SERI AJARAN SOSIAL GEREJA

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Session 3 : Hidup dalam Roh Kudus.
Advertisements

Lesson 11 for June 14, 2014 PARA RASUL DAN HUKUM.
KRISTUS, KEGENAPAN HUKUM TAURAT
HUBUNGAN DASAR NEGARA DENGAN KONSTITUSI
SOLLICITUDO REI SOCIALIS
KRISTUS, HUKUM DAN INJIL
Sabda Kehidupan Sabda Kehidupan Maret 2012 Maret 2012.
ANAK Lesson 2 for July 12, 2014.
Lesson 4 for July 26, 2014 KESELAMATAN.
GAUDIUM ET SPES “KEGEMBIRAAN & HARAPAN”
CONVENIENTES EX UNIVERSO
11 APRIL 1963, YOHANES XXIII - PT
BAPA SURGAWI KITA YANG PENGASIH
Sabda Kehidupan Oktober 2010 "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Mt 22,39)
“UCAPAN BAHAGIA” Matius 5 :
MATERI KAM - GPIB JEMAAT IMMANUEL BEKASI 04 OKTOBER 2010
VERBUM DOMINI MANET IN AETERNUM
TUGAS PERUTUSAN MURID YESUS
KATEKESE ANALISIS SOSIAL
MENJADI DAN MELAKUKAN Lesson 4 for October 25, 2014.
Liberalisme dan Sosialisme
I Rerum Novarum Pendahuluan
PEMINDAHAN HAK DENGAN INBRENG
II QUADRAGESIMO ANNO 15 MARET 1931, PIUS XII - QA.
JUMAT AGUNG Makna Hari Jumat Agung: Hari ini ditetapkan sebgai hari laku tanpa dosa dengan kewajiban berpantang dan berpuasa bagi seluruh anggota Gereja.
MATERI KAM GPIB JEMAAT IMMANUEL BEKASI 16 AGUSTUS 2010
9 MARET 1979, YOHANES PAULUS II – RH
KATEKESE UMAT PENGANTAR L. Atrik Wibawa
SAKRAMEN-SAKRAMEN PENYEMBUHAN
PELAYANAN SETIAP ANGGOTA
AKSI PUASA PEMBANGUNAN (APP) 2012 DIPERSATUKAN DALAM EKARISTI, DIUTUS UNTUK BERBAGI KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA.
Awam Dalam Kiprah Pewartaan Injil
BAB VIII POLITIK.
KERANGKA DASAR APP KEUSKUPAN SURABAYA TAHUN 2012
PANGGILAN HIDUP MEMBIARA
PANGGILAN KARYA/ PROFESI/ KERJA
ETIKA KEPERAWATAN YUNIAR MANSYE SOELI.
KESATUAN INJIL Lesson 3 for July 15, 2017.
Sabda Kehidupan Oktober 2015
IDEOLOGI-IDEOLOGI DUNIA
UMAT KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA (KAJ)
YESUS KRISTUS (Lanjutan)
NILAI DAN PRINSIP Nilai-nilai 1945
NILAI DAN PRINSIP Nilai-nilai 1945
Ekaristi Sumber Berkat Dalam Keluarga
TEMA APP 2012 KATOLIK SEJATI HARUS PEDULI DAN BERBAGI
PENGAMPUNAN: BERDAMAI DENGAN MASA LALU DAN MERAJUT MASA DEPAN
EVANGELII NUNTIANDI Pewartaan Injil dalam Dunia Modern
POPULORUM PROGESSIO Perkembangan Bangsa-Bangsa
Ajaran sosial gereja ARTI DAN MAKNA AJARAN SOSIAL GEREJA
CIRI KEPEMIMPINAN KATOLIK
GEREJA DAN DUNIA MASALAH-MASALAH APA YANG DIHADAPI OLEH DUNIA ?
GEREJA YANG KONTEKSTUAL
Tugas Tulislah doa Aku percaya / Syahadat Para rasul ! Apa Paroki anda.
15 SEPTEMBER 1981, YOHANES PAULUS II – LE
BAB XI GEREJA DAN DUNIA.
BAB XI GEREJA DAN DUNIA.
MEMELIHARA JEMAAT AGAR SETIA
PERSPEKTIF TEOLOGIS KATOLIK DALAM PERAN SOSIAL KEMASYARAKATANNYA
TIDAK ADA PENGHUKUMAN Lesson 9 for December 2, 2017.
SIAPAKAH MANUSIA DALAM ROMA 7?
VII OCTOGESIMA ADVENIENS 14 MEI 1971, PAULUS VI - OA.
BAB VI YESUS KRISTUS PEJUANG KERAJAAN ALLAH
1. MENELUSURI HAKIKAT GEREJA a. Gereja : umat allah Dalam perjanjian baru gambaran gereja sebagai umat allah dapat ditemukan dalam 1ptr. 2:10; rm. 9:25.
Pendidikan Kewarganegaraan
KEHIDUPAN DALAM GEREJA MULA-MULA
Hukum ALLAH. Hukum ALLAH Waktu ALLAH menyampaikan hukum di atas Bukit Sinai, Allah tidak hanya menyatakan diri-Nya sendiri sebagai penguasa tertinggi.
Injil Dari Patmos Lesson 1 for January 5, 2019.
ORGANISASI GEREJA DAN PERSATUAN
KELUARGA - KELUARGA BERIMAN
Transcript presentasi:

SERI AJARAN SOSIAL GEREJA No.7 DISADURKAN DARI NOFHID OLEH SEKRETARIAT JUSTICE AND PEACE DAN KOMISI PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI/KWI

OCTOGESIMA ADVENIENS Panggilan untuk Bertindak PENDAHULUAN Octogesima Adveniens adalah sebuah surat apostolik terbuka Paus Paulus VI kepada Kardinal Maurice Roy, Presiden Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian. Surat gembala ini ditulis tahun 1971 untuk memperingati ulang tahun ke-80 Ensiklik Paus Leo XIII, Rerum Novarum.

GARIS-GARIS BESAR OCTOGESIMA ADVENIENS Paus Paulus VI mengatakan, orang-perorangan kristiani dan gereja-geraja setempat harus menanggapi situasi ketidakadilan dengan cara mereka sendiri. Disorot pula permasalahan sosial baru yang berhubungan dengan kaum wanita, generasi muda dan orang miskin, yang timbul dari urbanisasi. Sri Paus menekankan perlunya menjamin persamaan dan hak semua orang untuk berperan serta dalam masyarakat. Ia mendesak semua orang kristiani merefleksikan tanda-tanda zaman, menerapkan prinsip-prinsip Injil, dan mengambil tindakan tepat. Bahasa utama meliputi : Menanggapi kebutuhan baru dari dunia yang berubah. Masalah-masalah sosial baru-khususnya yang disebabkan oleh urbanisasi. Aspirasi-aspirasi mendasar dan gagasan-gagasan yang berkembang. Orang-orang kristiani berhadapan dengan masalah-masalah baru. Panggilan untuk bertindak.

PAUS PAULUS VI Pengalaman delapan belas tahun sebagai Paus membuat Paulus VI memahami sangat mendalam realitas dunia. Paus Paulus VI mengadakan kunjungan bersejarah ke Manila, menghadiri Pertemuan Pertama Uskup-Uskup Asia, November 1970. surat kepada Kardinal Maurice Roy ini melengkapi pesan yang disampaikan Kardinal di PBB dalam Pembangunan Kedua. (17 November 1970)

TEMA-TEMA KUNCI DALAM OCTOGESIMA ADVENIENS MENANGGAPI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN BARU DARI DUNIA YANG BERUBAH Karena ketidakadilan yang menyolok masih hadir dalam perkembangan ekonomi, budaya dan politik di banyak negara, diperlukan usaha yang lebih besar untuk keadilan dan perdamaian. (2#) Karena keanekaragaman situasi setempat, masing-masing Gereja lokal mengemban tanggung jawab uhntuk menilai dan bertindak dalam terang Injil dan pengajaran sosial Gereja. (#3-4) Adalah tugas Gereja untuk melayani semua orang, membantu mereka memahami masalah-masalah serius dewasa ini, dan meyakinkan mereka bahwa kesetiakawanan dalam tindakan adalah mendesak. (#5)

Setiap gereja lokal harus bertanggungjawab untuk membedakan dan bertindak dalam terang injil dan pengajaran sosial gereja

MASALAH-MASALAH SOSIAL BARU Kendati daerah perkotaan mengalami pertumbuhan, banyak orang tidak dapat memenuhi kebutuhan utama mereka, sementara kebutuhan yang tidak utama diciptakan. (#9) Orang-orang sedang mengalami kesepian baru dalam suatu dunia yang asing.(#10) Mereka yang lemah menjadi korban kondisi hidup yang tidak manusiawi. (#11) Orang kristiani harus berbagi tugas dalam menciptakan tipe-tipe baru keramahtamahan, hubungan, dan keadilan sosial dalam dunia yang mengalami perkembangan pesat urbanisasi.umat kristiani harus menghadirkan pesan penghargaan di kota. (#12) Kaum muda bersama aspirasi, pembaruan serta kegelisahannya semakin merasa sulit berdialog dengan kaum dewasa. (#13) Perundang-undangan perlu untuk melindungi dan mengakui hak-hak dan kebebasan wanita untuk berperan serta dalam kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan politik. (#13)

Setiap orang berhak atas pekerjaan dan upah yang adil Setiap orang berhak atas pekerjaan dan upah yang adil. Serikat pekerja penting untuk melindungi hak-hak mereka, kendati harus juga bertindak secara bertanggung jawab. (#15) “Kaum miskin baru” yang diciptakan urbanisasi, yaitu orang-orang cacat, jompo, dan tersingkir, harus dilindungi dalam masyarakat yang kompetitif. (#15) Diskriminasi ras, keturunan, warna kulit, kebudayaan, jenis kelamin, atau agama masih ada dan tidak dapat dibenarkan. (#16) Emigrasi merupakan suatu hak. Perilaku nasionalistis yang sempit harus dilewati. (#17) Lapangan kerja harus segera diciptakan melalui suatu kebijakan penanaman modal yang tepat guna, pendidikan, serta organisasi produksi dan perdagangan. (#18) Para pengelola media komunikasi sosial mempunyai tanggung jawab moral untuk memajukan kesejahteraan umum. (#20) Semua orang bertanggung jawab melindungi lingkungi. (#21)

ASPIRASI-ASPIRASI MENDASAR DAN GAGASAN-GAGASAN YANG BERKEMBANG Aspirasi persamaan dan aspirasi peran serta adalah dua bentuk martabat dan kebebasan manusia. (#22) Perundang-undangan penting namun tidak mencakup untuk menata hubungan sejati keadilan dan persamaan. Pendidikan untuk melayani sesama yang berlandaskan cinta kasih merupakan sumbangan kristiani. (#23) Hanya dengan rasa hormat yang mendalam serta pelayanan kepada sesama, cinta kasih, penghormatan utama kepada orang miskin, dan kesetiakawanan dapat dicapai. (#23) Aspirasi persamaan dan peran serta yang diupayakan dan bukan berasal dari ideologi, memajukan tipe masyarakat yang demokratis. (#24) Kegiatan politis harus sejalan dengan panggilan manusia secara menyeluruh. (#25) Hanya dengan suatu rasa hormat yang mendalam serta pelayanan kepada sesama, cinta kasih, penghormatan utama kepada orang miskin, dan kesetiakawanan dapat dicapai.

