FEMINISME DAN KRIMINOLOGI SAP II
Sejarah Lambroso dan Ferrero (1895) melihat: perempuan yang melakukan kejahatan karena faktor biologis dan/atau pengaruh sosio-seksual. kejahatan yang dilakukan oleh perempuan adalah sesuatu yg tidak penting/menarik Mulai muncul sekitar tahun 1970an, kriminolog mulai menempatkan perempuan sebagai model riset, pertanyaan, maupun respondennya.
Era 1970an-1980an Muncul karena gerakan pemikiran yang menyadari adanya diskriminasi akibat peran-peran sosial yang melekat kepada perempuan. Muncul karena adanya dominasi laki-laki dalam ilmu pengetahuan Androsentrisme: semua permasalahan (termasuk penyusunan & penafsiran terori) dipandang dari sudut pandang laki-laki overgeneralization ilmu pengetahuan (bias gender)
Feminisme gelombang kedua Pemikiran-pemikiran yang menyadari adanya dominasi laki-laki yang kemudian menyebabkan “buta” terhadap gender ini dikenal sebagai kriminologi feminis (feminist criminology). Pemikiran ini secara umum fokus pada diskripsi dan penjelasan perempuan terhadap pengalaman kemanusiaan dan dunia sosial (Danner, 1989: 51).
Feminisme gelombang kedua Ini menegaskan bahwa gender dan hubungan gender dalam kehidupan sosial dan institusi sosial secara langsung mengarah kepada perubahan sosial, dan secara khusus menghilangkan pengabaian dan pengsubordinasian kepada perempuan. Termasuk didalamnya tekanan dari konsep seksualisme dan patriarkhi
Seksualisme mengacu pada sikap dan perilaku (kebiasaan) opresif atau penindasan kepada jenis kelamin lainnya, tetap secara khusus pengertian ini mengacu pada adanya diskriminasi kepada perempuan. Patriarkhi: secara umum merupakan sistem dari struktur sosial, dan secara khusus diartikan sebagai dominasi lak-laki
Aliran Pemikiran Kriminologi: Positifis (1970an) Mengidentifikasi pola-pola dalam perilaku sosial berdasarkan jumlah kasus, ataupun analisis statistik kriminal dari waktu kewaktu. Secara umum belum terdapat perbedaan yang berarti dengan pakem pemikiran positifis
Aliran Pemikiran Kriminologi: Marxist Melihat pada perilaku kelas penguasa, tidak hanya pada kebutuhan akan pengesahan (legitimasi), tetapi juga pada penempatan kekuasaan legitimasi diperoleh bukan dari konsensus
Feminisme Empiris: obyektifitas hanya bisa dicapai jika melalui metode penelitian dengan metode-metodenya. Obyektifitas dapat dicapai jika si peneliti memiliki jarak dengan narasumber. Kritik: empirisme hanya melihat begitu saja pada kategori perempuan, tidak pada adanya peran gender dalam kasus kejahatan oleh laki-laki
Kriminologi Stand Point: Menolak pemikiran feminisme empiris. Cara memandang sesuatu harus terkait dengan: dimana, kapan, siapa Bahwa di dalam SPP terjadi diskriminasi terhadap perempuan