DR.CHAERUL AMIR, SH MH. ASPEK HUKUM DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA DIPAPARKAN OLEH DR.CHAERUL AMIR, SH MH.
PENGADAAN BARANG DAN JASA DASAR HUKUM: Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 35 tahun 2011 dan Perpres Nomor 70 tahun 2012.
PENGADAAN BARANG DAN JASA PRINSIP-PRINSIP: Efisien; Efektif; Terbuka dan bersaing; Transparan; Adil/tidak diskriminatif; Akuntabel.
Perpres No. 54/2010 jo. Perpres No. 35/2011 jo. Perpres No Perpres No.54/2010 jo. Perpres No.35/2011 jo. Perpres No.70/2012 secara umum telah mengatur ketegori perbuatan yang dapat dikenakan sanksi pidana, sanksi perdata dan sanksi administrasi, yakni: Berusaha mempengaruhi ULP/Pejabat Pengadaan/pihak lain yang berwenangdalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan/kontrak, dan atau ketentuan peraturan per-uu-an; Melakukan persekongkolan dengan penyedia barang/jasa lain untuk mengatur harga penawaran diluar prosedur pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan orang lain; Membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persayaratan pengadaan barang/jasa yang ditentukan dalam dokumen pengadaan.
Mengundurkan diri dari pelaksanaan kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan; Tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak secara bertanggungjawab; dan/atau Berdasarkan hasil pemeriksaan APIP, ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan barang/jasa produksi dalam negeri. Sanksi: Administratif; Pencantuman dalam daftar hitam; Gugatan secara perdata; dan/atau Pelaporan secara pidana kepada pihak berwenang. Klaim jaminan pelelangan/pelaksanaan
TAHAPAN PENGADAAN BARANG/JASA DAN BENTUK PENYIMPANGANNYA NO TAHAPAN PENGADAAN BARANG/JASA BENTUK PENYIMPANGAN 1. Perencanaan Pengadaan; adalah tahap awal dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa yang bertujuan untuk membuatan rencana pengadaan yang mempersiapkan dan mencantumkan secara rinci mengenai target, lingkup kerja, SDM, waktu, mutu, beaya dan manfaat dari pengadaan barang dan jasa. Perencanaan akan menjadi acuan utama dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa per paket pekerjaan. Pengadaan yang mengada-ada (proyek pesanan, tanpa evaluasi kebutuhan) penggelembungan anggaran (beaya, volume, bahan dan kualitas) Jadual pengadaan yang tidak realistis (rekanan yang telah tahu terlebih dahulu yang dapat siap mengikuti tender) pengadaan yang mengarah pada produk/spesifikasi tertentu (menutup peluang perusahaan lain, mengarah pada penunjukkan langsung/rencana pengadaan yang diarahkan/rekayasa pemaketan untuk KKN.
lanjutan 2. Pembentukan Panitia Lelang, Adalah pelaksana lelang yang dibentuk oleh PA/KPA setelah seluruh persiapan administrasi pelaksanaan proyek baku.Penunjukkan paniia sepatutnya bersandar pada prinsip profesionalisme, responsif, accountable, credible dan mandiri. Panitia lelang memiliki kewenangan a.l: 1). Menyusun dokumen tender; 2). menyusun dan menyeleksi peserta tender; 3). Melakukan kegiatan2 tender sampai dengan penetapan pemenang; dan 4). Melaksanakan tugas secara profesional. problem tranparansi (panitia tidak dapat menjamin kesamaan dalam memperoleh informasi bagi semua peserta tender) panitia tidak berlaku adil dan profesional dalam semua tahapan pengadaan/panitia yang memihak problem integritas (pernah terlibat kasus KKN, mempunyai latar belakang yang mendorong kedekatan dengan rekanan.
