Universitas Hasanuddin Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (LKPP) Versi Juli 2007
Belajar pada Hakekatnya adalah Berubah Dari belum mengerti menjadi mengerti. Dari sedikit bisa menjadi sangat mahir. Dari kurang beradab menjadi lebih beradab. Dari kurang berminat menjadi sangat antusias. Dari kurang bisa bergaul menjadi sangat komunikatif. Dari kurang bisa mengajar menjadi pengajar yang baik. Dari mengajar menjadi membelajarkan dengan pendekatan SCL.
Prakondisi “SCL” Rogers (1983) mengidentifikasi prakondisi penerapan SCL adalah keberadaan FIGUR yang dipercaya kelompok pembelajar memfasilitasi mereka.
TCL LOW LEVEL OF STUDENT CHOICE LOW LEVEL OF STUDENT CHOICE STUDENT PASSIVE STUDENT PASSIVE POWER IS PRIMARILY WITH TEACHER POWER IS PRIMARILY WITH TEACHER SCL SCL HIGH LEVEL OF STUDENT CHOICE HIGH LEVEL OF STUDENT CHOICE STUDENT ACTIVE STUDENT ACTIVE POWER IS PRIMARILY WITH THE STUDENT POWER IS PRIMARILY WITH THE STUDENT TCL – SCL: Sebuah Kontinum
THE RELIANCE ON ACTIVE RATHER THAN PASSIVE LEARNING; AN EMPHASIS ON DEEP LEARNING AND UNDERSTANDING INCREASED RESPONSIBILITY AND ACCOUNTABILITY ON THE PART OF THE STUDENT, AN INCREASED SENSE OF AUTONOMY IN THE LEARNER PROCESS AND COMPETENCE RATHER THAN CONTENT Perubahan Peran Mahasiswa
Perubahan Peran Dosen PENGAJAR MOTIVATOR, MEDIATOR, & FASILITATOR
Siswa Pasif Reseptif Transfer pengetahuan? SERING DINAMAKAN PENGAJARAN Teacher Centered Learning
PENGETAHUAN DIPANDANG SEBAGAI SESUATU YANG SUDAH JADI, YANG TINGGAL DITRANSFER DARI DOSEN KE MAHASISWA. PENGETAHUAN ADALAH HASIL KONSTRUKSI ( BENTUKAN ) ATAU HASIL TRANSFORMASI SESEORANG YANG BELAJAR. ) BELAJAR ADALAH MENERIMA PENGETAHUAN ( PASIF - RESEPTIF ) BELAJAR ADALAH MENCARI DAN MENGKONSTRUKSI (MEMBENTUK) PENGETAHUAN AKTIF DAN SPESIFIK CARANYA Perubahan Paradigma dalam Pembelajaran (1) 1. PENGETAHUAN2. BELAJAR
Menyampaikan pengetahuan (bisa klasikal) Menjalankan sebuah instruksi yang telah dirancang Berpartisipasi dengan mahasiswa dalam membentuk pengetahuan Menjalankan berbagai strategi yang membantu mahasiswa untuk dapat belajar Perubahan Paradigma dalam Pembelajaran (2) 3. MENGAJAR - MEMBELAJARKAN
AKTIF SPESIFIK Mencari dan mengkonstruksi pengetahuan lewat berbagai strategi MENJADI GREY BOX SERING DINAMAKAN PEMBELAJARAN Teacher Centered Learning
Sangat kondisional, tergantung pada berbagai faktor yang terkait, terutama pada lingkungan organisasi dan SDM penyelenggara; Pada tataran yang lebih mikro maka perubahan yang dilakukan akan bertumpu pada hakekat kompetensi yang ingin dicapai, kondisi peserta didik, tenaga akademik, tenaga penunjang, sarana dan lingkungan belajar. Efektivitas Perubahan Paradigma Pembelajaran
Perubahan cara pandang mengenai tujuan pendidikan: Pendidikan tidak hanya pengembangan kompetensi, namun menumbuhkembangkan kualitas kemanusiaan pada seseorang, beyond competence. Perubahan cara-pandang mengenai proses pendidikan: Pendidikan di perguruan tinggi tidak hanya kegiatan pengalihan pengetahuan tetapi juga seluruh suasana, proses, ketauladanan, yang mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung perkembangan potensi insani. Proses Pendidikan & Tujuan Pendidikan
Perubahan cara pandang mengenai mahasiswa. Mereka bukan benda atau bahan baku, tetapi anggota komunitas. Mereka bukan sederet gelas kosong, namun orang muda yang memiliki potensi keunggulan yang berbeda dan beragam. Perubahan cara pandang mengenai kecerdasan: Setiap kecerdasan penting, dan perlu dikembangkan sebaik mungkin. Mahasiswa & Kecerdasan
