Cara Mengajukan Gugat.

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
B. Kewenangan/Kompetensi Pengadilan
Advertisements

POKOK – POKOK PTUN & BERACARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
Putusan Arbitrase.
Tindakan Sebelum dan Selama Sidang
DOMISILI DEWI NURUL MUSJTARI S.H., M.HUM FAKULTAS HUKUM
Hukum Acara Perdata.
Perihal Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan
UPAYA BANDING, KASASI DAN PENINJAUAN KEMBALI
Perihal Banding. Perihal banding Salah satu upaya hukum yang biasa adalah banding. Lembaga banding diadakan oleh pembuat undang-undang, oleh karena di.
PERIHAL PEMBUKTIAN.
II. Tindakan-tindakan Sebelum dan Selama Sidang
BANTUAN HUKUM Dan PROSEDUR MENGAJUKAN GUGATAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh: Krepti Sayeti, SH.
PERIHAL PEMERIKSAAN DALAM SIDANG PENGADILAN
Perihal Putusan Yang Dapat Dilaksanakan Terlebih Dahulu
PENGADILAN PAJAK.
Perihal Kasasi.
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
PENGERTIAN PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP
SELAMAT BERJUMPA SELAMAT BERJUMPA.
Perihal Acara Istimewa
Perihal pembuktian lanjutan (BUKTI SAKSI-SAKSI)
KETIDAKCAKAPAN TIDAK CAKAP SUNGGUH-SUNGGUH
Proses Administrasi Dan Pengajuan Permohonan Di Pengadilan Agama
Surat Kuasa.
PERJANJIAN PERKAWINAN Menurut KUHPerdata
UPAYA HUKUM.
DALAM HUKUM ACARA PERDATA
Pertemuan #7 BANDING DAN BADAN PERADILAN PAJAK (BPP)
Surat Kuasa.
SKMHT Notariil ?.
UPAYA HUKUM Oleh YAS.
HUKUM ACARA PERDATA Pengertian:
KESIMPULAN DAN PUTUSAN
HUKUM ACARA PERDATA.
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG R.I NOMOR 2 TAHUN 2015
PERWAKILAAN.
HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
UPAYA HUKUM.
PENGAJUAN GUGATAN.
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
SITA JAMINAN.
PUTUSAN.
PEMERIKSAAN DALAM PERSIDANGAN
PUTUSAN HUKUM ACARA PERDATA.
EKSEKUSI.
PERJANJIAN PERKAWINAN Menurut KUHPerdata
Perihal Menjalankan Putusan Hakim (Eksekusi)
PROSEDUR BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA
UPAYA HUKUM.
PEMBATALAN PERKAWINAN
Pengadilan Pajak Pengadilan Pajak Gugatan Banding
Pengadilan Pajak UU 14 Tahun 2002.
PEMINDAHAN HAK DENGAN LELANG
PENCEGAHAN dan PEMBATALAN PERKAWINAN
PENGERTIAN SITA JAMINAN
PERDAMAIAN DAN UPAYA HUKUM DALAM KEPAILITAN
Tindakan Sebelum dan Selama Sidang
PENCEGAHAN dan PEMBATALAN PERKAWINAN
PERWAKILAAN.
ADOPSI ANAK.
HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
PENGAJUAN GUGATAN.
UPAYA HUKUM.
ACARA PEMERIKSAAN.
PUTUSAN PENGADILAN PAJAK DAN PENINJAUAN KEMBALI
Peradilan Umum Kelompok 6 : Desmanto Naibaho Lufita Fidinillah
Hukum Acara Peradilan Konstitusi
DALAM HUKUM ACARA PERDATA
PRAKTEK HUKUM PERDATA PROGRAM REGULER PROGRAM PARAREL PENGAJAR:
Dr. Haswandi, SH.,SE.,M.Hum.,M.M DIRBINGANIS BADILUM MA
Transcript presentasi:

Cara Mengajukan Gugat

1. Pengertian permohonan dan gugatan Dalam perkara gugatan, dimana terdapat pihak penggugat dan pihak tergugat, ada perkara-perkara yang disebut permohonan, yang diajukan oleh seorang pemohon atau lebih secara bersama-sama. Perbedaan antara gugatan dengan permohonan adalah bahwa dalam perkara gugatan ada suatu sengketa atau konflik yang harus diselesaikan dan diputus oleh pengadilan.

