ASSALAMU’ALAIKUM WR.WB
SHALAT BERJAMA’AH BAGI WANITA: LEBIH AFDHAL DI MESJID ATAUKAH DI RUMAH DAN SHALAT JUM’AT BAGI WANITA Muhammad Subhan (20110730011) Abd. Khairi (20110730013)
Keikutsertaan Wanita Dalam Shalat Berjamaah di Masjid Sejak zaman nubuwwah, kehadiran wanita untuk shalat berjamaah di masjid bukanlah sesuatu yang asing.Hal ini kita ketahui dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Kata beliau: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengakhirkan shalat ‘Isya hingga ‘Umar berseru memanggil beliau seraya berkata: ‘Telah tertidur para wanita dan anak-anak.Maka keluarlah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau berkata kepada orang-orang yang hadir di masjid:“Tidak ada seorang pun dari penduduk bumi yang menanti shalat ini selain kalian.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 566 dan Muslim no. 638)
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha menceritakan: “Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, para wanita yang ikut hadir dalam shalat berjamaah, selesai salam segera bangkit meninggalkan masjid pulang kembali ke rumah mereka. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan jamaah laki-laki tetap diam di tempat mereka sekedar waktu yang diinginkan Allah. Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangkit, bangkit pula kaum laki-laki tersebut.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 866, 870)
Abu Qatadah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Aku berdiri untuk menunaikan shalat dan tadinya aku berniat untuk memanjangkannya. Namun kemudian aku mendengar tangisan bayi, maka aku pun memendekkan shalatku karena aku tidak suka memberatkan ibunya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 868)
Dalam hal ini wanita tidaklah sama dengan laki-laki Dalam hal ini wanita tidaklah sama dengan laki-laki. Dikarenakan ulama telah sepakat bahwa shalat jamaah tidaklah wajib bagi wanita dan tidak ada perselisihan pendapat di kalangan mereka dalam permasalahan ini.
Hukum Shalat Berjama’ah bagi Wanita Shalat jama’ah tidaklah wajib bagi wanita dan ini berdasarkan kesepatakan para ulama kaum muslimin. Akan tetapi shalat jama’ah tetap dibolehkan bagi wanita –secara global- menurut mayoritas para ulama.
PENDAPAT para ULAMA MENGENAI hukum SHALAT BERJAMA’AH BAGI WANITA
Ibnu Hazm rahimahullah berkata (Al-Muhalla, 3/125): “Tidak diwajibkan bagi kaum wanita untuk menghadiri shalat maktubah (shalat fardhu) secara berjamaah. Hal ini merupakan perkara yang tidak diperselisihkan (di kalangan ulama). ” Beliau juga berkata: “Adapun kaum wanita, hadirnya mereka dalam shalat berjamaah tidak wajib, hal ini tidaklah diperselisihkan. dan didapatkan atsar yang shahih bahwa para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat di kamar-kamar mereka dan tidak keluar ke masjid.” (Al-Muhalla, 4/196)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menyatakan: “Telah berkata teman-teman kami bahwa hukum shalat berjamaah bagi wanita tidaklah fardhu ‘ain tidak pula fardhu kifayah, akan tetapi hanya mustahab (sunnah) saja bagi mereka.” (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 4/188) Ibnu Qudamah rahimahullah juga mengisyaratkan tidak wajibnya shalat jamaah bagi wanita dan beliau menekankan bahwa shalatnya wanita di rumahnya lebih baik dan lebih utama. (Al-Mughni, 2/18)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah bersabda kepada para wanita: “Shalatnya salah seorang di makhda’-nya (kamar khusus yang digunakan untuk menyimpan barang berharga) lebih utama daripada shalatnya di kamarnya.Dan shalatnya di kamar lebih utama daripada shalatnya di rumahnya.Dan shalatnya di rumahnya lebih utama daripada shalatnya di masjid kaumnya.Dan shalatnya di masjid kaumnya lebih utama daripada shalatnya bersamaku.” (HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahih keduanya. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Jilbab Al-Mar’ah Al-Muslimah, hal. 155)
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda: “Jangan kalian mencegah hamba-hamba perempuan Allah dari shalat di masjid-masjid-Nya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 990 dan Muslim no. 442)
Dalam Nailul Authar, Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata setelah membawakan hadits di atas: “Yakni shalat mereka di rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka daripada shalat mereka di masjid-masjid, seandainya mereka mengetahui yang demikian itu. Akan tetapi mereka tidak mengetahuinya sehingga meminta ijin untuk keluar berjamaah di masjid, dengan keyakinan pahala yang akan mereka peroleh dengan shalat di masjid lebih besar. Shalat mereka di rumah lebih utama karena aman dari fitnah, yang menekankan alasan ini adalah ucapan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika melihat para wanita keluar ke masjid dengan tabarruj dan bersolek.” (Nailul Authar, 3/168)
Keutamaan Bagi Wanita Shalat di Rumahnya Wanita tetap diperkenankan mengerjakan shalat berjama’ah di masjid, namun shalat wanita lebih baik adalah di rumahnya. Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ “Janganlah kalian melarang istri-istri kalian untuk ke masjid, namun shalat di rumah mereka (para wanita) tentu lebih baik.”(HR. Abu Daud.Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Syarat yang harus dipenuhi wanita Jika Ingin melakukan shalat jama’ah di masjid: 1. Minta izin kepada suami atau mahrom terlebih dahulu dan hendaklah suami tidak melarangnya.Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ نِسَاؤُكُمْ إِلَى الْمَسَاجِدِ فَأْذَنُوا لَهُنَّ “Jika istri kalian meminta izin pada kalian untuk ke masjid, maka izinkanlah mereka.” (HR. Muslim).
