UNDANG – UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
RANCANGAN PERMENDAGRI TENTANG PELANTIKAN PEJABAT STRUKTURAL DAN FUNGSIONAL DI LINGKUNGAN KEMENDAGRI DAN PEMERINTAH DAERAH DR. Drs. A. Fatoni, M.Si. Disampaikan.
Advertisements

Oleh: DIREKTUR JENDERAL PEMERINTAHAN UMUM
HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH
Gedung Nusantara I Lantai I Jl. Gatot Subroto, Senayan
UNTUK MENJADI BADAN HUKUM
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
BAB V LEMBAGA PEMERINTAHAN DAERAH
TATA UPACARA KENEGARAAN DAN PEMERINTAHAN
KEBIJAKAN BIRO HUKUM DAN KLN DALAM BIDANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PEJABAT-PEJABAT PUBLIK :
Proses Dan Prosedur Penyusunan Dan Pembentukan Peraturan Daerah Oleh : Drs. Agun Gunandjar Sudarsa Bc.Ip,.MSi Anggota Komisi II DPR-RI.
PERAN PPID DAN PPID PEMBANTU DALAM LAYANAN INFORMASI PUBLIK
REVITALISASI KONSTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
Pendidikan Kewarganegaraan
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Pertahanan dan Keamanan Negara
ASAS HUKUM TATA NEGARA Riana Susmayanti, SH.MH.
MANAJEMEN KEPROTOKOLAN
LEMBAGA NEGARA MENURUT UUD NRI TAHUN 1945 UUD 1945 KY DPR DPD MPR BPK
KEPROTOKOLAN INDONESIA
Menyemai Kesadaran Konstitusional dalam Kehidupan Bernegara
HUBUNGAN KELEMBAGAAN ANTAR PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
WEWENANG PENGANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PNS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004
PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NO 9 & NO 8 TAHUN 2006 TENTANG   PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH.
STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH
PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Wewenang, Kewajiban, dan Hak
PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK
SOSIALISASI PERATURAN BERSAMA MENAG DAN MENDAGRI NO
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Struktur Penyelenggara Pemerintahan Daerah : Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Materi 1 BAHAN AJAR MI NEGERI ANJATAN Kegiatan Pengayaan Kelas VI
PENDAFTARAN TANAH Pendaftaran Tanah (Pasal 1 angka 1 PP No.24 Th 1997)
LEMBAGA NEGARA DARI SISI FUNGSINYA
BAB 3 Tata Urutan Perundang-Undangan
HUKUM ACARA SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA
DPR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 1 BAB VII Fungsi, Wewenang, dan Hak
PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kedudukan, Fungsi, Tugas dan Wewenang DPRD
Materi Keprotokolan Disampaikan pada:
PENDAHULUAN Penyempurnaan :
Jenis, Hierarki & Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA YANG MENCIPTAKAN HUKUM
Anggota kelompok: 2.Fransisko(Mia 1/19) 1.Bagus (mia 1/06)
KEPROTOKOLAN TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN
Presiden dan DPR.
Isi ( Batang Tubuh ) UUU 1945 Apakah Batang Tubuh UUD 1945 itu ?
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN by LUKMAN HAKIM.
TATA UPACARA KENEGARAAN DAN PEMERINTAHAN
SISTEM PEMERINTAHAN Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari
Bahan Kuliah Mahasiswa FH UII Yogyakarta 205.
Ketanegaraan Indonesia
OTONOMI DAERAH (OTODA)
Fungsi, Wewenang, dan Hak
HUKUM ACARA SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA
MENGENAL KEPROTOKOLAN PEMDA
Perundang-undangan di Indonesia
HUKUM TATA NEGARA.
Penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (I)
Tugas Presiden sebagai Kepala Negara
Oleh: Yesi Marince, S.IP., M.Si Sesi 4
KEPROTOKOLAN (Berdasarkan UU No. 9 Tahun 2010)
Ketanegaraan Indonesia
TATA UPACARA KENEGARAAN DAN PEMERINTAHAN
PENGAWASAN PEMERINTAHAN DAERAH
DISUSUN OLEH : KELOMPOK : 1 1. SARA STEFANY TAMUBOLON ARIFAH ZUHRO ANDIK GUNAWAN 4. ADLI 5. ALFRINDO SINAGA.
PROSEDUR TINDAKAN KEPOLISIAN TERHADAP PEJABAT NEGARA
LEMBAGA MPR, PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH.
Transcript presentasi:

UNDANG – UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN RM Tejo Purnomo SH

DINAMIKA PROTOKOL INDONESIA UU NO 8 TH 1987 TTG PROTOKOL ( UU lama ) DLM UPAYA PENYESUAIAN TERHDP DINAMIKA YG TUMBUH DAN BERKEMBANG DLM SISTIM KETATANEGARAAN, BUDAYA, DAN TRADISI BANGSA UU NO 9 TH 2010 TTG KEPROTOKOLAN ( UU baru )

PENGERTIAN KEPROTOKOLAN (pasal 1) Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi Tata tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat.