Kritik terhadap Ideologi-Ideologi Ideologi Marxis maupun Liberal menentang iman kristiani dan konsep pria dan wanita. (#26) Ideologi sosial, entah strategi teoritis ataupun aktif, dapat mengasingkan umat manusia, dan bertentangan dengan iman kristiani. (#27) Ada bahaya bahwa keinginan manusia untuk melayani dapat disirnakan oleh suatu ideologi yang berakhir dengan perbudakan manusia pria maupun wanita, kendatipun ia menawarkan jalan-jalan pasti menuju pembebasan. Pengajaran-pengajaran ideologis senantiasa senada. Namun, gerakan-gerakan historis, walaupun berasal dari pengajaran ideologis itu, dapat membawa perubahan. Gerakan-gerakan historis dapat mengandung unsur-unsur positif. (#30) Ciri-ciri tertentu sosialisme menarik, tetapi orang kristiani harus menyaring daya tariknya dalam terang iman. (#31)

Terdapat beberapa penafsiran tentang Marxisme, tetapi secara historis Marxisme menimbulkan totalitarianisme dan kekerasan. (#32-34) Liberalisme mengembangkan efisiensi ekonomi tetapi merusak kodrat manusia. (#35) Orang kristiani perlu dengan hati-hati menyaring aneka ideologi berbeda ini dalam terang iman mereka dan pengajaran Gereja. Mereka mengatasi setiap sistem, mengikat diri mereka pada pelayanan, dan menjawab karakter khusus dari sumbangan mereka bagi perubahan positif masyarakat. (#36) Sosialisme birokratis, kapitalisme teknokratis, dan demokrasi otoriter tidak memecahkan persoalan besar manusia yaitu hidup bersama dalam keadilan dan kesamaan. Mereka tidak melepaskan materialisme, egoisme, atau kendala-kendala yang menyertainya. (#37)

Di saat bersamaan, lahir kembali “utopia-utopia” Di saat bersamaan, lahir kembali “utopia-utopia”. Kendati tidak efektif, “utopia-utopia” (bersama kritiknya mengenai masyarakat yang ada) dapat merangsang imajinasi dan tindakan demi suatu dunia yang lebih baik. (#37) Manusia telah menjadi obyek ilmu pengetahuan yang kehilangan gambaran utuh mengenai kemanusiaan. Orang kristiani perlu terlibat dalam dialog. (#38-40) Nilai dan hasil kemajuan bermakna ganda. Pertumbuhan kualitatif seperti mutu hubungan antar manusia dan tingkat peran serta, mutu tanggung jawab dan pertumbuhan kesadaran moral tidak kalah pentingnya dengan jumlah dan keanekaragaman barang yang dihasilkan dan dikonsumsi. (#41)

ORANG KRISTIANI BERHADAPAN DENGAN MASALAH BARU Pengajaran sosial Katolik menegaskan pentingnya merefleksi situasi dunia yang berubah dan menerapkan prinsip-prinsip Injil pada situasi tersebut. (#42) Bangsa-bangsa perlu meninjau kembali hubungan mereka demi karya keadilan yang lebih besar. (#43) Pemusatan sarana dan kekuatan yang berlebihan dalam perusahaan-perusahaan swasta multi-nasional dapat mengakibatkan suatu bentuk penguasaan ekonomi yang baru dan keji di tingkat sosial, buaya dan politik. (#44) Pembebasan dimulai dengan kebebasan dari dalam dari barang-barang kekuasaan. Pembebasan hanya dapat ditemukan lewat cinta dan pelayanan bagi umat manusia. (#45) Muncul kebutuhan untuk berpindah dari ekonomi ke politik. Dalam bidang sosial dan ekonomi, baik nasional maupun internasional, keputusan terakhir tergantung pada kekuatan politis dalam memecahkan masalah-masalah semesta. Kekuatan politis harus mengabdi kepentingan umum. (#46)

Sambil mengakui otonomi realitas politik, orang-orang kristiani yang terpanggil untuk berkarya dalam kegiatan politik haruslah berusaha membuat keputusan yang selaras dengan Injil dan memberikan kesaksian baik secara pribadi maupun bersama-sama mengenai keseriusan iman mereka denga pelayanan yang efektif dan tidak memihak. (#47) Keterlibatan dalam politik ini menuntut pula keikutsertaan yang lebih besar dalam tanggung jawab dalam pengambilan keputusan. (#47) Kebebasan akan menghasilkan keterlibatan dalam pembangunan kesetiakawanan manusia. (#47)

PANGGILAN UNTUK BERTINDAK Hirarki mengemban tugas untuk mengajar dan menafsirkan secara otentik norma moralitas, dan semua umat awam mengemban tanggung jawab pribadi yang berdasarkan iman dan pengharapan, untuk meresapi tata-dunia dengan Semangan Kristiani. (#48) Orang kristiani harus membuat suatu pilihan bijaksana sesuai imannya dan menghindari bahaya keakuan kelompok dan totalitarisme yang menindas. (#49) Orang-orang kristiani mengemban tugas untuk memberikan inspirasi dan membantu membenahi struktur agar menemukan kebutuhan nyata dewasa ini. (#50) Organisasi Kristen bertanggung jawab atas tindakan bersama demi perubahan masyarakat. Mereka adalah saksi karya Roh Kudus. (#51) Surat ini bertujuan membangkitkan “Umat Allah agar sungguh memahami peranannya di zaman sekarang ini” dan “memajukan kerasulan di tingkat internasional. (#52)

No.8 SERI AJARAN SOSIAL GEREJA DISADURKAN DARI NOFHID OLEH SEKRETARIAT JUSTICE AND PEACE DAN KOMISI PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI/KWI

KEADILAN DI DUNIA PENDAHULUAN Dokumen ini merupakan hasil pertemuan para Uskup sedunia, termasuk para Uskup Asia, yang dalam Gereja Katolik disebut Sinode. Keadilan di Dunia adalah tema sinode, dengan refleksi tentang “misi Umat Allah dalam memajukan keadilan di dunia”. Sinode Umum Kedua ini mempersembahkan dokumen tersebut kepada Paus Paulus VI karena menganggap bahwa hal ini “harus diketahui oleh seluruh Gereja mengingat dampak-dampak menguntungkan yang pasti terkandung di dalamnya.”

GARIS BESAR “KEADILAN DI DUNIA” Dalam dokumen ini para uskup menegaskan hak setiap atas perkembangan yang bersifat pribadi dan secara kultural peka. Mereka mengajarkan, di samping kesadaran akan struktur-struktur dosa dan ketidakadilan, terdapat pula kesadaran akan hak atas perkembangan. Aksi atas nama keadilan dan transformasi dunia merupakan “matra konstitutif pewartaan Injil”. Gereja harus bersaksi demi keadilan lewat gaya hidupnya sendiri, kegiatan-kegiatan pendidikan, serta aksi internasionalnya. Didahului dengan sebuah pendahuluan singkat, dokumen ini mengetengahkan 4 bagian utama sebagai berikut : Keadilan dan Masyarakat Dunia Pesan Injil dan Misi Gereja Praktek Keadilan Sepatah Kata Harapan

Sinode Para Uskup Dokumen ini adalah hasil Sinode Umum Kedua para Uskup Sedunia, 30 September sampai dengan 6 November 1971. sinode Para Uskup adalah suatu badan konsultatif dan Sri Paus dapat sewaktu-waktu memanggilnya bila dibutuhkan untuk berkonsultasi mengenai kebutuhan Gereja pada suatu saat tertentu.

PENDAHULUAN Setelah berkumpul dari seluruh dunia kami telah membaca “tanda-tanda zaman”, mendengarkan Sabda Alla, menanyakan diri kami sendiri tentang tugas perutusan Umat Allah untuk memajukan keadilan di dalam dunia. (#1-2) Terdapat sistem-sistem dan struktur-struktur yang tidak adil yang menindas umat manusia dan mengekang kebebasan, dan mencegah banyak orang dari usaha mereka membangun dan bekerja sama dalam suatu dunia yang lebih adil dan bersahabat. (#3,5) Serentak pula muncul suatu kesadaran baru yang melepaskan mereka dari suatu “kepasrahan yang mematikan”. Kesadaran ini pula mendorong mereka untuk membebaskan diri dan tanggung jawab atas nasib mereka sendiri. (#4) Panggilan Gereja adalah hadir dalam hati dunia dengan memaklumkan Kabar Gembira kepada orang miskin, kebebasan kepada yang tertindas, dan sukacita kepada yang berdukacita. (#5) “Bertindak atas nama keadilan dan berperan serta dalam pengubahan dunia nampak sepenuhnya bagi kami sebagai matra pokok pewartaan Injil, atau dengan kata lain, sebagai dimensi utama perutusan Gereja bagi penebusan umat manusia dan pembebasannya dari setiap situasi yang menindas.” (#6)