Proses belajar yang mekanistik menjadi proses belajar yang menggugah, memberi inspirasi, dan mencerahkan. Proses belajar yang individual menjadi proses belajar individual dan belajar dalam team secara seimbang. Perubahan Proses
Batasan SCL SCL describes ways of thinking about learning and teaching that emphasise student responsibility for such activities as planning learning, interacting with teachers and other students, researching, and assessing learning. (Cannon) SCL, focusing on the students’ learning And what students do to achieve this, rather than what the teacher does (Harden & Crosby)
Faktor Pembeda Model SCL Hard Skill Input Soft Skill Output Hard Skill Output Kegiatan Peserta Kegiatan Pengajar TEACHING Hard Skill Input Soft Skill Output Hard Skill Output Kegiatan Peserta Kegiatan Fasilitator LEARNING
WHAT THE STUDENT CAN LEARN UNAIDED ZPD WHAT THE STUDENT CAN LEARN WITH YOUR HELP Source : Carlile et al (2004:20) Zone of Proximal Development (ZPD)
Prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar Pedoman bagi pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran MODEL ?
No.Nama ModelLatar Belakang 1. Model Pengolahan Informasi Model-model Pembelajaran Pengolahan Informasi pada dasarnya menitikberatkan pada cara-cara memperkuat dorongan-dorongan internal (datang dari dalam diri) manusia untuk memahami dunia dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan pemecahannya, serta mengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya. 2. Model Personal Model Personal beranjak dari pandangan kedirian atau selfhood dari individu. Proses pendidikan sengaja diusahakan untuk memungkinkan dapat memahami diri sendiri dengan baik, memikul tanggung jawab untuk pendidikan, dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik 3. Model Sosial Harus diakui bahwa kerjasama merupakan salah satu fenomena kehidupan masyarakat. Dengan kerjasama manusia dapat membangkitkan dan menghimpun tenaga atau energy secara bersama yang kemudian disebut synergy (Joyce dan Weil:1986). Kelompok Model Sosial ini dirancang untuk memanfaatkan fenomena kerjasama 4. Model Sistem Perilaku Dasar pemikiran dari kelompok model ini ialah sistem komunikasi yang mengoreksi sendiri atau self-correcting communication systems yang memodifikasi perilaku dalam hubungannya dengan bagaimana tugas-tugas dijalankan dengan sebaik-baiknya
No.NAMA MODELORIENTASI POKOK 1. Model Pengolahan Informasi Proses Kognitif Pemahaman Dunia Pemecahan Masalah Berpikir Induktif 2. Model Personal Kesadaran Individu Uniqueness Kemandirian Pembinaan Kepribadian 3. Model Sosial Semangat Kelompok (Synergy) Kebersamaan Interaksi Sosial Individu sebagai Aktor Sosial 4. Model Sistem Perilaku Social Learning Koreksi Diri Terapi Perilaku Respon terhadap Tugas
1.Pencapaian konsep 2. Latihan penelitian 3.Sinektiks 4.Pertemuan kelas 5.Investigasi kelompok 6.Penelitian Jurisprudensial 7.Latihan Laboratoris 8.Penelitian sosial 9.Kontrol diri 10. Simulasi 10 Model Pembelajaran Pilihan
MODELLANGKAH POKOK 1.PENCAPAIAN KONSEP (Model Pengelohan Informasi) 2.LATIHAN PENELITIAN (Model Pengolahan Informasi) Pengetesan ketercapaian konsep Analisis strategi berpikir Menghadap- kan masalah Mencari & mengkaji data Eksperimenta- si & mengkaji data Penarikan kesimpulan dan rekomendasi Penyajian data
MODELLANGKAH POKOK 3.SINEKTIKS (Model Personal) 4.PERTEMUAN KELAS (Model Personal) Deskripsi kondisi saat ini Proses analogi langsung Proses analogi personal Menciptakan suasana yang baik Menyajikan masalah Membuat keputusan nilai personal Analisis konflik Analogi langsung lanjut Kajian tugas Menetapkan tindak lanjut Mengidentifikasi pilihan tindakan Memberi komentar
