Dasar-Dasar Perpajakan Sumber: Perpajakan Edisi Revisi oleh Mardiasmo Perpajakan Edisi Revisi 2 oleh Diaz Priantara
Pengertian Pajak Prof.Dr.P,A. Adriani : Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. 2. Prof.Dr.Rochmat Soemitro : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum
Unsur-unsur yang melekat pada definisi Pajak Dapat dipaksakan Berdasarkan undang-undang Kontrapretasi yang tidak dapat ditunjuk langsung Digunakan untuk pengeluaran umum
Kedudukan Hukum Pajak dalam Tertib Hukum Indonesia Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., Hukum Pajak mempunyai kedudukan di antara hukum-hukum sebagai berikut: Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut: Hukum Tata Negara Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif) Hukum Pajak Hukum Pidana
Kedudukan Hukum Pajak dalam Tertib Hukum Indonesia Dengan demikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik. Dalam mempelajari bidang hukum, berlaku apa yang disebut Lex Specialis derogat Lex Generalis, yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pada peraturan umum atau jika sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan khusus, maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan umum. Dalam hal ini peraturan khusus adalah hukum pajak, sedangkan peraturan umum adalah hukum publik atau hukum lain yang sudah ada sebeltunnya. Hukum pajak menganut paham imperattf; yakni pelaksanaannya tidak dapat ditunda. Misalnya dalam hal pengajuan keberatan, sebelum ada keputusan dari Direktur Jenderal Pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka Wajib Pajak yang mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang telah ditetapkan. Berbeda dengan hukum pidana yang menganut paham oportunitas, yakni pelaksanaannya dapat ditunda setelah ada keputusan lain.
Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Ada 2 macam hukum pajak yakni: 1. Hukum pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Contoh: Undang-undang Pajak Penghasilan.
Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil (Lanjutan) 2. Hukum pajak formil, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara lain: 1) Tata cam penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak. 2) Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap pars Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak. 3) Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding. Contoh: Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah: 1. Teori Asuransi Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh maka karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut. Teori Kepentingan Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang hares dibayar.
Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak (Lanjutan) 3. Teori Daya Pikul Beban pajak untuk semua orang hams sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu: Unsur objektif dengan melihat besamya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang. Unsur subjektif, dengan memperhatikan besamya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi. Contoh: Tuan A Tuan B Penghasilan/bulan Rp 2 juta Rp 2 juta Status menikah/3 anak bujangan Secara objektif PPh untuk tuan A sama besamya dengan tuan B, karena mempunyai penghasilan yang sama besamya. Secara subjektif PPh untuk A lebih kecilel dari pada than B, karena kebutuhan materiil yang harus dipenuhi A lebih besar.
Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak (Lanjutan) 4. Teori Bakti Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban. 5. Teori Asas Daya Beli Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya bell dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
Jenis Pajak Menurut Golongan: Pajak langsung:adalah pajak yang pembayarannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkn kepada pihak lain.Misal : PPh. Pajak tidak langsung,adalah pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak.Misal : PPN. 2. Menurut Sifat Pajak subjektif dalah pajak yang berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Misal : PPh. Pajak objektif adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak.Misal : PPN dan PPnBM.
Jenis Pajak (Lanjutan) 3. Menurut Lembaga Pemungut Pajak pusat: adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. P ajak negara merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang akan digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah. Misal : PPh, PPN, PPnBM, Bea materai dll. Pajak daerah : adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, yang terdiri atas: Pajak Daerah terdiri atas: Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.
Tarif Pajak 1. Tarif tetap. Yang dimaksud dengan tariftetap bukan berarti tarif pajak tidak pernah mengalami perubahan, melainkan besarnya pajak yang terutang dihitung dengan menerapkan tarif pajak yang konstan berapapun dasar pengenaan pajaknya (DPP).
Tarif Pajak (Lanjutan) 2. Tarif proporsional. Yang dimaksud dengan tarif proporsional adalah suatu tarif tertentu berupa persentase yang konstan yang diterapkan terhadap berapapun DPP-nya sehingga pajak terutang meningkat apabila DPP meningkat dan sebaliknya pajak terutang menurun apabila DPP menurun. Kenaikan atau penurunan tersebut selalu proporsional atau sebanding. Tarif proporsional di Indonesia diterapkan pada PPN dan PPh Pasal 26 atas WP Luar Negeri, PPh WP Badan. Beberapa tarif pajak penghasilan final juga mengikuti tarif proporsional.
Tarif Pajak (Lanjutan) 3. Tarif Degresif Tarif degresif di Indonesia tidak diterapkan karena mengandung ketidakadilan. WP berpenghasilan memikul beban pajak yang signifikan.
Tarif Pajak (Lanjutan) Tarif progresif Tarif yang persentase pajaknya meningkat. Contoh: tarif PPh atas badan 5% atas PKP sampai dengan Rp50.000.000 15% atas PKP di atas Rp50.000.000 s.d. Rp250.000.000 25% atas PKP di atas Rp250.000.000 s.d. Rp500.000.000 35% atas PKP di atas Rp500.000.000