Erosi
Proses-proses hidrologis, langsung atau tidak langsung, mempunyai kaitan dengan terjadinya erosi, transpor sedimen dan deposisi sedimen di daerah hilir. Perubahan tata guna lahan dan praktek pengelolaan DAS juga mempengaruhi terjadinya erosi, sedimentasi, dan pada gilirannya, akan mempengaruhi kualitas air (Asdak, 1995). Proses Terjadinya Erosi dan Sedimentasi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin, 2004). Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu : pelepasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi (Asdak, 1995).
Besarnya erosi tergantung pada kuantitas suplai material yang terlepas dan kapasitas media pengangkut. Jika media pengangkut mempunyai kapasitas lebih besar dari suplai material yang terlepas, proses erosi dibatasi oleh pelepasan (detachment limited). Sebaliknya jika kuantitas suplai materi melebihi kapasitas, proses erosi dibatasi oleh kapasitas (capacity limited). Bandingkan Jika pelepasan < kapasitas Jika pelepasan > kapasitas
Tipe-Tipe erosi Berdasarkan bentuknya erosi, diantaranya yaitu : Erosi percikan (splash erosion) adalah terlepas dan terlemparnya partikel-partikel tanah dari massa tanah akibat pukulan butiran air hujan secara langsung Erosi lembaran (sheet erosion), adalah erosi akibat terlepasnya tanah dari lereng dengan tebal lapisan yang tipis.
Erosi aliran permukaan (overland flow erosion) akan terjadi hanya dan jika intensitas dan/atau lamanya hujan melebihi kapasitas infiltrasi atau kapasitas simpan air tanah
Erosi alur (rill erosion) adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air
Erosi parit/selokan (gully erosion) membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur
Erosi tebing sungai (streambank erosion) adalah erosi yang terjadi akibat pengikisan tebing oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan arus sungai yang kuat terutama pada tikungan-tikungan.
Erosi internal (internal or subsurface erosion) adalah proses terangkutnya partikel-partikel tanah ke bawah masuk ke celah-celah atau pori-pori akibat adanya aliran bawah permukaan.
Tanah longsor (land slide) merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah yang terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif besar.
Tindakan yang dilakukan adalah dengan mengusahakan supaya erosi yang terjadi masih di bawah ambang batas yang maksimum (soil loss tolerance), yaitu besarnya erosi yang tidak melebihi laju pembentukan tanah. Apabila besarnya erosi, untuk lahan pertanian khususnya, masih lebih kecil dari 10 ton/ha/tahun, maka erosi yang terjadi masih dapat dibiarkan selama pengolahan tanah dan penambahan bahan organik terus dilakukan (Suripin, 2004). Besarnya erosi tanah yang masih dapat dibiarkan (soil loss tolerance) berdasarkan keadaan tanah yang dikeluarkan oleh SCS-USDA seperti diberikan pada Tabel Kelas Bahaya Erosi ton/ha/th mm/th I Sangat Ringan < 1,75 < 0,1 II Ringan 1,75 – 17,50 0,1 – 1,0 III Sedang 17,50 – 46,25 1,0 – 2,5 IV Berat 46,25 – 92,50 2,5 – 5,0 V Sangat Berat > 92,50 >5,0 (Sumber : Suripin, 2002)
Model Prediksi Erosi Model erosi tanah dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu model empiris, model fisik dan model konseptual. Model empiris didasarkan pada variable-variabel penting yang diperoleh dari penelitian dan pengamatan selama proses erosi terjadi. Model prediksi erosi secara umum menggunakan model empiris, terutama model-model kotak kelabu. Model-model kotak kelabu yang sangat penting adalah : a. Model regresi ganda (multipte regression) b. Universal Soil Loss Equation (USLE), dan c. Modifikasi USLE (MUSLE)
