Disajikan oleh Usman Yatim Aliran/Teory Pers Disajikan oleh Usman Yatim
Pers dan Penguasa Pada awal perkembangannya, suratkabar sudah menjadi lawan nyata atau musuh penguasa mapan. Secara khusus, suratkabar memiliki persepsi diri sebagai lembaga penekan (press). Citra pers dalam sejarah selalu dikaitkan dengan pemberian hukuman bagi para pengusaha percetakan, penyunting dan wartawan.
Kemerdekaan Pers Pers selalu diposisikan sebagai pejuang untuk mencapai kebebasan, keberanian mengungkapkan pendapat, menyuarakan aspirasi rakyat, memberikan masukan kepada penguasa. Pers di berbagai negara, terlebih di negara-negara yang membatasi ruang gerak pers, senantiasa berupaya memperjuangkan kemerdekaan bagi diri dan masyarakatnya.
Teori/Aliran Pers Sejumlah teori atau aliran muncul berkenaan dengan pers, dikaitkan dengan posisinya ketika berhadapan dengan sistem politik atau kekuasaan suatu negara. F Siebert menyebutkan: ada 4 sistem pers di dunia. Denis McQuail: ada 6 teori pers yang sampai saat ini oleh sebagaian negara di dunia, termasuk Indonesia dgn berbagai modifikasinya.
Sistem/teory Pers Sistem pers otoriter Pers Bebas Pers tanggungjawab sosial Teori media soviet Teori media pembangunan Teori media demokratik partisipan
Authoritarian Theory Teori pers ini terkait dengan konsep negara otoriter. Konsep otortiter: tidak setiap orang memeperoleh kekeuasaan mutlak dan bahwa setiap anggota masyarakat tanpa “reserve” diwajibkan tunduk dan taat pada kekuasaan. Fungsi suatu negara otokratis: menjaga persatuan atau kesatuan pikiran dari rakyat dgn mempertahankan kontiniutas kepemimpinan.
Bentuk Otoriter Pers otoriter ditampilkan dengan memakai cara-cara persuasi tapi dapat juga dengan paksaan, bahkan kalau perlu dengan kekerasan. Teori pers otoriter ini berkembang hingga abad 18 dan dalam perkembangannya mendapat tantangan dari penganut pers liberal.
Konsep Pers Otoriter Pers tidak punya kewajiban menetapkan atau menentukan tujuan atau haluan negara, melainkan hal itu adalah hak penguasa. Alat komunikasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan dan kepentingan negara/penguasa. Kritik dimungkinkan tapi bukan untuk menggugat tujuan atau penguasa. Rakyat diposisikan pada kondisi yang tidak berdaya, kemampuannya dikendalikan penguasa.
Libertarian Theory Teori pers ini dipengaruhi oleh paham liberal klasik, menempatkan pers sebagai free market place of ideas. Teori ini berkembang pada abad 17-an, dipengaruhi karya John Stuart Mill “On Liberty. Mengedepankan prinsip menentang campur tangan pemerintah/penguasa, dalam bidang ekonomi, politik, termasuk pers sebgai pembentuk watak manusia merdeka.
Dua konsep Pers Liberal Freedom of expression = mengagungkan kebebasan berekspresi. Freedom of property = mengagungkan kebebasan dalam hal kepemilikan. Konsep ini menimbulkan kritik keras karena dinilai dapat mengabaikan hak-hak individu dan munculnya abuse of liberty. Media massa terlalu menonjolkan haknya (kebebasan) tanpa menunjukkan kewajiban dan tanggungjawab pers.
Pers Liberal dan Industri Pers Pers liberal di barat melahirkan industri pers sebagaimana kita perkembangannya saat ini. Industri pers melahirkan dominasi kepemilikan pers oleh pemilik modal yang kuat dan berakibat pers tidak selalu netral, melainkan dikuasai oleh kepentingan pengusaha. Pers liberal yang dikendalikan pemiliuk modal membuat pers menjauh dari suara hati nurani rakyat.
Pandangan Theodore B Peterson tentang pers liberal: Pers liberal lebih mementingkan pemilik media, mempropagandakan pendapat sendiri utk tujuan politik dan ekonomi. Pers liberal memiliki watak bisnis, dapat dikuasai pemasang iklan. Menentang/merintangi perubahan, status quo. Dangkal, suka sensasional, dapat mengabaikan penegakan moral. Suka menyerang pribadi, suka monopoli.
Social Responsibility Theory Media massa sesungguhnya wajib “bertanggungjawab” kepada masyarakat. Berita2 media massa harus berlandaskan pada kebenaran, akurat, fair, objective dan relevan. Media massa seharusnya menyediakan forum pertukaran ide/gagasan kepada pembacanya. Teori pers ini muncul era tahun 1947, dipengaruhi oleh terbentuknya Komisi Kebebasan Press di Amerika.
Prinsip Social Responsibility Theory Media massa seharusnya bebas tetapi hendaknya memiliki budaya “self regulated”. Media massa seharusnya mengikuti atau menyetujui kode etik dan standar profesional wartawan.
Soviet Communist Concept Konsep sitem pers ini bersumber dari ajaran komunis (Marxis-Leninisme). Teori ini muncul sekitar tahun 1917 setelah peristiwa Revolusi Oktober yang mengubah wajah Rusia. Teori pers ini pernah muncul di Soviet dan negara-negara komunis, pada dasarnya tidak jauh beda dengan “autoriterian teori”. Kon sep ini memandang bahwa pers hanyalah alat bagi partai komunis, dan bukan kekuatan keempat sebagaimana dianut paham liberal.
Teori Media Pembangunan Teori ini berkembang di negara-negara yang sedang membangun, contohnya Indonesia pada masa Orde Baru. Ciri teori ini: media menerima dan melaksanakan tugas pembangunan sejalan dengan kebijaksanaan yang ditetapkan secara nasional (penguasa/pemerintah). Kebebasan media dibatasi manakala menghambat pembangunan. Memberi prioritas pada informasi yang mendukung pembangunan. Negara boleh campur tangan bila terkait dengan kepentingan pembangunan (boleh ada sensor).
Teori Media Demokratik-Partisipan Muncul sebagai bentuk protes dari pers liberal yang mengedepankan komersialisasi dan monopoli pers. Selain itu reaksi atas sentralisme dan birokratisasi lembaga media /siaran publik. Prinsip teori ini: Individu dan minoritas memiliki hak pemanfaatan media. Organisasi media tidak tunduk pada pengendalian politik. Keberadaan media adalah untuk audience, bukan oragnisasi media. Media komunitas lokal dimungkinkan berkembang.