BANTUAN HUKUM, YURISPRUDENSI PERADILAN AGAMA DAN CONTOH YURISPRUDENSI Team Pengajar Mata Kuliah Hukum Acara Perdata Peradilan Agama
Pengertian Bantuan Hukum Pengertian advokat berdasarkan pasal 1 butir 1 UU No. 18 tahun 2003 adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-undang ini. Jasa hukum oleh advokat dapat dikelompokan dalam litigasi dan non litigasi. Litigasi yaitu pemberian jasa hukum bagi siapa saja yang membutuhkan sebelum dan selama proses persidangan perkara di pengadilan. Non ligitasi adalah pemberian nasehat dan jasa hukum bagi siapa saja yang membutuhkan dan tidak dalam proses berperkara di Pengadilan.
Dalam Pasal 73 ayat (1) dan Pasal 82 ayat (2) UU No. 7 tahun 1989 jo Dalam Pasal 73 ayat (1) dan Pasal 82 ayat (2) UU No. 7 tahun 1989 jo. Pasal 123 ayat (1) HIR, jo. Pasal 147 Rbg. Seorang pemberi bantuan hukum dan jasa hukum dapat mendampingi para pihak a t a u dapat juga mewakili para pihak setelah menerima surat kuasa khusus Dalam Pasal 2 ayat 1 UU No. 18 tahun 2003 Tentang Advokat dijelaskan bahwa : Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi. Dalam penjelasan pasal demi pasal Undang-undang ini diterangkan bahwa yang dimaksud dengan “berlatar belakang pendidikan tinggi hukum” adalah lulusan fakultas hukum, fakultas syari’ah, perguruan tinggi hukum militer, dan perguruan tinggi ilmu kepolisian.
1. Pemberian Bantuan Oleh Hakim Yahya Harahap dalam buku Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, UU No. 7 Tahun 1989 menguraikan batas pemberian bantuan, bantuan yang dimaksud dalam uraian beliau adalah bantuan hukum oleh hakim kepada para pencari keadilan yang dibutuhkan sebelum dan selama berlangsungnya proses perkara di pengadilan. Pasal 58 ayat 2 UU No. 7 Tahun 1989 jo pasal 5 ayat 2 UU No. 14 tahun 1970 jo. Pasal 5 ayat 2 UU No. 4 tahun 2004 merupakan pedoman bagi hakim dalam melaksanakan fungsi pemberi bantuan. Ditinjau dari segi hukum perdata, yang berperkara dan sama-sama mencari keadilan itu adalah pihak penggugat dan pihak tergugat.
Tentang batasan umum dapat dijelaskan bahwa pemberian bantuan atau nasehat adalah sesuai dengan hukum sepanjang mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah formil. Terutama berkenaan dengan tata cara berproses di depan sidang pengadilan, hal-hal yang berkenaan dengan masalah materiil atau pokok perkara tidak termasuk dalam jangkauan fungsi tersebut. Masalah formil pemberian bantuan hukum adalah : 1. Membuat gugatan bagi yang buta huruf. Pasal 120 HIR atau pasal 144 ayat 1 RBG. Penggugat yang buta huruf dapat mengajukan gugatan lisan kepada Ketua Pengadilan dan Ketua Pengadilan wajib mencatatnya.
2. Memberi pengarahan tata cara izin “prodeo” Pasal 237 sampai dengan pasal 245 HIR. 3. Menyarankan penyempurnaan surat kuasa. Syarat-syarat surat kuasa khusus yang sah adalah : Harus berbentuk tertulis. Ada tiga alternatif yaitu berupa akta di bawah tangan yang dibuat sendiri oleh pemberi kuasa dan penerima kuasa. Atau akta yang dibuat oleh panitera pengadilan yang dilegalisir oleh Ketua Pengadilan / Hakim. Atau dapat juga dengan akta otentik yang dibuat notaris. Harus disebutkan nama para pihak yang berperkara, Harus ditegaskan tentang hal yang disengketakan secara jelas. Harus disebut dan dirinci batas-batas tindakan yang dapat dilakukan penerima kuasa.
4. Menganjurkan perbaikan surat gugat, sepanjang kekurangan yang ada masih menyangkut masalah formil, h a k i m berwenang memberi bantuan atau nasehat. Memberi penjelasan alat bukti yang sah Penjelasan alat bukti yang sah yang diberikan oleh hakim kepada para pihak yang berperkara, terutama adalah mengenai keterangan saksi. Saksi yang ditampilkan dipersidangan harus efektif dan keterangannya dapat bernilai sebagai alat bukti. H a k i m menjelaskan tentang syarat formil dan syarat materiil yang harus dipenuhi oleh seorang saksi. Syarat formilnya tidak boleh bertentangan dengan pasal 145 HIR atau pasal 172 RBG yaitu kelompok orang-orang
Memberi penjelasan cara mengajukan bantahan dan jawaban yang tidak boleh diajukan sebagai saksi. Sedang syarat materiil yang harus dipenuhi saksi adalah keterangan yang diberikan berdasar penglihatan, pendengaran atau pengalaman langsung dari peristiwa yang disengketakan. Memberi penjelasan cara mengajukan bantahan dan jawaban Mengenai cara pengajuan eksepsi (pasal 136 HIR atau pasal 162 RBG) perlu penjelasan dari hakim, termasuk jenis-jenis eksepsi yang dapat diajukan. Bantuan memanggil saksi secara resmi Pada prinsipnya, dalam perkara perdata para pihak sendiri yang membawa saksi yang diajukan dipersidangan. Namun adakalanya saksi yang diperlukan tidak bersedia hadir, padahal kesaksiannya sangat penting dan menentukan. Pengadilan dapat membantu memanggil saksi secara resmi
Memberi bantuan upaya hukum agar hadir dipersidangan (pasal 139 ayat 1 HIR atau pasal 165 RBG). Bahkan kalau s a k s i dipanggil secara resmi dua kali berturut-turut belum datang, pengadilan dapat memaksa hadir melalui kejaksaan atau kepolisian (Pasal 141 ayat 2 HIR atau pasal 167 ayat 2 RBG). Memberi bantuan upaya hukum Diantara para pencari keadilan, ternyata masih banyak yang tidak mampu dalam segala hal. Namun bantuan tersebut tidak boleh memihak dan merusakkan asas persamaan hak dan kedudukan dihadapan hukum. Memberi penjelasan tata cara verzet dan rekonvensi Dlm praktek, sering terjadi adanya kesalahan prosedur, misalnya permintaan banding terhadap putusan verstek, menurut ketentuan pasal 128 dan 129 HIR atau pasal 153 RBG dinyatakan bahwa upaya hukum yang tepat untuk itu adalah melalui verzet.