Model regresi ganda digunakan untuk memprediksi yil sedimen jangka panjang atau tahunan pada suatu DAS. Model regresi ganda merupakan persamaan regresi ganda yang mengkorelasikan antara yil sedimen dan beberapa variabel yang tersedia untuk DAS-DAS tertentu, model ini telah banyak dikembangkan. Tetapi hasil dari regresi ganda tidak dapat digunakan untuk DAS lain, pemakaiannya terbatas pada lokasi dimana model itu dikembangkan. Suripin (2004) dalam studinya untuk anak-anak sungai di Solo hulu, setelah menganalisis sembilan parameter DAS mendapatkan persamaan yang paling tepat dengan melibatkan tiga variabel sebagai berikut: SY = 6,38 x 10-4 x Qwa0,995 x S1,582 x Dd0,431 Dimana: SY = yil sedimen tahunan (ton/Ha/tahun) Qwa = debit tahunan (mm) S = kemiringan rata-rata DAS (%) Dd = kerapatan drainase (panjang total sungai per luas DAS)
Model USLE (Universal Soil Loss Equation) adalah metode yang paling umum digunakan. Metoda USLE dapat dimanfaatkan untuk memprakirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang berbeda. USLE memungkinkan perencana memprediksi laju erosi rata-rata lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap jenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan (tindakan konservasi lahan). USLE dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur di bawah kondisi tertentu. Persamaan tersebut juga dapat rmemprediksi erosi pada lahan-lahan non pertanian, tapi tidak dapat untuk memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai (Suripin, 2004). Persamaan USLE adalah sebagai berikut Ea = R x K x LS x C x P Ea = banyaknya tanah tererosi per satuan luas per satuan waktu (ton/ha/tahun) R = faktor erosivitas hujan dan aliran permukaan K = faktor erodibilitas tanah LS = faktor panjang-kemiringan lereng C = faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanaman P = faktor tindakan konservasi praktis
Upaya Pengendalian Erosi dan Sedimentasi Tindakan-tindakan praktis yang dapat dilakukan untuk mengendalikan erosi antara lain sebagai berikut: Pengaturan Penggunaan lahan b. Usaha-usaha pertanian, antara lain: 1. Pengolahan tanah menurut kontur 2. Cocok tanam pias (strip cropping) 3. Memperkuat ujung alur sungai erosi atau polongan (gully) 4. Penutupan alur erosi 5. Sumuran Penampung air
Cara pengendalian sedimen yang terbaik adalah pengendalian sedimen yang dimulai dari sumbernya yang berarti merupakan pengendalian erosi. Upaya pengendalian sedimen untuk memperkecil akibat-akibatnya antara lain berupa : Pengendalian sungai (river training) Perencanaan bangunan inlet yang baik untuk penyadapan air ke saluran Pemilihan lokasi bendungan yang tepat Pembangunan Bangunan Pengendali Sedimen (chekdam) dihulu waduk Membuat alur pintas atau sudetan Perencanaan outlet waduk yang baik Perencanaan bangunan (structures) yang baik (Sumber : Soemarto, 1995) Secara umum, teknik konservasi lahan seperti penataan lahan pertanian dengan terassering dan reboisasi lebih disarankan sebagai langkah penanganan erosi dan sedimentasi
Perkuatan lereng Perkuatan lereng (revetments) adalah bangunan yang ditempatkan pada permukaan suatu lereng guna melindungi suatu tebing aIur sungai atau permukaan lereng tanggul dan secara keseluruhan berperan meningkatkan stabilitas alur sungai atau tubuh tanggul yang dilindunginya.