MODELLANGKAH POKOK 5.INVESTIGASI KELOMPOK (Model Sosial) 6.PENELITIAN JURISPRU- DENSIAL (Model Sosial) Analisis kemajuan Situasi per- masalahan Eksplorasi Perumusan tugas belajar Kegiatan belajar Pengulangan Orientasi kasus Identifikasi masalah Penetapan posisi Penyajian posisi Contoh dan argumentasi Pengetesan asumsi
MODELLANGKAH POKOK 7.LATIHAN LABORATO- RIS (Model Sosial) 8.PENELITIAN SOSIAL (Model Sosial) Orientasi Perumusan hipotesis Penjelasan istilah Rasa tergantung Dorongan mandiri Pemecahan masalah Rasa terlibat Rasa peduli Validasi EksplorasiPembuktian Perumusan generalisasi
MODELLANGKAH POKOK 9.KONTROL DIRI (Model Sistem Prilaku) 10.SIMULASI (Model Sistem Perilaku) Orientasi Latihan peran Proses simulasi Perkenalan prinsip perilaku Pembangunan landasan berpijak Program kontrol diri Perbaikan program kontrol diri Pemantapan
1.Model Pengorganisasian Pertemuan (Sidang umum, sidang pleno, kerja kelompok, kelompok minat khusus, forum penyajian situasi, penyajian konflik, penyajian skill, dll) 2.Model Diskusi Kelompok (Brainstorming, buzz group, case study, crosser over group, dll)
Ragam Metode SCL 1. P roblem-Based Learning (PBL) 2. P roject-Based Learning (PjBL) 3. C ollaborative Learning (CbL) 4. E xperiential Learning (EL) 5. C omputer-Assisted Learning (CAL) 6. C ase Study (CS) 7. C ooperative Learning (CL) 8. S elf-Directed Learning (SDL) 9. C ontextual Teaching & Learning (CTL) Disajikan karena sesuai dengan kondisi Unhas saat ini: telah diterapkan atau narasumber tersedia
Problem-Based Learning KEGIATAN PESERTA: Belajar dengan menggali/ mencari informasi (inquiry) serta memanfaatkan informasi tersebut untuk memecahkan masalah faktual/ yang dirancang oleh fasilitator KEGIATAN FASILITATOR: Merancang tugas untuk mencapai kompetensi tertentu Membuat petunjuk (metode) untuk peserta dalam mencari pemecahan masalah yang dipilih oleh peserta sendiri atau yang ditetapkan. SOFT SKILL OUTPUT: prioritas mengambil keputusan berfikir kritis selektif tanggung jawab
Project-Based Learning KEGIATAN PESERTA: Mengerjakan tugas (berupa proyek) yang telah dirancang secara sistematis. Menunjukkan kinerja dan mempertanggung jawabkan hasil kerjanya di forum. KEGIATAN FASILITATOR: Merancang suatu tugas (proyek) yang sistematik agar mahasiswa belajar pengetahuan dan ketrampilan melalui proses pencarian/ penggalian (inquiry), yang terstruktur dan kompleks. Merumuskan dan melakukan proses pembimbingan dan asesmen. SOFT SKILL OUTPUT: ketaat asas-an tanggung jawab inovasi, kreatif komunikasi aktualisasi
Collaborative Learning KEGIATAN PESERTA: Bekerja sama dengan anggota kelompoknya dalam mengerjakan tugas Membuat rancangan proses dan bentuk penilaian berdasarkan konsensus kelompoknya sendiri. KEGIATAN FASILITATOR: Merancang tugas yang bersifat open ended. Sebagai fasilitator dan motivator. SOFT SKILL OUTPUT: penghargaan apresiasi pendapat/toleransi networking share vision group decision making time management
KEGIATAN PESERTA:.mencari informasi ilmiah menceburkan diri (perlu kepercayaan) mengikuti aturan main mengaktifkan seluruh aspek diri secara total SOFT SKILL OUTPUT: kemahiran menyimak self-monitoring mencari dan menyatakan hikmah kesadaran diri mengidentifikasi, melabel dan mengungkapkan perasaannya Kerampilan komunikasi dan kerjasama mengekstrasi prinsip dari pengalamannya KEGIATAN FASILITATOR: memetakan taksonomi merancang rencana pembelajaran di dalam kelas: pembukaan, memastikan peserta aktif dalam siklus belajar menjembatani pengalaman dengan teori Experiential Learning
