“PERBAIKAN SISTEM TATA KELOLA IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN”

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN (PNBP-PKH)
Advertisements

PERATURAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2009.
Oleh: DIREKTUR JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM
SINKRONISASI REGULASI : MENYUKSESKAN TRANSFORMASI BPJS 1 JANUARI 2014
KOORDINASI BAWAS - BPKP : PENINGKATAN KUALITAS LK TA.2011
Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan RI
PERATURAN MENTERI ESDM No. 38 TAHUN 2013
Perkeretaapian Khusus Tahap III Tahapan Menuju Perubahan Regulasi Jakarta 21 Juni 2011.
Perkeretaapian Khusus Fase III Pendekatan yang diusulkan terhadap perubahan peraturan Jakarta 20 Mei 2011.
Hotel Grand Zuri, 24 September 2012
USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
DISKUSI KELOMPOK TERFOKUS IDENTIFIKASI MASALAH PENDIDIKAN DALAM RANGKA PENYEMPURNAAN DAN PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG PENDIDIKAN KEMENTERIAN.
NOKEGIATANWAKTUTEMPATPENYELENGGARA 1WORKSHOP, SEMINAR & MEETING a)Rapat Evaluasi Kegiatan FRHLBT Thn 2011 & Program Kerja Tahun 2012) 12 Januari 2012.
PENGATURAN LABEL PRODUK PANGAN DAN NON PANGAN DALAM RANGKA PENGUATAN PASAR DOMESTIK dr. Bayu khrisnamurti wakil menteri KEMENTERIAN PERDAGANGAN RI 11.
PMK 44/PMK.04/2012 TANGGAL 16 MARET 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PMK 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PMK 255/PMK.04/2011.
TENTANG PENYELESAIAN TAGIHAN ATAS BEBAN APBN PADA SATUAN KERJA
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan
Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013
SOSIALISASI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL.
Kebijakan Penggunaan Kawasan Hutan
Prof. Ny. Arie S. Hutagalung, SH, MLI Guru Besar Hukum Agraria FHUI
PEDOMAN PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS PADA K/L/Prop/Kab/Kota
REVISI PAGU MINUS TA 2013 Tanjung Balai, 28 November 2013.
BAB V HAK ATAS TANAH.
Sosialisasi Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan (PEP) RAN/RAD - GRK
Endah Murniningtyas Deputi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL
SOSIALISASI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL.
Oleh INSPEKTUR I INSPEKTORAT JENDERAL KEMDIKNAS disampaikan pada
Dasar Hukum dan Persyaratan Penerbitan Rekomendasi/Pertimbangan Teknis di Lingkungan Direktorat Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Jakarta, 28.
DR. Hj. MARNI EMMY MUSTAFA, SH.,MH Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat
PENILAIAN INISIATIF ANTI KORUPSI
POKOK-POKOK HASIL DESK BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN
PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif
Direktorat Pendidik & Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar
KEBIJAKAN KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL PADA BARANG
JAMINAN REKLAMASI Kep. Dirjen Pertambangan Umum No. 336
KEBIJAKAN DALAM PENANGANAN KONFLIK TENURIAL KAWASAN HUTAN
Kuliah Pertemuan ke: 10 PPh Ps. 24
PERATURAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010.
PEMINDAHAN HAK DENGAN INBRENG
PENYUSUTAN dan AMORTISASI
SUNSET POLICY.
KETENTUAN PIDANA DI BIDANG KETENAGALISTRIKAN
KINERJA SAMPAI DENGAN BULAN AGUSTUS 2013
Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura
PENGEMBANGAN ROTAN INDONESIA MELALUI POLA SENTRA HHBK
KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT
Mekanisme Pengesahan Pendapatan dan Belanja Satker BLU
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
REVISI ANGGARAN BLU DAN PERMASALAHANNYA
Pengelolaan Program dan Anggaran Kementerian PP dan PA
DASAR HUKUM PENGELOLAAN HUTAN PERUM PERHUTANI
Pengelolaan Dana Hibah
DOKUMEN LINGKUNGAN HIDUP DAN IZIN LINGKUNGAN
IZIN LINGKUNGAN HIDUP PP 27 Tahun 2012.
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun Anggaran 2011
STATISTIK PERTAMBANGAN NON MIGAS
Disampaikan pada acara :
PENDAFTARAN TANAH Pendaftaran Tanah (Pasal 1 angka 1 PP No.24 Th 1997)
“ TATA CARA PENYUSUNAN TARGET DAN PAGU PENGGUNAAN PNBP”
Solo-Salatiga, Maret 2016 Direktorat Impor
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan
ARAHAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN LHK SEBAGAI
KEBIJAKAN PENGUSAHAAN SEKTOR ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REKLAMASI HUTAN dan rehabilitasi das
Kebijakan Pengelolaan Hutan Lestari dan Upaya Pemberantasan
PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
Diskusi Draft Permen Pengganti Kepmen 1211k/1995
Transcript presentasi:

“PERBAIKAN SISTEM TATA KELOLA IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN” Disampaikan oleh : Dr. Ir. Bambang Soepijanto, MM Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, pada Acara Dialog Mingguan Kementerian Kehutanan Jakarta, 24 Februari 2013

Dasar Hukum Penggunaan Kawasan Hutan Pasal 38 UU No. 41/1999 jo UU No. 19/2004 tentang Kehutanan PP No. 24/2010 jo PP No.61/2012 tentang Penggunaan Kawasan Hutan PP 2/2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di luar Kegiatan Kehutanan yang berlaku pada Departemen Kehutanan. Perpres No.28/2011 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan Bawah Tanah Permenhut No.P.18/Menhut-II/2011 jis No. P.38/Menhut-II/2012, No. P.14/Menhut-II/2013 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan

Agenda Penyempurnaan Sistem Tata Kelola Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Perubahan Permenhut No.P.18/Menhut-II/2011 jis No. P.38/Menhut-II/2012, No.P.14/Menhut-II/2013 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. 2. Perubahan PP 2/2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di luar Kegiatan Kehutanan yang berlaku pada Departemen Kehutanan.

PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

Dasar Perubahan/Penyempurnaan Renaksi Kemenhut tindak lanjut Kajian KPK atas Sistem Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Hutan pada bulan Juni- Desember 2010 (17 Renaksi tahun 2011-2012). Nota Kesepakatan Rencana Aksi Bersama 12 Kementerian/ Lembaga tentang Percepatan Pengukuhan Kawasan Hutan, ditandatangani di Istana Negara pada tanggal 11 Maret 2013. Rekomendasi BPK RI tentang Penghitungan dan Tarif PNBP Rakor Menko Bidang Perekonomian tanggal 13 September dan 9 Oktober 2013 tentang Penyederhanaan Perizinan Pembahasan dengan BPKP Rakor dengan SKK Migas tangal 6-7 Desember 2013. Survei Integritas KPK Tahun 2013

Sistem Tata Kelola IPPKH Terdapat tiga Komponen dalam Sistem Tata Kelola Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan, yaitu: Struktur; Substansi; dan Budaya/Kultur 2. Saat ini Kementerian Kehutanan telah dan sedang melakukan penyempurnaan terhadap 3 komponen Sistem Tata Kelola IPPKH.

Penyempurnaan Struktur Dalam rangka meningkatkan pelayanan perizinan yang efektif, efisien, dan transparan kepada pelaku usaha guna mendukung kelancaran dan kecepatan, Kemehut sejak 3 Juni 2012 telah menerapkan Pelayanan Informasi Perizinan di Bidang Kehutanan secara Online (Permenhut No. P.13/Menhut-II/2012) Dalam Penyempurnaan Organisasi Kementerian Kehutanan ke depan, perlu dibentuk Satu Unit Khusus yang Menangani Pelayanan Perizinan (setingkat Eselon II)

Penyempurnaan Substansi Mekanisme Penyelesaian Permohonan - penyelesaian materi/substansi teknis IPPKH sejak dari penelaahan sampai dengan dokumen siap ditandatangani Menhut menjadi tanggung jawab Ditjen Planologi Kehutanan. - Ditjen Planologi Kehutanan tetap berkoordinasi dengan Eselon I terkait, namun tidak perlu diatur secara khusus dalam suatu regeling. - Pengaturan tentang Penyelesaian kegiatan Eksisting (sumur migas, fasilitas umum) Dalam rangka penyederhanaan dan percepatan penerbitan IPPKH, terdapat pelimpahan wewenang kepada Dirjen Planologi Kehutanan untuk: Perpanjangan Persetujuan Prinsip Perpanjangan IPPKH Eksplorasi Revisi Baseline

Lanjutan … Penyederhanaan Persyaratan IPPKH, antara lain: - Citra Satelit hanya untuk kegiatan Pertambangan Operasi Produksi - Inventarisasi tegakan menjadi kewajiban pemegang IPPKH bukan kewajiban pemegang persetujuan prinsip - Rencana penanaman DAS menjadi kewajiban dalam persetujuan prinsip (sebelumnya setelah IPPKH terbit) - Policy Advisor bukan syarat terbitnya IPPKH tetapi merupakan kewajiban pemegang IPPKH - Penggantian biaya invenstasi hanya untuk kegiatan Operasi Produksi - Penggantian Iuran Izin Pemanfaatan dihilangkan