AZAS-AZAS KEPROTOKOLAN (pasal 2) KEBANGSAAN : adalah keprotokolan hrs mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yg pluralistik (kebhinekaan) dg tetap menjaga prinsip NKRI. KETERTIBAN DAN KEPASTIAN HUKUM : adalah keprotokolan hrs dpt menimbulkan ketertiban dlm masyarakat melalui adanya kepastian hukum. KESEIMBANGAN, KESERASIAN, DAN KESELARASAN : adalah keprotokolan hrs mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dg kepentingan bangsa dan negara. TIMBAL BALIK : adalah keprotokolan diberikan setimpal atau balas jasa terhadap keprotokolan dari negara lain.

TUJUAN PENGATURAN KEPROTOKOLAN (pasal 3) Memberikan penghormatan kpd Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, Perwakilan Negara Asing dan/atau Organisasi Internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu, dan/atau Tamu Negara sesuai dg kedudukan dlm negara, pemerintahan, dan masyarakat. Memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara agar berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai dg ketentuan dan kebiasaan yg berlaku, baik secara nasional maupun internasional. Menciptakan hubungan baik dlm tata pergaulan antar bangsa.

RUANG LINGKUP KEPROTOKOLAN TATA TEMPAT : adalah pengaturan tempat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, Perwakilan Negara Asing, dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dlm acara Kenegaraan atau Acara Resmi. (pasal 1) TATA UPACARA : adalah aturan utk melaksanakan upacara dlm Acara Kenegaraan atau Acara Resmi. (pasal 1) TATA PENGHORMATAN : adalah aturan utk melaksanakan pemberian hormat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, Perwakilan Negara Asing dan/atau Organisasi Internasional, dan Tokoh Masyarakat Tertentu dlm Acara Kenegaraan atau Acara Resmi. (pasal 1)

PENYELENGGARAAN ACARA KENEGARAAN DAN ACARA RESMI (pasal 5) Dilaksanakan sesuai dengan aturan Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan. Dapat berupa upacara bendera atau bukan upacara bendera. Dlm hal terjadi situasi dan kondisi tertentu yg tidak memungkinkan terlaksananya atau berlangsungnya Acara Kenegaraan atau Acara Resmi, pelaksanaan acara dimaksud menyesuaikan dg situasi dan kondisi tertentu tsb. Penyesuaian pelaksanaan Acara Kenegaaraan atau Acara Resmi dimaksud diputuskan oleh Inspektur Upacara. Situasi dan kondisi tertentu antara lain kondisi tempat dan ruangan yg tersedia, hujan yg berkepanjangan, gempa, banjir, longsor, dan bencana lainnya.

ACARA KENEGARAAN Acara Kenegaraan adalah acara yg diatur dan dilaksanakan oleh Panitia Negara secara terpusat, dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta Pejabat Negara dan undangan lain. (pasal 1) Diselenggarakan oleh Negara dan dilaksanakan oleh Panitia Negara yg diketuai oleh Menteri yg membidangi urusan kesekretariatan negara. Panitia Negara adalah panitia yg susunan keanggotaannya ditetapkan dg Keputusan Presiden utk melaksanakan Acara Kenegeraan. (pasal 6) Bila diselenggarakan oleh Lembaga Negara, pelaksanaannya dilakukan oleh kesekretariatan lembaga negara dimaksud berkoordinasi dg Panitia Negara. (pasal6) Acara Kenegaraan dapat dilaksanakan di Ibukota Negara RI atau di luar Ibukota Negara RI. (pasal 6)