KEADILAN DAN MASYARAKAT DUNIA Suatu paradoks dialami dunia dewasa ini : Di satu pihak, adanya kesadaran yang lebih jelas akan martabat manusiawi dan persamaan mendasar setiap orang, dengan suatu gerakan yang kuat menuju persatuan dunia; (#7-8) Di pihak lain, kekuatan-kekuatan yang memecah-belah (perlombaan senjata, ketidak adilan ekonomi, kurangnya peran serta sosial) semakin kuat. (#9-11) Berhadapan dengan sistem-sistem penguasaan internasional, keadilan semakin banyak bergantung pada kemauan yang kuat untuk berkembang dan tuntutan akan hak-hak seseorang dan pengungkapan diri. (#13-14) Nilai pribadi harus ditingkatkan baik bagi pribadi manusia seutuhnya maupun umat manusia seluruhnya. (#15) Hak atas perkembangan merupakan hak manusiawi yang mendasar dari orang-perorangandan bangsa-bangsa. (#15)

Apabila negara-negara dan daerah-daerah sedang berkembang tidak mencapai pembebasan melalui perkembangan, ada bahaya besar bahwa kondisi-kondisi kehidupan kolonialisme baru di mana negara-negara sedang berkembang akan menjadi korban kekuatan-kekuatan ekonomi internasional. (#16) Dengan mengendalikan sendiri masa depannya melalui kemauan yang kuat untuk maju, negara-negara sedang berkembang menciptakan jati dirinya sendiri. (#17) Perkembangan sejati terdiri atas pertumbuhan ekonomi dan peran serta sosial-politis. (#18) Modernisasi harus melayani kesejahteraan bangsa. Ia pun harus kreatif dan memiliki kepekaan kultural. (#19) Orang-orang dan bangsa-bangsa yang menderita ketidakadilan tidak bersuara dan bersikap diam. Gereja harus siap mengemban fungsi dan tugas baru dalam masyarakat dunia, demi pengamalan keadilan yang lebih meluas. (#20)

Beberapa ketidakadilan ini meliputi diskriminasi terhadap kaum pendatang, pekerja, dan pengungsi; penganiyayaan karena iman dan asal-usul etnis; pelanggaran hak-hak asasi manusia; narapidana politik yang tidak melalui proses peradilan; antikehidupan (pengguguran yang dilegalkan, perang); ditolaknya orang-orang berusia lanjut, yatim-piatu dan orang sakit. (#21-26) Pengantaraan lewat dialog perlu untuk pencapaian persatuan sejati. Kembali kepada nilai-nilai otentik diperlukan, khususnya dalam mendorong peran serta generasi muda. (#27-28)

PESAN INJIL DAN PERUTUSAN GEREJA Dalam dunia yang ditandai dengan dosa berat ketidakadilan, kami mengakui tanggung jawab maupun ketidakmampuan kami untuk menanggulanginya dengan kekuatan kami sendiri. Kami perlu mendengarkan Sabda Allah dengan rendah hati sehingga kami dapat bertindak demi keadilan di dalam dunia. (#29) Keadilan Allah yang Menyelamatkan melalui Kristus Dalam Perjanjian Lama Allah menyatakan dirinya sendiri sebagai pembebas kaum tertindas dan pembela kaum miskin, sambil menuntut dari kita kepercayaan akan Dia serta keadilan terhadap sesamanya. (#30) Dalam Perjanjian Baru Yesus menyerahkan diri-Nya secara total kepada Allah demi keselamatan dan pembebasan segenap manusia. Ia menyamakan diri-Nya dengan “saudara-saudara-Nya yang paling hina”. (#31) Wafat dan Kebangkitan Kristus merupakan panggilan Allah untuk berbalik kepada keyakinan akan Kristus dan cinta akan sesama.

Menurut St. Paulus, hidup kristiani adalah iman yang memercikan cinta kasih dan pelayanan kepada sesama. Kehidupan ini mengarah kepada pembebasan diri yang sejati serta penyerahan diri bagi kebebasan orang lain. (#33) Hubungan manusia dengan sesamanya terkait dengan hubungannya dengan Allah dalam cinta. “Cinta sesama kristiani dan keadilan tak dapat dipisahkan.” cinta mengandung tuntutan mutlak akan keadilan. Keadilan mencapai kepenuhan batinnya hanya dalam cinta. (#34) Tugas pewartaan Injil menuntut pengabdian diri kita bagi pembebasan umat manusia dalam dunia ini. Amanat cinta dan keadilan kristiani hanya akan mendapatkan kepercayaan orang-orang dewasa ini, bilamana kita menunjukkan kedayagunaannya lewat tindakan demi keadilan dalam dunia. (#35) Tugas Gereja, Hirarki, dan Umat Kristiani Pesan Injil memberikan kepada Gereja hak dan kewajiban untuk memaklumkan keadilan ditingkat sosial, nasional dan internasional, dan mencela hal-hal yang tidak adil, bilamana hak-hak asasi manusia dan keselamatannya menuntut hal itu. Gerejapun berhak dan wajib bersaksi tentang cinta dan keadilan dalam lembaga-lembaga gerejani dan dalam kehidupan kita. (#36)

Orang-orang dan bangsa-bangsa yang menderita ketidakadilan tidak bersuara dan bersikap diam. Gereja harus siap mengemban fungsi dan tugas baru dalam Masyarakat dunia demi pengamatan keadilan. Gereja tidaklah sendirian bertanggung jawab terhadap keadilan di dunia. Peran Gereja tidak menawarkan pemecahan yang konkret atas masalah-masalah khusus, tetapi membela serta memajukan martabat dan hak-hak asasi pribadi manusia. Para anggota gereja mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana warga lainnya. Mereka harus bertindak sebagai ragi di dalam dunia, di dalam kehidupan keluarga, profesi, sosial, dan politis mereka. (#36-38)

PRAKTEK KEADILAN Kesaksian Gereja Orang kristiani terikat untuk bersaksi tentang Injil dengan menunjukkan adanya sumber-sumber kemajuan yang lain daripada konflik, yaitu cinta dan hak. Keunggulan cinta ini menjadi penuntun untuk bertindak tanpa kekerasan dan berkarya di bidang pendapat umum. (#39) Prioritas utama dari cinta kasih ini adalah anti kekerasan dan bekerja di tengah-tengah pendapat umum. Siapapun yang memberanikan diri berbicara tentang keadilan haruslah terlebih dahulu adil dalam dirinya sendiri. Karena itu, gereja sendiri perlu meneliti caranya bertindak, harta miliknya, serta gaya hidupnya. (#40) Di dalam gereja sendiri hak-hak haruslah dipertahankan…. Mereka yang melayani gereja dengan karya mereka, termasuk para imam dan kaum religius, harus menerima nafkah yang cukup serta memperoleh jaminan sosial sebagaimana yang biasanya berlaku di daerah mereka. (#41) Tenaga-tenaga awam harus memperoleh upah serta kenaikan jenjang karir yang adil. Hendaknya mereka menjalankan fungsi-fungsi yang lebih penting berkaitan dengan harta milik gereja dan harus dilibatkan dalam administrasinya. (#41)

Kaum wanita harus mendapatkan bagian tanggung jawab dan peran serta dalam kehidupan bersama masyarakat dan gereja. (#42) Di dalam gereja pun harus diakui hak atas kebebasan untuk berbicara dan berpikir, hak atas tata cara hukum yang memadai, dan haka atas peran serta dalam proses pengambilan keputusan. (#44-46) Gereja wajib hidup dan mengelola barang-barang miliknya sedemikian rupa sehingga Injil dapat diwartakan kepada kaum miskin. Tetapi apabila Gereja kelihatan hanya berada di antara kaum kaya dan berkuasa di dunia ini, kredibilitasnya akan sirna. (#47) Gaya hidup semua orang (para uskup, imam, religius, umat awam) harus diteliti. Haruslah dipertanyakan apakah pantas Gereja menempatkan orang dalam kemiskinan di sebuah pulau yang kaya. Pola hidup sederhana sangat perlu di kala berjuta orang menderita kelaparan. (#48)

Pendidikan menuju Keadilan Sumbangan khusus orang kristiani bagi keadilan adalah kehidupan sehari-hari orang beriman individual. Jadi, pendidikan haruslah mengajarkan orang menghayati hidupnya berdasarkan moralitas pribadi dan sosial yang terungkap dalam kesaksian kristiani. (#49) Pendidikan dewasa ini, bersama dengan media komunikasi, memperkokoh individualisme dan membentuk pribadi-pribadi yang sesuai dengan ukuran-ukuran baku duniawi. (#50) Pendidikan untuk keadilan : Menuntut suatu pembaruan hati dengan pengakuan akan dosa-dosa pribadi maupun sosial; Kemajuan pola hidup manusia dalam keadilan, cinta, dan kesederhanaan; Menciptakan kepekaan kritis untuk menyelami masyarakat serta nilai-nilainya; Membuat manusia sedia mengingkari nilai-nilai yang melecehkan keadilan. (#51)

Di negara-negara sedang berkembang, pendidikan : Berusaha membangkitkan kesadaran akan situasi nyata masyarakat; Menyerukan perbaikan-perbaikan dalam masyarakat. (#51) Pendidikan demikian mencegah manipulasi oleh media komunikasi dan kekuatan-kekuatan politis. (#52) Pendidikan praktis ini timbul dari aksi, partisipasi, dan kontak dengan situasi-situasi ketidakadilan. (#53) Pendidikan untuk keadilan dimulai pertama-tama dalam keluarga, dibantu oleh gereja, sekolah, dan organisasi-organisasi lain. (#54) Isi pendidikan ini meliputi penghormatan akan sesama bersama martabatnya. (#55) Prinsip-prinsip dasar Injil terdapat dalam pengajaran sosial Gereja Katolik. (#56) Tugas perutusan kita menuntut keberanian untuk mencela ketidak adilan, dengan cinta kasih, kebijaksanaan dan kegigihan, dan dalam dialog yang jujur dengan semua pihak. (#57) Liturgi sabda, katekese, dan sakramen-sakramen dapat membantu pendidikan keadilan. Ekaristi membentuk persekutuan dan menempatkannya dalam pelayanan kepada sesama manusia. (#58)