Jenis Perkuatan Lereng Perkuatan lereng tanggul Dibangun pada permukaan lereng tanggul guna melindungi terhadap gerusan arus sungai dan konsdtruksi yang kuat perlu dibuat pada tanggul-tanggul yang sangat dekat dengan tebing alur sungai atau apabila diperkirakan terjadi pukulan air (water hammer). Perkuatan tebing sungai, Perkuatan semacam ini diadakan pada tebing alur sungai, guna melindungi tebing tersebut terhadap gerusan arus sungai dan mencegah proses meander pada alur sungai. Selain itu harus diadakan pengamanan-pengamanan terhadap kemungkinan kerusakan terhadap bangunan semacam ini, karena disaat terjadinya banjir bangunan tersebut akan tenggelam seluruhnya. Perkuatan lereng menerus, Perkuatan lereng menerus dibangun pada lereng tanggul dan tebing sungai seeara menerus (pada bagian sungai yang tidak ada bantarannya).
Pemilihan Tipe Perkuatan Lereng. Pemilihan tipe perkuatan lereng yang cocok untuk suatu sungai haruslah dipilih dari beberapa tipe yang ada dengan memperbandingkan satu dengan lainnya serta dengan memperhatikan sulit tidaknya keadaan lapangan ditinjau dari pelaksanaan. Tipe perkuatan lereng yang pernah dibangun dengan hasil yang cukup baik adalah: Tipe pondasi rendah Tipe pondasi tinggi Tipe turap pancang baja Tipe turap papan Tipe turap beton Tipe turap pancang beton
b. Bendung penahan (check dam) Bendung-bendung penahan dibangun di sebelah hulu yang berfungsi memperlambat gerakan dan berangsur-angsur mengurangi volume banjir lahar. Untuk menghadapi gaya-gaya yang terdapat pada banjir lahar maka diperlukan bendung penahan yang cukup kuat.
c. Kantong lahar Bahan-bahan endapan hasil letusan gunung berapi atau hasil pelapukan batuan lapisan atas permukaan tanah yang oleh pengaruh air hujan bergerak turun dari lereng-lereng gunung berapi atau pegunungan memasuki bagian hulu alur sungai arus deras. Oleh aliran air sungai arus deras ini bahan-bahan endapan ini bergerak turun baik secara massa maupun secara fluvial dengan konsentrasi yang tinggi memasuki bagian sungai di sebelah hilirnya
d. Bendung Konsolidasi (Consolidation Dam) Peningkatan agradasi dasar sungai di daerah kipas pengendapan dapat dikendalikan dan dengan demikian alur sungai di daerah ini tidak mudah berpindah-pindah. Guna lebih memantapkan serta mencegah terjadinya degradasi alur sungai di daerah kipas pengendapan ini, maka dibangun bendung-bendung konsolidasi (consolidation dam). Jadi bendung konsolidasi tidak berfungsi untuk menahan atau menampung sedimen yang berlebihan.
e. AMBANG (GROUND SILL) Bangunan ini direncanakan berupa ambang atau lantai dan berfungsi untuk mengendalikan ketinggian dan kemiringan dasar sungai, agar dapat mengurangi atau menghentikan degradasi sungai. Bangunan ini juga dibangun untuk menjaga agar dasar sungai tidak turun terlalu berlebihan Tipe dan bentuk ambang Ada dua buah tipe umum ambang Ambang datar (bed gindle work) Bangunan ini hampir tidak mempunyai terjunan dan elevasi mercunya hampir sarna dengan permukaan dasar sungai, dan berfungsi menjaga agar permukaan dasar sungai tidak turnn lagi. Ambang pelimpah (head work) Bangunan ini mempunyai terjunan, hingga elevasi permukaan dasar sungai di sebelah hilimya dan tujuannya adalah untuk lebih melandaikan kemiringan dasar sungai.