ACARA RESMI Acara Resmi adalah acara yg diatur dan dilaksanakan oleh Pemerintah atau lembaga negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu dan dihadiri oleh Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintahan serta Undangan lain. (pasal 1) Penyelengggaraan Keprotokolan Acara Resmi dilaksanakan oleh Petugas Protokol yg merupakan bagian dari kesekretariatan Lembaga Negara dan/atau Instansi Pemerintahan. (pasal 7) Penyelenggaraan Acara Resmi dilakukan oleh : Lembaga negara yg disebutkan dalam UUD 1945. Lembaga negara yg dibentuk dg UU. Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian. Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah. Organisasi lain. (pasal 7) Acara Resmi dapat diselenggarakan di Ibukota Negara RI dan/atau di luar Ibukota Negara RI. (pasal 7)

TATA TEMPAT Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, Perwakilan Negara Asing dan/atau Organisasi Internasional, Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi mendapat tempat sesuai deng pengaturan Tata Tempat.(pasal 8). Tata Tempat tersebut meliputi Tata Tempat lingkup Nasional/Pusat, lingkup Provinsi, lingkup Kabupaten/Kota. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 diatur dalam Peraturan Pemerintah. (pasal 12)

Tata Tempat dlm Acara Kenegaraan dan Acara Resmi di Ibukota Negara RI ditentukan dg urutan : (pasal 9 ayat 1) Presiden RI; Wakil Presiden RI; Mantan Presiden RI dan mantan Wakil Presiden RI; Ketua MPR RI; Ketua DPR RI; Ketua DPD RI; Ketua BPK RI; Ketua Mahkamah Agung RI; Ketua Mahkamah Konstitusi RI; Ketua Komisi Yudisial RI; k. Perintis Pergerakan........

Lanjutan.. Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan; Duta Besar/Kepala Perwakilan Negara Asing dan Organisasi Internasional; Wakil Ketua MPR RI, Wakil Ketua DPR RI, Wakil Ketua DPD RI, Gubernur BI, Ketua Badan Penyelenggara PEMILU, Wakil Ketua BPK RI, Wakil Ketua MA RI, Wakil Ketua MK RI, Wakil Ketua KY RI; Menteri, Pejabat setingkat Menteri, Anggota DPR RI, dan Anggota DPD RI, serta Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI; KASAD, KASAL, dan KASAU TNI; Pemimpin Partai Politik yg memiliki wakil di DPR RI; Anggota BPK RI, Ketua Muda dan Hakim Agung MA RI, Hakim MK RI, dan Anggota KY RI; r. Pemimpin Lembaga........

Lanjutan.... Pemimpin Lembaga Negara yg ditetapkan sbg Pejabat Negara, Pemimpin Lembaga Negara lainnya yg ditetapkan dg UU, Deputi Gubernur BI Senior dan Deputi Gubernur BI, serta Wakil Ketua Badan Penyelenggara PEMILU; Gubernur Kepala Daerah; Pemilik tanda jasa dan tanda kehormatan tertentu; Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Wakil Menteri, WAKASAD, WAKASAL, WAKASAU, WAKAPOLRI, Wakil Jaksa Agung RI, Wakil Gubernur, Ketua DPRD Provinsi, Pejabat Eselon I atau yg disetarakan; Bupati/Walikota dan Ketua DPRD Kabupaten/Kota; Pimpinan tertinggi representasi organisasi keagamaan tk nasional yg secara faktual diakui keberadaannya oleh Pemerintah dan Masyarakat. Tata Tempat sebagaimana dimaksud pd ayat (1) yg diadakan di luar Ibukota Negara RI diatur dg berpedoman pd urutan sebagaimana dimaksud pd ayat (1). (pasal 9 ayat 2).

KEPALA PERWAKILAN NEGARA ASING Adalah orang yg ditugaskan oleh negara pengirim bagi Negara RI utk bertindak sesuai dengan tugas dan fungsinya.

KEPALA ORGANISASI INTERNASIONAL Adalah orang yg ditunjuk sebagai kepala organisasi antar pemerintah untuk bertindak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

BADAN PENYELENGGARA PEMILU Yang dimaksud dengan Badan Penyelenggara PEMILU adalah Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum.

MENTERI NEGARA RI Yang dimaksud dengan Menteri Negara adalah : Menteri yang membidangi sebuah Koordinator; Menteri yang memimpin suatu Departemen; Menteri yang tidak memiliki Departemen; Pejabat setingkat Menteri, seperti Jaksa Agung, Panglima TNI, dan KAPOLRI, (di samping itu yg diatur dalam KEPPRES Pembentukan KIB, yaitu Ka UKP4, Ka BIN, Ka BPPM). Urutan tempat Menteri diatur menurut urutan Menteri yg ditetapkan dlm Keppres ttg Pembentukan Kabinet; Dlm hubungan dg Perwakilan Asing, Menlu RI diberi tata urutan mendahului Menteri Kabinet lainnya.