Kerja Sama Antargereja Lokal Kerja sama antargereja di daerah-daerah yang kaya dan yang miskin melaui persatuan spiritual dan pembagian sumber daya manusia dan materiil merupakan tanda solidaritas gereja. (#59) Kerja Sama Ekumenis Kerja sama ekumenis dengan semua orang yang percaya kepada Allah dapat dijalin dalam kegiatan yang memperjuangkan martabat dan hak-hak asasi manusia, keadilan sosial, perdamaian, dan kebebasan. (#61-62)

Tenaga-tenaga awam harus memperoleh upah serta kenaikan jenjang karir yang lebih adil. Hendaknya mereka fungsi-fungsi yang lebih penting berkaitan dengan harta milik gereja dan harus dilibatkan di dalam administrasinya. Aksi Internasional Sambil mengakui pentingnya kerja sama internasional untuk perkembangan sosial dan ekonomi, Gereja mendesak kita untuk mempertimbangkan saran-saran berikut ini : Perlunya retifikasi dan pengamalan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Asasi Manusia oleh semua pemerintah; (#64) Mendukung upaya PBB untuk menghentikan perlombaan senjata, perdagangan senjata, dan menyelesaikan konflik dengan cara-cara damai; (#65) Memajukan tujuan-tujuan Dasawarsa Pembangunan Kedua yang mencakup pengalihan pendapatan dari negara-negara kaya kepada negara-negara sedang berkembang, harga yang adil untuk bahan baku, pembukaan pasar negara-negara kaya, pengutamaan ekspor dari negara-negara sedang berkembang, perpajakan dengan basis yang meliputi seluruh dunia; (#66)

Merubah pemusatan kekuatan yang memungkinkan peran serta negara-negara sedang berkembang; (#67) Menekankan pentingnya badan-badan khusus di PBB dalam penegakan keadilan; (#68) Pemerintah-pemerintah hendaklah meneruskan sumbangan-sumbangan individual mereka untuk suatu dana pembangunan, dengan tetap mengikutsertakan tanggung jawab negara-negara sedang berkembang dalam pengambilan keputusan; (#69) Negara-negara kaya perlu mengurangi sikap materialistis, konsumsi, serta pemborosan; (#70) Hak atas perkembangan dapat dipenuhi dengan tindakan : Rakyat tidak boleh dirintangi untuk mencapai perkembangan sesuai kebudayaan mereka sendiri; Melalui kerja sama timbal balik, seluruh rakyat merupakan arsitek-arsitek utama perkembangan sosial-ekonomi mereka sendiri; Setiap warga masyarakat harus sanggup bekerja sama demi kesejahteraan umum dengan dasar berpijak yang sama. (#71)

SEPATAH KATA HARAPAN Umat Allah hadir di tengah-tengah orang miskin dan mereka yang menderita penindasan dan penganiyayaan. Mereka menghayati Sengsara Kristus dan bersaksi tentang Kebangkitan-Nya. (#73) Harapan akan datangnya kerajaan itu sudah mulai berakar di dalam hati manusia. Misteri Paska Tuhan akanbermakna bilamana kita mengurangi ketidakadilan, kekerasan dan kebencian, dan memajukan keadilan, kebebasan, persaudaraan, dan cinta. (#75)

No.9 SERI AJARAN SOSIAL GEREJA DISADURKAN DARI NOFHID OLEH SEKRETARIAT JUSTICE AND PEACE DAN KOMISI PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI/KWI

EVANGELII NUNTIANDI Pewartaan Injil dalam Dunia Modern PENDAHULUAN Menanggapi Sidang Umum Ketiga Sinode para Uskup (1974) yang bertemakan “Pewartaan Injil” (Evangelisasi), Yang Mulia Paus Paulus VI mengeluarkan Ekshortasi Apostoliknya yang berjudul Evangelii Nuntiandi (“Pewartaan Injil dalam Dunia Modern”), 1975, sekaligus untuk memperingati ulang tahun ke-10 penutupan Konsili Vatikan II.

GARIS-GARIS BESAR EVANGELII NUNTIANDI Evangelii Nuntiandi meneguhkan pengajaran Konsili Vatikan II tentang peranan aktif yang harus dilaksanakan Gereja sebagai lembaga maupun sebagai anggota umat Allah dalam menegakkan keadilan di dunia. Nasihat Apostolik ini menyajikan pula ajaran utama Paus Paulus VI tentang misi pewartaan Injil Gereja. Ensiklik Evangelii Nuntiandi memiliki tiga persoalan hangat : Apa yang telah terjadi terhadap daya tersembunyi dari Kabar Gembira yang dapat berpengaruh pada suara hati manusia? Dalam bentuk apa dan dengan cara bagaimana kekuatan Injil sungguh-sungguh mampu membawa perubahan bagi manusia dewasa ini? Metode-metode apa yang harus diikuti agar kuasa Injil dapat membawa pengaruh?

Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Evangelii Nuntiandi dibagi dalam : Dari Kristus Pewarta Injil kepada Gereja yang Mewartakan Injil Apakah Pewartaan Injil itu? Isi Pewartaan Injil Metode-Metode Pewartaan Injil Orang-Orang yang Mendapat Manfaat dari Pewartaan Injil Pekerja-Pekerja Pewartaan Injil Semangat Pewartaan Injil

PAUS PAULUS VI Paus Paulus VI (1963-1978) sangat terkenal karena menuntun KOnsili Vatikan II sampai pada pencetusan resolusi-resolusinya. Ia banyak mengunjungi ke negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Asia, bahkan berpidato di PBB. Hal ini mencerminkan suatu era baru dalam peranan para Paus dalam Gereja dan dunia dewasa ini. Salah satu prestasinya yang gemilang adalah pembentuk Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian. Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan.

TEMA-TEMA KUNCI EVANGELII NUNTIANDI DARI KRISTUS PEWARTA INJIL KEPADA GEREJA YANG MEWARTAKAN INJIL Pengutusan Yesus adalah pergi dari kota ke kota sambil mewartakan kepada orang miskin Kabar Gembira Allah. Seluruh segi dari misteri-Nya-Inkarnasi, mukjizat-mukjizat dan pengajaran-Nya, berkumpulnya para rasul, perutusan keduabelas rasul-Nya, Salib dan Kebangkitan-merupakan bagian dari kegiatan penginjilan-Nya. (#6) Yesus, sebagai pewarta Injil, memaklumkan Kerajaan Allah dengan kata-kata dan tanda-tanda. (#8, 11, 12) Dia memaklumkan pula penebusan yaitu pembebasan dari segala sesuatu yang menindas umat manusia, dan pembebasan dari dosa dan Kejahatan. (#9) Kerajaan dan keselamatan ini tersedia bagi setiap orang. Untuk itu, dituntut suatu pembaruan pikiran dan hati yang mendalam. (#10) Kabar Gembira dimaksudkan untuk semua orang. Mereka yang menerima Kabar Gembira ini pada gilirannya harus menjadi pewarta Injil dengan menyebarluaskannya. (#13) “Mewartakan Injil…adalah rahmat dan panggilan yang tepat bagi Gereja.” Gereja adalah pewarta Injil namun harus dimulai dengan mewartakan Injil dalam tubuh Gereja sendiri. (#14, 15)

APAKAH PEWARTAAN INJIL ITU? Evangelisasi dapat dirumuskan sebagai upaya mewartakan Kristus kepada mereka yang belum mengenal-Nya, berkotbah, memberikan katekese, memberikan Permandian dan Sakramen-Sakramen lainnya. Namun, realitas penginjilan harus tidak memihak atau fragmentaris. (#17) Unsur-unsur pewartaan Injil adalah : Pembaruan - “Bagi Gereja mewartakan Injil berarti membawa Kabar Gembira kepada segenap lapisan umat manusia, dan melaui pengaruh Injil merubah umat manusia dari dalam dan membuatnya menjadi baru.” (#18) Perubahan – Pewartaan Injil harus mempengaruhi tolok ukur penilaian manusia, nilai-nilai, kepentingan, pemikiran dan pola hidupnya yang bertentangan dengan Sabda Allah dan rencana penyelamatan. (#19) Budaya – Evangelisasi kebudayaan harus selalu menjadikan pribadi manusia sebagai titik pangkalnya dan selalu kembali kepada hubungan antar manusia dan hubungan manusia dengan Allah. (#20)

Kesaksian dan Pewartaan – Injil harus dimaklumkan dengan kesaksian hidup pribadi dan dengan pewartaan yang jelas dan eksplisit tentang Yesus. Kesaksian hidup berjalan bersama dengan sabda kehidupan. (#21, 22) Komunitas Umat Beriman - Umat yang mengalami perubahan karena evangelisasi memasuki komunitas Gereja yang merupakan tanda hidup baru. (#23) Kerasulan – Orang yang telah menerima pewartaan Injil hendaknya pula mewartakan Injil kepada orang-orang lain. (#23) Pewartaan Injil adalah suatu proses kompleks dengan banyak unsur yang saling melengkapi dan saling memperkaya :pembaruan kemanusiaan, kesaksian, pewartaan yang eksplisit, ketaatan batin, masuk dalam umat, menerima tanda-tanda, dan prakarsa merasul.

