Mahkamah Pidana Internasional

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
HAK ASASI MANUSIA.
Advertisements

Kekuasaan Kehakiman Pokok Bahasan 5.
Penyelesaian Sengketa Internasional (politik)
Subyek Hukum Internasional
PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Guru SMA Negeri 1 Yogyakarta
HAK ASASI MANUSIA.
HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
State Jurisdiction / Yurisdiksi Negara Cekli Setya Patiwi, SH.,LL.M.
MEKANISME HAM PBB.
AZAS-AZAS HUKUM INTERNASIONAL
MAHKAMAH KEJAHATAN INTERNASIONAL
Persoalan Hak Asasi Manusia
Instrumen Hukum HAM International dan Peradilannya
PENGADILAN PAJAK.
Wewenang, Kewajiban, dan Hak
Mahkamah Pengadilan Internasional
SELAMAT BERJUMPA SELAMAT BERJUMPA.
Oleh : Dhimaz PPH Yolla Maharani Abdurahman Fahruzi Nanda Seffri M Mariam Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum.
KOMNAS HAM.
Hak-hak Sipil dan Politik
LEMBAGA NEGARA DARI SISI FUNGSINYA
Yurisdiksi Negara.
PERSATUAN BANGSA BANGSA
ANGGOTA: ANGGI JANTI T Y (02) DHINA WINDY A (09) MUHAMMAD IRSYAD S (19) ZUHROUL FAUZIATUL U (32) XI IPA 2 Kelompok 7.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG R.I NOMOR 2 TAHUN 2015
HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
Implementasi dan Penegakan HHI
PENGANTAR HAK ASASI MANUSIA
HUKUM INTERNASIONAL.
Peradilan TUN Para Pihak & Penyelesaian Sengketa TUN
KOMPETENSI DASAR Menganalisis berbagai kasus pelanggaran HAM secara argumentatif dan saling keterhubungan antara aspek ideal, instrumental dan praksis.
menjalin hUBUNGAN INTERNASIONAL
INSTRUMEN HAM INDONESIA
Pengaturan impeachment di berbagai negara
Perlindungan Hak Berserikat dan Berorganisasi
DR.Eva Achjani Zulfa,SH,MH
Instrumen Hukum Dan Peradilan Internasional HAM
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
Subyek Hukum Internasional
PELANGGARAN HAM BERAT DAN PENGADILAN HAM
Prof. Hikmahanto Juwana
Sudut ham kejahatan perang sudan
Hukum Pidana Internasional
HAM di Indonesia Mahendra P. Utama.
HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
HAK ASASI MANUSIA! RATRI ISTANIA SEMESTER GENAP 2011 STIA LAN JAKARTA.
HAK ASASI MANUSIA DAN PERAN KOMNAS HAM DALAM HUKUM NASIONAL DI INDONESIA Oleh Muhammad Nurkhoiron (Komisioner Komnas HAM )
BADAN LEGISLASI 23 AGUSTUS 2017
Alasan mengajukan gugatan
Subyek Hukum Internasional
KOMNAS HAM.
LIGA BANGSA-BANGSA (THE LEAGUE OF NATIONS)
Mufatikhatul Farikhah, SH.,MH.
MEKANISME HAM INTERNASIONAL
Hak Asasi Manusia (HAM) dan Upaya Penegakannya
HAK ASASI MANUSIA! RATRI ISTANIA SEMESTER GASAL 2012 STIA LAN JAKARTA.
SUSUNAN PENGADILAN PAJAK
Kelompok 3: Bagus Kurniawan Pratikto Pelangi Pangestika Dwi
"LEMBAGA NEGARA" Ericson Chandra.
ORGANISASI INTERNASIONAL. Organisasi Internasional adalah badan hukum yang didirikan oleh dua atau lebih negara yang merdeka dan berdaulat, memiliki kepentingan.
DI SUSUN OLEH : 1.ADI SAPUTERA NUGRAHA 2.BAHRI 3.MAHDA R E T N P S A E KELOMPOK 4 S E HUKUM HAM UNIVERSITAS BALIKPAPAN SEMESTER V (LIMA) KELAS D.
UNDANG-UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA 1945 Pembukaan
Dr. BUDI S. PURNOMO, SE.,MM.,MSi. PRODI AKUNTANSI FPEB UPI
KELEMAHAN-KELEMAHAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
STATUTA ROMA TENTANG KEJAHATAN HAM INTERNASIONAL
PERKEMBANGAN hpi PADA AWAL PERTUMBUHAN
Penyelesaian sengketa
LEMBAGA MPR, PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Transcript presentasi:

