(DOSEN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AL AZHAR) PENGANTAR DISKUSI "CATATAN KRITIS TERHADAP UU NO. 18 TAHUN 2004 DALAM PERSPEKTIKF "AKADEMISI" OLEH DR. AGUS SURONO, SH.,MH (DOSEN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AL AZHAR) Disampaikan pada Workshop “Antisipasi Permasalahan Perkebunan melalui Penyempurnaan UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan” dan launching Majalah “Hortus Archipelago” (FP2SB) di Auditorium Binakarna Lantai 1-Hotel Bidakara 17-Oktober 2012
TUJUAN PENYELENGGARAAN PERKEBUNAN (Pasal 3 UU No.18/2004) Meningkatkan pendapatan masyarakat Meningkatkan penerimaan negara Meningkatkan penerimaan devisa negara Menyediakan lapangan kerja Meningkatkan produktivitas,nilai tambah, dan daya saing Memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri, dan Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan
KEPENTINGAN MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PERKEBUNAN Pasal 6 ayat (3): Perencanaan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota dengan memperhatikan masyarakat. Apa makna memperhatikan kepentingan masyarakat? Apakah masyarakat sudah benar-benar diperhatikan? Bagaimana cara memperhatikan kepentingan masyarakat?
PRINSIP-PRINSIP PELAKSANAAN PERENCANAAN PERKEBUNAN (PASAL 8) Terukur Dapat dilaksanakan Realistis dan bermanfaat Partisipatif Terpadu Terbuka akuntabel
PENGGUNAAN TANAH UNTUK USAHA PERKEBUNAN Pasal 10 ayat (3) “Dilarang memindahkan hak atas tanah usaha perkebunan yang mengakibatkan terjadinya satuan usaha yang kurang dari luas minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Apakah tepat penempatan Pasal 10 ayat (3) ??? Apakah rumusan tersebut telah tepat? Apakah terdapat klasifikasi penggunaan tanah untuk usaha perkebunan? Bagaimanakah dengan luas penggunaan tanah untuk perkebunan yang dimiliki oleh pekebun skala kecil?
PELAKU USAHA PERKEBUNAN Pasal 13 ayat (3) badan hukum asing atau perorangan warga negara asing yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikenakan sanksi berupa larangan membuka usaha perkebunan. Apakah tepat penempatan ketentuan tentang larangan tersebut pada Bab IV, Pemberdayaan dan Pengelolaan Usaha Perkebunan; Bagian Pelaku Usaha Perkebunan Selanjutnya apakah tepat ketentuan Pasal 14 tersebut berada pada bab dan bagian tersebut????
PEMBERDAYAAN USAHA PERKEBUNAN Pasal 19 ayat (1): Pemerintah, provinsi, kabupaten/kota , mendorong dan menfasilitasi pemberdayaan pekebun, kelompok pekebun, koperasi pekebun, serta asosiasi pekebun berdasarkan jenis tanaman yang dibudidayakan untuk pengembangan usaha agribisnis perkebunan. (2) Untuk membangun sinergi antarpelaku usaha agribisnis perkebunan, pemerintah mendorong dan menfasilitasi terbentuknya dewan komoditas yang berfungsi sebagai wadah untuk pengembangan komoditas strategis perkebunan bagi seluruh pemangku kepentingan perkebunan. Dewan komoditas itu apa? Apakah dalam pasal yg lain sudah mengatur tentang hal itu?
PENGAMANAN USAHA PERKEBUNAN PASAL 20: “Pelaku usaha perkebunan melakukan pengamanan usaha perkebunan dikoordinasikan oleh aparat keamanan dan dapat melibatkan bantuan masyarakat disekitarnya. Apakah ketentuan ini diperlukan???? Apakah bukan semakin membuka peluang bagi aparat keamanan untuk berperan menjadi tameng bagi pelaku usaha tertentu??? Apakah ketentuan tersebut harus ada dalam bagian pemberdayaan usaha perkebunan????
PENGHIMPUNAN DANA PENGEMBANGAN SDM,PENELITIAN DAN PROMOSI Pasal 43 ayat (1) Pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota dan pelaku usaha perkebunan menghimpun dana untuk pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan,serta promosi perkebunan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghimpunan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Apakah betul subtansi ketentuan tersebut harus ada pada bab VIII, tentang Pembiayaan Usaha Perkebunan. Apakah betul pemerintah, provinsi, kabupaten/kota menghimpun dana u kepentingan sebagaimana pasal 43 ayat (1)??? Apakah betul redaksi Pasal 43 ayat (2)???
CATATAN KESELURUHAN UU NO. 18 TAHUN 2004 SISTEMATIKA PENYUSUNAN BAB, BAGIAN DAN PASAL-PASAL MASIH BELUM SINKRON ISINYA MASIH TERDAPAT KERANCUAN ISTILAH ANTARA BESCHIKING DAN REGELING DALAM MATERI MUATAN TENTANG KETENTUAN PIDANA TIDAK TERDAPAT SATU PASAL KHUSUS TENTANG PERBUATAN YANG DILARANG TERLEBIH DAHULU, TETAPI LANGSUNG MEMUAT KETENTUAN PIDANA, BAHKAN ADA BEBERAPA PASAL YANG BERISI TENTANG PERBUATAN YANG DILARANG MASUNG PADA BAB DAN BAGIAN YANG BUKAN KHUSUS MENGATUR TENTANG HAL ITU CONTOH PASAL YANG TELAH DILAKUKAN JUDICIAL REVIEW (PASAL 21 DAN PASAl 47)
PENYEDIAN PERKEBUNAN TERKAIT SEKTOR LAIN? Penggunaan lahanuntuk kegiatan perkebunan sangat terkait dengan sektor lain Sektor lain tersebut adalah sektor kehutanan yang masih terdapat masalah yang mendasar yaitu mengenai kawasan yang dikategorikan sebagai kawasan hutan ataulah bukan kawasan hutan?