Computer-Assisted Learning KEGIATAN PESERTA:.mengikuti tatap muka melaksanakan tugas bertanya SOFT SKILL OUTPUT: berfikir kritis selektif dan inovatif tanggung jawab kreatif KEGIATAN FASILITATOR: persiapan pembelajaran penyampaian materi menjelaskan materi memberi tugas pendampingan
Case Study KEGIATAN FASILITATOR: Merancang pembelajaran dengan menggunakan kasus Mengarahkan diskusi kelas Menengahi perdebatan Mengemukakan isu penting Menarik simpulan diskusi KEGIATAN PESERTA:.Menganalisis kasus Mendiskusikan pemecahan kasus dalam kelompok dan di kelas SOFT SKILL OUTPUT: menganalisis masalah mengambil keputusan teamwork komunikasi presentasi
Upaya untuk melakukan transformasi pembelajaran dari “teaching based” ke “learning based”akan memerlukan energi sangat besar dan usaha yang berkelanjutan, karena tantangan yang dihadapi berada dalam banyak sistem dan dalam diri para pelaku pendidikan. Untuk Direnungkan
Tak seorang lain pun dapat menemukan pengertian yang paling tepat bagi dirimu sendiri. Sang Guru pun tidak mampu. Dialog Guru dan Murid Seorang murid mengeluh kepada Gurunya: ”Bapak menuturkan banyak cerita, tetapi tidak pernah menerangkan maknanya kepada kami “ Jawab sang Guru : “ Bagaimana pendapatmu, Nak; andaikata seseorang menawarkan buah kepadamu, namun mengunyahkannya dahulu bagimu ?”
PENGALAMAN PEMBELAJARAN 1 Pada suatu ketika seorang guru sejarah mengajarkan tentang terjadinya perang Diponegoro. Guru bercerita bagaimana kegigihan Diponegoro melawan kaum penjajah. Kemampuan guru membawakan cerita dengan suara jelas yang kadang meledak dan kadang melemah membawa siswa seakan-akan mereka bagian dari cerita melawan kekejaman penjajah. Suara guru menggelegar ketika ia menceritakan bagaimana sang pangerang dengan gagah berani memimpin perang diatas kudanya sambil menghunus pedang. Sesekali tangannya menunjuk gambar sambil menyebutkan nama-nama prajurit setianya seperti Sentot Prawirodirjo, Kiai Mojo, dan lain-lain. Dan, suara guru melemah ketika akhirnya sang Pangeran ditangkap oleh penjajah. Dengan gaya dan keterampilannya bertutur guru dapat membangkitkan emosi siswa. Tidak sedikit siswa yang mengepalkan tangannya ketika guru sedang menceritakan bagaimana kelicikan penjajah menangkap sang Pahlawan Diponegoro sampai akhirnya ia dibuang. Selesai guru bercerita, proses pengajaran dilanjutkan dengan tanya jawab, baik mengenai urutan kejadian hingga pecahnya perang, tempat, dan waktu kejadian ataupun mengenai pendapat siswa tentang perang dan perjuangan sang Pangeran. Sampai siswa kembali dirumahnya masing-masing, kejadian – kejadian seperti yang diceritakan guru dalam Perang Diponegoro itu terus melekat dalam ingatan siswa. Gambar Pangeran Diponegoro yang sedang naik kuda dengan pedang terhunus, yang sengaja dipasang di papan tulis oleh guru beserta prajurit –prajurit setianya yang gagah berani seperti Kiai Mojo, Sentot Prawirodirjo dan lain – lain terus menari-nari dalam ingatan siswa. Dari penuturan cerita guru, siswa hafal urutan tahun dan tempat kejadiannya. Bukan hanya itu, efek dari cerita guru itu membangkitkan minat siswa untuk membaca kisah-kisah perlawanan terhadap penjajah. Seiring dengan tumbuhnya minat tersebut, bangkit pula kesadaran nasionalisme siswa dan kecintaan mereka terhadap tanah air sebagai penghargaan kepada para pahlawan.