lanjutan 3. Prakualifikasi perusahaan; Adalah penentuan syarat administrasi, teknis dan pengalaman serta seleksi dari perusahaan, yang diperkirakan mampu untuk melaksanakan pekerjaan yang akan ditender. Dilaksanakan sebelum tender dalam rangka menjaring calon yang sanggup melaksanakan pekerjaan. Dalam tahap ini panitia menyusun kriteria kelulusan prakualifikasi dan mengumumkan pada masyarakat. Prioritas merujuk pada sertifikasi, ijin usaha, kemampuan keuangan, pengalaman, kepatuhan pajak, pekerjaan yang sedang dikelola serta kinerja perusahaan. proses prakualifikasi tidak dilakukan; meloloskan perusahaan yang tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis; meloloskan perusahaan memenuhi syarat tetapi pernah memiliki cacat dalam kinerja pekerjaan proyek; meloloskan lebih dari satu perusahaan yang dimiliki oleh satu pengusaha; meloloskan rekanan yang menggunakan dokumen palsu atau tidak mendapatkan legalisasi dari instansi terkait.
lanjutan 4. Penyusunan dokumen lelang; Kegiatan yang bertujuan menentukan secara teknis dan rinci dari pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh pihak penyedia jasa, mulai dari lingkup pekerjaan, mutu, jumlah, ukuran, jenis, waktu pelaksanaan dan metoda kerja dari keseluruhan pekerjaan yang akan dilelangkan. 1). Dokumen disusun secara sederhana agar mudah dipahami dan menjadi pedomanm baku bagi seluruh pihak. 2). Dokumen tersebut meliputi petunjuk syarat kontrak, teknis, daftar pekerjaan, usulan perjanjian, gambar2 dan referensi yang diperlukan oleh peserta. rekayasa kriteria evaluasi; dokumen lelang yang non standar; spesifikasi mengarah pada barang/jasa tertentu; dokumen yang tidak lengkap.
lanjutan 5. 6. Pengumuman pelelangan; Dimaksudkan agar masyarakat mengetahui akan adanya pekerjaan yang diselenggarakan. Pengumuman harus disebarluaskan melalui media massa. Pengambilan dokumen lelang; Kegiatan penyediaan dokumen pelelangan dalam waktu yang sesuai dengan jadual yang ditentukan. Isi dokumen adalah instruksi standar untuk bidder, syarat-syarat umum kontrak, spesifikasi teknis umum, dll. Jangka waktu pengumuman yang terlalu singkat; diumumkan lewat media massa yang tidak terkenal; isi pengumuman tidak lengkap. Ada perbedaan informasi dokumen lelang yang diberikan kepada masing-masing peserta tender.
lanjutan 7. Penentuan HPS; HPS menentukan besaran biaya pekerjaan yang akan dilelangkan, berdasarkan: 1). Harga pasaran yang berlaku; 2). Patokan jenis, ukuran, volume, metoda dan pekerjaan; 3). Penghitungan kenaikan harga dan waktu pelaksanaan pekerjaan; 4). HPS perlu dalam penyusunan anggaran, proses pengadaan dan pelaksanaan; 5). Setiap peserta memperoleh akses untuk mengetahui HPS; 6). Penyusun HPS harus mengkaji studi kelayakan engineering design, data harga kontrak, harga pasar dan yang dikeluarkan pemerintah. Penggelembungan harga Memasukkan elemen yang proses pekerjaannya sudah selesai Harga dasar yang tidak standar Keterlibatan calon pemenang dalam penentuan HPS.
lanjutan 8. Penjelasan lelang; Aanwijzing dilakukan tentang hal teknis maupun administrative agar tidak terjadi perbedaan persepsi maupun kekeliruan dalam pengajuan penawarannya. 1). Kegiatan ini harus bersifat terbuka dan dibuat berita acara; 2). Informasi yang diberikan dalam bentuk addendum dokumen lelang; 3). Bila penjelasan lapangan diperlukan, panitia tidak diperkenankan memungut biaya untuk kegiatan tersebut. Pre bid meeting terbatas Rekanan tidak mendapat informasi yang lengkap dan terbuka.
