Pokok – Pokok Pengaturan RUU Pendidikan Tinggi

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
IMPLIKASI REGULASI PENDIDIKAN TERHADAP GURU DAN DOSEN
Advertisements

STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)
Oleh: Drs. H. Tjuk Subchan Sulchan (Ketua ABP-PTSI Jawa Tengah)
PEDOMAN SERTIFIKASI PENDIDIK UNTUK DOSEN
AMAR, IMPLIKASI, DAN SOLUSI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR /PUU-VII/2009 Dibacakan: 31 Maret 2010 Kementerian Pendidikan Nasional April.
KETENTUAN TENTANG DOSEN
KEBIJAKAN BEBAN KERJA DOSEN
PERMOHONAN HAK UJI MATERI PP 04 TAHUN 2010
OLEH: TIM DIREKTORAT KETENAGAAN DITJEN DIKTI
Gedung Nusantara I Lantai I Jl. Gatot Subroto, Senayan
DISKUSI KELOMPOK TERFOKUS IDENTIFIKASI MASALAH PENDIDIKAN DALAM RANGKA PENYEMPURNAAN DAN PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG PENDIDIKAN KEMENTERIAN.
SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI BEBAN KERJA DOSEN DAN EVALUASI PELAKSANAAN TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI Oleh Djoko Kustono Ketua Tim BKD Direktorat Pendidik.
mekanisme ijin pendirian dan perubahan perguruan tinggi
Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
Jakarta, 15 Mei 2012 Kastrat FKG UI. KONSTITUSIONALITAS PENDIDIKAN TINGGI UUD 1945: hak mendapat pengajaran dan pembuatan sistem pendidikan nasional.
DRAFT ANGGARAN DASAR MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN (MGMP) MATEMATIKA SMA KABUPATEN TANAH DATAR PEMBUKAAN Bahwa Tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana.
PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI SESUAI PP 66/2010
Substansi Pokok Pengaturan RUU Pendidikan Tinggi Drs. Utut Adianto Wakil Ketua Komisi X DPR RI.
Penyelenggara perguruan Tinggi Swasta Dalam Sistim Pendidikan Nasional
UNDANG–UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
UNDANG–UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NO
KETERKAITAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK BADAN.
SOSIALISASI KEBIJAKAN BAN-PT di hadapan para peserta Rapat Kerja Daerah Pimpinan PTS di lingkungan Kopertis Wilayah III di Jakarta 23 September.
Sosialisasi EQA BAN-PT – Dikti, Juli-Agustus 2009.
KETENTUAN UMUM (1) Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, pemerintah provinsi,
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
KEBIJAKAN BAN-PT KEBIJAKAN BAN-PT BAN-PT BADAN AKREDITASI NASIONAL PERGURUAN TINGGI JAKARTA 2009.
OLEH: BAGUS PRIYATNO KOPERTIS WILAYAH VI
Pendidikan Tinggi di Indonesia
PROSPEK BADAN HUKUM PENDIDIKAN (BHP) SEBAGAI PENYELENGGARA PENDIDIKAN
PERAN PPID DAN PPID PEMBANTU DALAM LAYANAN INFORMASI PUBLIK
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
KARAKTERISTIK PTN BADAN HUKUM
AKREDITASI BERMUTU UNTUK PENDIDIKAN BERMUTU
STANDAR NASIONAL PENELITIAN (Permendikbud No. 49 tahun 2014)
Sistem Penjaminan Mutu Eksternal atau Akreditasi
Bahan Perkuliahan Hukum Anggaran Negara
KEWENANGAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI
Bahan dari materi-materi WORKSHOP Penyiapan Template Data Dasar untuk sistem akreditasi HOTEL SAHID - MANADO 7 MEI 2010 Hanna H.Bachtiar Iskandar Sondang.
Peranan pendidikan Fungsi Pendidikan Tujuan Pendidikan
UU No.12 Tahun 2010 tentang GERAKAN PRAMUKA
KEBIJAKAN BAN-PT KAMANTO SUNARTO KETUA BAN-PT
BPSDMPK-PMP KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 2012.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN GRATIS PENDIDIKAN DASAR TAHUN 2009
Tentang Keuangan Negara
KOPERASI.
KERANGKA STRATEGIS PROGRAM AKREDITASI MADRASAH
Struktur Penyelenggara Pemerintahan Daerah : Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
STATUTA PERGURUAN TINGGI
Draft RUU Kebidanan (Midwifery)
PERATURAN BUPATI KEDIRI NOMOR 23 TAHUN 2015
Rancangan Undang-Undang Tentang Perguruan Tinggi
STATUTA PERGURUAN TINGGI
Pendidikan Sebagai Sebuah Sistem Munawar Ketua LP3M-UB
PENGEMBANGAN LPTK DAN PPG
Keterangan Saksi Prof. Dr. Sofian Effendi
ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
DIREKTORAT RISET DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA 2009
KOPERASI Oleh: Rhido Jusmadi.
UNDANG–UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
PROFESIONALISME GURU DAN MUTU PENDIDIKAN Oleh La Tahang 1.
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH Oleh : Kepala BP2MK Wilayah III Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
SISTEM PEMERINTAHAN DESA Cahyono, M.Pd. FKIP UNPAS Cahyono, M.Pd. FKIP UNPAS.
Draft RUU Kebidanan (Midwifery)
Materi Satu TIM ASESMEN BKD KEMENTERIAN RISTEK DAN DIKTI
Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi Laporan Kinerja PT
Biro Hukum dan Organisasi
Draft RUU Kebidanan (Midwifery)
Transcript presentasi:

Pokok – Pokok Pengaturan RUU Pendidikan Tinggi Drs. Utut Adianto Wakil Ketua Komisi X DPR RI

Dasar Hukum terkait RUU Pendidikan Tinggi UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional   Pasal 19 menyatakan bahwa pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah dan diselenggarakan dengan sistem terbuka. Pasal 24 ayat (2) menyatakan bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat. Pasal 50 ayat (6) menyatakan bahwa perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya. Selain aspek otonomi, Pasal 24 ayat (3) menyatakan bahwa perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik. UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 52 ayat (2) disebutkan bahwa Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 52 ayat (3) disebutkan bahwa Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Latar Belakang perlunya dibentuk RUU tentang Pendidikan Tinggi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 yang amarnya antara lain menyatakan UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga menyatakan UU No. 9 Tahun 2009 tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Putusan Mahkamah Konstitusi juga menyatakan Pasal 53 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan dasar hukum diberlakukannya kewajiban bentuk badan hukum pendidikan (BHP) bagi penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat, namun BHP dianggap bertentangan dengan UUD 1945, sehingga Pasal 53 ayat (1) UU Sisdiknas dianggap bertentangan dengan Pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945. Revisi terhadap tata kelola pendidikan melalui PP No. 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, khususnya mengenai status hukum Perguruan Tinggi Negeri ( PTN ) yang telah terlanjur dipisahkan menjadi Badan Hukum Tertentu, dalam hal ini PTN yang berstatus Badan Hukum Milik Negara ( BHMN ) . DPR tetap melihat bahwa aturan hukum yang lebih tinggi, yaitu dalam bentuk Undang-undang, tetap diperlukan sebagai bentuk legal formal tata kelola pendidikan, khususnya pendidikan tinggi.

Jenis dan Strata Pendidikan Tinggi Dalam RUU Pendidikan Tinggi Pendidikan Akademik adalah pendidikan tinggi pada program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu, teknologi dan/atau seni tertentu. Pendidikan Profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Pendidikan Vokasi adalah pendidikan tinggi yang mempersiapkan mahasiswa untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian tertentu. Jenis Pendidikan Tinggi terdiri atas: a. akademik; b. profesi; dan/atau c. vokasi. Jenis pendidikan tinggi akademik memiliki strata: a. sarjana; b. magister; dan c. doktor. Jenis pendidikan tinggi vokasi memiliki strata: a. diploma satu; b. diploma dua; c. diploma tiga; d. sarjana terapan. Jenis pendidikan tinggi profesi memiliki strata: a. profesi; dan b. spesialis.

Tridharma Perguruan Tinggi bertujuan ; Dihasilkannya lulusan yang menguasai bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa; Dihasilkannya karya penelitian dalam bidang ilmu, teknologi dan/atau seni untuk me-ngembangkan dan mendayagunakan potensi bangsa agar bermanfaat bagi kemandirian dan kemajuan bangsa, serta peradaban manusia. Terwujudnya pengabdian kepada masyarakat berbasis karya penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum.

Peran Tridharma Pendidikan Tinggi Pembangunan Basis Pengetahuan Pembentukan Modal Manusia Pemeliharaan dan Penyebaran Pengetahuan Pemanfaatan Pengetahuan Penelitian & Inovasi Interaksi dengan Industri Dan Masyarakat Pembelajaran Publikasi

Skema Pembiayaan Mahasiswa dan Akses Mahasiswa Tidak Mampu Dalam RUU PT Mahasiswa menanggung paling banyak 1/3 dari biaya operasional penyelenggaraan pendidikan tinggi yang telah ditetapkan pemerintah bersama DPR (Pasal 86 ayat 2). Meski ada “kewajiban” memanggung sepertiga biaya operasional penyelenggaraan pendidikan tinggi, namun hal itu disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa, org tua mahasiswa atau pihak yang bertanggungjawab membiayai (Pasal 11 ayat 4) Penjelasan: 2/3 biaya operasional penyelenggaraan pendidikan tinggi lainnya ditanggung oleh pemerintah (APBN/APBD) dan perguruan tinggi (lewat usaha-usaha yang dilakukan oleh perguruan tinggi)  Pasal 79 ayat 1 dan 2 Mahasiswa berhak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi (Pasal 11 ayat 2 huruf c) dan mendapatkan bantuan biaya pendidikan bagi yang tidak mampu secara ekonomi (Pasal 11 ayat 2 huruf d)  anggaran berasal dari pemerintah (Pasal 82 ayat 2). PTN Wajib menerima calon mahasiswa warga negara Indonesia yang memiliki akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20 % dari jumlah seluruh mahasiswa baru yang tersebar pada semua program studi dengan ketentuan paling sedikit 5 % dari total mahasiswa per program studi (Pasal 65 RUU PT) PTN wajib mengalokasikan bantuan biaya pendidikan bagi mahasiswa warga negara Indonesia yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi paling sedikit 20 % dari jumlah seluruh mahasiswa (Pasal 86 ayat 1).

