DR. WICIPTO SETIADI, SH, MH PERENCANAAN & PERSIAPAN PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG: PERMASALAHAN DAN TANTANGANNYA DR. WICIPTO SETIADI, SH, MH Pelatihan Legislative Drafting Lanjutan Ditjen PP – Kementerian Hukum dan HAM & CILC Belanda, 4 Juli 2011
DALAM KONSEP NEGARA HUKUM: PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan: ”NEGARA INDONESIA ADALAH NEGARA HUKUM.” DALAM KONSEP NEGARA HUKUM: HUKUM HARUS DIJADIKAN PANGLIMA DALAM DINAMIKA KEHIDUPAN KENEGARAAN, BUKAN POLITIK ATAUPUN EKONOMI
Hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan yang didasarkan pada Pancasila tersebut harus selalu berpijak pada empat prinsip cita hukum (rechtsidee) atau empat kaidah penuntun (Moh. Mahfud MD ): 1. Hukum nasional harus dapat menjaga integrasi (keutuhan) baik ideologis maupun wilayah teritorial sesuai dengan tujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. 2. hukum nasional harus dibangun secara demokratis dan nomokratis dalam arti harus mengundang partisipasi dan menyerap aspirasi masyarakat luas melalui prosedur dan mekanisme yang fair, transparan dan akuntabel 3. hukum nasional harus mampu menciptakan keadilan sosial dalam bidang ekonomi dan kemasyarakatan 4. hukum harus menjamin kebebasan beragama dengan penuh toleransi yang berkeadaban di antara pemeluk-pemeluknya
Dalam suatu rechstaat yang modern, fungsi peraturan perundang-undangan bukanlah hanya memberikan bentuk kepada nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dan hidup dalam masyarakat, dan undang-undang bukanlah hanya sekedar produk fungsi negara di bidang pengaturan, TETAPI menurut Hamid S. Attamimi, peraturan perundang-undangan menjadi salah satu metoda dan instrument ampuh yang tersedia untuk mengatur dan mengarahkan kehidupan masyarakat menuju cita-cita yang diharapkan. Besarnya peranan peraturan perundang-undangan terjadi karena beberapa hal (Bagir Manan): 1. Peraturan perundang-undangan merupakan kaidah hukum yang mudah dikenali (diidentifikasi), mudah diketemukan kembali, dan mudah ditelusuri. Sebagai kaidah hukum tertulis, bentuk, jenis dan tempatnya jelas. 2. Peraturan perundang-undangan memberikan kepastian hukum yang lebih nyata karena kaidah-kaidahnya mudah diidentifikasi dan mudah diketemukan kembali
3. Struktur dan sistematika peraturan perundang-undangan lebih jelas sehingga memungkinkan untuk diperiksa kembali dan diuji baik segi-segi formal maupun materi muatannya 4. Pembentukan dan pengembangan peraturan perundang-undangan dapat direncanakan. Faktor ini sangat penting bagi negara-negara yang sedang membangun termasuk membangun sistem hukum baru yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
AKAN TETAPI pemanfaatan peraturan perundang-undangan juga mengandung masalah-masalah (antara lain): 1. Peraturan perundang-undangan tidak fleksibel. Tidak mudah menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan perkembangan masyarakat. Pembentukan peraturan perundang-undangan membutuhkan waktu dan tata cara tertentu. Sementara itu masyarakat berubah terus bahkan mungkin sangat cepat. Akibatnya maka terjadi semacam jurang antara peraturan perundang-undangan dan masyarakat. Penerapan peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai itu dapat dirasakan sebagai "ketidakadilan" dan dapat menjadi hambatan perkembangan masyarakat. 2. Peraturan perundang-undangan tidak pernah lengkap untuk memenuhi segala peristiwa hukum atau tuntutan hukum, dan ini menimbulkan apa yang lazim disebut sebagai kekosongan hukum atau "rechtsvacuum".
