DHF Kelompok 5: Ayu Restuti (06) BQ Nurul Fitriana(07) Destiningsih Dini S.(08) Diana Silvia (09) Dwi Novia (10) KELAS SAKURA (REG-1)
PENGERTIAN Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae,dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue.
Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak, disertai manifestasi perdarahan dan berpotensi menimbulkan renjatan/syok dan kematian
Etiologi Demam dengue dan Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam group arboviruses (virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk asthropod) dan dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Penyakit demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yang banyak ditemukan dan hampir selalu menggigit di dalam rumah pada waktu siang hari (Sumarmo, 1998). Dalam laboratorium, virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primate. Survey epidemologi pada hewan ternak didapatkan antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada antropoda menunjukan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites. (Aru, dkk., 2009)
EPIDEMIOLOGI Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) ; dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes ( terutama A. aegepti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dnegan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih ( bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya). Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan trasmisi biakan virus dengue yaitu : Vector : perkembangbiakan vector , kebiasaan menggigit, kepadatan vector dilingkungan, transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain. Pejamu : terdapatnya penderita dilingkungan/ keluarga. Mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.
PATOGENESIS Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah ; respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen, dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus dalam monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE) limfosit T bak T helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD-8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue . diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memroduksi interferon gamma IL-2 dan limfokin, sedang TH2 memproduksi IL-4,IL-5, IL-6, dan IL-10;
monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibody. Namum proses fagoistosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitosin oleh makrofag selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfecsi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibody sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi. Kurane dan ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat halstead dan peneliti lain ; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus – antibody nonnetralisis sehingga virus bereplikasi di makrofag.
. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dngue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histaminyang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus antibody yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme 1) supresi sumsung tulang dan 2) destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsung tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukan keadaan hiposeluser dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis dan megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukan kenaikan, hal ini menunjukan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi rimvosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur ekstrinsik juga berperan melalui aktivasi factor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein Cl-inhibitor complex)
PATOFISIOLOGI Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau batuk, bintik-bintik merah pada kulit (ptekie), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa.
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, homokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit lebih dari 20%) menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh karena itu, pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hetokrit darah berkala untuk mengetahui berapa persen hemokonsentrasi terjadi.
PATWAY
Tanda dan Gejala Demam Perdarahan Demam akut dengan gejala yang tidak spesifik, anoreksi, lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala. Biasanya berlangsung 2-7 hari. Perdarahan Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam. Bentuk perdarahan dapat berupa : uji torniquet positif. Ptekiae, purpura, ekimosis, epitaksis dan perdarahan gusi, hematemesis melena. Uji torniquet positif bila terdapat lebih dari 20 ptekiae dalam diameter 2,8 cm.
-Hepatomegali - Renjatan ( Syok ) Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai ikterus. - Renjatan ( Syok ) Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan ke-7 sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau pada periode demam biasanya mempunyai prognosa buruk.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium a. Darah : LPB positif. Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) Hematokrit meningkat lebih dari 20%, merupakan indikator akan timbulnya rejatan. Hemoglobin meningkat lebih dari 20%. Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga. Masa perdarahan memanjang. Protein rendah (hipoproteinemia) Natrium rendah (hiponatremia) SGOT/SGPT bisa meningkat Astrup : Asidosis metabolic
b. Urine : Kadar albumin urine positif (albuminuria) c. Foto thorax Bisa ditemukan pleural effusion.
Klasifikasi DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986) : Derajat I Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, , trombositopenia dan hemokonsentrasi.Åuji tourniquet 2. Derajat II Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
3. Derajat III Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan). 4. Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur
Perdarahan luas Syok (rejatan) Pleural Effusion Penurunankesadaran Komplikasi Perdarahan luas Syok (rejatan) Pleural Effusion Penurunankesadaran
Penatalaksanaan Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut : 1. Tirah baring atau istirahat baring. 2. Diet makan lunak. 3. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF. 4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan. 5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari. 7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen. 8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. 9. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder. 10. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk. 11. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB. Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok. Pada pasien renjatan : · Antibiotika · Kortikosteroid · Antikoagulasi
CARA PENCEGAHAN Satu-satunya cara mencegah penyakit DHF dan Chikungunya adalah dengan membasmi nyamuk pembawa virusnya, termasuk memusnahkan sarangpembiakan larva untuk menghentikan rantai hidup dan penularannya. Cara sederhana yang sering dilakukan masyarakat misalnya: - Menguras bak mandi, paling tidak seminggu sekali. Mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari. - Menutup tempat penyimpanan air - Mengubur sampah - Menaburkan larvasida. -Memelihara ikan pemakan jentik - Pengasapan - Pemakaian anti nyamuk -Pemasangan kawat kasa di rumah.
Selain itu, nyamuk juga menyenangi tempat yang gelap, lembab, dan pengap. Pintu dan jendela rumah dibuka setiap hari mulai dari pagi hingga sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan cara pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini dikarenakan nyamuk Aedes aegypti tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung.
Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan seperti sekarang. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat. Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut. Pencegahan individu dapat dilakukan dengan cara khusus seperti penggunaan obat oles kulit (insect repellent) yang mengandung DEET atau zat aktif EPA lainnya. Penggunaan baju lengan panjang dan celana panjang juga dianjurkan untuk dalam keadaan daerah tertentu yang sedang terjadi peningkatan kasus.
TERIMAKASIH