Mengarahkan dan membantu merumuskan perdamaian. (Ps.130 HIR jo. Ps.154 RBG jo. Ps.39 UU No.Th. 1974 jo. Ps.65 UU No.7 Thn. 1989 jo. Ps.31 PP No. 9 Thn. 1975) Dalam UU ditegaskan bahwa usaha mendamaikan yang diperankan hakim harus secara aktif. Memberi saran dan rumusan berdasarkan kehendak bebas dari para pihak, sejak sidang I, sampai putusan dijatuhkan Dengan berkembangnya profesi pemberi jasa hukum atau ADVOKAT, dan bantuan hukum, kesepuluh kegiatan tersebut dapat dibantu oleh Advokat dan Pemberi Bantuan Hukum, diluar Pengad, maupun dlam proses berperkara.
Perkataan pencari keadilan itu mengandung makna konotasi pihak penggugat. Ditinjau dari segi hukum perdata, yang berperkara didepan sidang pengadilan dan sama-sama mencari keadilan itu adalah
B. Pengertian Yurisprudensi Dalam kepustakaan hukum Indonesia yang disebut yurisprudensi adalah kumpulan atau sari keputusan Mahkamah Agung (dan Pengadilan Tinggi) mengenai perkara tertentu berdasarkan pertimbangan (kebijak-sanaan) hakim sendiri yang diikuti sebagai pedoman oleh hakim lain dalam memutus perkara yang sama atau hampir sama. Apa sebabnya hakim di suatu pengadilan mempergunakan putusan hakim lain dalam menyelesaikan suatu putusan?
Karena Mahkamah Agung merupakan badan peradilan tertinggi yang melakukan pengawasan terhadap pengadilan-pengadilan (yang lebih rendah) peradilan di tanah air kita. Selain faktor psikologis, juga faktor praktis yang menyebabkan hakim yang lebih rendah mengikuti keputusan hakim yang lebih tinggi. Biasanya untuk perkara yang sama hakim pada pengadilan yang kedudukannya lebih tinggi akan “memperbaiki” putusan hakim pengadilan yang lebih rendah. Hakim salah satu pengadilan mengikuti putusan hakim lain, karena ia menyetujui pertimbangan yang dimuat dalam putusan hakim lain itu.
Pada tahun 1865, Mahkamah Agung Hindia Belanda menentukan dalam pertimbangannya bahwa harta warisan dikuasai oleh hukum pewaris. 1. Pentingnya atau Manfaat Yurisprudensi Pengembangan hukum Islam, d a p a t dilakukan melalui: ijtihad bersama melalui peraturan perundang- undangan, yurisprudensi. Pengembangan hukum Islam melalui yurisprudensi, menurut Prof. H. Moh. Daud Ali, adalah perlu dan baik karena yurisprudensi, menggambarkan keadilan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, juga s e l a r a s dengan kesadaran hukum masyarakat muslim Indonesia.
Para hakim PA, haqrus paham benar tentang hukum Islam, h a r u s memperhatikan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang terdapat dalam masyarakat. 2. Yurisprudensi Peradilan Agama Pada tahun 1865, Mahkamah Agung Hindia Belanda menentukan dalam pertimbangannya bahwa hukum harta warisan dikuasai (ditetapkan) oleh pewaris. Garis hukum ini menjadi yurisprudensi tetap dalam pengadilan Indonesia dan dipakai sampai sekarang. Ruang lingkup yurisprudensi peradilan agama terbatas pada hukum yang menjadi wewenang dan hukum acara peradilan agama.
Pd. tahun anggaran 1992/1993, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) membentuk satu tim untuk menginventarisasi, sekaligus menganalisa dan mengevaluasi yurisprudensi Peradilan Agama selama 27 tahun, dari tahun 1958 sampai dengan tahun 1985. Dari ke 96 putusan yang memuat enam belas soal yang dianalisis dan dievaluasi, masih banyak yang perlu dibina dan ditingkatkan, yi: (1) proses berperkara di sidang pengadilan. (2) Bentuk putusan yang tidak sesuai dengan bentuk putusan suatu pengadilan. (3) Bunyi amar putusan beberapa Pengadilan Agama tingkat pertama tidak menggambarkan isi gugatan. (4) Dasar hukum yang dijadikan landasan putusan Pengadilan Agama adalah berbagai peraturan perundang-undangan pembentukan peradilan agama secara umum,
mulai dari S. 1882:152 sampai dengan Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Islam Departemen Agama. (5) Salah satu Pengadilan Agama di Sumatera Barat mengabulkan permohonan Penggugat yang telah menjatuhkan talak satu kepada istrinya (Tergugat) di luar sidang Pengadilan. (6) Penerapan kaidah hukum yang tidak tepat.