lanjutan 9. Penyerahan penawaran harga dan pembukaan penawaran; Penyerahan dokumen penawaran secaraa tepat waktu dan memenuhi syarat administrative dan teknis. 1). Penyampaian penawaran dilakukan segera setelah peserta menerima addendum terakhir panitia; 2). Penyampaian dokumen diluar batas waktu tidak akan diterima. 3). Pembukaan, pemberian tanda, penelitian dokumen utama disaksikan oleh peserta. 4). Setela BA pembukaan, tidak diperkenankan lagi menerima dokumen apapun. 5). Tidak ada peserta yang gugur sebelum dilakukan evaluasi dokumen Ketepatan waktu (menerima penawaran diluar batas waktu)
lanjutan 10. Evaluasi penawaran; Kegiatan pemeriksaan, penelitian dan analisis dari keseluruhan usulan teknis, dalam rangka untuk memperoleh validasi atau pembuktian terhadap harga penawaran yang benar. 1). Evaluasi penawaran meliputi evaluasi administrasi, teknis & harga 2). Evaluasi administrasi perlu faktor redaksional, keabsahan, jaminan penawaran dan aritmatik. 3). Setelah lulus evaluasi administrasi penawaran akan dikaji dari sisi teknis dimana perusahaan yang mengikuti tender harus memiliki sertifikasi dari lembaga akreditas yang kredibel. evaluasi tertutup dan tersembunyi peserta lelang terpola dalam rangka berkolusi Tidak ada pengecekan lapangan (konfirmasi) untuk syarat teknis dan administrative Tidak ada konfirmasi syarat jaminan penawaran.
lanjutan 11. Pengumuman calon pemenang; 1). Dipasang di media massa dengan jangkauan yang luas sesuai besaran kontrak, pengumuman ditempelkan pula dikantor kontrak. 2). Harus jelas dan rinci, sehingga sanggahan menjadi berkurang 3). Dilaksanakan dengan waktu yang cukup. 4). Pelaksanaannya on time dan tidak ditunda-tunda. pengumuman sangat terbatas tanggal pengumuman sengaja ditunda pengumuman yang tidak informative.
lanjutan 12. Sanggahan peserta lelang; 1). Panitia harus terbuka, akomodatif dan memproses setiap sanggahan; 2). Harus segera melakukan investigasi untuk membuktikan kebenaran sanggahan; 3). Bila tidak benar dilanjutkan penandatanganan kontrak, bila benar diberikan sanksi administratif yakni pembatalan tender, mencoret nama pemenang dan pembubaran panitia. tidak seluruh sanggahan ditanggapi substansi sanggahan yang tidak ditanggapi sanggahan performa untuk menghindari tuduhan tender diatur.
lanjutan 13. 14. Penunjukkan pemenang lelang; Meliputi: 1). BA yang telah selesai lengkap dengan tanda tangan seluruh anggota panitia. 2). Catatan lengkap sanggahan dan jawaban merupakan kelengkapan data yang diperlukan untuk pengeluaran surat tersebut. 3). Catatan samping yang merupakan hasil kesepakatan antara panitia dan mitra calon pemenang. Penandatanganan kontrak perjanjian. Perjanjian tentang nilai harga, hak dan kewajiban, waktu pelaksanaan, dll. penundaan surat penunjukkan (harus didapatkan dengan cara menyuap) penunjukkan dipercepat sebelum masa sanggah berakhir. Penundaan kontrak (harus didapatkan dengan cara menyuap).
lanjutan 15. Penyerahan barang/jasa kepada user. 1). Tepat waktu sesuai perjanjian 2). Tepat mutu sesuai yang dipersyaratkan. 3). Tepat volume sesuai yang dibutuhkan. 4). Tepat biaya sesuai dalam isi kontrak. kriteria penerimaan barang bias Volume barang yang tidak sama dengan yang tertulis dalam dokumen lelalng Jaminan pasca jual palsu Tidak sesuai dengan spesifikasi dan kualifikasi teknis Adanya contact change order ditengah pengerjaan.
10 (sepuluh) Area Rawan Korupsi Tahun 2012 Sektor Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah; Sektor Keuangan dan Perbankan; Sektor Perpajakan; Sektor Minyak dan Gas (Migas); Sektor BUMN/BUMD; Sektor Kepabeanan dan Cukai; Sektor Penggunaan APBN / APBD dan APBN-P / APBD-P; Sektor Asset Negara / Daerah; Sektor Pertambangan; Sektor Pelayanan Umum.