2. Tidak boleh menggunakan harum-haruman dan perhiasan yang dapat menimbulkan fitnah.Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُورًا فَلاَ تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الآخِرَةَ “Wanita mana saja yang memakai harum- haruman, maka janganlah dia menghadiri shalat Isya’ bersama kami.” (HR. Muslim)
3. jangan sampai terjadi ikhtilath (campur baur yang terlarang antara pria dan wanita) ketika masuk dan keluar dari masjid.Dalilnya adalah hadits dari Ummu Salamah: yang artinya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam salam dan ketika itu para wanita pun berdiri. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tetap berada di tempatnya beberapa saat sebelum dia berdiri. Kami menilai –wallahu a’lam- bahwa hal ini dilakukan agar wanita terlebih dahulu meninggalkan masjid supaya tidak berpapasan dengan kaum pria.” (HR. Bukhari)
SHALAT JUM’AT BAGI WANITA
Hukum Asal Shalat Jum’at Kewajiban shalat Jum’at adalah fardhu ‘ain. Seperti yang d sebutkan Ibnu Al-`araby: Bahwa hukum shalat jum’at adalah fardhu ‘ain secara Ijma’ ummat. Ibnu Qudamah juga berkata dalam kitabnya Al- Mughny: “Seluruh kaum muslimin telah bersepakat atas kewajiban shalat jum’at. Para Imam Mujtahid yang empat juga telah bersepakat bahwa shalat jum’at hukumnya adalah fardhu `ain”.
Hukum Shalat Jum’at Bagi Wanita Perlu di ketahui bahwa khithab ayat d atas (QS. Al-Jumu’ah : 9) ‘ya ayyuhalladziina aamanu’ adalah khithab yang menunjukan bagi para mukallaf (kaum muslimin yang sudah baligh), namun tidak termasuk di dalamnya‘ashhaabul a`dzaar’ (orang-orang yang mendapatkan udzur untuk tidak melaksanakan) yaitu orang yang sakit, orang yang cacat, musafir, budak, dan wanita. Bahkan Madzhab Hanafiyah memasukan di dalam ashhaabul a’dzaar orang yang buta dan orang tua yang sudah tidak dapat berjalan, kecuali dengan adanya penunjuk jalan (yang mengantarkannya ke masjid).
Lanjutan.. Sedangkan golongan yang termasuk mukallaf, telah di terangkan oleh Ibnu Rusdy Al-Qurthuby dalam kitabnya “Bidayatul Mujtahid” bahwa syarat wajib shalat ada empat, dua syarat telah disepakati yaitu laki-laki dan sehat, maka tidak di wajibkan bagi wanita dan orang yang sakit untuk melaksanakannya (menurut kesepakatan ulama’) akan tetapi jika keduanya datang mengikuti shala jum’at maka tergolong Ahli Jumu’ah. Sedangkan yang dua lagi yaitu musafir dan budak, mereka di perselisihkan dan jumhur ulama pun tidak mewajibkannya, kecuali Abu Dawud dan pengikutnya saja yang mewajibkan.
Dengan demikian maka tidak benar secara mutlak pendapat yang mengatakan bahwa khithab pada ayat di atas mewajibkan semua orang untuk melaksanakan shalat jum’at, karena ada riwayat hadits yang mengkhususkannya, yaitu hadits yang di riwayatkan dari Thariq bin Syihab artinya: “Dari Abbas bin Abdul Adhim, dari Ishaq bin Manshur, dari Huraim, dari Ibrahim bin Muhammad bin Al-Muntasyir, dari Qois bin Muslim, dari Thariq bin Syihab, dari Nabi Shallallahu’alaihi wasallam beliau bersabda:
“Shalat Jum’at itu di wajibkan bagi setiap muslim dengan berjama’ah kecuali empat orang, yaitu hamba sahaya, wanita, anak kecil dan orang yang sakit.” (HR. Abu Daud, beliau berkata bahwa Thariq bin Syihab bertemu dgn Nabi Shallallahu'alaihi wasallam namun tidak mendengarnya dari Nabi secara langsung).
Perbedaan Pendapat Tentang Wanita yang Menghadiri Shalat Jum’at : Pendpat Madzab Hanafi: Yang utama bagi kaum wanita adalah melaksanakan shalat zhuhur di rumahnya, baik tua maupun muda, karena pada hakekatnya jama’ah itu tidak di syari’atkan bagi mereka. Pendapat Madzab Syafi’i : Di makhruhkan bagi kaum wanita untuk mendatangi shalat jama’ah secara mutlak, baik shalat jum’at maupun selainnya, jika dapat merangsang syahwat walaupun memakai pakaian yang tebal dan juga pakaian yang tidak merangsang apabila dengan berhias dan memakai wangi-wangian. Sementara untuk wanita tua yang keluar dengan pakaian tebal dan tidak memakai wangi-wangian yang tidak ‘mengundang’ laki-laki maka yang demikian sah baginya mendatangi shalat jum’at dan tidak di makruhkan dengan syarat memenuhi dua hal:
a. Mendapat izin dari walinya (baik itu gadis ataupun tua), jika tidak di izinkan maka haram baginya. b. Kepergiannya tidak di khawatirkan akan menimbulkan fitnah, jika kedatangannya mendatangkan fitnah maka di haramkan baginya pergi.
WA’ALAIKUMSALAM wr.wb