Pengendalian Banjir
1. Fenomena Banjir
Model koordinasi yang ada belum dapat menjadi jembatan di antara kelembagaan batas wilayah administrasi (kab/kota) dengan batas wilayah sungai/DAS (provinsi dan pusat). Menurut Sjarief (2004), Kodoatie dan Sugiyanto (2002) konsep pengendalian banjir harus dilakukan secara terpadu baik instream (badan sungai) maupun off-stream (DAS-nya) dengan melaksanakan pekerjaan baik secara metode struktur (tugas pembangunan) dan non struktur (tugas umum pemerintahan), sehingga akan tercapai integrated flood control and river basin management
Cek dam
Drainase Kota
Pengertian tentang drainase kota pada dasarnya telah diatur dalam SK Menteri PU 233 tahun 1987. Menurut SK tersebut, yang dimaksud drainase kota adalah: “Jaringan pembuangan air yang berfungsi mengeringkan bagian-bagian wilayah administrasi kota dan daerah urban dari genangan air, baik dari hujan lokal maupun luapan sungai yang melintas di dalam kota”.
Drainase Sistem Drainase 1.Saluran Penerima (Interceptor Drain) adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan air atau ke bangunan resapan buatan. Sistem Drainase 1.Saluran Penerima (Interceptor Drain) 2.Saluran Pengumpul (Collector Drain) 3.Saluran Pembawa (Conveyor Drain) 4.Saluran Induk (Main Drain) 5.Badan Air Penerima (Receiving Water)
Berdasarkan fungsi layanan : Sistem Drainase Lokal Yang termasuk sistem drainase lokal adalah saluran awal yang melayani suatu kawasan kota tertentu seperti komplek permukiman, areal pasar, perkantoran, areal industri dan komersial. Sistem ini melayani area kurang dari 10 ha. Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggung jawab masyarakat, pengembang atau instansi lainnya. b. Sistem drainase utama: Yang termasuk dalam sistem drainase utama adalah saluran drainase primer, sekunder, tersier beserta bangunan pelengkapnyayang melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat. Pengelolaan sistem drainase utama merupakan tanggung jawab pemerintah kota.
c. Pengendalian banjir (flood control) Sungai yang melalui wilayah kota yang berfungsi mengendalikan air sungai, sehingga tidak mengganggu dan dapat memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat. Pengelolaan pengendalian menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal SDA Balai Besar Wilayah Sungai
Berdasarkan fisiknya: Sistem saluran primer: Adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran sekunder. Dimensi saluran ini relatif besar. Akhir saluran primer adalah badan penerimaair. b. Sistem saluran sekunder: Adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari saluran tersier dan limpasan air dari permukaan sekitarnya. Dimensi saluran tergantung pada debit yang dialirkan. Meneruskan air ke saluran primer. c. Sistem saluran tersier : Adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran drainase lokal.
Berdasarkan Wilayah Layanan (Catchment Area) 1.Saluran Drainase Regional (SDR) Adalah saluran drainase yang hulu atau awal dari salurannya berada diluar batas administrasi kota/wilayah ybs 1A. SDR Dalam Kota 1B SDR Luar Kota 2. Saluran Drainase Perkotaan Adalah saluran drainase yang bagian hulu/awalnya berada dalam wilayah administrasi kota/wilayah ybs. SD Mayor a.SD Induk Utama (DPS > 100 ha) b.SD Induk Madya (DPS 50-100 ha) SD Minor c.SD Cabang Utama (DPS 25-50 ha) d.SD Cabang Madya (DPS 5-25 ha) e.SD Tersier (0-5 ha)
3. Drainase berwawasan lingkungan: a. Pola detensi (menampung air sementara), misalnya dengan membuat kolam penampungan. b. Pola retensi (meresapkan), antara lain dengan membuat sumur resapan, saluran resapan, bidang resapan atau kolam resapan. 4. Pengendali banjir adalah bangunan untuk mengendalikan tinggi muka air agar tidak terjadi limpasan dan atau genangan yang menimbulkan kerugian. 5. Badan penerima air adalah sungai, danau, atau laut yang menerima aliran dari sistim drainase perkotaan
Produk Pengaturan mengenai drainase yang sudah ada : SK SNI T-06-1990-F, tentang Tata Cara Perencanaan Teknik Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan. SK SNI S-14-1990-F, tentang Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan. SK SNI T-07-1990-F, tentang Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan
Fungsi drainase perkotaan : Mengeringkan bagian wilayah kota dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif. Mengalirkan air permukaan kebadan air penerima terdekat secepatnya. Mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah (konservasi air).