Penyempurnaan Budaya /Perilaku Deklarasi Pelayanan Satu Pintu Pemberian IPPKH (11 September 2013) Membuat Kode Etik PNS Lingkup Ditjen Planologi Kehutanan Pembentukan Dewan Kehormatan Kode Etik dan Mekanisme Penanganan Pelanggaran Kode Etik PNS Lingkup Ditjen Planologi Kehutanan Membuat Juklak Pelaporan Gratifikasi Bagi Pegawai lingkup Ditjen Planologi Kehutanan Dalam rangka menumbuhkan kesadaran dalam pencegahan dan pemberantasan Korupsi, seluruh Pegawai Ditjen Planologi Kehutanan setiap hari Rabu menggunakan Baju Seragam Berwarna Hitam bertuliskan STOP SUAP-KORUPSI dan Pin bertuliskan ANTI KORUPSI. Membentuk Unit Penanganan Dumas

Perubahan PP No. 2 Tahun 2008

Dasar Revisi PP No. 2/2008 Rekomendasi BPK RI: kriteria L3 seharusnya mempunyai faktor pengali tertinggi, karena L3 mempunyai dampak kerusakan lingkungan terparah dari semua kriteria area penggunaan kawasan hutan . Tarif PNBP sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini akibat adanya peningkatan nilai-nilai yang terkandung dalam kawasan hutan, adanya nilai inflasi dan kenaikan dampak kerusakan lingkungan, Nilai Intrinsik SDH yang hilang akibat dari penggunaan kawasan hutan adalah ± Rp 85 Juta/Ha/Tahun (Prof. Soeparmoko, 2005); Kenaikan tarif PNBP-PKH mempertimbangkan aspek penting yang terkait : Aspek Keadilan : Seluruh areal IPPKH dikenakan PNBP-PKH yang semula terdapat areal yang tidak dikenai PNBP-PKH dan tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk jangka waktu izin di bidangnya dan Tarif PNBP-PKH yang lama tidak sebanding dengan nilai intrinsik SDH yang hilang. Aspek manfaat : Peningkatan penerimaan PNBP-PKH dapat dipergunakan untuk meningkatkan pengembangan program-program pemberdayaan masyarakat sekitar tambang. Saat ini RPP Perubahan PP 2/2008 dalam tahap finalisasi, permohonan paraf Persetujuan dari Menteri terkait sebelum disampaikan ke Presiden. 12

PERUBAHAN RUMUS PENGHITUNGAN PNBP Semula : PNBP-PKH = (L1 x 1 x tarif)+ (L2 x 4 x tarif) + (L3 x 2 x tarif) Rp/ha/tahun Keterangan : L1 belum memasukkan areal penyangga L3 faktor pengalinya hanya 2 x tarif (Menjadi Temuan BPK RI) Menjadi : a. PNBP-PKH = (L1 x 1 x tarif)+ (L2 x 4 x tarif) Rp/Ha/Tahun b. Dalam hal dari hasil verifikasi terdapat areal L3, maka : PNBP PKH = (L1x1xtarif)+ (L2x4xtarif) + (L3 x 7 x tarif) Rp/ha/tahun Keterangan: L1 memasukkan areal penyangga L3 faktor pengalinya menjadi 7 x tarif Dengan revisi definisi: L1= area pengggunaan kawasan hutan untuk bukaan tambang aktif, sarana prasarana penunjang yang bersifat permanen dan area pengembangan dan atau/area penyangga untuk pengamanan kegiatan (ha) L2 = area penggunaan kawasan hutan yang bersifat temporer yang secara teknis dapat dilakukan reklamasi (ha) L3 = area penggunaan kawasan hutan yang mengalami kerusakan permanen yang pada bagian tertentu setelah dilakukan reklamasi tetapi tidak dapat dilakukan secara optimal (ha) 13