PENGALAMAN PEMBELAJARAN 2 Seorang guru IPA akan mengajarkan tentang perbedaan berat dan jenis antara air dan bensin. Setelah ia menyampaikan pokok bahasan kepada siswa yang diajarnya, guru tersebut kemudian menuangkan bensin dari dalam botol yang sengaja ia bawa ke dalam sebuah cangkir yang ada di mejanya. Setelah itu kemudian ia juga menuangkan air kedalam tempat yang sama. Sambil berlaga seorang pesulap, pak guru kemudian menyalakan api, dan meletakkannya di atas cairan itu. Api pun menyala. Seluruh siswa merasa heran melihat peristiwa itu. Secara serentak mereka bertanya : “Mengapa bisa terjadi seperti itu? Bukankah bensin ada di bawah air?”. Pak guru IPA tersenyum sambil mengangkat bahunya. “Ya, mengapa api bisa menyala diatas air?”, kata salah seorang siswa. “Ya, mengapa?”, timpal pak guru. “Coba siapa yang dapat menebak kira-kira apa sebabnya!”. Seluruh siswa tampak seperti berpikir. Tiba- tiba seorang siswa bertanya sambil mengancungkan tangannya, “Apakah air yang bapak tuangkan tadi lebih banyak dibandingkan bensin?”. “Oh, tidak....”jawab guru. “Apakah itu disebabkan karena air bercampur bensin?”. “Emh....Bapak kira tidak, tuh...!”. Seluruh siswa terdiam sambil menatap nyala api yang kian mengecil dan akhirnya padam. “Nah, sekarang coba kalian lihat, api itu telah padam. Kita coba sekarang bakar lagi...”kata pak guru sambil menyalakan kembali apinya dan meletakkannya kembali diatas cairan itu. Namun ternyata api tidak mau menyala. “Ternyata tidak dapat dinyalakan lagi...!”. “Ya...!” kata siswa serempak. “Apakah cairan itu telah habis?”. “Coba kalian lihat sendiri!” kata pak guru sambil memperlihatkan tempat air. “Apa yang kamu lihat...?”. “Cairannya masih ada....!”. “Cairan apa yang masih ada itu?”. Kembali siswa terdiam untuk beberapa saat. Pak guru menatap siswa sambil memancing siswa untuk menjawab atau mengeluarkan pendapat. Namun, tidak ada seorang pun yang berkata. “Nah, kalau begitu bapak akan coba membakar kembali cairan ini” kata pak guru. Namun, lagi-lagi tidak mau menyala seperti pada demonstrasi yang pertama tadi. Tiba-tiba seorang siswa mengancungkan tangan sambil tersenyum. “Saya tahu jawabannya, Pak!”. “Bagus, coba apa?”. “Cairan yang tersisa itu adalah air, Pak!”. “Kenapa kamu bisa mengatakan demikian?”. “Sebab bensin sudah habis terbakar”. “Bagus. Kembali ke permasalahan kita semula, mengapa ketika air di campur dengan bensin tadi terjadi nyala api...?”. “Apakah itu disebabkan karena bensin ada di atas air?”, ujar salah seorang siswa. “Pendapatmu hampir tepat..!”. “Bagaimana berat jenis air dan bensin itu?”. “Bagus, coba kamu perjelas pertanyaannya!”. “Apakah air memiliki berat jenis yang lebih berat dibandingkan bensin?”. “Menurut kamu bagaimana....”. Siswa berpikir lagi. “Saya kira air memiliki berat jenis yang berbeda dengan bensin. Hal ini dapat dibuktikan dari proses menyalanya api tadi...”. Pak guru tersenyum puas, sambil mengangkat ibu jarinya.