Mahkamah Pidana Internasional 4/8/2017

Sekilas tentang Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court - ICC) didirikan berdasarkan Statuta Roma tanggal 17 Juli 1998, ketika 120 negara yang berpartisipasi dalam “United Nations Diplomatic Conference on Plenipotentiaries on the Establishment of an International Criminal Court” mengadopsi Statuta Roma tersebut. Statuta Roma tentang Mahkamah Pidana Internasional mengatur kewenangan untuk mengadili kejahatan paling serius yang mendapatkan perhatian internasional. Kejahatan yang dimaksud terdiri dari empat jenis, yaitu the crime of genocide (kejahatan genosida), crimes against humanity (kejahatan terhadap kemanusiaan), war crimes (kejahatan perang), dan the crime of aggression (kejahatan agresi). Berbeda dengan mahkamah internasional sebelumnya yang sifatnya ad hoc, seperti International Criminal Tribunal for fomer Yugoslavia (ICTY) dan International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR), Mahkamah Pidana Internasional merupakan pengadilan yang permanen (Pasal 3(1) Statuta Roma). Mahkamah ini hanya berlaku bagi kejahatan yang terjadi setelah Statuta Roma berlaku (Pasal 24 Statuta Roma). 4/8/2017

Proses Pembentukan Mahkamah Pidana Internasional Tahun 1950 PBB melalui Majelis Umum membentuk sebuah panitia yang diberi nama Committee on International Criminal Jurisdiction, dimana panitia ini bertugas untuk menyiapkan sebuah Statuta Mahkamah Pidana Internasional. Panitia ini menyelesaikan tugasnya setahun kemudian tetapi kurang mendapatkan perhatian dari anggota PBB. Permasalahan ini tenggelam seiring dengan konfrontasi politik dan ideologi selama perang dingin. Tetapi dipertengahan tahun 1980-an, Pemi Mahkamah Pidana Internasional n Uni Sovyet, Gorbachev memunculkan kembali ide pendirian Mahkamah Pidana Internasional terutama ditujukan kepada gerakan melawan terorisme. Tahun 1989 ide untuk mendirikan Mahkamah Pidana Internasional kembali digulirkan dengan usulan delegasi Trinidad dan Tobago mengatasnamakan enam negara lainnya di wilayah Karibia pada Sidang Komite IV Majelis Umum PBB yang membidangi masalah hukum. Usulan Trinidad dan Tobago adalah untuk mengaktifkan kembali kerja International Law Commission (ILC) untuk menyusun kembali rancangan Statuta Mahkamah Pidana Internasional berkaitan dengan usaha untuk memberantas perdagangan narkotika internasional dan usulan ini ditanggapi dengan baik oleh Majelis Umum PBB 4/8/2017

Proses Pembentukan Mahkamah Pidana Internasional (cont.) Pada tahun 1992, Majelis Umum PBB sekali lagi mengeluarkan resolusi untuk meminta ILC menyusun rancangan Statuta Mahkamah Pidana Internasional . Baru pada tahun 1994, ILC menyelesaikan tugasnya menyusun rancangan Statuta Mahkamah Pidana Internasional dan kemudian untuk membahasnya dibentuklah sebuah komite yang dibentuk oleh Majelis Umum PBB dengan nama Ad Hoc Committe on the Establishment of International Criminal Court. Saat itu juga ILC merekomendasikan sebuah konferensi diplomatik untuk mempertimbangkan dan mengadopsi rancangan statuta tersebut namun tertunda dikarenakan masih terjadi pertentangan dalam rancangan tersebut. Selanjutnya pada tahun 1995, Komite Ad Hoc diganti dengan Preparatory Committe on the Establihment of International Criminal Court yang mempersiapkan segala sesuatu bagi pembentukan ICC. Termasuk didalamnya persiapan menyelenggarakan konferensi diplomatik PBB atau United Nations Conference of Plenipotentiaries on The Establishment of an International Criminal Court, di Roma, Italia tanggal 15-17 Juli 1998 yang dihadiri 120 negara yang kemudian mengadopsi Statuta Roma tentang Mahkamah Pidana Internasional. 4/8/2017

