SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
Pengertian Sumber Hukum Islam: Asal pengambilan hukum Islam. Dalil hukum Islam. Pokok hukum Islam. Dasar hukum Islam.
Dasar Hukum: Al-Qur’an Surat An-Nisa’ (4) ayat 59. Perintah untuk ta’at kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri. 2. Hadits riwayat Mu’adz bin Jabal.
Akal pikiran atau arra’yu adalah pendapat yang memenuhi syarat untuk menentukan nilai dan norma(kaidah) pengukur tingkah-laku manusia dalam segala bidang hidup dan kehidupan.
Kesimpulan hadits Mu’adz bin Jabal: Al-Qur’an adalah kitab hukum yang memuat kaidah-kaidah hukum fundamental yang harus dikaji lebih lanjut oleh pemikiran manusia. Sunnah Nabi Muhammad SAW dalam urusan muamalah pada umumnya hanya mengandung kaidah-kaidah umum. Hukum Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah perlu dikaji dan dirinci lebih lanjut. Hakim tidak boleh menolak untuk menyelesaikan suatu masalah atau sengketa dengan alasan hukumnya belum ada.
SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM Al-Qur’an As-Sunnah Akal Pikiran (ra’yu) manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad
Menurut imam Syafi’i (Muhammad Idris As-Syafi’i) SHI ada empat: 1. Al-Qur’an. 2. As-Sunnah. 3. Ijma’. 4. Qiyas.
Beberapa Metode Ijtihad: A. Ijma’. B. Qiyas. C. Istidal. D. Al-Masalih Al-Mursalah. E. Istihsan. F. Istishab. G. ‘Urf.
AL-QUR’AN Al-Qur’an adalah kitab suci yang memuat wahyu (firman) Allah, Tuhan Yang Maha Esa, asli seperti yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekkah kemudian di Madinah untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi ummat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat kelak.
AL-QUR’AN Sumber Hukum Islam Pertama dan Utama Wahyu Allah yang disampaikan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Asli Diturunkan sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari di Makkah dan Madinah Sebagai pedoman atau petunjuk bagi ummat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat.
Perkataan al-Qur’an berasal dari kata kerja qara-a, artinya (dia telah) membaca. Kata kerja qara-a ini berubah menjadi kata kerja suruhan iqra’ artinya bacalah, berubah lagi menjadi kata benda qur’an. Pengetahuan yang terkandung di dalam al-Qur’an hanyalah benih-benih atau prinsip-prinsipnya saja. Kitab induk yang memuat pokok-pokok ketetapan Allah. Menurut Sayyid Husein Nasr, al-Qur’an mempunyai tiga petunjuk bagi manusia : Ajaran yang memberi pengetahuan metafisika tentang Tuhan, kosmologi dan pembahasan tentang kehidupan akhirat. Al-Qur’an berisi petunjuk yang menyerupai sejarah manusia, rakyat biasa, raja-raja, orang-orang suci, para nabi sepanjang zaman dan segala cobaan yang menimpa mereka.
Al-Qur’an berisi sesuatu yang sulit untuk dijelaskan dalam bahasa biasa. Ayat al-Qur’an, karena berasal dari firman Tuhan, mengandung kekuatan yang berbeda dari apa yang dapat kita pelajari secara rasional. Al-Qur’an mengandung berbagai tingkat arti, karena itu orang harus dipersiapkan agar dapat memahami arti al-Qur’an secara baik dan benar. Manusia menemukan arti al-Qur’an yang jelas melalui pengkajian terhadap hal yang secara implisit (tersirat) terdapat didalamnya.
Pada garis-garis besarnya al-Qur’an memuat soal-soal yang berkenaan dengan (1) akidah, (2) syari’ah baik (a) ibadah maupun (b) muamalah, (3) akhlak dalam semua ruang lingkupnya, (4) kisah-kisah ummat manusia di masa lalu, (5) berita-berita tentang zaman yang akan datang, (6) benih atau prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, dasar-dasar hukum atau hukum-hukum dasar yang berlaku bagi alam semesta, termasuk manusia di dalamnya.