PEMILIK TANDA JASA DAN TANDA KEHORMATAN Yang dimaksud dg Pemilik Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan adalah pemilik tanda kehormatan Bintang RI. Adapun urutan Tanda Kehormatan RI berbentuk Bintang sebagai berikut : Bintang RI Adipura; Bintang RI Adipradana; Bintang RI Utama; Bintang RI Pratama; Bintang RI Nararya.

TATA TEMPAT DLM ACARA RESMI DI PROVINSI DITENTUKAN DENGAN URUTAN : (pasal 10 ayat 1) Gubernur; Wakil Gubernur; Mantan Gubernur dan mantan Wakil Gubernur; Ketua DPRD Provinsi atau nama lainnya; Kepala Perwakilan Konsuler Negara Asing di daerah; Wakil Ketua DPRD Provinsi atau nama lainnya; Sekda, Panglima/Komandan Tertinggi TNI semua Angkatan, Kepala Kepolisian, Ketua Pengadilan, dan Kepala Kejaksaan Tinggi di Provinsi; h. Pemimpin Partai Politik......

Lanjutan... Pemimpin partai politik di provinsi yg memiliki wakil di DPRD Provinsi; Anggota DPRD Provinsi atau nama lainnya, anggota Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh dan Anggota Majelis Rakyat Papua; Bupati/Walikota; Kepala Kantor Perwakilan BPK di daerah, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah, Ketua KPUD; Pemuka agama, pemuka adat, dan Tokoh Masyarakat Tertentu tk Provinsi. Ketua DPRD Kabupaten/Kota; Wakil Bupati/Wakil Walikota dan Wakil Ketua DPRD Kab/kota; o. Anggota DPRD.........

Anggota DPRD Kabupaten/Kota’ Lanjutan... Anggota DPRD Kabupaten/Kota’ Asisten Sekda Provinsi, Ka Kantor instansi vertikal di Provinsi, Kepala Badan Provinsi, dan Pejabat Eselon II; Kepala Bagian Pemerintah Daerah Provinsi dan Pejabat Eselon III. Penyelenggara Negara, Perwakilan Negara Asing dan/atau Organisasi Internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) hadir dalam acara resmi di provinsi menempati urutan Tata Tempat terlebih dahulu.(pasal 10 ayat 2)

DPRD PROVINSI ATAU “NAMA LAINNYA” Yang dimaksud dengan “nama lainnya” adalah Dewan Perwakilan Rakyat Aceh di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

PEMUKA AGAMA, PEMUKA ADAT, DAN TOKOH MASYARAKAT TINGKAT PROVINSI Pemuka Agama di tingkat provinsi adalah Ketua MUI, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia, Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Ketua Perwalian Umat Budha Indonesia, dan Ketua Umum Organisasi Keagamaan yg diakui oleh peraturan perundang-undangan di provinsi; Pemuka Adat adalah tokoh atau pemimpin kesatuan masyarakat adat dg penyebutan nama jabatan adat dan/atau nama tokoh atau gelar pada suatu daerah tertentu; Tokoh Masyarakat tertentu di provinsi antara lain rektor perguruan tinggi setempat.

TATA TEMPAT DLM ACARA RESMI DI KABUPATEN/ KOTA DITENTUKAN DG URUTAN : (pasal 11 ayat 1) Bupati/Walikota; Wakil Bupati/Wakil Walikota; Mantan Bupati/Walikota dan mantan Wakil Walikota; Ketua DPRD Kabupaten/Kota; Wakil Ketua DPRD Kabupaten/Kota atau nama lainnya; Sekda, Komandan Tertinggi TNI semua angkatan, Kepala Kepolisian, Ketua Pengadilan semua Badan Peradilan, dan Kepala Kejaksaan Negeri di Kabupaten/Kota; Pemimpin Partai Politik di Kabupaten/Kota yg memiliki wakil di DPRD Kabupaten/Kota; h. Anggota DPRD......