PENGALAMAN PEMBELAJARAN 3 Ini adalah jam pelajaran pak Kusoy. Beliau adalah guru mata pelajaran pengetahuan sosial di sekolah kami. “Hari ini kita akan mencoba membahas tentang masalah yang terjadi di kota kita”, kata pak Kusoy sambil berdiri di depan kami. Suaranya nyaring, matanya memandang kami satu per satu, seakan-akan ia meminta perhatian dari kami yang sebetulnya sudah kehilangan gairah untuk belajar. Maklum, siang ini adalah jam pelajaran terakhir. Di luar udara sangat panas. “Coba, menurut kamu Andri, masalah apa yang sedang hangat di bicarakan sekarang ini?”, pak Kusoy menyuruh Andri yang kelihatan seperti ngantuk. Andri merasa kaget mendapat pertanyaan mendadak. “Anu...pak! Masalah pengangguran..pak!”, kata Andri sambil membetulkan rambutnya. “Mengapa kamu menganggap pengangguran sebagai masalah yang aktual? Bukankah masalah tersebut merupakan masalah yang sejak lama kita hadapi?”. Andri tidak menjawab. Tampak rasa kantuknya belum seluruhnya hilang dari matanya yang kecil berlindung dibawah bulu alisnya yang tebal. “Bagaimana menurut Bia?”, kata pak Kusoy yang menunjuk Bia yang baru saja memperbaiki cara duduknya. Tampaknya wanita tomboi itu juga merasa gerah. Sama seperti kami. Memang panas siang ini. “Menurut saya masalah pengangguran, walaupun masalah yang sudah lama, akan tetapi masih tetap aktual, sebab sampai sekarang masih belum ditemukan solusinya...!”. “Bagus. Apakah sekarang ini ada masalah penting untuk dipecahkan, selain masalah pengangguran?”. Kami diam sebentar. Tiba-tiba Donto si kutu buku mengancungkan tangannya. “Ada, pak! Sekarang ini kota dihadapkan dengan permasalahan sampah. Berdasarkan informasi pemerintah kota sulit membuang sampah karena tidak ada tempat pembuangan yang layak, akhirnya sudut-sudut kota dihiasi oleh tumpukan sampah yang menggunung dan baunya sangat menyengat...!”. “Mengapa kamu menganggap masalah sampah merupakan masalah aktual?”. “Jelas pak. Sebab, masalah sampah selain mengganggu lingkungan masyarakat, juga sudah menjadi isu politik. Bukan itu saja pak, karena masalah sampah itu kota kita dinobatkan sebagai kota terkotor”. Pak Kusoy mengangguk-anggukkan kepala. Ia tampak terkesan dengan argumen si kutu buku. “Apakah kamu setuju dengan pendapat Donto, Ria?”. “Setuju sekali pak. Sebab dengan julukan Kota Terkotor itu mengusik harga diri saya sebagai penduduk kota ini!”. Pak Kusoy tersenyum. Tampaknya perangkapnya mengena dan kami tidak menyadarinya. “Nah. Kalau begitu topik yang akan kita bicarakan hari ini adalah tentang sampah. Bagaimana, apakah kalian setuju? “Setuju, pak...!”. “Menurut kamu, apa yang akan kita permasalahkan dari topik sampah ini?”. Lagi-lagi kami terdiam. “Bagaimana kalau kita mulai dengan masalah, harus dibagaimanakan sampah yang menumpuk itu?”, kata Ria. “Ya, dibuang....!” kata kami serempak. Kelas menjadi sedikit ribut. Kali ini benar-benar tidak ada diantara kami yang mengantuk. “Bagus....!Apakah kamu dapat merumuskan masalah dengan lebih jelas?”. “Memurut saya bukan harus bagaimanakah sampah yang menumpuk itu, tetapi bagaimana cara menanggulangi tumpukan sampah,”, kata Denok yang dari tadi tampak serius mengikuti diskusi. “Bagus...!”, kata pak Kusoy sambil menulis di papan tulis. “Apakah selain masalah ini, ada masalah lain yang perlu kalian bahas?”. “Ada pak....!Menurut saya yang paling penting adalah bagaimana seharusnya masyarakat memperlakukan sampah,” kata Donto. “Mengapa kamu merasa hal itu dianggap penting?”. “Sebab, bagaimanapun adanya tumpukan sampah itu, dikarenakan ulah atau hasil dari pekerjaan masyarakat. Nah, dengan demikian kita harus memberikan solusi, apa saja yang harus dilakukan masyarakat terhadap sampah yang mereka hasilkan itu”. Ok ! Mari kita membahas masalah itu.