Menurut pandangan Abdul Wahab Khallaf, hukum-hukum yang terkandung dalam al-Qur’an adalah: 1. Hukum-hukum i’tiqadiyah yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban para subyek hukum untuk mempercayai Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari pembalasan, kada dan kadar. 2. Hukum-hukum akhlak yaitu hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan kewajiban seorang subyek hukum untuk menghiasi dirinya dengan sifat-sifat keutamaan dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang tercela.
3. Hukum-hukum amaliyah yakni hukum-hukum yang bersangkutan dengan perkataan, perbuatan, perjanjian dan hubungan kerja sama antar sesama manusia. Macam hukum yang ketiga ini dibagi lagi kedalam dua jenis yaitu : (a) Hukum ibadah yakni hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dalam mendirikan shalat, melaksanakan ibadah puasa, mengeluarkan zakat dan melakukan ibadah haji (b) Hukum-hukum muamalah.
Konsep hukum menurut al-Qur’an adalah all comprehensive : meliputi segala-galanya sesuai dengan sifat Penciptanya yaitu Allah Penguasa alam semesta yang menguasai semuanya. Hukum, menurut konsep al-Qur’an, tidak dapat diceraipisahkan dengan iman, akhlak. Hal ini mempertebal ketaatan dan kepatuhan hukum seseorang. Orang yang beriman, yang yakin bahwa segala gerak-gerik dan tingkah lakunya dicatat oleh malaikat dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak dalam mahkamah yang dipimpin oleh Hakim Yang Maha Adil. Orang yang bermoral atau berakhlak, ia tidak mau berdusta, karena ia percaya bahwa sikapnya itu melanggar “hukum” atau ketetapan Allah mengenai akhlak manusia yang baik.
Menurut Abdul Wahab Khallaf, ayat-ayat hukum sangat sedikit dalam al-Quran. Mengenai ibadah berjumlah 140 sedang ayat-ayat hukum mengenai muamalah berjumlah 228. Jumlah seluruh ayat-ayat hukum itu, menurut penelitian beliau, 368 atau lebih kurang 5-6 atau 6,8% saja. Yang benar-benar mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dalam masyarakat sekitar 3% dari seluruh ayat-ayat al-Qur’an. Ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan ibadah sifatnya ta’abudy (harus diikuti seperti apa adanya). Hukum keluarga, hukum tata negara (10 ayat) dan hukum internasional (25 ayat). Hukum-hukum perdata (70 ayat), pidana (30 ayat), tata negara (10 ayat), internasional (25 ayat), ekonomi keuangan (10 ayat) dan hukum acara (13 ayat), sedikit yang rinci karena kaidah-kaidah hukum fundamental itu bersifat “terbuka” dan taaqully.
Surat an-Nisa (4) ayat 12 contoh ayat yang bersifat Qath’i (jelas artinya), nas al-Qur’an yang zhanni arti atau pengertian lebih dari satu, contoh : surat al-Baqarah (2) ayat 228. Terdapat beberapa ciri (perbedaan) antara ayat al-Qur’an yang turun di Mekah dan di Madinah : Ayat-ayat yang turun di Mekkah didahului dengan ya ayyuhan nas (hai manusia), sedang ayat-ayat yang turun di Madinah didahului dengan kata-kata ya ayyuhal lazi na amanu (hai orang-orang yang beriman); Ayat turun di Mekah sekarang terdapat di bag belakang al-Qur’an, ayat yg turun di Madinah,di bagian depan al-Qur’an;
3. Ayat yg turun di Mekah kalimatnya pendek, penuh dgn sajak-sajak, irama kata yg kuat sekali, ayat yg turun di Madinah kalimat panjang dan bahasa tenang, dlm bahasa hukum. 4. Ayat yang turun di Mekah umumnya berisi soal iman, keesaan Tuhan, hari kiamat dan akhlak, ayat yang turun di Madinah memuat soal hukum, sospol dan soal kemasyarakatan
Tentang jumlah ayat ada perbedaan Tentang jumlah ayat ada perbedaan. Surah pertama disebut al-Fatihah (Pembukaan), surat ke-114 terakhir = penutup adalah surat an-Nas (Manusia). Al-Qur’an tidak disusun secara kronologis. Lima ayat pertama yang diturunkan di gua Hira’ pada malam 17 Ramadhan atau pada malam Nuzulul Qur’an ketika Nabi Muhammad berusia 40-41 tahun, sekarang terletak di surat al-’Alaq (96):1-5. Ayat terakhir yang diturunkan di padang Arafah, ketika Nabi Muhammad berusia 63 tahun pada tanggal 9 Zulhijjah tahun ke-10 Hijrah, kini terletak di surat al-Maidah (5) : 3. Ketika Nabi berumur 40 tahun, tanggal 17 Ramadhan bertepatan dengan 6 Agustus 610 M, surat al-’Alaq atau surat al-Iqra’ (96). Al-Qur’an yang pertama itu disebut Nuzl al-Qur’an artinya turunnya al-Qur’an.