Pada dasarnya Pembentukan undang-undang adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan akan terus mengalami perubahan sesuai dengan dinamika masyarakat. Pembentukan undang-undang tidak boleh dilakukan berdasarkan asumsi-asumsi dan keinginan sepihak dari penyusunnya. Tetapi harus memperhatikan: ASPEK FILOSOFIS, ASPEK YURIDIS DAN ASPEK SOSIOLOGIS. TUJUANNYA: SUPAYA UNDANG-UNDANG YANG DIBENTUK TIDAK HANYA MEMPUNYAI DAYA LAKU TETAPI JUGA MEMPUNYAI DAYA GUNA DI MASYARAKAT
Pembentukan undang-undang secara komprehensif harus memperhatikan 3 (tiga) hal, yaitu: 1. Masa lalu yang terkait dengan sejarah perjuangan bangsa; 2. Masa kini yang berkaitan dengan kondisi obyektif yang terjadi saat ini 3. Masa yang akan datang sesuai dengan yang dicita-citakan
Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah: Secara garis besar proses pembentukan undang-undang terdiri dari 3 tahapan besar yaitu: PRA LEGISLASI Perencanaan, Persiapan, Teknik Penyusunan, Perumusan LEGISLASI Pembahasan, Pengesahan, Pengundangan PASCA LEGISLASI Penyebarluasan Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah: Proses yang dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan Pasal 1 angka 1 UU No. 10 Tahun 2004
PERENCANAAN PROGRAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG : PROLEGNAS Dasar Hukum penggunaan instrumen Prolegnas dalam Pembentukan Undang-Undang : Pasal 15 Ayat (1) UU No 10 tahun 2004: Perencanaan penyusunan Undang‑Undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional Pasal 17 Ayat (1) UU No 10 tahun 2004: Rancangan undang-undang baik yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, maupun dari Dewan Perwakilan Rakyat disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional
Penyusunan RUU dilakukan Pemrakarsa berdasarkan Prolegnas Pasal 2 51 Ayat (1) UU NO. 27 Tahun 2009: DPD dapat mengajukan rancangan undang-undang berdasarkan program legislasi nasional Pasal 2 Ayat (1) Perpres No. 68 Tahun 2005: Penyusunan RUU dilakukan Pemrakarsa berdasarkan Prolegnas Pasal 101 Ayat (1) Peraturan DPR RI No. 1/DPR RI/2009-2010 tentang Tata Tertib: Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan Prolegnas
PROGRAM LEGISLASI NASIONAL Prolegnas adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis (Pasal 1 angka 9 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan) BERENCANA Disusun dengan niatan sebagai pedoman bagi pembentukan undang-undang TERPADU Koordinatif antara DPR dan Pemerintah SISTEMATIS Menggunakan mekanisme dan syarat tertentu
Peran Prolegnas terkait dengan Pembangunan Hukum adalah: 1. SEBAGAI INSTRUMEN perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis. 2. SEBAGAI ARAH POLITIK HUKUM NASIONAL atau potret rencana materi hukum dalam kurun waktu tertentu untuk mencapai tujuan negara yang sesuai dengan Pancasila, UUD NRI 1945. (Pada tataran ini Prolegnas harus mengacu pada RPJP, RPJM dan RKP) Dengan Prolegnas dapat diketahui undang-undang apa saja yang akan diarahkan dibuat atau yang akan diperbaharui pada masa yang akan datang.
Oleh karena itu Pengelolaan Prolegnas HARUS diarahkan agar rencana pembentukan UU dilaksanakan sesuai dengan skala prioritas untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat. Oleh karena itu, penyusunan Prolegnas harus betul-betul terencana, terpadu, dan sistematis TIDAK HANYA sekadar menanyakan apa yang dibutuhkan oleh masing-masing instansi, kemudian dituangkan dalam daftar.
ACUAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN PROLEGNAS Perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Perintah undang-undang lainnya. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Rencana Kerja Pemerintah. Mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat Pasal 106 ayat (8) Peraturan DPR RI No. 1/DPR RI/I/2009-2010 tentang Tata Tertib
Tujuan Prolegnas: 1. Terwujudnya konsistensi undang-undang 2. Tidak ada pertentangan antar undang-undang (vertikal maupun horizontal) yang bermuara pada terciptanya hukum nasional yang adil, berdaya guna, dan demokratis. 3. mempercepat proses penggantian materi hukum yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat 4. Mewujudkan kerjasama yang sinergis antara lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses pembentukan undang-undang
Pasal 16 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2004: Penyusunan Program Legislasi Nasional disusun secara terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang disusun bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah Pasal 16 ayat (1) UU No. 10 tahun 2004: Penyusunan Program Legislasi Nasional antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dikoordinasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi. Pasal 16 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2004: Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang peraturan perundang undangan
ALUR PENYUSUNAN PROLEGNAS DILINGKUNGAN PEMERINTAH INVEN-TARISASI PENYU-SUNAN PEMBA-HASAN KOORDI-NASI Kementerian/ LPNK Klasifikasi Sinkronisasi Pembulatan Rapat Pembahasan Tahunan di lingkungan Pemerintah Penyusunan Prolegnas Prioritas bersama dengan Baleg DPR RI Lima tahunan & Prioritas tahunan (ditetapkan melalui Paripurna DPR RI) PAPARAN NA
Walaupun Perpres No. 61 tahun 2005 menyatakan bahwa Prolegnas ditetapkan untuk jangka waktu panjang, menengah dan tahunan, AKAN TETAPI sejak tahun 2004 DPR RI selaku koordinator penyusunan Prolegnas hanya menetapkan Prolegnas jangka menengah dan tahunan saja, sedangkan Prolegnas jangka panjang belum pernah ditetapkan KEPUTUSAN DPR RI NO.1/DPR RI/III/2004-2005 TENTANG PERSETUJUAN PENETAPAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN 2005–2009 Ditetapkan 284 (dua ratus delapan puluh empat) RUU sebagai program pembentukan UU tahun 2005 s/d 2009 KEPUTUSAN DPR RI NO. : 41A/DPR RI/I/2009-2010 TENTANG PERSETUJUAN PENETAPAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN 2010-2014 Ditetapkan 247 (dua ratus empat puluh tujuh) RUU sebagai program pembentukan UU tahun 2010 s/d 2014
KENDALA PROLEGNAS 1. Jumlah Rencana Legislasi yang terlalu banyak untuk diselesaikan selama lima Tahun. (2005 s/d 2009= 284 RUU; 2010 s/d 2014=247 RUU). Demikian juga prioritas tahunannya (Tahun 2010= 70 RUU; Tahun 2011=70 RUU) Jumlah tersebut belum ditambah dengan adanya Daftar Kumulatif Terbuka yang akan menambah jumlah RUU yang disusun Akan berdampak menjadi luncuran tahun berikutnya. 2. Dinamika usulan pembentukan undang‑undang baik yang datang dari DPR maupun Pemerintah. Tidak ada jaminan bahwa selama lima tahun tidak akan muncul rencana legislasi baru (diluar daftar yang ada) baik yang diusulkan DPR maupun Pernerintah 3. Substansi Rancangan Undang‑Undang Faktor berat ringannya substansi RUU akan sangat mempengaruhi proses pembahasan. Ukuran berat dan ringannya RUU dapat dilihat dari jumlah pasalnya (RUU KUHPidana misalnya memuat lebih dari 740 pasal, dibandingkan dengan RUU ratifikasi perjanjian internasional