Dalam suatu gugatan ada seorang atau lebih yang “merasa” bahwa haknya atau hak mereka telah dilanggar, akan tetapi orang yang “dirasa” melanggar haknya atau hak mereka itu, tidak mau secara sukarela, melakukan sesuatu yang diminta itu. Untuk penentuan siapa yang benar dan berhak, diperlukan adanya suatu putusan hakim. Di sini hakim benar-benar berfungsi sebagai hakim yang mengadili dan memutus siapa diantara pihak-pihak tersebut yang benar dan siapa yang tidak benar.

Dalam perkara yang disebut permohonan tidak ada sengketa, misalnya apabila segenap ahliwaris almarhum secara bersama-sama menghadap ke pengadilan untuk mendapat suatu penetapan perihal bagian masing-masing dari warisan almarhum berdasarkan ketentuan Pasal 236a H.I.R. Di sini hakim hanya sekedar memberi jasa-jasanya sebagai seorang tenaga tata usaha negara. Hakim tersebut mengeluarkan suatu penetapan atau lazimnya disebut putusan declaratoir, yaitu suatu putusan yang bersifat menetapkan, menerangkan saja. Permohonan yang banyak diajukan dimuka pengadilan negeri adalah mengenai permohonan pengangkatan anak angkat wali, pengampu, perbaikan akta catatn sipil dan sebagainya.

2. Perihal Kekuasaan Mutlak dan Kekuasaan Relatif Agar supaya suatu gugatan jangan sampai diajukan secara keliru, maka dalam cara mengajukan gugatan harus diperhatikan benar-benar oleh penggugat bahwa gugatan harus diajukan secara tepat kepada badan pengadilan yang benar-benar wewenang untuk mengadili persoalan tersebut. Dalam hukum acara perdata dikenal 2 macam kewenangan, yaitu: Wewenang mutlak atau absolute competentie. Wewenang Relatif atau relative competentie.

Wewenang mutlak adalah menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan, dilihat dari macam-macam pengadilan menyangkut pemberi kekuasaan untuk mengadili. - contohnya persoalan mengenai perceraian, bagi mereka yang beragama Islam berdasarkan ketentuan pasal 63 (1) a Undang-undang No.1 tahun 1974 adalah wewenang pengadilan agama. Sedangkan persoalan warisan, sewa-menyewa, utang-piutang, jual-beli, gadai , dan hipotik adalah merupakan wewenang pengadilan negeri.

Wewenang relatif adalah mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yang serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat. Apabila seseorang pindah tanpa meninggalkan alamat barunya, dan tempat tinggalnya atau tempat kediamannya tidak diketahui, maka ia digugat pada pengadilan negeri tempat tinggalnya yang terakhir dan dalam surat gugat disebutkan “paling akhir bertempat tinggal, misalkan di Jalan Cihapit No. 600 Bandung, sekarang alamat tidak diketahui”. Gugatan terhadap orang tersebut diajukan pada pengadilan negeri tempat tinggal terakhir, yaitu pengadilan negeri di Bandung.

3. Perihal Gugat Lisan dan Tertulis Menurut ketentuan pasal 118 H.I.R gugat harus diajukan dengan surat permintaan, yang ditandatangani oleh penggugat atau wakilnya. Surat permintaan ini dalam praktek disebut gugat atau surat gugatan. Menurut yurisprudensi surat gugat yang bercap jempol harus dilegalisasi terlebih dahulu, berdasarkan yurisprudensi bukanlah batal, tetapi akan dikembalikan untuk dilegalisasi kemudian (Lihat putusan Mahkamah Agung tertanggal 24 Agustus 1978 No. 769 K/Sip/1975, termuat dalam Yurisprudensi Indonesia 1978-II , halaman 206.

Surat gugat harus ditandatangani oleh penggugat atau wakilnya. Surat gugat selain harus bertanggal, juga harus menyebut jelas nama penggugat dan tergugat, serta tempat tinggal merekadan kalau dianggap perlu dapat pula disebutkan kedudukan penggugat dan tergugat. Surat gugat sebaiknya ditik, akan tetapi apabila yang bersangkutan tidak mempunyai mesin tik, dapat juga ditulis dengan tangan, cukup apabila di atas kertas biasa, artinya tidak usah di atas kertas bermaterai. Surat gugat tidak perlu dibubuhi materai. Surat gugat harus dibuat bebrapa rangkap, satu helai aslinya untuk pengadilan negeri, satu helai untuk arsip penggugat daan ditambah sekian banyak salinan lagi untuk masing-masing tergugat dan turut tergugat.