Perutusan Yesus adalah pergi dari kota ke kota sambil mewartakan kepada orang miskin kabar Gembira Allah. Seluruh segi dari misteri-Nya-Inkarnasi, mukjizat-mukjizat dan pengajaran-Nya, berkumpulnya keduabelas rasul-Nya, salib dan kebangkitan merupakan bagian dari kegiatan penginjilan-Nya. (#6)

ISI PEWARTAAN INJIL Penebusan – Pesan utama pewartaan Injil adalah bahwa “dalam Yesus Kristus, Putera Allah yang menjadi manusia, yang wafat dan bangkit dari kematian, penebusan ditawarkan kepada semua orang sebagai suatu karunia rahmat dan belas kasih Allah.” (#27) Harapan – Pewartaan Injil menyangkut pewartaan tentang kehidupan akhirat. Pewartaan Injil mencakup pula pewartaan tentang harapan akan janji yang dibuat Allah dalam Perjanjian Baru dalam Yesus Kristus, pewartaan tentang misteri kejahatan dan usaha mencari kebaikan secara aktif. Pewartaan tentang pencarian aktif akan Allah dilakukan lewat doa, Komuni, dan Sakramen-Sakramen. (#28) Kehidupan Seutuhnya – Pewartaan Injil memiliki dimensi pribadi, keluarga, dan sosial yang mencakup hak-hak dan kewajiban manusia, kehidupan keluarga, kehidupan dalam masyarakat dan kehidupan internasional, perdamaian, keadilan, perkembangan, dan pembebasan. (#29)

Pembebasan – Gereja mempunyai kewajiban untuk mewartakan pembebasan ini, memberikan kesaksian, dan menjamin bahwa hal ini adalah sempurna. Semuanya ini bukanlah suatu yang asing melainkan menyatu dengan pewartaan Injil. (#30) Pemajuan Manusia – Rencana penebusan meliputi karya menentang ketidakadilan. Dalam pewartaan Injil keadilan tak dapat diabaikan. Integral dan Total – Penyelamatan dan pembebasan tidak dapat dikurangi hanya pada kesejahteraan materiil belaka. Dimensi spiritual dan religius tak dapat diingkari. (#32) Pembebasan Injil – Pembebasan tak dapat dibatasi pada ekonomi, politik, kehidupan sosial atau budaya. Ia harus mencakup seluruh pribadi. (#33) Pewartaan Injil memiliki dimensi pribadi, keluarga dan sosial yang mencakup hak-hak dan kewajiban manusia, kehidupan keluarga, kehidupan dalam masyarakat dan kehidupan internasional, perdamaian, keadilan, perkembangan dan pembebasan. (#29)

Yang Berpusat pada Kerajaan Allah – Pewartaan Kerajaan Allah tak dapat digantikan dengan pewartaan tentang bentuk-bentuk pembebasan manusia. Sumbangan Gereja bagi pembebasan adalah tidak lengkap jika ia mengabaikan pewartaan keselamatan dalam Yesus Kristus. (#34) Pewartaan Injil dan Pembebasan – Pembebasan manusia dan penebusan dihubungkan dalam Yesus Kristus. Pembebasan sejati harus digerakkan oleh keadilan dan cinta kasih, dan tujuan akhirnya haruslah penebusan dan kebahagiaan dalam Allah. (#35) Pertobatan – Pertobatan pribadi diperlukan dalam membangun struktur-struktur yang lebih manusiawi, adil, menghormati hak-hak manusia, tidak menindas dan tidak memperbudak. (#36) Tanpa Kekerasan - Kekerasan tidak selaras dengan pembebasan sejati. Kekerasan akan membangkitkan kekerasan dan membawa bentuk-bentuk penindasan dan perbudakan baru dan lebih berat. (#37) Kebebasan Beragama adalah hak asasi manusia yang penting. (#39)

METODE-METODE PEWARTAAN INJIL Kesaksian Hidup – Sarana pertama pewartaan Injil adalah kesaksian hidup kristiani yang otentik, yang diberikan kepada Allah dan sesamanya dalam suatu persekutuan yang tak dapat dibinasakan oleh apapun juga. (#14) Kotbah yang Hidup – Sarana kedua adalah berkotbah tentang Kabar Gembira. Metode-metode komunikasi modern telah dipergunakan dengan sukses. (#42) Liturgi Sabda – Kotbah terdapat dalam Liturgi Sabda dan merupakan kesempatan istimewa untuk mengkomunikasikan Sabda Allah. (#43) Katakese – Pengajaran Katakese harus disesuaikan dengan usia, kebudayaan, dan sikap pribadi-pribadi bersangkutan; mereka harus senantiasa menanamkan dalam ingatan, pikiran dan hati mereka kebenaran-kebenaran yang hakiki. (#44) Media Massa – Penggunaan media massa untuk pewartaan Injil hendaknya menjangkau sejumlah besar orang, namun dengan kemampuan menembus hati nurani setiap individu. (#45)

Kontak Pribadi – Dalam jangka panjang, kontak pribadi sangat penting bagi pewartaan Injil. (#46) Sakramen-Sakramen – Pewartaan Injil harus menyentuh kehidupan kodrati maupun adikodrati. Kehidupan adikodrati ini terungkap dalam tujuh Sakramen. Peranan evengelisasi adalah mendidik masing-masing individu kristiani agar menghayati Sakramen-Sakramen sebagai Sakramen-Sakramen sejati dari kehidupan – dan bukan untuk menerimanya secara pasif melainkan untuk menjalaninya. (#47) Kesalehan yang Merakyat – Agama rakyat ini mencerminkan suatu kehausan akan Allah yang hanya dapat dikenal oleh orang sederhana dan miskin. Ia juga membuat orang-orang mampu bersikap murah hati dan rela berkorban bahkan bersikap sebagai pahlawan. Orang harus peka akan kesalehan yang merakyat, mengetahui bagaimana menyelami dimensi-dimensinya yang terdalam serta nilai-nilainya, membantunya mengatasi bahaya penyelewengan. Dengan demikian kesalehan yang merakyat itu dapat menjadi suatu pertemuan sejati dengan Allah dalam Yesus Kristus. (#48)

ORANG-ORANG YANG MENDAPAT MANFAAT DARI PEWARTAAN INJIL Kabar Gembira ditujukan kepada setiap orang. “Pergilah ke seluruh dunia; beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (#49) Kendala-kendala seperti penyiksaan dan perlawanan, serta cobaan-cobaan terhadap para pewarta Injil tidak pernah dapat merintangi pewartaan Kabar Gembira ke seluruh dunia. (#50) Kepada Mereka yang Belum Mengenal-Nya – Yesus Kristus dan Injil-Nya pertama-tama diwartakan kepada mereka yang belum mengenal-Nya. “Pra-evengelisasi” dapat membantu pewartaan ini, misalnya, melalui karya seni, pendekatan ilmiah, penelitian filosofis dan menggugah hati manusia. (#51) Kepada Dunia yang Tidak Lagi Kristiani – Kabar Baik Yesus harus diwartakan juga kepada mereka yang sudah dibaptis namun hidup di luar kehidupan kristiani, kepada orang-orang sederhana yang tentu mempunyai iman namun tanpa pengetahuan yang sempurna, kepada kaum intelektual yang merasa perlu mengetahui Yesus Kristus, dan juga kepada banyak orang lain. (#52)

Kepada Agama-Agama Bukan Kristen – Gereja menghormati dan menghargai agama-agama bukan Kristen karena merupakan ungkapan hidup dari jiwa kelompok besar umat manusia. Mereka mengandung gema usaha pencarian yang tidak pernah lengkap akan Allah selama ribuan tahun, tetapi dilakukan dengan ketulusan yang besar dan kelurusan hati. Namun, Gereja tidak dapat menyembunyikan dari mereka pewartaan tentang Yesus dan kekayaan Misteri-Nya. (#53) Kepada Orang-Orang yang Percaya – Iman para Pengikut Kristus perlu diperdalam, diperkokoh, diperkaya dan didewasakan. Untuk itu, Gereja perlu menyapa sekularisme, ateisme, dan humanisme. (#54) Kepada Orang-Orang yang Tidak Percaya – Semakin meningkatnya ketidak percayaan dalam dunia modern dengan hadirnya humanisme ateis, sekularisme dan ateisme yang berpusat pada manusia. (#55) Kepada Orang yang Tidak Mengamalkan Agamanya – Pewartaan Injil harus menemukan sarana dan bahasa yang tepat untuk menyajikan wahyu Allah dan iman akan Yesus Kristus kepada orang-orang kristiani yang tidak mengamalkan agamanya. KABAR GEMBIRA ditujukan kepada setiap orang. “PERGILAH keseluruh dunia; beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Komunitas-komunitas ini perlu : Kepada Orang Banyak – Demi pewartaan Injil yang efektif, Kabar Gembira harus menyentuh hati orang banyak, jemaat-jemaat kaum beriman yang tindakannya dapat dan pasti menjangkau orang-orang lain. (#57) Kepada Komunitas Basis Gerejani – Terdapat dua macam “komunitas kecil”. Yang satu bekerja dengan Gereja, menuntun orang kristiani bersama dalam jemaat-jemaat agar menjadi pendengar dan pewarta Kabar Gembira. Kelompok lainnya mengecam Gereja dengan sikapnya yang menolak dan mencari-cari kesalahan. Komunitas-komunitas ini perlu : Mencari santapan dalam Sabda Allah dan tidak membiarkan diri mereka terjerat oleh polarisasi politis atau ideologi-ideologi. Menghindari godaan protes yang sistematis dan sikap yang hiperkritis. Tetap menyatu dengan Gereja lokal dan universal. Memelihara persekutuan yang tulus dengan para pastor dan Magistarium Gereja. Menyadari bahwa mereka bukanlah satu-satunya pelaksana evangelisasi. Terus menerus bertumbuh dalam kesadaran misioner, semangat misioner, komitmen dan kerajinan. Memperlihatkan diri bersikap universal dalam segala hal dan tidak pernah bersikap sektarian (picik). (#58)

PARA PEKERJA UNTUK PEWARTAAN INJIL Gereja – Pewartaan Injil merupakan tugas perutusan Gereja. “Seluruh Gereja adalah misioner dan karya pewartaan Injil merupakan tugas mendasar Umat Allah.” (#59) Pewartaan Injil bukan merupakan tindakan perorangan atau terisolir, melainkan bersifat gerejani. Artinya, setiap aksi pewartaan Injil berada dalam kesatuan dan persekutuan dengan Gereja. (#60) Gereja Universal dan Lokal – Gereja universal maupun gereja-gereja lokal atau individual mempunyai peranan dalam pewartaan Injil. (#61,62) Gereja-gereja lokal mengemban tugas untuk mewartakan Kabar Gembira dalam bahasa dan cara yang dapat dipahami orang-orang setempat. (#63) Isi iman harus tidak boleh dilemahkan atau dikurangi apabila pewartaan Injil disesuaikan dengan situasi setempat dan kehidupan konkret masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan mengingat dimensi universal gereja-gereja lokal. (#63-65)