Modus Operandi Korupsi PENYIMPANGAN PROSEDUR PENGADAAN BARANG / JASA INSTANSI PEMERINTAH TIDAK SESUAI KETENTUAN YANG BERLAKU. BUKU/DAFTAR YG BIASA DIGUN PEMERIKSAAN ADM MARK - UP PERBUATAN CURANG GRATIFIKASI ( SUAP ) PENGGELAPAN PEMALSUAN HARGA / JUMLAH -PERENCANAAN, -PELAKSANAAN -PELAPORAN PENGADAAN BARANG/JASA TIDAK SESUAI OWNER ESTIMATE PENERIMA TIDAK MELAPOR KEPADA KPK UANG DAN SURAT BERHARGA DALAM JABATAN PEMERASAN TERLIBAT PEMBORONGAN, PENGADAAN,PERSEWAAN PADAHAL IA PENGURUS/PENGAWAS
JENIS TINDAK PIDANA PERATURAN PER-UU-AN YANG TERKAIT NO JENIS TINDAK PIDANA DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PERATURAN PER-UU-AN YANG TERKAIT 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Pemberian suap Penggelapan Pemalsuan Pemerasan Penyalahgunaan jabatan/wewenang Pertentangan kepentingan Pilih kasih Menerima komisi Nepotisme Sumbangan illegal UU 31/1999 jo 20/2001 UU 28/1999 KUHP
lanjutan 1. Pemberian Suap/Sogok (Bribery); Pemberian dalam bentuk uang, barang, fasilitas dan janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan yang akan berakibat membawa untung terhadap diri sendiri atau pihak lain, yang berhubungan dengan jabatan yang dipegangnya pada saat itu. UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 UU No.28/1999
lanjutan 2. 3. Penggelapan (Embezzlement); Perbuatan mengambil tanpa hak oleh seorang yang telah diberi kewenangan, untuk mengawasi dan bertanggungjawab penuh terhadap barng milik negara, oleh pejabat publik maupun swasta. Pemalsuan (Fraud); Suatu tindakan atau perilaku untuk mengelabui orang lain atau organisasi, dengan maksud untuk keuntungan dan kepentingan dirinya sendiri maupun orang lain. UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 KUHP
lanjutan 4. 5. UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 KUHP Pemerasan (extortion); Memaksa seseorang untuk membayar atau untuk memberikan sejumlah uang atau barang atau bentuk lain, sebagai ganti dari seorang pejabat publik untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Perbuatan tsb dapat diikuti ancaman fisik/kekerasan. Penyalahgunaan jabatan/wewenang (Abuse of discretion); Mempergunakan kewenangan yang dimiliki untuk melakukan tindakan yang memihak atau pilih kasih kepada kelompok atau perseorangan, sementara bersikap diskriminatif terhadap kelompok atau perseorangan lainnya UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 KUHP UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 UU No. 28/1999
lanjutan 6. 7. UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 UU No. 28/1999 Pertentangan kepentingan/ memiliki usaha sendiri (internal trading); Melakukan transaksi publik dengan menggunakan perusahaan milik pribadi/keluarga, dengan cara mempergunakan kesempatan dan jabatan yang dimilikinya untuk memenangkan kontrak pemerintah. Pilih kasih (Favoritisme); Memberikan pelayanan yang berbeda berdasarkan alasan hub. Keluarga, afiliasi parpol, suku, agama dan golongan, yang bukan kepada alasan obyektif seperti kemampuan, kualitas, rendahnya harga, profesionalisme kerja. UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 UU No. 28/1999
lanjutan 8. 9. Menerima komisi (Commission); Pejabat publik yang menerima sesuatu yang bernilai, dalam bantuan uang, saham dan fasilitas, barang dll. Sebagai syarat untuk memperoleh pekerjaan atau hubungan bisnis dengan pemerintah. Nepotisme (Nepotism); Tindakan untuk mendahulukan sanak keluarga, kawan dekat, anggota parpol yang sefaham, dalam penunjukkan atau pengangkatan staf, panitia pelelangan atau pemilihan pemenang lelang. UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 UU No. 28/1999
lanjutan 10. Kontribusi atau sumbangan ilegal (Illegal Constribution); Hal ini terjadi apabila partai politik atau pemerintah yang sedang berkuasa pada waktu itu menerima sejumlah dana sebagai kontribusi dari hasil yang dibebankan kepada kontrak-kontrak pemerintah. UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 UU No.28/1999
PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI Pengertian korupsi secara gramatikal, berasal dari bahasa Inggris corrupt yang merupakan perpaduan dua kata latin, yaitu com = bersama-sama dan rumpere = pecah atau jebol, sehingga arti harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Sedangkan dalam latin ”Corruptio” atau ”Corruptus” yang kemudian muncul dalam bahasa Inggris dan Perancis ”Corruption”, dalam bahasa Belanda ”Korruptie” dan selanjutnya dalam bahasa Indonesia dengan sebutan ”Korupsi”. Sehingga dapat dikatakan tindak pidana korupsi sebagai suatu delik akibat perbuatan buruk, busuk, jahat, rusak atau suap.