PENGALAMAN PEMBELAJARAN 4 “Seperti yang telah ibu tugaskan, apakah kamu menemukan dalam buku IPS yang kamu baca jenis penggolongan penduduk selain berdasarkan tempat tinggal dan jenis kelamin?” kata ibu guru kami yang selalu terlihat rapi dan cantik itu. “Ya, bu...!”. “Coba apa?”. “Kelompok usia, bu!”jawab beberapa orang teman kami. “Coba lengkapnya bagaimana?” tanya guru kepada Dina teman kami yang rambutnya dikepang dua. Ia diam sebentar. Setelah berpikir, lalu ia menjawab: “Selain penduduk dapat digolongkan berdasarkan tempat tinggal dan jenis kelamin, penduduk juga dapat digolongkan dilihat dari usia penduduk....! ”jawabnya terputus-putus. “Bagaimana penggolongan penduduk dilihat dari usia tersebut?”. Kami tidak ada yang menjawab, walaupun ibu guru cantik mengulang pertanyaannya beberapa kali. “Baik kalau begitu kita akan memulai pelajaran kita kali ini tentang penggolongan penduduk dilihat dari kelompok usia, yaitu kelompok usia produktif dan tidak produktif”. Ibu guru melemparkan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh kami. Guru bertanya dengan pertanyaan yang terbuka. Akan tetapi, tidak ada diantara kami yang dapat menjawab, walaupun beberapa kali ibu guru mengulang pertanyaannya. “Apa yang dimaksud dengan kelompok usia produktif itu?”. Setelah tidak ada seorang pun siswa yang dapat menjawab, ibu guru mengubah pertanyaannya. “Apa tugas orang tuamu sehari-hari?”. Lagi-lagi kami tidak ada yang menjawab walaupun ibu guru mengulang-ulang pertanyaan yang sama. Ibu guru segera mengubah pertanyaan, menjadi lebih sederhana. “Apa yang dilakukan oleh ayahmu setiap hari...?” tanya guru pada Dedi salah seorang teman kami yang duduk paling belakang. “Ke kantor!” jawab Dedi. “Untuk apa pergi ke kantor?”. “Bekerja”. “Mengapa harus bekerja?”. “Untuk mencari uang”. “Mengapa harus mencari uang?”. Dedi diam walaupun beberapa kali mengulang pertanyaan dan menunjuk beberapa orang siswa, akan tetapi tidak ada seorang pun diantara kami yang dapat menjawab. Ibu guru mencoba mengarahkan agar kami dapat menjawab pertanyaannya, dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang kami anggap sangat mudah untuk dijawab. “Apakah setiap hari kalian memperoleh uang jajan?”. “Ya...!” jawab kami serempak. “Apakah setiap hari ibu membeli sayur untuk makan seluruh anggota keluarga?”. “Ya....!” lagi-lagi kami menjawab serempak. “Apakah setiap bulan kalian membayar SPP?”. “Ya....!”. “Dari mana semua kebutuhan keluargamu itu terpenuhi?” tanya ibu guru kemudian. Kami kembali diam. “Dari mana semua kebutuhan keluargamuitu terpenuhi?” ibu guru mengulang pertanyaannya sambil menyuruh salah seorang teman kami untuk menjawab. “Dari ayah dan ibu”. “Jadi, ayahmu mencari uang itu untuk apa?”. “Untuk mencukupi kebutuhan,” jawab kami. “Kebutuhan siapa?”. “Kebutuhan seluruh anggota keluarga....! jawab kami. “Nah, ayahmu itu merupakan penduduk yang produktif,” kata ibu guru sambil mengulang-ulang pertanyaannya seolah-olah minta dipahami. “Jadi, dengan demikian produk produktif itu adalah penduduk yang bagaimana?”