Yurisdiksi Mahkamah Mahkamah Pidana Internasional mempunyai yuridiksi untuk menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan ketika: Kejahatan dilakukan di wilayah yang telah meratifikasi Statuta Roma. Kejahatan dilakukan oleh warga negara yang telah meratifikasi Statuta Roma. Negara yang belum meratifikasi statuta Roma telah memutuskan untuk menerima yuridiksi pengadilan atas kejahatan tersebut; Kejahatan dilakukan dalam situasi yang mengancam perdamaian dan keamanan internasional dan Dewan Keamanan PBB sudah mengajukan situasi tersebut ke muka Pengadilan berdasarkan bab 7 Piagam PBB. 4/8/2017

Masa Berlaku Yurisdiksi ICC Pengadilan hanya memiliki yuridikasi untuk kejahatan yang dilakukan setelah 1 Juli 2002, ketika Statuta Roma diberlakukan. Negara Pihak yang meratifikasi/aksesi Statuta Roma setelah 1 Juli 2002 boleh memilih masa berlakunya yurisdiksi Mahkamah: apakah sejak 1 Juli 2002 atau sejak tanggal ratifikasi/aksesi 4/8/2017

Triggering Mechanism Statuta Roma menjabarkan kasus-kasus apa saja yang dapat dibawa ke Penadilan: Propio Motu: Jaksa Penuntut Pengadilan dapat memulai investigasi dalam keadaan dimana satu atau lebih kejahatan telah dilakukan, berdasarkan informasi dari berbagai sumber, termasuk para korban dan keluarga. Namun, hanya Pengadilan yang memberlakukan yuridiksi atas kejahatan dan individu tersebut State Referrals: Negara yang telah meratifikasi Statuta Roma dapat meminta Jaksa Penuntut untuk menginvestigasi situasi dimana satu atau lebih kejahatan telah dilakukan, tetapi hanya Pengadilan yang memberlakukan yuridiksi. UNSC Resolution: Dewan Keamanan PBB dapat meminta Pengadilan untuk menginvestigasi situasi dimana satu atau lebih kejahatan telah dilakukan. Tidak seperti metode 1 dan 2, ICC akan memberlakukan yuridiksi ketika Dewan Keamanan PBB mengajukan situasi tersebut ke Jaksa Penuntut, meskipun kejahatan tersebut terjadi di wilayah negara yang belum meratifikasi Statuta Roma atau telah dilakukan suatu bangsa di negara tersebut. 4/8/2017

Proses Pengadilan Di dalam masing-masing situasi tersebut di atas, semua tergantung Jaksa Penuntut, bukan Negara Pihak atau Dewan Keamanan, untuk memutuskan apakah investigasi akan dilakukan Jaksa Penuntut harus meminta kewenangan dari Majelis Pra-Peradilan (Pre-Trial Chamber) baik untuk melakukan penyelidikan maupun penuntutan dan permintaan tersebut dapat digugat oleh negara. Jaksa Penuntut harus mengajukan kasusnya kepada Pre-Trial Chamber yang akan memutuskan apakah benar kasus tersebut memenuhi syarat untuk masuk dalam yurisdiksi mahkamah dan apakah ada “reasonable ground” untuk melanjutkan ke tahap berikutnya. Setelah “admissibility of merit” diputuskan oleh Pre-Trial Chambers, barulah kasus dilimpahkan ke persidangan melalui Registrar (panitera) dan Jaksa Penuntut Umum dapat melanjutkan ke tahap investigasi. 4/8/2017

The End