Secara yuridis, pengertian tindak pidana korupsi telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai pengganti Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 1971. Walaupun Undang-Undang ini kemudian diperbaharui lagi dengan Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001. Pengertian korupsi yang dipergunakan tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999, karena perubahan pada Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 pada dasarnya hanya merinci lebih jelas pengenaan pidananya, serta perluasan pengertian alat bukti hukum sesuai perkembangan materi perkara yang timbul di Pengadilan.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 30 buah Pasal dalam UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001. berdasarkan Pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam bentuk / jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi. Bentuk-bentuk / jenis tindak pidana korupsi tersebut sebagai berikut:
Kerugian Keuangan Negara ; Pasal 2 Pasal 3 Suap – Menyuap ; Pasal 5 Ayat (1) huruf a Pasal 5 Ayat (1) huruf b Pasal 13 Pasal 5 Ayat (2) Pasal 12 huruf a Pasal 12 huruf b Pasal 11 Pasal 6 Ayat (1) huruf a Pasal 6 Ayat (1) huruf b Pasal 6 Ayat (2) Pasal 12 huruf c Pasal 12 huruf d
Penggelapan Dalam Jabatan ; Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 huruf a Pasal 10 huruf b Pasal 10 huruf c Pemerasan ; Pasal 12 huruf e Pasal 12 huruf g Pasal 12 huruf f Perbuatan Curang ; Pasal 7 Ayat (1) huruf a Pasal 7 Ayat (1) huruf b Pasal 7 Ayat (1) huruf c Pasal 7 Ayat (1) huruf d Pasal 7 Ayat (2) Pasal 12 huruf h
Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan ; Pasal 12 huruf i Gratifikasi ; Pasal 12 B jo. Pasal 12 C Selain definisi tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Jenis tindak pidana itu tertuang pada Pasal 21, 22, 23 dan 24 Bab III UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi terdiri atas :
Merintangi Proses Pemeriksaan Perkara Korupsi Pasal 21 Tidak Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan Yang Tidak Benar ; Pasal 22 jo. Pasal 28 Bank Yang Tidak Memberikan Rekening Tersangka Pasal 22 jo. Pasal 29 Saksi atau Ahli Yang Tidak Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan Palsu; Pasal 22 jo. Pasal 35 Orang Yang Memegang Rahasia Jabatan Tidak Memberikan Keterangan atau Memberi Keterangan Palsu ; Pasal 22 Jo Pasal 36 Saksi Yang Membuka Identitas Pelapor . Pasal 24 jo. Pasal 31
Gratifikasi ; Pasal 12 B adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya. Dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Pembuktian: nilai Rp 10 juta atau lebih: penerima gratifikasi. nilai kurang dari Rp 10 juta: oleh Penuntut Umum.
Pasal 12C: (1). Pasal 12B ayat(1) tidak berlaku, jika penerima gratifikasi melaporkan ke KPK. (2). Paling lambat 30 hari sejak tanggal penerimaan gratifikasi. (3). KPK dalam waktu 30 hari akan menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau negara.
Pelaporan dan Penentuan Status Gratifikasi Dapat memanggil Penerima Gratifikasi SK Pimpinan KPK ttg Status Gratifikasi Proses Penetapan Status Pimpinan KPK melakukan penelitian Penerima Gratifikasi Laporan Tertulis kepada KPK 30 H A R I K E J Waktu 30 hari kerja sejak diterima Pasal 12C UU No. 20 th 2001 7 Hari Kerja sejak ditetapkan statusnya Penerima Gratifikasi Menteri Keuangan
Terima kasih