KULIAH MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN PENGENDALIAN HAYATI OLEH MIKROORGANISME Dr. Ni’matuzahroh Prodi S1 Biologi F. Sains dan Teknologi Unair
PENGANTAR Berbagai permasalahan di lingkungan terkait dengan kehidupan manusia yang memacu munculnya pengendalian hayati antara lain : Kegagalan panen dan kerusakan pada tanaman budidaya Serangan hama hewan, mikroorganisme Penyakit pada hewan Penyakit pada manusia Malaria Dampak penggunaan senyawa kimia dalam mengendalikan hama Toksisitas, resistensi , dan pencemaran lingkungan
Makna Pengendalian Hayati Menurut van den Bosch et al., (1982) Istilah pengendalian hayati mencakup tiga pengertian, yaitu : Sebagai disiplin ilmu Sebagai metode pengendalian hama Sebagai fenomena alami Sebagai disiplin ilmu : Ilmu pengendalian hayati menitik beratkan kajian terhadap interaksi antara organisme dan musuh alami Organisme target itu dapat berkedudukan sebagai mangsa (prey) atau inang (host), sedangkan musuh alamiahnya berfungsi sebagai predator atau parasit
Parasit yang tergolong ke dalam kelas Hexapoda (serangga) dikenal sebagai parasitoid, sedangkan yang tergolong ke dalam mikroorganisme disebut dengan patogen. Ilmu pengendalian hayati lebih banyak membahas interaksi mangsa-predator dan inang-parasitoid, sedangkan interaksi antara patogen-inang terutama serangga secara khusus dibahas dalam patologi serangga
Berbeda dengan pengendalian alami, Sebagai suatu metode, pengendalian hayati dianggap berhasil jika upaya itu dapat menurunkan keseimbangan populasi hama sampai tingkat yang tidak merugikan Berbeda dengan pengendalian alami, pengendalian hayati merupakan upaya penggunaan musuh alami (faktor biotik) yang dilakukan secara sengaja oleh manusia untuk mengendalikan hama. Selain faktor biotik, pengendalian alami dapat terjadi oleh faktor abiotik
Definisi Pengendalian Hayati Garcia et al. (1988) “Aksi parasit(oid), predator,dan patogen dalam menjaga kepadatan populasi organisme lainnya pada aras rata-rata yang lebih rendah dari pada aras (rata-rata) yang terjadi bila mereka tidak ada” Gabriel & Cook (1990) “ Penggunaan organisme gen, atau produk gen, baik alami maupun hasil modifikasi untuk mengurangi efek dari organisme yang tidak dikehendaki seperti tanaman, pohon, hewan, serangga dan mikroba berguna”
Menurut Garcia et al., (1988) Pengendalian hayati harus memenuhi dua syarat utama : Keterpautan kepadatan (density dependence) Musuh alami harus menjadi faktor mortalitas hama yang pengaruhnya semakin menguat secara proporsional bila populasi hama tersebut meningkat Keberlanjutan diri (self- sustenance) Mensyaratkan agar musuh alami selalu berada pada habitat hama sehingga tidak diperlukan lagi penanggulangan pelepasan musuh alami di habitat itu
Gabriel dan Cook (1990) Pengendalian hayati mestinya dapat ditempuh melalui tiga strategi yaitu : (1) pengendalian populasi jasad pengganggu (konvensional) (2) pertahanan diri jasad sasaran (inovatif) (3) rekayasa eksklusif jasad sasaran dari jasad pengganggu
Kasus Penggunaan B. thuringiensis Secara konvensional Serangga akan teracuni oleh protein (endotoksin) yang terkandung di dalam tubuh BT yang digunakan untuk mengendalikan serangga hama Secara inovatif Gen endotoksin Bt dapat ditransfer ke gen tanaman sehingga tanaman dapat mempertahankan dirinya sendiri dari serangga hama.