Latar Belakang Pendidikan Asing di Indonesia Sejak tahun 1995 Indonesia menjadi anggota WTO dengan diratifikasinya semua perjanjian-perjanjian perdagangan multilateral. Dan tentunya Indonesia juga harus menyepakati untuk meliberalkan sektor pendidikannya. Dalam peraturan WTO, education services adalah salah satu dari 12 sektor yang dikenakan peraturan WTO, yaitu bisnis, komunikasi, konstruksi, distribusi, pendidikan, lingkungan, keuangan, kesehatan, turisme, rekreasi, transportasi, dan jasa lainnya.   Liberalisasi jasa pendidikan merupakan hal yang sangat diinginkan oleh Negara maju. Karena liberalisasi sector ini memberikan keuntungan yang sangat besar. Disebutkan bahwa ada 2000 ekspor jasa pendidikan Amerika mencapai US $ 14 milyar atau Rp. 126 trilyun. Di bidang pendidikan, Indonesia telah membuka diri ( offer ) dalam Forum WTO, ASEAN, dan FTA dalam “Mode 3” yaitu “Commercial Presence”, dimana institusi / investor asing boleh mendirikan cabang di Indonesia.

Pengaturan Pendidikan Tinggi Asing Internasionalisasi Pendidikan Tinggi dilaksanakan melalui: penyelenggaraan pembelajaran yang bertaraf internasional. Kerja sama internasional antara lembaga penyelengara pendidikan tinggi Indonesia dan lembaga penyelenggara pendidikan tinggi negara lain. penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh lembaga penyelenggara pendidikan tinggi negara lain. Kerja sama internasional dilaksanakan berdasarkan prinsip: kesetaraan, saling menghormati, dan saling menguntungkan. memperhatikan hukum nasional maupun hukum internasional. tidak mengganggu kebijakan pembangunan, pertahanan dan keamanan nasional. Kerja sama Internasional bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi. Kebijakan nasional internasionalisasi pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat: pembentukan masyarakat intelektual yang mandiri. pemberian wawasan pada mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat internasional. pemajuan nilai-nilai dan budaya bangsa Indonesia dalam pergaulan internasional.

RUU Pendidikan Tinggi perlu menjamin peningkatan mutu pendidikan tinggi: Peran Pemerintah harus jelas bagaimana memfasilitasi peningkatan dan pengawasan mutu pendidikan : Kopertis dipertimbangkan untuk dibubarkan; dibentuk Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (LPMPT) dan perlu diadakan di setiap propinsi, untuk mampu memfasilitasi dan mengawasi perguruan tinggi secara regular; terdapat kemungkinan LPMPT melaksanakan fungsi tambahan seperti ijin pembukaan program studi. BAN PT perlu mengakreditasi Lembaga Sertifikasi Independen; agar sertifikasi berlangsung regular untuk semua program studi di seluruh perguruan tinggi.

Masalah Krusial yang Perlu Diatur Dalam RUU Pendidikan Tinggi 1) Pancasila sebagai landasan penyelenggaraan pendidikan tinggi. 2) Menjamin peluasan akses dan peningkatan mutu pendidikan tinggi. 3) Menjamin aspek keterjangkauan dan pendanaan pendidikan tinggi. 4) Menjamin pengelolaan perguruan tinggi yang mandiri serta akuntabel. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, termasuk pengaturan mengenai reward and punishment bagi perguruan tinggi. 6) Kedudukan pendidikan keagamaan dan pendidikan kedinasan dalam RUU Pendidikan Tinggi. 7) Sistem pembelajaran yang berorientasi sesuai minat, bakat, dan kemampuan mahasiswa melalui pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi. 8) Kemahasiswaan, antara lain mengenai: hak dan kewajiban mahasiswa, penerimaan mahasiswa, dan organisasi kemahasiswaan. 9) Pengembangan penyelenggaraan pendidikan tinggi menjadi perguruan tinggi berbasis riset, perguruan tinggi berbasis keunggulan lokal, serta kolej komunitas. 10) Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi yang bermutu. Hasil Konsinyering Panja RUU Pendidikan Tinggi tanggal 23-24 Juni 2011