Setelah surat gugat atau gugat lisan dibuat, maka surat tersebut harus didaftarkan di kepaniteraan pengadilan negeri yang bersangkutan, serta harus membayar lebih dahulu suatu persekot uang perkara sebagaimana ditentukan dalam pasal 121 (4) H.I.R besarnya persekot/uang muka harus dibayar oleh penggugat ini tergantung daripada sifat dan macamnya perkara. Suatu gugatan harus memuat gambaran yang jelas mengenai duduknya persoalan, dengan lain perkataan dasar gugatan harus dikemukakan dengan jelas.

Dalam surat gugatan harus dilengkapi dengan petitum, yaitu hal-hal apa yang diiinginkan atau diminta oleh penggugat agar diputuskan, ditetapkan dan atau diperintahkan oleh hakim. Petitum ini harus lengkap dan jelas, karena bagian dari surat gugat ini yang terpenting. Menurut pasal 178 (3) H.I.R. Hakim wajib mengadili semua bagian dari petitum dan hakim dilarang untuk memtuskan lebih daripada apa yang diminta oleh penggugat (lihat putusan Mahkamah Agung tertanggal 19 Juni 1971 No. K/Sip/1969, termuat dalam Yurisprudensi Indonesia, 1971, halaman 443, dan putudan Mahkamah Agung tertanggal 29 Oktober 1994 No. 650 P.K/Pdt/1994, termuat dalam Majalah Varia Peradilan, Tahun X No. 112 Januari 1995, halaman 14-26).

4. Perihal Para Pihak yang Berperkara, Perwakilan orang, Badan Hukum dan Negara Pada azasnya setiap orang boleh berperkara di depan pengadilan, namun ada pengecualiannya, yaitu mereka yang belum dewasa, dan orang yang sakit ingatan. Mereka itu tidak boleh berpekara sendiri di depan pengadilan, melainkan harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya, dan bagi mereka yang sakit ingatan oleh pengampunya. Dalam mengajukan gugatan harus diperhatikan dengan baik, bahwa yang diberi kuasa dan juga tergugat dapat mewakili pihak yang bersangkutan.

Pengajuan gugat secara keliru, artinya yang diajukan atau ditujuakan terhadap orang yang tidak dapat mewakili suatu badan hukum atau yang tidak dapat bertindak sebagai wali, jadi bukan wakil ynag sah dari penggugat atau tergugat, akan berakibat fatal bagi penggugat. Gugat akan dinyatakan tidak dapat diterima. Dalam hal pihak tergugat hendak mengajukan gugat balik atau gugat dalam rekonpensi, maka surat kuasanya harus memuat dengan tegas mengenai akan diajukannya gugat balik termaksud terhadap penggugatnya terdiri dari beberapa orang.

Apabila surat kuasa khusus dapat dibuat dengan akta dibawah tanagan atau dengan akta otentik dihadapan seorang notaris. Surat kuasa tersebut dapat dilimpahkan kepada orang lain, apabila pemberian kuasanya disertai hak untuk dilimpahkan. Dalam praktek, surat kuasa yang dilimpahkan pada bagian akhirnya memuat kalimat “surat kuasa ini diberikan dengan hak substitusi. Perkataan substitusi artinya menggantikan, jadi menggantikan orang yang semula di beri kuasa. apabila dalam surat kuasa tidak dimuat kalimat “surat kuasa ini diberikan dengan hak substitusi” dan kemudian ternyata disubstitusikan kepada orang lain, maka pelimpahan tersebut tidak sah.

Pemberian surat kuasa dapat juga dilakukan dengan lisan di muka persidangan. Apabila pemberian kuasa tersebut bermaksud pula untuk dapat dilimpahkan atau untuk mengajukan gugat balasan, pula apabila pemberian kuasa meliputi juga pemberian kuasa untuk, seandainya diperlukan, mengajukan permohonan banding atau kasasi, maka mengenai hal itu harus secara tegas dikatakan sewaktu pemberian kuasa lisan tersebut.