Lanjutan... Anggota DPRD Kabupaten/Kota; Pemuka agama, pemuka adat, dan Tokoh Masyarakat Tertentu tingkat Kabupaten/Kota; Asisten Sekda Kabupaten/Kota, Kepala Badan Tingkat Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Tingkat Kabupaten/Kota, dan Pejabat Eselon II, Kepala Kantor Perwakilan BI di tingkat Kabupaten, Ketua KPU Kabupaten/Kota’ Kepala Instansi Vertikal Tingkat Kabupaten/Kota, Kepala Unit Pelaksana Teknis Instansi Vertikal, Komandan Tertinggi TNI semua Angkatan di Kecamatan, dan Kepala Kepolisian di Kecamatan; Kepala Bagian Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Camat, dan Pejabat Eselon III; m. Lurah/Kepala Desa....

Lanjutan... Lurah/Kepala Desa atau yg disebut dg nama lainnya dan Pejabat Eselon IV; Dalam hal Penyelenggara Negara, Perwakilan Negara Asing dan/ atau Organisasi Internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) dan pasal 10 ayat (1) hadir dalam acara resmi di Kabupaten/Kota, para Pejabat tersebut menempati urutan Tata Tempat terlebih dahulu. (pasal 11 ayat 2).

Tata Tempat bagi Penyelenggara dan/atau Tuan Rumah dalam Acara Resmi : (pasal 13) Dalam hal dihadiri Presiden/Wakil Presiden, Penyelenggara dan/atau Pejabat Tuan Rumah mendampingi Presiden/Wakil Presiden; Dalam hal tidak dihadiri Presiden/Wakil Presiden, Penyelenggara dan/atau Pejabat Tuan Rumah mendampingi Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintah yg tertinggi.

“TUAN RUMAH DAERAH” Yang dimaksud dengan Tuan Rumah adalah Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota sebagai Kepala Daerah yang menyelenggarakan Acara Resmi di Provinsi atau Kabupaten/Kota; Bila hadir dua KDH (Gubernur, Bupati/Walikota) selaku tuan rumah daerah, maka Gubernur sebagai tuan rumah daerah yg mendampingi pembesar upacara; Bila yg dlm aturan tata tempat mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada tuan rumah/atasan langsung tuan rumah, maka yg bersangkutan mendampingi pembesar upacara pd front row, yg urutannya mendahului tuan rumah; Pejabat Negara/Pejabat Pemerintah lain yg kedudukannya lebih tinggi daripada tuan rumah (yg tidak terkait langsung dg acara) mendapat tempat di kursi undangan bukan di front row/baris utama.

ISTRI ATAU SUAMI DALAM ACARA KENEGARAAN ATAU ACARA RESMI (pasal 14) Dalam Acara Kenegaraan dan/atau Acara Resmi dapat didampingi istri atau suami; Istri atau suami dimaksud menempati urutan sesuai Tata Tempat suami atau istri.

PEJABAT YANG MEWAKILI (pasal 15) Dalam hal berhalangan hadir pada Acara Kenegaraan atau Acara Resmi, tempatnya tidak diisi oleh yang mewakilinya. Seorang yang mewakili mendapat tempat sesuai mdengan kedudukan sosial dan kehormatan yang diterimanya atau jabatannya.

UPACARA BUKAN UPACARA BENDERA TATA UPACARA UPACARA BENDERA UPACARA BUKAN UPACARA BENDERA

UPACARA BENDERA (pasal 16) HUT Proklamasi Kemerdekaan RI; Hari Besar Nasional; HUT Lembaga Negara; HUT Instansi Pemerintah; HUT Provinsi, Kabupaten/Kota.

TATA UPACARA PENYELENGGARAAN ACARA KENEGARAAN DAN ACARA RESMI (pasal 17) Tata urutan dalam upacara bendera; Tata bendera negara dalam upacara bendera; Tata lagu kebangsaan dalam upacara bendera; Tata pakaian dalam upacara bendera,

TATA URUTAN UPACARA BENDERA (pasal 19) Tata urutan upacara bendera sekurang-kurangnya meliputi : Pengibaran bendera negara diiringi dg lagu kebangsaan Indonesia Raya; Mengheningkan cipta; Pembacaan Naskah Pancasila; Pembacaan Pembukaan UUD 1945; Pembacaan doa.

TATA URUTAN UPACARA BENDERA HUT RI (pasal 20) Tata Upacara Bendera dalam rangka peringatan HUT RI sekurang-kurangnya meliputi : Pengibaran bendera negara diiringi dg lagu kebangsaan Indonesia Raya; Mengheningkan cipta; Mengenang detik-detik Proklamasi diiringi dg tembakan meriam, sirine, bedug, lonceng gereja dll selama satu menit; Pembacaan teks Proklamasi; Pembacaan doa.