Wahyu yang terakhir yang disampaikan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad kini terdapat dalam al-Qur’an surat al-Maidah (5) ayat 3, ketika Nabi berumur 63 tahun, waktu sedang wukuf di Arafah tatkala melakukan Haji Wada’ pada tanggal 9 Zulhijjah tahun X Hijriah, bertepatan pada tanggal 7 Maret 632 M. antara wahyu pertama sampai dengan wahyu terakhir, berlalu waktu, selama lebih kurang, seperti telah disebutkan di atas, 23 tahun lamanya atau tepatnya selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit itu, disusun tidak menurut urutan turunnya, dilakukan oleh Nabi Muhammad sendiri atas petunjuk Allah yang disampaikan kepada Beliau melalui malaikat Jibril.
Kenyataan itu ditambah lagi dengan jaminan Allah sendiri yang menyatakan bahwa Dialah yang menurunkan al-Qur’an dan Dia pulalah yang memeliharanya (Q.s. al-Hijr (15): 9), menyebabkan al-Qur’an tetap asli. Penulisan Al-Qur’an sudah dimulai sejak turunnya ayat oleh para penulis yang berjumlah 40 orang yang ditulis pada tulang2 unta, kulit binatang dan pelepah kurma di hadapan Nabi sendiri. Setelah nabi wafat, di masa Khalifah Abu Bakar disatukan dalam satu “mushaf” dan disimpan oleh Hafsah. Pada masa Khalifah Umar penulisan mushaf diberikan tanda baca. Baru pada masa Khalifah Usman bin Affan dibentuk Panitia yang dipimpin Zaid ibn Tsabit untuk menyalin suhuf (lembaran-lembaran) al-Qur’an tsb ke dalam beberapa naskah untuk dijadikan Qur’an standar di daerah-daerah yang telah memeluk agama Islam. Panitia ini dapat menyelesaikan tugasnya pada tahun 25 H.
Tafsir al-Qur’an dalam bahasa Arab yang banyak dipakai di tanah air kita dapat disebut misalnya tafsir Jalalain. Al-Qur’an juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Holy Qur’an, karya A. Yusuf Ali. Kini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Pembagian Al-Qu’ran dalam Juz
AS-SUNNAH
As-Sunnah atau al-Hadits As-Sunnah atau al-Hadits adalah sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an berupa perkataan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi’liyah) dan sikap diam (sunnah taqririyah atau sunnah sukutiyah) Rasulullah yang tercatat (sekarang) dalam kitab-kitab hadis. Kitab-kitab hadis, baik di kalangan Sunni maupun Syi’ah, adalah sumber pengetahuan yang monumental tentang Islam, yang sekaligus menjadi alat penafsir dan bagian yang komplementer terhadap al-Qur’an. Sunnah pertanyaan yang berhubungan dengan metafisika, kosmologi, eskatologi (masa yang akan-akhirat) dan kehidupan spiritual. Melalui kitab-kitab hadis, seorang muslim mengenal Nabi dan isi al-Qur’an. Tanpa as-Sunnah sebagian besar isi al-Qur’an akan tersembunyi dari mata manusia.