Kualitas Rancangan Undang‑Undang 4. Kualitas Rancangan Undang‑Undang Pembahasan suatu RUU mungkin akan lebih "mudah" apabila naskah RUU tersebut telah melalui proses penyusunan dan perancangan yang baik dan sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang‑undangan yang baku. akan lebih baik apabila sebelum disusun naskah RUU‑nya terlebih dahulu disusun naskah akademiknya 5. Kriteria penentuan prioritas RUU Prolegnas yang seringkali tidak dapat diterapkan secara ketat Sudah disusun naskah akademiknya Sudah disusun draft RUU Sudah melalui tahap rapat antarkementerian Sudah selesai proses harmonisasi
TANTANGAN PROLEGNAS KEDEPAN Pengalaman 2 kali penetapan Proleganas jangka menengah menjadi pelajaran penting bagi BALEG DPR RI dan Menteri Hukum dan HAM dalam MENATA ULANG (RE DESIGN) penyusunan dan pengelolaan Prolegnas baik di lingkungan DPR dan Pemerintah Upaya re design tersebut perlu dilakukan sebagai wujud pertanggungjawaban BALEG DPR dan Menteri Hukum dan HAM selaku koordinator penyusunan Prolegnas dilingkungan DPR dan Pemerintah. Upaya re design tersebut ditujukan agar jumlah RUU yang di rencanakan dalam Prolegnas harus benar-benar sesuai kebutuhan hukum masyarakat dan harus disesuaikan dengan kemampuan rata-rata DPR dan Pemerintah dalam membahas RUU setiap tahunnya, sehingga tidak ada lagi RUU yang diluncuran tahun-tahun berikutnya, kecuali untuk RUU tertentu yang memang substansinya berkaitan dengan kepentingan nasional yang bersifat luas dan kompleks.
upaya melakukan re design penyusunan dan pengelolaan Prolegnas difokuskan terhadap: 1. Tatacara Pengusulan Prolegnas 2. Tatacara Penentuan Prioritas Prolegnas 3. Mekanisme Penentuan Prioritas Luncuran 4. Mekanisme Pertanggungjawaban
PERSIAPAN PROGRAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG : NASKAH AKADEMI NASKAH AKADEMIK : Naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, arah pengaturan Rancangan Undang-Undang Pasal 1 angka 7 Perpres 68 Tahun 2005
Rancangan undang-undang yang berasal dari DPR, Dasar Hukum Kewajiban Dukungan Naskah Akademik Pasal 142 ayat (2) UU No.27 Tahun 2009: Rancangan undang-undang yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD disertai penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik Pasal 99 ayat (5) Peraturan DPR RI No. 1/DPR RI/2009-2010 tentang Tata Tertib: Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan disertai penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik
Tujuan Penyusunan Naskah Akademik 1. memudahkan pengambil kebijakan dalam menentukan kebijakan 2. Memudahkan perencanaan, misalnya kapan harus diselesaikan 3. Memudahkan legal drafter dalam merumuskan norma-norma peraturan yang akan dibuat 4. Sebagai bahan yang menunjukkan bahwa peraturan yang akan dibuat sudah memiliki kesiapan karena didukung dengan data dan informasi yang memadai
Substansi Muatan Naskah Akademik terdiri dari: 1. Alasan-alasan mengapa suatu peraturan harus dibuat, paling tidak dalam naskah akademik dicantumkan alasan filosofis, yuridis dan sosiologis 2. Identifikasi permasalahan 3. Tujuan pembuatan naskah akademik 4. Asas-asas atau prinsip-prinsip (hukum dan non-hukum) yang digunakan dengan didasarkan pada teori atau komparatif studi 5. Peraturan perundang-undangan terkait, untuk mencegah pertentangan atau duplikasi yang tidak perlu Adopsi dari living law yang hidup di masyarakat atau mempertimbangkan kesesuaian dengan kondisi masyarakat Mempertimbangkan pula ketersediaan infrastruktur jalannya peraturan agar efektif.
Ketentuan Format Naskah Akademik Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.M.HH-01.PP.01.01 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan JUDUL NA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. IDENTIFIKASI MASALAH C. TUJUAN DAN KEGUNAAN D. METODE PENELITIAN BAB II ASAS-ASAS YANG DIGUNAKAN DALAM PENYUSUNAN NORMA BAB III MATERI MUATAN RUU DAN KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF BAB IV PENUTUP LAMPIRAN KONSEP AWAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG
„TERIMAKASIH“