Secara rekayasa Gen endotoksin Bt dapat ditransfer ke mikroorganisme yang hidup di permukaan tumbuhan (misalnya: P. fluorescens pada permukaan akar tanaman jagung) sehingga melindungi tumbuhan secara ekslusif Penggunaan tanaman yang diperoleh melalui metode pemuliaan transgenik
BATASAN PENGENDALIAN HAYATI Konsep konvensional (Garcia et al., 1988) Pengendalian hayati merupakan fenomena alami, bidang ilmu, atau metode pengendalian hama yang melibatkan aktivitas musuh alaminya (predator, parasitoid, atau patogen) Konsep kontemporer Gabriel & Cook (1990) Mencakup penggunaan biota (tidak terbatas pada musuh alami saja) untuk melawan biota lain (termasuk patogen tanaman dan jasad pengganggu lainnya).
PENGENDALIAN HAYATI (BIOKONTROL) Pengendalian suatu hama penyakit pada tanaman, hewan dengan menggunakan organisme hidup (makroorganisme dan mikroorganisme) Mikroorganisme yang digunakan untuk mengendalikan hama disebut dengan Microbial pesticide Mikroorganisme yang digunakan mengembangkan interaksi antagonis dengan populasi hama Parasitisme, predatorisme, dan antibiosis
Untuk menjadi efektif sebagai pestisida, syarat yang diperlukan adalah : Mikroba patogen haruslah virulen dan dapat mengakibatkan penyakit pada hama ketika diberikan dengan konsentrasi yang ditentukan secara tepat Mikroba patogen tidak sensitif terhadap variasi lingkungan Setelah diaplikasikan, mikroba patogen sebaiknya survive sampai menginfeksi populasi hama Mikroba patogen harus bersifat lebih spesifik terhadap populasi hama dan tidak boleh mengakibatkan penyakit pada populasi non target Mikroba patogen harus secara cepat menimbulkan penyakit pada populasi hama sehingga dapat meminimalisasi kerusakan yang diakibatkan oleh hama.
SYARAT MICROBIAL PESTICIDES Bersifat spesifik terhadap inang tertentu Aman bagi populasi non target (manusia, tanaman dan hewan) Efektivitasnya tidak terpengaruh jika terjadi variasi genetik dalam populasi hama Lebih baik diterapkan pada program pengendalian hama secara terpadu
PERTIMBANGAN UMUM DALAM BIOKONTROL Eksplorasi patogen untuk populasi hama yang berasal dari hewan dan tanaman Kestabilan populasi microbial pestiside (survival dan virulensi) Pertimbangan aspek ekonomi Produksi mikroba patogen Kontrol kualitas produksi Aplikasi di lapangan Efek samping /keamanan yang ditimbulkan (persistensi dan toksisitas)
JENIS MICROBIAL PESTICIDES VIRAL PESTICIDE Pestisida yang mikroorganismenya dari kelompok virus BACTERIAL PESTICIDE Pestisida yang mikroorganismenya dari kelompok bakteri FUNGAL PESTICIDE Pestisida yang mikroorganismenya dari kelompok fungi
VIRAL PESTICIDES Virus patogen memiliki potensi untuk digunakan sebagai agen pestisida. Virus dapat mengakibatkan penyakit pada serangga dan arthropoda Spesifikasi antara virus dan inang membuat virus merupakan kandidat yang ideal untuk penggunaan dalam mengendalikan populasi hama serangga yang spesifik dengan sedikit atau tanpa pengaruh yang menyimpang pada manusia dan hewan lain. Virus yang patogen terhadap insekta sering mengakibatkan penyakit epidemi yang dikenal sebagai epizootic
JENIS-JENIS VIRUS nuclear polyhedrosis viruses berkembang dalam nukelus sel inang, virion tunggal atau berkelompok dalam polyhedral inclusion bodies cytoplasmic polyhedrosis viruses berkembang hanya dalam sitoplasma inang sel epitel pencernaan, virion tunggal dalam polyhedral inclusion bodies granulosis viruses berkembang biak dalam inti maupun sitoplasma sel lemak, trachea atau sel epidermis sel inang, virion tunggal atau terkadang berpasangan dalam badan inklusi kecil yang disebut kapsul.
Baculoviruse patogen telah ditemukan khususnya untuk Lepidoptera, Hymenoptera, dan Diptera Infeksi sering ditransmisikan lewat penelanan dari makanan yang terkontaminasi Beberapa nuclear polyhidrosis viruses diproduksi in United State dalam skala yang besar untuk mengontrol pestisida serangga. Inokulasi daun dengan polyhidrosis virus dapat mengawali epizootics pada larva Lepidoptera dan Hymenoptera yang memakan daun tanaman, mengakibatkan reduksi populasi yang nyata dari insekta ini.