Disamping pengertian hadits sebagai sumber hukum kedua di atas, tdpt jenis hadits yang lain yaitu hadits Qudsi . Hadits Qudsi adalah hadits suci yang isinya berasal dari Tuhan, disampaikan dengan kata-kata Nabi sendiri. Perkataan sunnah dapat mempunyai beberapa makna: dalam arti sunnatullah “hukum alam” atau natural law. Istilah sunnah atau “sunat” dalam hubungannya dengan al-ahkam al-khamsah. Perkataan sunnah dalam ungkapan ahlus sunnah wal jama’ah, Sunnah dalam arti beramal ibadah sesuai dengan contoh yang diberikan Nabi.
Dasar Hukum Dasar hukum bahwa sunnah Rasul adalah (menjadi) sumber kedua hukum Islam : Syahadatain Q.S. An-Nisa’ (4) ayat (59) Q.S. Al-Imran (3) ayat (132) Q.S. An-Nisa’ (4) ayat (80) Q.S. Al-Hasyr (59) ayat (7) Sunnah Rasul (Nabi) yang menyatakan: ”Apa yang diharamkan Rasulullah, sama dengan apa yang diharamkan Allah” (Hadist riwayat Ahmad dan Hakim)
Kodifikasi Hadits Ditulis sejak zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Dinasti Umayyah pada tahun 718 M (abad pertama Hijriyah). Disusun secara teratur dan sistematik pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mansyur dari dinasti Abbasiyyah tahun 754 -774 M (Abad ke 2 Hijriyah) Pembukuan hadits tersusun scr sempurna pada abad ke 3 Hijriyah (ke 9 Masehi), dilakukan oleh para ahli yang mengkhususkan diri mengkaji Sunnah Nabi dengan suatu sistem tersendiri.
Bagian Hadits 1. Sanad: Sandaran utk menentukan kualitas suatu hadits, merupakan rangkaian orang-orang yang menyampaikan sunnah secara lisan turun temurun dari generasi ke generasi. 2. Matan (Matn): Adalah materi atau isi sunnah.
Kategori Klasifikasi Hadits menurut Bukhori & Muslim 1. Kekuatan ingatan dan ketelitian Perawinya. 2. Integritas pribadi orang yang menyampaikannya. Dihubungkan dengan pribadi orang-orang yang menyampaikan hadis itu yakni harus mempunyai watak yang terpuji, jujur, teliti, cermat dan kuat ingatannya. 3. Tidak terputus mata rantai penghubungnya dari agenerasi ke generasi. - Selain itu mata rantai rangkaian (nama) orang-orang yang menyampaikan atau meriwayatkan hadis secara lisan turun-temurun haruslah tidak terputus-putus dari generasi ke generasi. Orang yang segenarasi (seangkatan) dengan Nabi disebut para sahabat, angkatan kedua dinamai tabi’in (Pengikut), angkatan ketiga disebut tabi’ tabi’in (pengikut dari pengikut). Hadis yang diriwayatkan oleh tabi’in saja misalnya, tidak akan diterima (oleh Bukhari) karena mata rantai orang yang meriwayatkan hadis itu terputus satu angkatan. 4. Tidak terdapat cacat mengenai isinya. 5. Tidak janggal dilihat dari susunan bahasanya.
Penggolongan Hadits Menurut Jumlah Perawi Jumlah (sedikit atau banyaknya) orang yang meriwayatkan Sunnah Nabi itu, mulai dari Rasulullah sampai pada para peneliti yang mengumpulkannya, sunnah yang disebut juga hadis itu dibagi tiga yaitu : (1) sunnah atau hadis mutawatir, (2) sunnah atau hadis masyhur dan (3) sunnah atau hadis ahad.
Penggolongan Menurut Kualitas Penggolongan menurut kualitas dan integritas pribadi orang yang meriwayatkan, dapat dibagi dalam 3 kategori: 1. Sahih 2. Hasan 3. Da’if
SELESAI