LOUIS XIV DAN MAZARIN (Kuliah 4.3) - Kembalinya Kekuasaan Raja: Monarki Absolut.
Pemerintahan Perwalian (1643—1661) Mazarin adalah mantan pelindung Richelieu. Berkat pengaruh Richelieu terhadap Paus, atas usulan dari Richelieu, mazarin dinobatkan menjadi Kardinal. Sebelum meninggal, Richelieu telah menyampaikan amanatnya kepada Louis XIII, bahwa Anne d’Autriche (istri Louis XIII) tidak dapat mampu memegang pemerintahan. Ia menegaskan bahwa Louis XIII tetap memegang tampuk Kekuasaan dan penggantinya Mazarin memegang pemerintahan. Hal ini berlangsung hingga tahun 1661.
La Fronde Pemerintahan perwalian di Prancis selalu merupakan masa sulit dan rawan bagi stabilitas pemerintahan. Orang yang berambisi dan tidak puas terhadap sistem pemerintahan berulah. Namun, yang terjadi selama masa La Fronde (Ini adalah istilah untuk menyebut Perang saudara.: agak unik. Kerusuhan yang timbul justru menyatukan kedua belah pihak yang berseteru. La Fronde berlangsung selama 4 tahun (1648—1653). Pada mulanya disebabkan oleh Parlemen Paris yang hendak meniru Parlemen London. Dengan membuat pembaruan-pembaruan. Para pejabat bersatu dalam parlemen dengan satu tujuan, yakni: menumbangkan Mazarin yang dianggap sama buruknya pemerintahan Concini sebelumnya. Perang saudara terjadi. Anne d’Autriche mendatangkan kembali pasukan pimpinan Condé (pasukan yang bertempur melawan Spanyol) untuk memblokir Paris.
Ratu, Raja Muda dan Mazarin merasa terancam dengan kehadiran para pemberontak, dan secara diam-diam mengungsi ke Saint-Germain. Di kemudian hari Louis XIV mengalami trauma dengan kondisi ini. Oleh karena itu, ia selalu menolak untuk mendiami istana di Paris. Pada saat pembesar memanggil pasukan Condé, parlemen menolaknya. Untuk sementara La Fronde berakhir. Condé berusaha menjatuhkan Mazarin. Kardinal Retz memprovokasi parlemen agar memberontak. Terjadilah perang saudara kembali. Ratu meminta bantuan Turenne, yang akan memulihkan keadaan. Condé membatalkan rencananya. Komandan militer akhirnya diserahkan kepadanya. Mazarin tetap memerintah sampai akhir hidupnya (1661) tepat pada saat Louis XIV sudah menginjak dewasa untuk memerintah. Ia menandatangani perjanjian Whesphalie dengan Austria yang menghasilkan
Wilayah Alsace bagi Prancis Wilayah Alsace bagi Prancis. Perjanjian perdamaian Pyrénée tahun 1695 menetapkan bahwa Louis XIV harus menikahi putri raja Philippe II, Marie Thérèse. Rakyat Prancis yang sudah jenuh dengan perang sangat ingin kembali kepada ketertiban. Bagi rakyat, rajalah yang berhak dan berkewajiban mempertahankan ketertiban. Dengan sukarela mereka menerima prinsip-prinsip yang disodorkan oleh ahli hukum Lebret: bahwa raja ditetapkan dan dipilih oleh Tuhan. Kekuasaan kerajaan adalah kekuasaan tertinggi yang hanya dianugerahkan kepada 1 orang saja. Kedaulatan raja tidak dapat dipisah-pisah, sama bulatnya dengan sebuah titik dalam ilmu ukur. Corneille dalam karyanya (Le Cid) menyampaikan bahwa Raja adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Namun kekuasaannya harus dihormati dan jangan dipertanyakan lagi.
Kekuasaan raja menjadi semakin mantap, khususnya setelah selesainya perang 100 tahun. Bersamaan dengan datangnya perang agama, datanglah masa kejayaan monarki absolut. Setelah Mazarin meninggal (1661), Louis XIV mengumumkan bahwa sejak saat itu, ia tidak lagi didampingi oleh perdana menteri. Monarki absolut menjadi dasar pemerintahan di Prancis. Secara teoritis, monarki absolut adalah memberikan semua kekuasaan kepada raja, tanpa pembagian kekuasaan. Monarki diturunkan dari paham Le droit divin (Raja adalah pilihan Tuhan dan wakil Tuhan di dunia). Lex Rex, Rex Lex. Pelaksanaan hukum juga berasal dari raja. Legislatif juga berasal dari raja. Jadi raja menjadi hakim tertinggi. Monarki absolut meletakkan semua kekuasaan pada satu tangan, yakni raja. Raja wajib mematuhi beberapa adat kebiasaan yang membentuk hukum dasar kerajaan, misalnya:
Raja tidak boleh seorang wanita, tidak boleh Protestan, dsb Raja tidak boleh seorang wanita, tidak boleh Protestan, dsb. Orang Prancis saat itu memandang absolutisme sebagai lawan dadari tirani, kekuasaan yang sewenang-wenang. Saat Louis XIV berkuasa, ia memindahkan istananya ke Versailles. Pusat pemerintahan ada di sana. Pemerintahan hanya terdiri atas 6 menteri yang dipilih dan diberhentikan oleh raja. Walaupun demikian, kata akhir berada di tangan raja. Menteri keuangan dan kelautan diberikan kepada Colbert. Urusan perang diserahkan kepada Louvois. Prancis saat itu terbagi atas 30 provinsi, yang disebut generalités, yang luasnya tidak berimbang.Keberagaman ini menimbulkan masalah tersendiri karena masing-masing wilayah menerapkan aturannya sendiri. Diciptakan lembaga baru yang bernama Intendants. Sejak abad XVII setiap propinsi memiliki Intendants, yang diangkat dan diberhentikan oleh raja.
Intendants bertugas memberi laporan secara berkala ke Versailles mengenai semua tindakannya (surat dari derah ke Versailles diperlukan waktu 3 minggu). Intendants adalah raja di propinsi. Pejabat lainnya di propinsi tidak menyukai intendants ini sehingga sering terjadi perdebatan dalam sidang dewan Etats Provinciaux atau municipalités. Ketika Monarki absolut berakhir tahun 1789, penyeragaman administratif masih jauh dari sempurna
Kesusastraan Tahap pertama klasisisme berkembang sejak pemerintahan Henri Ivsampai awal pemerintahan Louis XIV. Malherbe dikenal sebagai penyair klasik pertama., yang menanamkan kaidah keteraturan, kejelasan, dan keseimbangan. Malthurin Regnier mempertahankan kebebasan dari pada keteraturan Malherbe. Voiture dengan karyanya Preciosite, memfokuskan pada pencarian bentuk dengan bahasa. Tristan l’Hermite penyair dan penulis drama. Cyrano de Bergerac, Pierre Corneille yang menulis Le Cid, Horace, Cinna dan Polyecte. Filsuf besar Prancis Descartes (1596-1650) menulis Discours de la Methode yang mendasarkan pada akal budi. Blaise Pascal ahli matematika menulis Les Pensees.