Terdapat aneka tugas evangelisasi yang harus dilakukan Terdapat aneka tugas evangelisasi yang harus dilakukan. Dalam Injil, Yesus mempercayakan para Murid-Nya tugas pewartaan Sabda. Ia memilih mereka, melatih mereka, mengangkat serta mengutus mereka ke luar sebagai saksi-saksi yang berwewenang dan guru-guru untuk mengajarkan warta keselamatan. (#66) Sri Paus – Pengganti Petrus mengemban tugas pelayanan untuk mengajarkan kebenaran yang diwahyukan. (#67) Para Uskup dan Iman adalah guru-guru iman, di samping juga sebagai pelayan-pelayan Ekaristi dan Sakramen. (#68) Kaum Religius bersaksi tentang Kristus melalui kehidupan mereka yang suci dan menjadikannya sarana pewartaan Injil. Kaum religius lainnya mewartakan Kabar Gembira secara langsung. (#69) Kaum awam, karena berada di tengah-tengah dunia, adalah pewarta-pewarta Injil dalam kancah politik, masyarakat, ekonomi, kebudayaan, ilmu, kesenian, kehidupan internasional, media massa, cinta manusia, keluarga, pendidikan, dan karya profesional. (#71)

Keluarga sebagai “Gereja rumah tangga” merupakan tempat di mana Kabar Gembira pertama-tama dibagikan dan tempat dari mana Kabar Gembira itu disebarluaskan. (#71) Generasi Muda yang terlatih baik dalam iman dan doa harus semakin menjadi rasul-rasul bagi kaum muda. (#72) Berdampingan dengan para pelayan tertahbis, Gereja mengakui tempat para pelayan yang tidak tertahbis yang dapat memberikan pelayanan khusus bagi Gereja. Diperlukan persiapan serius untuk semua orang yang berkarya bagi pewartaan Injil. (#73) Pewartaan Injil bukan merupakan tindakan perorangan atau terisolir, melainkan bersifat gerejani. Artinya setiap aksi pewartaan Injil berada dalam kesatuan dan persekutuan dengan Gereja. (#60)

SEMANGAT PEWARTAAN INJIL Pewartaan Injil tidak akan dimungkinkan tanpa karya Roh Kudus. Teknik-teknik pewartaan Injil adalah baik, tetapi mereka tak dapat menggantikan karya Roh Kudus yang lemah-lembut. (#75) Semangat menginjil harus muncul dari kesucian hidup yang sejati, dan kotbah harus membuat sang pengkotbah berkembang dalam kesucian, yang diperkaya dengan doa dan cinta akan Ekaristi. (#76) Dari setiap Pewarta Injil diharapkan suatu kesederhanaan hidup, semangat doa, kasih terhadap semua orang terutama kepada mereka yang miskin dan tersingkir, ketaatan dan kerendahan hati, sikap lepas-bebas dan pengorbanan diri. (#76) Kesatuan di antara para pewarta Injil menjadi bukti bahwa mereka diutus Bapa. Tanda persatuan di antara semua orang kristiani merupakan pula jalan dan alat evangelisasi. (#77)

Pewarta Injil akan menjadi orang yang senantiasa mencari kebenaran yang harus ia bagikan dengan orang lain, meskipun untuk itu ia harus menyangkal diri dan berkorban. (#78) Pewarta Injil harus memiliki kasih yang semakin besar kepada mereka yang diberi penginjilan. Situasi keagamaan dan rohani mereka yang mendapat penginjilan haruslah dihormati. (#79) Semangat rohani diperlukan untuk mengenyampingkan segala dalih yang menghambat pewartaan Injil. (#80)

No.10 SERI AJARAN SOSIAL GEREJA DISADURKAN DARI NOFHID OLEH SEKRETARIAT JUSTICE AND PEACE DAN KOMISI PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI/KWI

REDEMPTOR HOMINIS “Rahasia Penebusan dan Martabat Manusia” PENDAHULUAN “Redemptor Hominis” (Rahasia Penebusan dan Martabat Manusia) adalah ensiklik pertama yang ditulis Paus Yohanes Paulus II dalam tahun 1979, tahun I Masa Kepausan beliau. Dalam ensiklik ini, beliau membicarakan warisan dari para pendahuluan dan maksud beliau untuk melanjutkan tradisi ini.

GARIS BESAR REDEMPTOR HOMINIS Paus Yohanes Paulus II berbicara tentang Penebusan umat manusia oleh Yesus Kristus, dampak-dampak Penebusan, dan perutusan Gereja dalam dunia dewasa ini. Ensiklik meliputi empat bagian : Warisan – warisan yang diterima Paus Yohanes Paulus II dari para pendahulu beliau; Rahasia Penebusan – artinya Penebusan bagi Manusia dan Gereja; Kemanusiaan Tertebus dan Situasinya dalam Dunia Modern – dampak-dampak Penebusan bagi manusia dan Gereja; Perutusan Gereja dan Tujuan Kemanusiaan – dalam dunia dewasa ini. YOHANES PAULUS II Kardinal Wojtyla – Uskup Agung Krakow, Polandia, terpilih sebagai Paus dengan nama Yohanes Paulus II. Dalam amanatnya yang pertama mengatakan “Kami memandang tugas utama kami untuk memajukan, dengan tindakan arif namun menyemangati, pelaksanaan cermat akan norma-norma dan arahan-arahan dari Konsisli”. (17 Oktober 1978) Melalui ensiklik yang pertama ini Beliau melanjutkan permenungan akan makna Gereja dalam proses Pembaharuan.

TEMA-TEMA POKOK DALAM REDEMPTOR HOMONIS WARISAN Di ambang Milenium Kedua Penebusan Kemanusiaan. Yesus Kristus, adalah pusat alam semesta dan sejarah. Tahun 2000 akan menjadi suatu Perayaan besar bagi Gereja dan Umat Allah. Secara istimewa kita akan mengingat perkataan St. Yohanes : “Sabda menjadi manusia dan bermukim di antara kita” (Yoh. 1:14), dan “Allah demikian mencintai dunia sehingga Ia menyerahkan Putera Tunggal-Nya dan siapapun yang percaya akan Dia tidak akan mati tetapi memperoleh hidup kekal” (Yoh. 3:16).

Perkataan pertama Masa Kepausan baru “Dengan ketaatan dalam iman akan Kristus, Tuhanku, dan dengan kepercayaan akan Bunda Kristus dan Gereja, biarpun dalam masa penuh kesulitan, saya terima.” Inilah kata-kata pertama Yohanes Paulus II pada tanggal 16 Oktober 1978 sewaktu beliau menerima Kedudukan sebagai Paus setelah pemilihan kanonik. Dengan mengikuti jejak Paus Yohanes Paulus I mengambil nama “Yohanes Paulus”, Paus Yohanes Paulus II mengungkapkan cintanya akan warisan istimewa yang terpatri dalam Gereja oleh Paus Yohanes XXIII dan Paus Paulus VI. Beliau secara pribadi siap mengembangkan warisan tersebut.

Kepercayaan dalam Roh Kebenaran dan Cinta Dengan sepenuhnya mempercayakan dirinya pada Roh Kebenaran, Paus memasuki warisan yang kaya dari masa-masa kepausan yang terakhir. Yohanes XXII membuka serta mengumpulkan Konsili Vatikan II, sedangkan Paus VI menutupnya. Kesadaran Gereja diterangi dan disokong oleh Roh Kudus untuk memahami semakin lebih mendalam baik misterinya yang ilahi dan perutusannya yang manusiawi, dan malahan kelemahannya yang manusiawi. Kesadaran ini merupakan sumber utama cinta gereja, sebagaimana pada gilirannya cinta membantu memberikan kekuatan dan pemahaman mendalam. Kritik punya batas. Kalau tidak, coraknya tidak membangun dan tidak menyingkap kebenaran, cinta dan syukur. Kritik sedemikian bukanlah suatu pelayanan tetapi agaknya suatu keinginan untuk mengawasi pendapat orang lain.

Rujukan pada Ensiklik Pertama Paus Paulus VI Kesadaran Gereja harus terbuka, sehingga semua orang mampu menemukan dalam dirinya, “kekayaan Kristus yang tidak terjangkau”. Keterbukaan ini bersama kesadaran akan kodrat dan kebenarannya sendiri memberikan perutusan apostolik pada Gereja untuk mewartakan seluruh kebenaran yang disampaikan oleh Kristus. Pada saat yang sama, Gereja harus melaksanakan “dialog keselamatan” (Paulus VI, Ecclesian Suam, 1964). Selama masa kepausan Paulus VI, tumbuh suatu kritik terhadap Gereja, institusi dan strukturnya, kaum imam dan kegiatan-kegiatannya. Namun, kritik mempunyai batasnya. Kalau tidak, maka coraknya tidak membangun dan tidak menyingkap kebenaran, cinta dan syukur. Kritikan demikian bukanlah suatu pelayanan tetapi agaknya suatu keinginan untuk mengawasi pendapat orang lain. Secara internal Gereja semakin lebih kuat melawan ekses-ekses kritik-diri, dan menjadi lebih mampu melayani perutusan keselamatan bagi semua orang.

Kolegialitas dan Kerasulan Sekarang ini Gereja lebih bersatu dalam kemitraan pelayanan dan dalam kesadaran akan kerasulan. Kesatuan ini bersumber dari prinsip kolegialitas. Sinode Para Uskup yang didirikan oleh Paulus VI, adalah suatu lembaga tetap dari kolegialitas. Konferensi Uskup nasional, internasional atau struktur-struktur kolegial kontinental, Dewan-dewan para Imam, dan Kerasulan Awam menyumbang bagi semangat bekerjasama dan tanggungjawab bersama. Semangat tersebut meluas di antara kaum awam. Memperkuat organisasi-organisasi yang ada bagi kerasulan awam dan juga menciptakan yang baru. Kerjasam antar para pastor dan wakil-wakil, tarekat hidup-bakti, dalam Sinode Keuskupan dan Dewan-dewan Pastoral dalam Paroki dan Keuskupan.

Jalan ke Kesatuan Kristiani Kesatuan harus diupayakan, meskipun banyak kesulitan; kalau tidak, kita akan menjadi tidak setia pada Sabda Kristus, kita akan gagal mencapai perjanjian-Nya. Dengan orang Kristen lain Kegiatan ekumenis yang benar berarti keterbukaan, kedekatan, kesediaan untuk dialog, dan suatu pencarian bersama kan kebenaran dalam artian kristiani dan injili sepenuhnya. Pada saat yang sama harta benda kebenaran ilahi, yang Gereja akui dan ajarkan secara tetap, tidak merosot. Dengan orang berkeyakinan lain Semuanya bertalian dengan kegiatan pendekatan dengan wakil-wakil dari agama-agama yang bukan kristiani. Hal ini dapat terlaksana lewat dialog, kontak-kontak, doa bersama dan pengkajian akan khazanah spiritualitas manusiawi.