VIRAL PESTICIDES Contoh penting penggunaan virus adalah juga mengontrol populasi kelinci di Australia yaitu myxoma virus. Kelinci dimasukkan di Australia tahun 1859 dari Eropa dan karena tidak ada musuh alaminya, maka reproduksinya tidak terkendali. Myxoma virus merupakan virus patogen pada kelinci di Eropa. Virus myxoma dintroduksikan, sebagai upaya untuk mengontrol populasi kelinci di Australia, Myxoma dapat mereduksi populasi sampai tinggal 20 %. Resistensi kelinci disebabkan oleh sisem pertahanan imunologi
BACTERIAL PESTICIDES Ada beberapa bakteri patogen pada insekta yang sering digunakan dan mempunyai potensi digunakan sebagai pestisida. Bakteri tersebut adalah bakteri pembentuk endospora dari genus : Bacillus dan Chlostridium. Salah satu bakteri potensial adalah Bacillus thuringiensis yang paling luas digunakan dalam mengendalikan populasi serangga. Pembuatan B. thuringiensis komersial telah terdaftar paling sedikit pada 12 perusahaan di 5 negara untuk berbagai kegunaan budi daya tanaman, pohon di hutan dan mengontrol berbagai jenis serangga.
B. thuringiensis telah diujikan secara sukses melawan 140 spesies serangga, termasuk anggota Lepidoptera, Hymenoptera, Diptera, dan Coleoptera. Hal ini dikarenakan bakteri ini bersifat cristalloferous, membentuk endospora, memproduksi discrete parasporal bodies dalam selnya. Proteinaceous parasporal crystal merupakan faktor toxin. Empat jenis senyawa toxin telah dihasilkan oleh B. thuringiensis.
Penggunaan B thuringiensis secara komersial telah digunakan untuk mengendalikan cabbage worms, cabbage looper dan beberapa hama pada sayuran budidaya. BT juga menekan pertumbuhan populasi tent caterpillars, bagworms dan cankerworm. Yang paling menarik adalah penggunaan B. thuringiensis israelensis (BTI) untuk mengontrol populasi malaria. Ternyata efektifitas penggunaan BTI sekarang membuktikan harapan terbesar untuk mengendalikan malaria karena tidak seperti DDT, BTI aman bagi lingkungan dan karena nyamuk tidak menunjukkan resistensi.
Bacillus lainnya mengakibatkan penyakit milky pada kumbang di Jepang Bacillus lainnya mengakibatkan penyakit milky pada kumbang di Jepang. Di Jepang kumbang dapat menyerang 300 spesies tanaman dan bertanggung jawab terhadap kehilangan hasil panen yang sangat merugikan Kesuksesan terbesar di Jepang yaitu menekan populasi kumbang tersebut dengan menggunakan bakteri yang dapat menimbulkan penyakit milky.
Campuran Bacillus popilliae dan B Campuran Bacillus popilliae dan B. lentimorbus telah diperdagangkan dibawah merek dagang DOOM. B lentimorbus menginfeksi umumnya instar 1 dan 2 , tidak menghasilkan kristal parasporal sedangkan B. popilliae menghasilkan parasporal bodies dan menginfeksi bagian terbesar instar 3.
FUNGAL PESTICIDES Fungi yang dapat digunakan sebagai pestisida antara lain yaitu sebagai fungi predator pada ulat nematode Fungi tersebut mempunyai struktur yang teradaptasi untuk memangsa dan menembus nematode dengan menghasilkan miselium dan spora yang lengket dan lup yang menyempit guna melilit ulat Beberapa jenis fungi ada yang parasit obligat internal yang mencerna nematode. Spora melekat pada nematode sehat, berkecambah kemudian menembus ke dalam. Contoh : Acrostalagmus dan Harposporium
Beberapa fungi bersifat parasit fakultatif eksternal karena mempunyai mekanisme tertentu untuk memangsa. Contoh : : Astrobotrys, Dactylla ellipsospora membentuk tangkai berujung tombol yang lengket : Dactylaria candida membentuk susunan cincin seperti tangkai yang tidak lengket