TATA BENDERA NEGARA DALAM UPACARA BENDERA (pasal 21) Bendera dikibarkan sampai dengan saat matahari terbenam; Tiang bendera didirikan di tempat upacara; Penghormatan pada saat pengibaran atau penurunan bendera.

TATA LAGU KEBANGSAAN DALAM UPACARA BENDERA (pasal 22) Pengibaran atau penurunan bendera negara dg diiringi lagu kebangsaan; Iringan lagu kebangsaan dlm pengibaran atau penurunan bendera negara dilakukan oleh korps musik, atau genderang dan/atau sangkakala, sedangkan seluruh peserta upacara mengamboil sikap sempurna dan memberikan penghormatan menurut keadaan setempat. Dlm hal tidak ada korps musik atau genderang dan/atau sangkakala pengibaran atau penurunan bendera negara diiringi dg lagu kebangsaan oleh seluruh peserta upacara; Waktu pengiring lagu utk pengibaran atau penurunan bendera tidak dibenarkan menggunakan musik dari alat rekam.

TATA PAKAIAN UPACARA BENDERA (pasal 23) Tata pakaian upacara bendera dlm Acara Kenegaraan atau Acara Resmi disesuaikan menurut jenis upacara; Dlm Acara Kenegaraan digunakan pakaian sipil lengkap, pakaian dinas, pakaian kebesaran, atau pakaian nasional yg berlaku sesuai dg jabatannya atau kedudukannya dlm masyarakat; Dlm Acara Resmi dapat digunakan pakaian sipil harian atau seragam resmi yg telah ditentukan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian sipil lengkap, pakaian dinas, pakaian kebesaran, pakaian nasional, pakaian sipil harian, atau seragam resmi diatur dlm Peraturan Presiden.

KELENGKAPAN DAN PERLENGKAPAN UPACARA BENDERA (pasal 24) Kelengkapan upacara, meliputi : Inspektur upacara; Komandan upacara; Perwira upacara; Peserta upacara; Pembawa naskah; Pembaca naskan; Pembawa acara.

IRUP, DAN UP, PA UP Yang dimaksud dg “Inspektur Upacara” adalah pembina upacara atau sebutan lainnya; Yang dimaksud dg “Komandan Upacara” adalah pemimpin upacara atau sebutan lainnya. Yang dimaksud dg “Perwira Upacara” adalah penanggung jawab upacara atau sebutan lainnya.

2. Perlengkapan Upacara Bendera, meliputi : Tiang bendera dengan tali; Mimbar upacara; Naskah Proklamasi; Naskah Pancasila; Naskah Pembukaan UUD 1945; Teks doa.

PENYESUAIAN DALAM PELAKSANAAN UPACARA BENDERA (pasal 25) Dalam hal terjadi situasi dan kondisi yg tidak memungkinkan terlaksananya Tata Upacara, maka tata upacara dilaksanakan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi tersebut. Situasai dan kondisi yg tidak memungkinkan antara lain hujan yg berkepanjangan, gempa, banjir, longsor, atau bencana alam lainnya.

UPACARA BUKAN UPACARA BENDERA Upacara bukan upacara bendera dapat dilaksanakan untuk Acara Kenegaraan atau Acara Resmi. (pasal 26) Tata Upacara bukan upacara bendera dalam penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara Resmi meliputi tata urutan upacara dan tata pakaian upacara.(pasal 27)

TATA URUTAN UPACARA BUKAN UPACARA BENDERA DALAM ACARA KENEGARAAN ATAU ACARA RESMI (pasal 28) Menyanyikan dan/atau mendengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya; Pembukaan; Acara pokok; Penutup.

TATA PAKAIAN UPACARA BUKAN UPACARA BENDERA (pasal 29) Tata pakaian upacara bukan upacara bendera dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi disesuaikan menurut jenis acara; Ketentuan lebih lanjut mengenai tata pakaian diatur dalam Peraturan Presiden.

BENDERA NEGARA DALAM ACARA KENEGARAAN ATAU ACARA RESMI (pasal 30) Bendera Negara dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi Upacara bukan upacara bendera, dipasang pada sebuah tiang bendera dan diletakkan di sebelah kanan mimbar.

