGELUARAN PEMERINTAH YANG BERLANDASKAN KEPADA: 1. Efektivitas Pemilihan Kebijakan (Analisis Opportunity Cost) 2. Efisiensi Pelaksanaan Kebijakan (Analisis Cost Efficiency) 3. Fokus Pada Pencapian Target Tugas Pokok & Fungsi 4. Penciptaan Sinergi Antara Level Kebijakan Strategis, Unit Perencanaan Penganggaran dan Unit Pelaksana Kebijakan 5. Konsistensi Kebijakan dan Implementasi Strategi
Ilustrasi Tahun anggaran berjalan 2006 & KPJM 2007-2009