PENGALAMAN PEMBELAJARAN 5 Hari ini jam pelajaran terakhir. Seorang guru IPA memberi pengarahan tentang proses pembelajaran yang harus dilakukan sebagai kelanjutan materi sebelumnya. Ia berdiri di muka kelas menghadapi anak didiknya yang duduk berjejer rapi. Ada 5 baris di kelas itu; dan setiap baris terdiri dari 8 bangku, tiap bangku rata-rata terdiri dari 2-3 orang siswa, jadi seluruh siswa yang ada di kelas itu adalah sekitar 45 orang. Terasa sangat padat memang kelas itu. Orang menyatakan bahwa kelas tersebut merupakan kelas gemuk, karena satu rombongan belajar lebih dari 40 orang. Materi yang ia ajarkan adalah materi pelajaran yang sama dengan kelas lain yang ia ajarkan pada jam pelajaran sebelumnya. Pak guru berusaha mengajar dengan baik dan penuh semangat. Namun, semangat pak guru itu tidak diikuti oleh semangat anak didiknya yang tampak sudah kehilangan gairah untuk belajar. Konsentrasi mereka untuk menyimak materi pelajaran sudah sangat lemah. Maklum waktu jam pelajaran terakhir. Anak-anak sudah kehabisan energi untuk belajar. Yang ada di benak mereka adalah bagaimana agar pelajaran itu cepat berakhir. Mereka ingin segera pulang. Melihat gejala-gejala yang sangat tidak menguntungkan itu, pak guru kita cepat tanggap. Ia membagi siswa dalam enam kelompok kecil. Tiap kelompok terdiri dari 5-6 orang, yang boleh memilih salah satu permasalahan yang harus didiskusikan. “Di depan ada 3 buah gambar. Coba kalian amati gambar tersebut,” kata pak guru sambil menunjuk gambar yang terpasang di papan tulis. “Gambar pertama adalah sebuah tanaman yang terkena dengan sinar matahari dari berbagai arah. Gambar kedua adalah tanaman yang terkena sinar matahari dari arah tertentu, dan gambar ketiga adalah tanaman yang tidak terkena sinar matahari. Tugas kalian adalah mendeskripsi- kan apa yang akan terjadi pada ketiga tanaman itu. Jelaskan alasannya dengan lengkap”. Kami berdiskusi dalam kelompok. Rasa kantuk pun hilang. Kami semua konsentrasi pada tugas yang diberikan oleh pak guru kami. Semua kelompok ingin menampilkan hasil terbaik.
PENGALAMAN PEMBELAJARAN 6 “Anak-anak seperti yang telah kita sepakati, kali ini kita akan mebahas hasil observasi yang telah kalian lakukan kemarin sore di pasar. Diharapkan kalian nanti dapat menyimpulkan fungsi pasar berdasarkan hasil observasi itu”, kata ibu guru yang selalu rapi dan cantik itu sambil menatap kami satu per satu. “Nah, sekarang coba apa yang kamu lihat di pasar, Andri?” katanya lagi setelah beberapa saat diam. Andri yang duduk dekat jendela membuka catatan hasil observasinya. “Ketika saya masuk ke pasar, di sana suasana ribut sekali dan berdesak-desakan”. “Kemudian apa lagi?” “Saya juga melihat ada orang yang menjual berbagai sayuran....!” “Bagus....!” kata bu guru. “Sekarang coba apa yang kamu lihat, Konkon?” Konkon yang berambut kriting itu membaca cacatannya. “Saya melihat ada orang yang membawa gerobak berisi buah-buahan.” “Menurut kamu akan diapakan buah-buahan itu?” “Mungkin akan dijual, bu!” “Bagus...! sekarang siapa lagi yang akan menceritakan hasil observasi kalian?” Hampir semua, kami mengancungkan tangan sambil berebut kesempatan. “Saya, bu...saya, bu..!” Ibu guru tersenyum. Kemudian ia memandang Jo. “Pasar mana yang kamu kunjungi, Jo?” “Saya mengunjungi pasar swalayan, bu!” “Apa yang kamu rasakan disana, Jo?” “Di pasar swalayan itu rasanya dingin bu, dan bersih lagi!” “Menurut kamu, mengapa dingin?” “Karena ruangannya ber-AC”. „Lalu apa yang kamu lihat disana?“ „Saya melihat barang dagangan tertata rapi dan tampak bersih. Kita bebas memilih barang apa yang akan kita beli!“ „Selain itu, apa?“ Jo diam tidak menjawab. Diantara kami ada yang mengancungkan tangan sambil berebut kesempatan untuk menjawab. Begitulah hari itu kami belajar. Ibu guru dengan penuh kesabaran mencoba menanyai kami satu per satu, hingga semua kebagian bicara. Kami senang belajar seperti itu. Masing-masing kami ingin menunjukkan bahwa memang kami telah melakukan observasi. Yang lebih kami senangi adalah ketika ibu guru memuji kami sambil mengangkat ibu jarinya. „Kalian tadi semua telah membacakan hasil observasi kalian, baik yang ke pasar biasa maupun ke pasar swalayan. Nah, sekarang kalau begitu menurut kalian apa fungsi pasar itu? Kami diam. Masing-masing kami berpikir apa sebenarnya fungsi pasar itu.