Berdasarkan fungsi pelayanan, sistem drainase kota dibagi menjadi dua bagian pokok yaitu: a. Sistem drainase lokal: Yang termasuk dalam sitem drainase lokal adalah sistem saluran awal yang melayani suatu kawasan kota tertentu seperti kompleks permukiman, areal pasar, perkantoran, areal industri dan komersial. Sistim ini melayani area kurang dari 10 ha. Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggung jawab masyarakat, pengembang atau instansi lainya. b. Sistem drainase utama: Yang termasuk dalam sistem drainase utama adalah saluran drainase primer, sekunder, tersier beserta bangunan kelengkapannya yang melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat. Pengelolaan sistem drainase utama merupakan tanggung jawab pemerintah kota. c. Pengendalian banjir (Flood Control): Adalah sungai yang melintasi wilayah kota yang berfungsi mengendalikan air sungai, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia. Pengelolaan pengendalian banjir merupakan tanggung jawab dinas pengairan.(sumber daya air)
Berdasarkan fisiknya, sistim drainase terdiri atas saluran primer, sekunder, tersier dst. a. Sistem saluran primer : Adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran sekunder. Dimensi saluran ini relatif besar. Akhir saluran primer adalah badan pemerima air. b. Sistem saluran sekunder : Adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari saluran tersier dan limpasan air dari permukaan sekitarnya, dan meneruskan air ke saluran primer. Dimensi saluran tergantung pada debit yang dialirkan. c. Sistem saluran tersier : Adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran drainase lokal.
Menurut definisi, banjir adalah sejumlah besar air yang menutupi wilayah lahan yang biasanya sering, sebagai hasil dari aliran air sungai atau laut yang melebihi diatas batas umumnya, rusaknya bendungan, gelombang pasang surut, atau angin kencang yang menimbulkan ombak besar di sekitar pulau. Penggenangan adalah kata kerja transitif dari banjir atau tindakan menggenangi. Penggenangan lebih berhubungan dengan besarnya banjir, sebagai contoh kedalaman penggenangan atau luas areal penggenangan. Suatu sistem pengendalian banjir adalah suatu sistem drainase yang memanfaatkan keseluruhan drainase dari suatu area (kota). Pekerjaan ini pada umumnya dibangun untuk mengurangi banjir di wilayah perkotaan yang ada dan dapat meliputi suatu saluran terbuka, saluran pembuangan air hujan, fasilitas peresapan air hujan, fasilitas penampungan air hujan (kolam/waduk), dan / atau stasiun pompa drainase atau suatu kombinasi dari komponen sistem ini