Atas perintah Kristus, Gereja terus menerus merayakan Ekaristi, rekonsiliasi dan janji akan kehidupan kekal dengan Allah Baiklah untuk mengerti setiap pribadi, menganalisis setiap sistem dan mengalami apa yang benar. Hal ini tidak berarti kehilangan kepercayaan akan iman seseorang atau memperlemah prinsip-prinsip moralitas. Kekurangan iman dan moralitas akan menghasilkan dampak-dampak yang buruk dalam kehidupan seluruh masyarakat.

II. RAHASIA PENEBUSAN Dalam Rahasia Kristus Gereja adalah tanda dan sarana kesatuan dengan Allah. Karena hubungannya dengan Kristus, Gereja menjadi sakramen atau tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah, dan kesatuan dengan umat manusia. Gereja tidak berhenti mendengarkan Sabda-Nya. Gereja membacanya berulang kali. Atas perintah Kristus, Gereja terus-menerus merayakan Ekaristi. Ekaristi adalah tanda rahmat rekonsiliasi dan janji kehidupan kekal dengan Allah. Penebusan adalah prinsip dasar dari kehidupan dan perutusan Gereja.

Penebusan sebagai suatu Penciptaan Baru Hubungan Allah-manusia diperbaharui dalam Kristus. Dalam Yesus Kristus dunia kelihatan yang Allah ciptakan bagi pria dan wanita dan hancur akibat dosa, memperoleh kembali hubungannya yang sejati dengan Allah. Karena penjelmaan Yesus, kodrat manusia dipulihkan ke dalam suatu martabat yang tak terbandingka. Dengan perantaraan Penjelmaan Putera Allah menyatukan diri-Nya dengan setiap pria dan wanita atas salah satu cara. Dia bekerja dengan tangan manusiawi, Dia berpikir dengan suatu pikiran manusiawi, Dia bertindat dengan suatu kemauan manusiawi dan mencintai dengan sebuah hati manusiawi. Lahir dari Perawan Maria, Dia sesungguhnya menjadi seorang di antara kita, sama dengan kita dalam segalanya, kecuali dosa.

Orang-orang tidak dapat hidup tanpa cinta Orang-orang tidak dapat hidup tanpa cinta. Kehidupan akan sia-sia, jika cinta tidak dinyatakan pada mereka, jika mereka tidak menemui cinta, jika mereka tidak menjalaninya dan menjadikannya miliknya, jika mereka tidak berperan secara mesra di dalamnya. Dimensi Ilahi dan Rahasia Penebusan Hanya Yesus memenuhi cinta abadi Bapa. Hanya Dia memenuhi kebapaan Allah dan cinta yang umat manusia tolak dengan merusakkan perjanjian yang ditawarkan Allah. Penebusan dunia adalah kepenuhan keadilan dalam hati Yesus, sehingga boleh menjadi keadilan dalam hati banyak orang yang terpanggil kepada rahmat dan cinta. Allah dari penebusan dinyatakan sebagai Allah yang setia pada diri-Nya dan setia pada cinta-Nya akan kemanusiaan dan dunia. Milik-Nya adalah sebuah cinta yang tidak memalingkan diri sebelum segala sesuatu menjadi adil dihadapan-Nya. Allah adalah Cinta.

Dimensi Manusiawi dari Rahasia Penebusan Manusia tidak dapat hidup tanpa cinta. Kehidupannya akan sia-sia, jika cinta tidak dinyatakan pada mereka, jika mereka tidak bertemu cinta, jika mereka tidak mengalami dan menjadikannya milik mereka, jika mereka tidak berperan mesra di dalam cinta. Sewaktu Kristus Penebus sepenuhnya menyingkap manusia pada dirinya-manusia diciptakan menjadi baru! Dalam dimensi manusiawi dari rahasia penebusan, manusia memperoleh kembali keagungan, martabat dan nilai yang menjadi milik kemanusiaan mereka. “Tidak ada orang Yahudi atau Yunani, budak atau orang merdeka, pria atau wanita; semua adalah satu dalam Yesus Kristus”. Penebusan yang terlaksana di kayu Salib memulihkan martabat si manusia dan mengembalikan arti bagi kehidupannya. Fungsi Gereja adalah menunjukkan kesadaran dan pengalaman dari seluruh kemanusiaan akan rahasia Allah.

Misteri Kristus sebagai Dasar Perutusan dan Kristianitas Gereja Renungan-renungan atas satu kebenaran dalam pelbagai agama. Bapa-Bapa Gereja melihat dalam pelbagai agama begitu banyak renungan atas satu kebenaran, “benih-benih Sabda”. Mereka memberi kesaksian bahwa, biarpun puluhan cara boleh berbeda, hanya satu tujuan-mencari Allah dan kepenuhan arti kehidupan manusia. Dalam Kristus melalui Kristus, Allah menyatakan Diri-Nya kepada umat manusia sepenuhnya; pada saat yang sama, dalam Kristus dan melalui Kristus, orang-orang memperoleh kesadaran penuh akan martabat kemanusiaan, ada kepenuhan arti keberadaan mereka. Kita semua sebagai pengikut-pengikut Kristus harus bertemu dan bersatu sekitar Dia. Ini hanya dapat terlaksana dalam saling mengenal dan menyingkirkan rintangan-rintangan yang menghalangi kesatuan sempurna. Meskipun rintangan-rintangan lebih berat, kita harus melanjutkan perutusan Kristus.

Perutusan Gereja dan Kebebasan Manusiawi Semua orang kristiani harus menemukan jalan yang sudah menyatukan mereka, malahan sebelum kesatuan penuh tercapai. Inilah kesatuan apostolik dan misioner. Kesatuan ini memampukan kita untuk mendekati semua kebudayaan, semua gagasan ideologis dan semua orang yang berkehendak baik dengan penghargaan, penghormatan dan penegasan. Gereja menjadi penjaga kebebasan yang merupakan prasyarat dan dasar bagi martabat benar pribadi manusia. “Kamu akan mengenal kebenaran dan kebenaran akan membuat kamu bebas”. Yesus Kristus membawa kebebasanbagi manusia atas dasar kebenaran. Dia membebaskan mereka dari apa yang menghalangi, memerosotkan dan menghancurkan akar kebebasan, dalam jiwa, hati dan nurani manusia.

Menjadi peduli akan semua orang, Gereja tidak harus menjadi bingung dengan suatu masyarakat politis ataupun mengingatkan diri pada sistem politik apapun.

MANUSIA TERTEBUS DAN SITUASINYA DALAM DUNIA MODERN Kristus mempersatukan Diri-Nya dengan setiap orang. Gereja menginginkan bahwa setiap pribadi mampu meneruskan Kristus, agar Kristus boleh menjalani jalan kehidupan dengan setiap pribadi. Gereja tidak dapat bersikap acuh terhadap apa saja yang melayani kebaikan manusia. Gereja juga tidak dapat mengingkari apa yang mengancamnya. Menjadi peduli akan semua orang, Gereja tidak harus menjadi bingung dengan suatu masyarakat politis maupun mengingatkan diri pada sistem politik apapun. Gereja adalah suatu tanda dan penjaga corak transendensi pribadi manusia. Gereja tidak berhubungan dengan khayalan tetapi dengan pribadi dengan semua orang dalam kenyataan manusiawi masing-masing.

Untuk Gereja semua jalan terarah kepada manusia. Gereja berkepedulian dengan semua orang. Pribadi adalah jalan utama dan mendasar bagi Gereja untuk melaksanakan perutusannya; jalan yang mengarahkan melaui misteri Penjelmaan dan Penebusan. Setiap pribadi tanpa pengecualiaan apapun, karena tertebus oleh Kristus. Kristus bersatu dengan setiap pribadi. Gereja harus sadar akan : Peluang-peluang dari orang-orang. Ancaman-ancaman pada manusia dan semua orang yang nampaknya bertentangan dengan usaha “untuk membuat hidup manusia makin manusiawi”, dan setiap unsur kehidupan yang menata martabat manusia yang benar.

Apa yang ditakuti manusia modern. Manusia terancam oleh apa yang mereka hasilkan-dengan karya tangannya, intelektualnya dan kemauannya : Diambil begitu saja dari pribadi yang menghasilkannya. Berbalik melawan manusia sendiri sebagai bumerang. Perusakan bumi karena maksud-maksud industrial dan militer. Pengembangan teknologi, yang tidak dikendalikan oleh suatu pembangunan moral dan etika yang memadai, mengakibatkan suatu ancaman bagi lingkungan alami kemanusiaan. Orang-orang kristiani harus mempersoalkan pertanyaan mendasar, apakah kemajuan membuat hidup manusia di bumi “lebih manusiawi” dalam setiap aspek hidupnya? “…Merupakan kehendak Sang Pencipta bahwa manusia berkomunikasi dengan alam sebagai “tuan” dan “penjaga” yang mulia dan pinter, dan bukan sebagai “perusak” dan “penindas” yang pongah.

Kemajuan atau ancaman. Suatu jaman kemajuan dan juga jaman ancaman dalam banyak bentuk bagi manusia. “Situasi manusia dalam dunia modern nampaknya melenceng jauh dari tuntutan-tuntutan obyektif dari tata moral, dari tuntutan keadilan dan cinta sosial”. Situasi orang-orang dimana-mana tidak sama, tetapi berbeda. Dalam masyarakat yang maju dan kaya terdapat kelebihan barang-barang sedangkan dalam masyarakat lain orang-orang menderita kelaparan dan banyak orang mati tiap hari karena kelaparan dan kekurangan gizi. Penyalah-gunaan kebebasan oleh suatu kelompok mengakibatkan pembatasan kebebasan orang-orang lain.

Begitu menjamurnya gejala bahwa mekanisme keuangan dan moneter, produksi dan perdagangan yang disokong oleh pelbagai tekanan politis, yang mendukung ekonomi dunia, perlu dipertanyakan. Disatu pihak, pribadi bekrja demi keuntungan setinggi-tingginya, sedangkan di lain pihak, pribadi membayar harga dalam kerusakan dan kerugian. Hal ini diperbudak lagi oleh kehadiran kelas-kelas sosial istimewa dan negara-negara kaya, yang menumpuk barang-berang secara berlebihan, dan penyalh-gunaan kekayaan yang mengakibatkan penyakit-penyakit lain.

