DIMENSI-DIMENSI RELIGIOUS PSIKOLOGI AGAMA
DIMENSI-DIMENSI RELIGIUS (Glock & Stark) Dimensi Ideologi, Dimensi Intektual, Dimensi Eksperiansial Dimensi Ritual, Dimensi Konsekuensi.
PENGERTIAN RELIGIUS Kata agama secara harfiah berasal dari bahasa sansekerta yakni: dari kata a dan gama, a artinya tidak dan gama artinya kacau. Jadi agama berarti tidak kacau atau tertib. Dengan kata lain agama berarti peraturan. Kata agama sekarang sudah berarti lain, bukan hanya peraturan, tetapi lebih mendekati kata religi. Kata religi berasal dari kata latin religare yang berarti ikatan manusia terhadap sesuatu. Kata religi jadinya personalistis, artinya langsung mengenai dan menunjuk pribadi manusia dan lebih menunjuk eksistensi manusia. (Ahyadi, 1981: 10).
Dister, mengartikan religiusitas sebagai keberagamaan, yang berarti adanya unsur intemalisasi agama itu dalam diri individu. Clark dan Stark mengatakan bahwa keberagamaan seseorang menunjukkan pada ketaatan dan komitmen seseorang terhadap agamanya.
Allfort dan Ross mengemukakan bahwa kegagalan kehidupan religius karena suasana kehidupan keagamaan lebih diwarnai oleh orientasi keagamaan yang bersifat ekstrinsik dari pada intrinsik. Orientasi keberagamaan ektrinsik menurut Allfort (Rahmat, 1991) memandang agama sebagai sesuatu untuk dimanfaat dan bukan untuk kehidupan. Agama digunakan untuk menunjang motif-motif lain, seperti kebutuhan akan status, rasa aman atau harga diri. Sebaliknya orientasi keberagamaan intrinsik memandang agama sebagai "comprehensive commitment" dan "driving integrative motive" yani mengatur seluruh hidup seseorang. Agama diterima sebagai faktor pemadu (unifYing factor).
Religiusitas menurut Japar dapat dimaknakan sebagai kualitas penghayatan seseorang dalam beragama atau dalam memeluk agama yang diyakininya, semakin mendalam seseorang dalam beragama makin religius dan sebaliknya semakin dangkal seseorang dalam beragama akan makin kabur religiusitasnya. Seseorang dengan keberagamaan secara intens akan menjadikan agama sebagai pembimbing perilaku sehingga perilakunya selalu diorientasikan dan didasarkan pada ajaran agama yang diyakini tersebut.
Drajat, juga mengemukakan bahwa orang yang religius akan merasa Allah selalu ada dan mengetahui apa saja. Konsep ini sejalan dengan pandangan filsafat ke-Tuhan-an yang mengatakan bahwa manusia disebut "Homo Divians", yaitu mahluk yang berke-Tuhan-an, yang berarti manusia dalam sepanjang sejarahnya senantiasa memiliki kepercayaan terhadap Tuhan atau hal-hal yang gaib.
(the logical dimensions) Dimensi Idiologis (the logical dimensions) Dimensi Ritualistik (the ritualistic dimensions) DIMENSI-DIMESI RELIGIUSITAS Dimensi Eksperiensial (the experiential dimensions) Dimensi Konsekuensial (the consequential dimensions) Dimensi Intelektual (the intelektual dimensions)
Dimensi Idiologis (the ldeological dimensions) Dimensi ini menunjukkan pada seberapa tingkat keyakinan seseorang terhadap kebenaran ajaran-ajaran agama yang fundamental atau bersifat dogmatik. misalnya; keyakinan tentang Allah. malaikat, nabi/rasul, kitab-kitab Allah, surga, neraka dan sebagainya.
Dimensi Ritualistik (the ritualistic dimensions) Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. misalnya: berdo'a, puasa, pergi ke tempat ibadah dan sebaginya.
Dimensi Eksperiensial (the experiential dimensions) Dimensi ini menunjuk pada seberapa tingkat seseorang dalam merasakan dan mengalami perasaan-peraaan dan pengalaman-pengalaman religius, misalnya: dekat. kepada Allah, perasaan do'a dikabulkan, perasaan bersyukur kepada Allah dan sebagainya.
Dimensi Konsekuensial (the consequential dimensions) Dimensi ini menunjuk pada seberapa komitmen (sebab akibat) terhadap keyakinan kegamaan yang biasa disebut dalam islam dengan hablumminannas. misalnya: perilaku suka menolong, berderma, menegakkan kebenaran dan keadilan, berlaku jujur, memafkan, dan sebagainya.
Dimensi Intelektual (the intelektual dimensions) Dimensi ini menunjuk pada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran agamanya, terutama mengenai ajaran pokok agamanya sebagaimana termuat dalam kitab sucinya, yang didapat melalui proses pemikiran seseorang.
Dimensi keyakinan (aqidah) dalam Islam menunjukkan kepada tingkat keimanan seorang muslim terhadap kebenaran Islam, terutama mengenai pokok-pokok keimanan dalam Islam yang menyangkut keyakinan terhadap Allah SWT, para malaikat, kitab-kitab, Nabi dan Rosul Allah, hari Kiamat serta Qadla dan Qadar. Dalam Islam, dimensi praktek agama disebut dengan Syari’ah yang di dalamnya meliputi pengamalan ajaran agama dalam hubungannya dengan Allah secara langsung dan hubungan sesama manusia. Dimensi ini lebih dikenal dengan ibadah sebagaimana yang disebut dalam kegiatan rukun Islam seperti shalat, zakat dan sebagainya serta ritual lainnya yang merupakan ibadah yang dilakukan setiap personal dan mengandung unsur transendental kepada Allah. Dimensi pengalaman agama berhubungan dengan perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang, atau pengalaman religius (dalam hal ini agama Islam) sebagai suatu komunikasi dengan Tuhan, dengan realitas paling sejati (ultimate realty) atau dengan otoritas transendental. Dimensi pengamalan adalah ukuran sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupan. Misalnya menyedekahkan hartanya, membantu orang yang kesulitan, dan sebagainya. Setiap kegiatan ritual mempunyai konsekuensi logis berupa pahala dan dosa bagi yang melakukannya. Dalam kaitannya dengan hal ini, Islam mengenal konsep amar ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf diaplikasikan berbuat kebaikan pada sesama manusia, saling menghargai dan membantu sesama. Sedangkah nahi munkar diaplikasikan dengan menjauhi kemaksiatan, pergaulan bebas, tawuran, minum minuman keras, penggunaan obat terlarang, membantah orang tua dan seterusnya. Konsep ini mengajarkan keseimbangan antara unsur vertikal (hablum min allah) dan unsur horizontal (hablum min annas) dalam diri setiap siswa. Dimensi yang terakhir adalah pengetahuan keagamaan (religious knowledge) sebagai dimensi intelektual. Dimensi ini mengacu pada pengetahuan seseorang atas dasar-dasar keyakinan, ritual-ritual, kitab suci dan tradisi-tradisi agama Islam.
(SAYIDINA ALI BIN ABI THALIB) TIADA KEKAYAAN LEBIH UTAMA DARIPADA AKAL. TIADA KEPAPAAN LEBIH MENYEDIHKAN DARIPADA KEBODOHAN. TIADA WARISAN LEBIH BAIK DARIPADA PENDIDIKAN (SAYIDINA ALI BIN ABI THALIB)