PENGERTIAN KAWASAN HUTAN Pasal 1 angka 3 UU No. 41/1999 Wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
BAGAIMANA DEFINISI TERSEBUT? Pemerintah menyamakan pengertian penunjukan dengan penetapan, sebagai contoh dibuktikan dengan keluarnya Keputusan Menteri Pertanian No.759 Tahun 1982 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah Padahal penunjukan merupakan perbuatan hukum awal dalam menentukan sebuah kawasan tersebut sebagai kawasan hutan tetap Pemerintah belum menyelesaikan pengukuhan kawasan hutan yang dimulai dengan penunjukan, penataan batas kawasan, pemetaan kawasan hutan dan diakhiri dengan penetapan kawasan Prosentase secara nasional relatif masih dibawah 20% sejak diberlakukannya UU No. 5 Tahun 1967 hingga saat ini
PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN Pasal 15 UU No. 41/1999 PENUNJUKAN KAWASAN HUTAN PENETAPAN BATAS KAWASAN HUTAN PEMETAAN KAWASAN HUTAN, DAN PENETAPAN KAWASAN HUTAN
PERBUATAN YANG DILARANG DALAM BIDANG KEHUTANAN Merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan Melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah Merambah kawasan hutan Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah Membakar hutan Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang
LANJUTAN: PERBUATAN YANG DILARANG DALAM BIDANG KEHUTANAN Melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri (Potensi titik korupsi? ) Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan Menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang Membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan Mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang`
KETENTUAN PIDANA ATAS PELANGGARAN PASAL 50 DIATUR PADA PASAL 78
KETIDAK-ADILAN ALOKASI MANFAAT HUTAN? Pasal 2: Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan,kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan Pasal 3: penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan: Menjamin keberadaan hutan dg luasan yang cukup Mengoptimalkan aneka fungsi hutan Meningkatkant daya dukung DAS Meningkatkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan
PERTANYAAN MENDASAR UNTUK PEMERINTAH Apakah tujuan yang tercantum dalamPasal 2 dan 3 tersebut kurang memadai? Apakah Pemerintah sudah secara konsisten melaksanakan hal tersebut? Apa program yang telah dilakukan oleh Pemerintah untuk mewujudkan ketentuan Pasal 2 dan Pasal tersebut? Apa indikator untuk menilai bahwa Pemerintah telah melaksanakan tujuan penyelenggaraan kehutanan tersebut?
BAGAIMANA MENYELESAIKAN MASALAH KETERLANJURAN PENGGUNAAN /PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN ? Akar masalah kehutanan adalah tidak tuntasnya dalam menentukan sebuah kawasan sebagai kawasan hutan ataukah bukan kawasan hutan Kementerian kehutanan harus melaksanakan secara bertahap dan berjenjang dalam penyelesaian status kawasan hutan dengan melakukan pengukuhan kawasan hutan dan harus memperhatikan RTRWN dengan secara konsisten melaksanakan ketentuan Pasal 14, 15 UUKehutanan yang dimulai dengan penunjukan, penataan batas kawasan hutan,pemetaan dan penetapan kawasan hutan
MATERI MUATAN YANG HARUS DIATUR DENGAN UNDANG-UNDANG pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang- Undang; pengesahan perjanjian internasional tertentu; tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
PERLUKAH UU NO. 18 TAHUN 2004 TENTANG PERKEBUNAN DI REVISI? Berdasarkan pemetaan secara singkat tersebut,memang masih perlu dilakukan perubahan UU No. 18 Tahun 2004 yang meliputi: Kalimat/bahasa perundang-undangannya yang tercermin dalam pasal-pasal Sistematika UU ini mulai dari bab,bagian, dan pasal-pasalnya Serta materi muatan yang tercermin dalam pasal-pasal yang diatur sebagai bagian dari susunan bab dan bagian-bagian harus sinkron.
CARA MERUMUSKAN? Tata susunan: tata letak, penggunaan dasar politik (menimbang), dasar hukum (mengingat), pembagian dan penggunaan Bab, Bagian pasal, ayat dan sebagainya. Sistematika yang meliputi: urutan permasalahan, urutan materi pokok dan materi penunjang Bahasa yang mencakup penggunaan bahasa yang sederhana, peristilahan yang monolit, struktur kalimat (pasif atau kalimat aktif, kalimat perintah atau larangan)
KRITERIA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIANGGAP BAIK Perumusannya tersusun secara sistematik, bahasa sederhana dan baku Sebagai kaidah, mampu mencapai daya guna dan hasil guna setinggi- tingginya baik dalam wujud ketertiban maupun keadilan Sebagai gejala sosial, merupakan perwujudan pandangan hidup, kesadaran hukum dan rasa keadilan masyarakat. Termasuk disini kemampuannya sebagai faktor pendorong dan kemajuan masyarakat Sebagai sub sistem hukum, harus mencerminkan satu rangkaian sistem yang teratur dari keseluruhan sistem hukum yang ada
KESIMPULAN PERLU DIUSULKAN UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN TERHADAP UU NO. 18 TAHUN 2004 TENTANG PERKEBUNAN SECARA KOMPREHENSIF DENGAN MELIPATKAN SELURUH STAKEHOLDER TERKAIT AGAR MENGHASILKAN UU TENTANG PERKEBUNAN YANG DAPAT MENSEJAHTERAKAN MASYARAKAT SECARA MENYELURUH