TATA PENGHORMATAN (pasal 31) Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, Perwakilan Negara Asing dan/atau Organisasi Internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi mendapat penghormatan, meliputi : Penghormatan dg bendera negara; Penghormatan dg lagu kebangsaan; Bentuk penghormatan lain sesuai dg ketentuan peraturan perundang-undangan. Tata Penghormatan dimaksud dilaksanakan sesuai dg ketentuan peraturan perundang-undangan.

TAMU NEGARA, TAMU PEMERINTAH, DAN/ATAU TAMU LEMBAGA NEGARA LAINNYA Tamu Negara, tamu pemerintah, dan/atau tamu lembaga negara lain yg berkunjung ke Negara Indonesia mendapat pengaturan keprotokolan sebagai penghormatan kepada negaranya sesuai dengan asas timbal balik, norma-norma, dan/atau kebiasaan dalam tata pergaulan internasional. (pasal 32)

KRITERIA TAMU NEGARA, TAMU PEMERINTAH DAN/ATAU TAMU LEMBAGA NEGARA LAINNYA (pasal 33) Tamu Negara terdiri atas presiden, raja, kaisar, ratu, yg dipertuan agung, paus, gubernur jenderal, wakil presiden, perdana menteri, kanselir, dan Sekjen PBB. Tamu Pemerintah dan/atau Tamu Lembaga Negara lainnya dapat terdiri atas pejabat tinggi lembaga negara asinglain, mantan kepala negara/pemerintahan atau wakilnya, wakil perdana menteri, menteri atau setingkat menteri, kepala perwakilan negara asing, utusan khusus dan tokoh masyarakat asing/internasional tertentu lain yg akan diatur dg Peraturan Pemerintah.

BENTUK-BENTUK KUNJUNGAN TAMU NEGARA (pasal 33 ayat 1) Kunjungan kenegaraan; Kunjungan resmi; Kunjungan kerja; Kunjungan pribadi. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan keprotokolan terhadap Tamu Negara, tamu pemerintah, dan/atau tamu lembaga negara lain diatur dengan Peraturan Pemerintah. (pasal 34)

KUNJUNGAN KENEGARAAN Yang dimaksud dg “Kunjungan Kenegaraan” adalah kunjungan yg dilakukan oleh Kepala Negara (Raja, Presiden, Sultan, Ratu, Paus, atau Yang Dipertuan Agung) dalam suatu periode masa jabatan dan baru pertama kali diadakan dengan tujuan memperkenalkan diri atau mengawali suatu perjanjian kerja sama kedua negara dalam bidang tertentu.

KUNJUNGAN RESMI Yang dimaksud dengan “Kunjungan Resmi” adalah kunjungan yg dilakukan oleh Kepala Pemerintahan (Perdana Menteri, Kanselir) untuk pertama kalinya atau kunjungan Kepala Negara untuk kedua kalinya atau lebih dengan tujuan menindaklanjuti atau mengembangkan suatu perjanjian kerja sama yg disepakati sebelumnya atau berdasarkan undangan negara yg bersangkutan.

KUNJUNGAN KERJA Yang dimaksud dengan “Kunjungan Kerja” adalah kunjungan yg ketiga kali atau lebih oleh Kepala Negara/Kepala Pemerintahan ke negara yg sama atau dalam rangka menghadiri pertemuan-pertemuan internasional, seperti konferensi tingkat tinggi.

KUNJUNGAN PRIBADI Yang dimaksud dengan “Kunjungan Pribadi” adalah kunjungan yg dilakukan karena keperluan pribadi/khusus dan semaksimal mungkin mengurangi hal-hal yg bersifat keprotokolan.

PENYELENGGARAAN KEPROTOKOLAN DI DAERAH KHUSUS ATAU DAERAH ISTIMEWA (pasal 35) Penyelenggaraan keprotokolan di daerah khusus atau daerah istimewa dilaksanakan dengan menghormati kekhususan atau keistimewaan daerah tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

PENDANAAN KEPROTOKOLAN (pasal 36) Pendanaan keprotokolan dalam acara kenegaraan atau acara resmi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya UU Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan, maka UU Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (pasal 37) Semua peraturan perundang-undangan yg merupakan peraturan pelaksanaan UU Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan. (pasal 38) UU Nomor 9 Tahun 2010 mulai berlaku pada tanggal diundangkan, tanggal 19 Nopember 2010.

TERIMA KASIH