Rencana Induk (Master Plan) Rencana Induk Sistem Drainase perkotaan adalah perencanaan menyeluruh sistem drainase pada satu perkotaan, untuk waktu perencanaan 25 tahun. Lingkupnya adalah sistem drainase utama saja yang berada dalam satu daerah administrasi kota/perkotaan. Study Kelayakan Study Kelayakan Sistem Drainase Perkotaan adalah perencanaan sistem drainase pada satu atau lebih daerah pengaliran air, untuk waktu perencanaan 5 atau 10 tahun. Lingkupnya diarahkan pada daerah prioritas yang telah ditentukan dalam Rencana Induk Drainase Perkotaan. Kajian yang dilakukan meliputi kelayakan teknis, kelayakan ekonomi, serta kelayakan lingkungan Perencanaan Teknis Perencanaan teknis dibuat untuk daerah prioritas yang telah mempunyai study kelayakan atau rencana kerangka (Outline Plan). Jangka waktu perencanaan untuk 2 sampai 5 tahun. Rencana teknis harus memuat persyaratan teknis dan gambar teknis, kriteria perencanaan dan langkah-langkah perencanaan konstruksi sistem drainase didaerah perkotaan
Beberapa prinsip utama yang harus diletakkan sebagai dasar pembangunan sistem drainase perkotaan, antara lain : Kapasitas sistem harus mencukupi, baik untuk melayani air hujan yang dialirkan kebadan penerima air (laut, sungai) atau yang diserapkan kedalam tanah. Bilamana kapasitas tidak mencukupi, maka sistem akan menemui kegagalan, dan terjadilah banjir atau genangan. Untuk mencapai kapasitas sistem yang memadai, dilakukan berdasarkan prinsip hidrologi dan hidrolika. Tata letak sistem memenuhi kriteria perkotaan dan memiliki kesempatan untuk perluasan sistem. Dalam pelaksanaannya harus diperhatikan segi hidraulik dan tata letak dalam kaitannya dengan prasarana lain. Stabilitas sistem harus terjamin, baik dari segi struktural, keawetan sistem dan kemudahan dalam operasi dan pemeliharaannya. Dalam pelaksanaannya diperlukan prinsip-prinsip struktural yang harus dipenuhi, termasuk bentuk struktur yang memudahkan operasi dan pemeliharaan. Mengalirkan secara gravitasi, sistem drainase perkotaan sedapat mungkin menggunakan sistem pengaliran secara gravitasi, mengingat cara ini lebih ekonomis dalam pengoperasian dan pemeliharaannya. Penggunaan system pompa hanya pada situasi- situasi khusus yang keadaan medannya memang tidak memungkinkan untuk diterapkan system gravitasi Minimalisasi pembebasan tanah, pengembangan sistem drainase perkotaan harus diusahakan mencari jalur terpendek kebadan penerima air. Hal ini agar pembebasan tanah dapat ditekan sekecil mungkin.
KRITERIA DISAIN TEKNIS SISTEM DRAINASE A. Kriteria Pelayanan Tipe drain Periode Ulang Rencana Saluran hujan didaerah perumahan 2 tahunan Saluran hujan di daerah perdagangan dan industri 5 tahunan Saluran yang melayani daerah tadah > 100 Ha 20 tahunan Sungai-sungai besar 20-50 tahunan B. Kriteria Keamanan Keamanan adalah pertimabngan penting dalam pendesainan system drainase daerah perkotaan dan pengembangan perkotaan pada dataran banjir dari suatu sungai. Kriteria keamanan yang dianjurkan adalah sebagai berikut : Menggunakan terali pengaman dimuka “inlet” dan saluran drainase yang panjang dan tertutup. Menggunakan penutup yang kuat dan aman dipasang bila penutup itu dipakai untuk jalan. Menggunakan pagar terali ditepi bangunan yang terletak diatas air yang mengalir cepat, atau salurannya dalam dan umum mudah mencapainya.
