SISTEM PENDIDIKAN, TRADISI, DAN PROSES PEMBELAJARAN DI PESANTREN Materi Ke 4
KOMPETENSI DASAR Memahami sistem pendidikan di pesantren. Memahami tradisi pesantren sebagai subkultur. Memahami proses pembelajaran di pesantren.
INDIKATOR Mahsiswa dapat menjelaskan sistem pendidikan di pesantren. Mahasiswa dapat menjelaskan tradisi pesantren sebagai subkultur. Mahasiswa dapat menjelaskan proses pembelajaran di pesantren.
DEFINISI Pesantren atau pondok menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu, kata pondok berasal dari Bahasa Arab “funduq” yang berarti hotel atau asrama.
Definisi Menurut Beberapa Tokoh Menurut Kuntowijoyo, pesantren adalah lembaga pendidikan dan lembaga sosial yang tidak saja tumbuh di pedesaan, tetapi juga di perkotaan dan jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Mashutu, pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari
1. Sistem Pendidikan Pesantren Tiga hal yang erat kaitannya sistem pendidikan, yaitu tujuan, kurikulum, dan metode pengajaran. Tujuan pendidikan pesantren : a. Mendidik santri agar menjadi seorang muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT. b. Mendidik santri agar menjadi manusia muslim dan kader-kader mubaligh yang tangguh, tabah, dan handal. c. Mendidik santri agar memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan. d. Mendidik santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dan dan terampil dalam pembangunan mental dan spiritual. e. Mendidik santri agar dapat memberi bantuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam rangka usaha pembangunan Indonesia.
Sistem Pendidikan Pesantren Pelajaran di pesantren meliputi: aqidah, syari’ah, Bahasa Arab, tajwid, tafsir, aqoid, ilmu kalam, ushul fiqh, mustolahul hadist, nahwu, sorof, bayan, ma’ani, badi’ dan arudl, tarikh, mantiq, dan tasawuf, atau lazim disebut kitab kuning. Suasana pesantren mencerminkan kedisiplinan, rasa sosial, kemandirian, ibadah dengan tertib, dsb. Metode pengajaran yang kebanyakan digunakan adalah metode weton dan sorogan.
- Faktor-faktor Penyebab Orang Memilih Pesantren Sebagai Alterntif : Keberadaan sistem pondoknya, pendidik dapat melakukan tuntutan dan pengawasan secara langsung. Keakraban kyai dan santri sehingga dapat memberikan pengetahuan yang hidup. Pesantren mampu mencetak santri untuk bisa memasuki semua lapangan pekerjaan yang bersifat bebas. Kesederhanaan kyai dalam memimpin pesantren, tetapi penuh kesenangan dan kegembiraan. Pesantren merupakan sistem pendidikan yang murah biayanya untuk membantu mencerdaskan naka bangsa.
2. Tradisi Pesantren Adanya hubungan yang akrab antara kyai dengan santrinya. Dikarenakan sama-sama tinggal dalam satu atap. Kepatuhan santri pada kyai.Santri mengganggap bahwa tidak akan memperoleh berkah apabila durhaka pada guru. Hidup hemat dan sederhana benar-benar terwujud dalam pesantren. Bahkan tidak sedikit yang terlalu hemat sehingga kurang memperhatikan kesehatan.
- Tradisi Pesantren Kemandirian amat terasa di pesantren. Santri melakukan sendiri semua pekerjaan rumah, seperti mencuci baju, memasak, dsb. Jiwa tolong menolong dan ukhuwah sangat tinggi. Karena sama-sama jauh dari orang tua. Disiplin yang sangat dianjurkan. Akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan kepribadian dan moral keagamaan.
- Tradisi Pesantren Berani menderita untuk mencapai sebuah tujuan. Merupakan pengaruh dari kebiasaan puasa sunat, zikir, salat tahajud, dsb. Pemberian ijazah, yaitu pencantuman nama dalam suatu daftar rantai transmisi pengetahuan yang diberikan kepada santri-santri yang berprestasi.
- Ciri Pesantren Menurut A. Wahid Pola kepemimpinan pesantren yang mandiri, tidak trekooptasi oleh negara. Kitab-kitab rujukan umum yang selalu digunakan dari berbagai abad. Sistem nilai (value system) yang digunakan adalah bagian dari masyarakat luas.
3. Proses Pembelajaran di Pesantren Ada tiga metode pengajaran yang umumnya digunakan di pesantren, yaitu wetonan, sorogan, dan hafalan. Metode wetonan, adalah metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran. Istilah weton berasal dari kata waktu (Jawa) yang berarti waktu, karena pelajaran tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, sebelum atau sesudah sholat fardhu.
- Proses Pembelajaran di Pesantren Di Jawa Barat menyebut dengan istilah bandongan, sedangakan di Sumatra dikenal dengan sebutan balaghan. Metode sorogan, adalah metode dimana santri menghadap seorang guru atau kyai dengan membawa kitab pelajarannya. Kyai membaca dan menerjemahkan, santri menyimak, dan mengulanginya sampai paham, kemudian kyai mengesahkan jika santri sudah mengerti.
- Proses Pembelajaran di Pesantren Istilah sorogan berasal dari kata sorog (Jawa)yang berarti menyodorkan kitab ke depan ke depan kyai atau asistennya. Biasa juga disebut dengan istilah tutorial atau mentorship. Metode ini paling intensif, karena dilakukan seorang demi seorang dan ada kesempatan tanya jawab langsung.
- Proses Pembelajaran di Pesantren Metode hafalan, adalah suatu metode dimana santri mengahafal teks atau kalimat tertentu dari suatu kitab yang dipelajarinya. Biasanya cara mengafal dalam bentuk syair atau nazham, karena ini sangat memudahkan santri baik di dalam maupun di luar jam pelajaran.
- Proses Pembelajaran di Pesantren Kyai mengajarkan kitab kepada santrinya tidak secara langsung (gradual), melainkan berangsur-angsur, karena kyai tidak ingin santrinya lebih pandai daripadanya. Kelemahan metode hafalan adalah santri cenderung mengikuti semua yang dikatakan kyainya tanpa ada analisis yang cermat.
Daftar Pustaka Khozin. 2006. Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia Rekonstruksi Sejarah Untuk Aksi. Malang : UMM Press. Nata, Abidudin. H dkk. 2001. Sejarah pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : PT. Grasindo. Qomar, Mujahid Prof. Dr. tt. Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi. Jakarta : Erlangga