Perubahan Tarif PNBP PKH No JENIS PNBP SATUAN TARIF LAMA (Rp) TARIF BARU Kenaikan (%) 1. Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dan sarana prasarana penunjangnya: Hutan Lindung Hutan Produksi Ha/Thn 3.000.000,- 2.400.000,- 4.000.000,- 3.500.000,- 33,33% 45,83% 2. Penggunaan kawasan hutan untuk area pengembangan dan atau/area penyangga untuk keamanan kegiatan pertambangan: Sebelumnya tidak dikenakan Tarif 2.000.000,- 1.750.000,- - 3. Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan antara lain untuk migas, panas bumi, jaringan telekomunikasi, repiter telekomunikasi, stasiun pemancar radio, stasiun relai televisi, ketenagalistrikan, instalasi teknologi energi terbarukan, instalasi air, jalan tol, atau pertanian tertentu yang bersifat komersil, beserta sarana prasarana penunjangnya dan area pengembangan dan atau/ area penyangga untuk keamanan kegiatan: 1.500.000,- 1.200.000,- 1.600.000,- 14

Perkembangan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk Mineral dan Batubara (s/d Januari 2014)

IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN UNTUK SURVEY/ EKSPLORASI MINERAL DAN BATUBARA NO PULAU Batubara Galian C Logam Mulia Mineral Logam Lain TOTAL Unit Luas (ha) 1 SUMATERA 11 29.477,71 - 5 37.725,74 2 6.949,00 18 74.152,45 JAWA 767,76 3 7.755,80 8.523,56 KALIMANTAN 63 294.446,16 770,00 29.720,86 2.190,33 72 327.127,35 4 NUSA TENGGARA 7 119.529,00 SULAWESI 47.274,65 39.857,00 14 87.131,65 6 MALUKU 20.873,08 36 173.680,39 40 194.553,47 PAPUA 28.420,00 6.060,00 34.480,00 77 352.343,87 1537,76 31 262.879,13 49 228.736,72 160 845.497,48

IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN UNTUK OPERASI PRODUKSI MINERAL DAN BATUBARA NO PULAU Batubara Galian C Logam Mulia Mineral Logam Lain TOTAL Unit Luas (ha) 1 SUMATERA 32 18.229,91 16 3.511,04 2 995,07 6 1.200,69 56 23.936,7 JAWA - 20 2.209,56 5 34,88 4,00 26 2.248,4 3 KALIMANTAN 175 243.157,99 3.834,84 4 16.348,28 17 11.404,57 199 274.745,7 NUSA TENGGARA 34,42 6.417,30 6.451,7 SULAWESI 263,22 3.162,36 27 23.793,09 38 27.218,7 MALUKU 1.699,05 24 14.184,95 15.884,0 207 261.387,91 46 9.853,08 28.656,94 75 50.587,30 348 350.485,2

Hilirisasi Sektor Pertambangan melalui pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri.

Hilirisasi Sektor Pertambangan Hilirisasi sektor pertambangan mineral melalui pengembangan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) merupakan amanat Pasal 170 UU No. 4/2009 tanggal 12 Januari 2009 tentang Mineral dan Batubara, bahwa paling lambat mulai 12 Januari 2014 Pemegang IUP OP dan Kontrak Karya wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Melalui pengembangan industri smelter akan: - menambah penguasaan teknologi; - menciptakan lapangan kerja baru; - meningkatkan nilai tambah dari bahan tambang; - meningkatan pendapatan negara.

Lanjutan ... 3. Sebagai peraturan pelaksanaan dari UU 4/2009, pada tanggal 11 Januari 2014 telah diundangkan PP No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, dimana dalam Pasal 112 C diatur bahwa: a. Pemegang Kontrak Karya wajib melakukan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri b. Pemegang IUP OP wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. 4. Secara teknis pelaksanaan kewajiban membangun smelter, diatur dalam Permen ESDM No.1/2014, tanggal 11 Januari 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri

Permen ESDM No 1/2014 Permen ESDM No. 1/2014, intinya mengatur: - batasan waktu pelaksanaan penjualan hasil pengolahan mineral logam ke luar negeri dalam jumlah tertentu; dan - batasan minimum pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Komoditas mineral utama seperti nikel, bauksit, timah, emas, perak, dan kromium didorong untuk dilakukan pemurnian karena sudah dilakukan pemurnian jauh sebelum UU 4/2009 diterbitkan, untuk mendorong industri berbasis mineral dalam negeri dan tidak ada produk intermediate (produk antara). Hasil pengolahan dalam bentuk konsentrat tembaga, pasir besi, bijih besi, seng, timbal, dan mangan diperbolehkan dijual ke luar negeri sampai fasilitas pemurnian selesai paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Permen ESDM 1/2014 diundangkan. Sejak 12 Januari 2014 pemegang IUP Operasi Produksi dan pemegang kontrak karya dilarang melakukan penjualan bijih (raw material/ore) ke luar negeri.

Banyak pohon, banyak rejeki TERIMA KASIH Banyak pohon, banyak rejeki