Langkah-2 Utama Pembuatan Rencana Induk 1. Pengumpulan dan pengecekan data 2. Analisa hidrologi dan hidrolika 3. Identifikasi kekurang mampuan system yang ada 4. Pembuatan berbagai konsep cara penanggulangan kekurang-mampuan tersebut 5. Memformulasikan rencana induk Ad.1 Data Tata Guna Tanah ( dari Rencana Induk Tata Guna Tanah untuk rencana pengembangan ) Kondisi Fisik daerah,( Peta kontour dan survey penunjang ) Data hidrologi, ( Data hujan, Catatan banjir, studi-studi terdahulu,pengenalan medan) Ad 3 Berkaitan dengan kriteria desain teknik dan penggunaan lahan yang diusulkan. Ad 4 Kenali konsep pemecahan masalah yang bisa menanggulangi ketidak-mampuan system drainase yang ada. Jenis penyelesaian dasar Contoh Peningkatan Pengubahan suatu alur alami menjadi saluran drainase yang permukaannya dilapisi pasangan. Penahanan Cekungan atau ceruk penahan bendungan pengurangan atau pengendalian banjir Pengalihan / Pembelokan Pengalihan / pembelokan sebagian / Pembagian tadahan ke saluran lain, pembelokan aliran yang berlebihan Pompa Pembuatan stasion Pompa pengendali banjir
PENG-EVALUASIA-AN BERBAGAI ALTERNATIF dengan pertimbangan faktor-faktor : a. Biaya (investasi, operasi dan biaya) b. Sosial ( penyediaan lahan ) c. Lingkungan ( dampaknya didaerah hilir) Alternatif yang terpilih seyogyanya yang termurah yang bisa diterima secara sosial dan memenuhi persyaratan lingkungan. Beberapa dampak negatif yang mungkin timbul dari suatu system drainase perkotaan pada lingkungan dan cara penanggulangannya
PERUMUSAN RENCANA INDUK Penetapan komponen-komponen rencana induk : Penentuan lebar lahan peruntukan Penentuan perbaikan-perbaikan terhadap saluran yang ada (dimensi, pengaturan lereng, penyediaan lahan ) Penentuan cara mengurangi banjir atau pengendalian banjir melalui pembatasan daerah apabila sungai melewati kota. Penentuan secara jelas dimana system drainase perkotaan akhirnya melimpahkan alirannya, bangunan-bangunan apa yang diperlukan, Sebelum rencana induk drainase disyahkan, dianjurkan agar suatu cek akhir dilakukan agar diyakini keterpaduannya dengan rencana induk prasarana lainnya.
1. PENGUMPULAN DATA dan INFORMASI Penyusunan studi kelayakan drainase ditinjau dari 3 (tiga) aspek pokok : (1). Kelayakan Teknis (2). Kelayakan Ekonomis (3). Kelayakan Lingkungan 1. Umum : Rencana induk; Studi-studi yang terkait; Data-data kependuduk, sosial -ekonomi. 2. Teknis : inventarisasi sistem drainase yang ada, data hidrologi, data hidraulik, data kapasitas dan truktur bangunan pelengkap 3. Sosial-Ekonomi : Data aspek sosial ekonomi Data kerugian langsung yang diakibatkan oleh genangan Data kerugian tidak langsung yang ditimbulkan karena adanya genangan, gangguan kesehatan dan terganggunya aktifitas ekonomi Data partisipasi masyarakat Data harga tanah 4. Lingkungan: data lingkungan, data lingkungan pada lokasi pembebasan tanah, data lingkungan pada tempat penampungan (pemukiman) penduduk yang terkena proyek.
2. Analisa masalah
3. Usulan
Analisis biaya Analisa biaya dilakukan dengan memperhatikan pengaruh langsung dan tidak langsung, biaya pembangunan serta biaya operasi dan pemeliharaan : Manfaat proyek dihitung dari pengaruh langsung dan tidak langsung Biaya proyek dihitung dari biaya pembangunan dan biaya operasi dan pemeliharaan, Pengaruh langsung, terdiri dari: Pengurangan biaya untuk pembuatan dan perbaikan sistem drainase yang rusak, Pengurangan biaya untuk pembuatan dan perbaikan prasarana dan sarana kota lainnya yang rusak, Pengurangan biaya untuk pembuatan dan perbaikan bangunan dan rumah-rumah yang rusak, Pengurangan biaya penanggulangan akibat genangan, Biaya harga tanah. 4. Pengaruh tidak langsung terdiri dari: Pengurangan biaya sosial akibat bencana banjir, seperti : kesehatan, pendidikan dan lingkungan, Pengurangan biaya ekonomi yang harus ditanggung masyarakat akibat banjir, seperti: produktifitas, perdagangan, jasa pelayanan, Kenaikan harga tanah.