Prinsip solidaritas harus mengilhami penemuan mekanisme-mekanisme dan lembaga-lembaga yang tepat, entah dalam perdagangan atau pada tingkat pembagian kekayaan yang lebih memadai dan pengendaliannya sehingga bangsa-bangsa yang sedang berkembang secara ekonomis mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar dan mengalami kemajuan. Transformasi struktur-struktur kehidupan ekonomi tidak mudah tanpa suatu pertobatan benar dari pikiran, kemauan dan hati. Pada umumnya kebebasan menjadi kabur karena naluri akan persainagan dan kekuasaan.naluri-naluri ini harus dikendalikan dan disadari dalam suatu perspektif dari setiap individu dan bangsa. Bangsa harus membangun, menerima dan memperdalam makna tanggungjawab moral.

Hak-hak asasi manusia : “Huruf” atau “semangat” Hak-hak asasi manusia adalah dasar perdamaian internasional dan sosial. Perdamaian adalah penghargaan akan hak-hak bangsa yang tidak dapat diganggu-gugat, sedangkan perang adalah pemerkosaan hak-hak ini. Gereja sadar bahwa “huruf’ pada dirinya dapat membunuh sedangkan hanya semangat memberi kehidupan, secara terus menerus harus bertanya apakah Deklarasi Hak-hak asasi Manusia PBB dan penerimaan akan “huruf”nya berarti juga dimana-mana pelaksanaan dari “semangat”nya. Pemerkosaan hak-hak asasi manusia sejalan dengan pemerkosaan hak-hak bangsa.

Hak-hak asasi manusia adalah dasar perdamaian sosial dan internasional Hak-hak asasi manusia adalah dasar perdamaian sosial dan internasional. Perdamaian adalah penghargaan akan hak-hak asasi manusia yang tidak dapat diganggu-gugat, sedangkan perang adalah pemerkosaan hak-hak ini.

Kesejahteraan umum yang dilayani Negara dihantar pada perwujudan sepenuhnya hanya bilamana semua warga negara terjamin akan hak-hak asasinya. Kekurangan jaminan ini menjurus kepada kemerosotan masyarakat, perlawanan warga negara terhadap pemerintah, atau suatu situasi penindasan, intimidasi, kekerasan dan terorisme. Hak-hak asasi ini meliputi hak kebebasan beragama bersama hak kebebasan bersuara hati. Pengkudungan dan pemerkosaan kebebasan beragama bertentangan dengan martabat dan hak-hak obyektif dari manusia.

PERUTUSAN GEREJA DAN TUJUAN KEMANUSIAAN Gereja peduli akan panggilan kemanusiaan dalam Kristus. Gereja dewasa ini lapar akan Roh, yaitu keadilan, perdamaian, cinta, kebaikan, keberanian, tanggungjawab dan martabat manusia. Kehidupan Gereja berkisar dan berpusat pada Rahasia Penebusan, darimana Gereja mendapatkan terang dan kekuatan yang tak terhingga nilainya untuk perutusannya. Bilamana kita menyadari bahwa kita mengambil-bagian dalam ketiga peran Kristus sebagai imam,nabi,raja, maka kita menjadi lebih insaf bahwa masyarakat dan persekutuan umat Allah harus menerima pengabdian dari Gereja. Kita harus mengerti bagaimana kita masing-masing mampu ambil-bagian dalam perutusan dan pengabdian ini.

Gereja sebagai penanggungjawab Kebenaran Bilamana Gereja mengakui dan mengajarkan iman, dia harus berpegang teguh pada kebenaran ilahi. Gereja harus menterjemahkannya menjadi sikap-sikap hidup “ketaatan yang rasional”. Tak seorangpun dapat merumuskan teologi sebagai suatu kumpulan sederhana dari gagasan-gagasan pribadi, tetapi setiap orang harus menyadari kesatuan mesra dengan perutusan pengajaran kebenaran yang menjadi tanggungjawab Gereja.

Sebagai pengambil bagian dalam perutusan Kristus, kita bertanggungjawab atas kebenaran. Hal ini berarti mencintai kebenaran dan memahaminya dengan penuh kecermatan, sehingga membuat kita lebih dekat pada kekuasaan, kesemarakan dan kedalaman yang menyelamatkan dalam kesederhanaan. Teologi (pemahaman dan penafsiran akan Sabda Allah) senantiasa menjadi kepentingan Gereja dan umat Allah sehingga kita mampu mengambil bagian secara kreatif dan berhasil dalam perutusan Kristus sebagai nabi. “Sabda yang kamu dengar bukanlah dari saya tetapi Bapa yang mengutus aku”. Tak seorangpun dapat merumuskan teologi sebagai suatu kumpulan sederhana dari gagasan-gagasan pribadi, tetapi setiap orang harus menyadari kesatuan mesra dengan perutusan pengajaran akan kebenaran yang menjadi tanggungjawab Gereja.

Ekaristi dan Pertobatan Ekaristi adalah pusat dan puncak seluruh kehidupan sakramental. Melalui Ekaristi setiap orang Kristiani menerima kekuasaan yang menyelamatkan dari penebusan, berawal dari misteri permandian dimana kita dikuburkan bersama Kristus untuk menjadi pengambil bagian dalam Kebangkitan. Kristus menghendaki pembaharuan terus-menerus akan misteri Kurban_Nya: Kristus mempersembahkan Diri-Nya kepada Bapa di atas altar Kayu Salib. Sebaliknya karena Kurban ini, Bapa menganugerahi Kehidupan abadi dalam kebangkitan. Kehidupan yang baru ini diberikan kepada semua orang yang dipersatukan dengan Kristus. Dengan merayakan dan ambil-bagian dalam Ekaristi, kita menyatukan diri dengan Kristus. Sebagai pengambil-bagian dalam misteri penebusan, setiap pribadi berhak atas buah-buah rekonsiliasi Kristus dengan Allah. Kristus yang mengundang kita pada perjamuan Ekaristi adalah Kristus yang sama yang memanggil kita pada pertobatan yang terus-menerus, partisipasi dalam Ekaristi berarti penebusan yang kurang efektif.

Panggilan Kristiani yang mengabdi dan rajawi Pengambilan bagian dalam perutusan rajawi Kristus, yaitu penemuan kembali akanm martabat istimewa panggilan kita, dapat dilukiskan sebagai “kerajawian”. Martabat ini terungkap dalam kesediaan untuk mengabdi, sejalan dengan teladan Kristus, “datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani”. Pengambil bagian dalam perutusan rajawi Kristus berkait erat dengan setiap suasana moralitas Kristiani dan manusiawi. Untuk keseluruhan persekutuan umat Allah dan untuk setiap anggota, hal ini bukan saja suatu “keanggotaan sosial” tetapi agaknya lebih sebagai suatu “panggilan” khusus bagi masing-masing pribadi. Persekutuan murid-murid mengikuti Kristus, sesuai keadaannya masing-masing. Namun, kebebasan hanya menjadi suatu pemberian istimewa bilamana kita tahu bagaimana mempergunakan secara sadar demi kebaikan. Kristus mengajarkan bahwa penggunaan kebebasan yang terbaik adalah cinta kasih.

Kepercayaan kita pada Bunda Tujuan setiap pelayanan dalam Gereja, entah apostolik, pastoral imami atau episkopal, adalah menjaga hubungan dinamis antara misteri penebusan dan setiap pribadi manusia. Maria adalah Bunda Gereja, karena memberikan hidup manusiawi pada Putera Allah. Misteri Penebusan mengambil bentuk dalam hati Perawan dari nazareth, sewaktu dia mengatakan “Ya” pada Allah.

No.11 SERI AJARAN SOSIAL GEREJA DISADURKAN DARI NOFHID OLEH SEKRETARIAT JUSTICE AND PEACE DAN KOMISI PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI/KWI

LABOREM EXERCENS Tentang Makna Kerja Manusia PENDAHULUAN Ensiklik Laborem Exercens atau “Tentang Makna Kerja Manusia” diterbitkan Paus Yohanes Paulus II, 1981, untuk memperingati ulang tahun ke-90 Ensiklik Leo XIII, Rerum Novarum atau “Kondisi Pekerja”.

GARIS-GARIS BESAR LABOREM EXERCENS Dokumen ini mempunyai lima bagian rumusan yang jelas : Pendahuluan yang mencatat keprihatinan-keprihatinan utama dalam Pengajaran Sosial Gereja. Kerja dan Pribadi Manusia mengangkat makna kerja yang berkembang dalam dunia yang mengalami perubahan pesat. Konflik antara Tenaga Kerja dan Modal diuji dalam Tahapan Sejarah sekarang ini. Hak-Hak Kaum Pekerja tidak dapat dilihat terpisah melainkan berada dalam konteks Hak-Hak asasi Manusia. Unsur-Unsur Spiritualitas Kerja mencoba mengembalikan nilai yang dikandungnya di mata Allah dan yang berakar dalam Injil.

Paus Yohanes Paulus II Pada tahun ketiga kepausannya, Yohanes Paulus II yang semakin sadar akan kecenderungan global, memperbarui Ensiklik Rerum Novarum dari Paus Leo XIII (1891). Beliau mengemukakan bahwa di samping perubahan-perubahan radikal dalam dunia kerja, Pribadi Manusia tetap merupakan pusat seluruh makna kerja.

PENDAHULUAN Ulang Tahun Ke-90 Rerum Novarum Paus Yohanes Paulus II mengakui kebutuhan akan suatu penelaahan kembali kerja manusia, menyusul perkembangan baru dalam kondisi kerja pada abad yang lalu sebagaimana disebut di bawah ini : Pengenalan otomasi dalam produksi Meningkatnya harga energi dan bahan-bahan baku Tumbuhnya kesadaran ekologis Bangkitnya peran serta sosial-politis rakyat. Peran gereja dalam konteks perubahan ini adalah : Mengundang perhatian akan martabat pekerja Mengutuk penindasan terhadap martabat manusia Memberikan tuntutan kepada orang-orang agar terjamin kemajuan yang otentik.

Kerja Manusia sebagai suatu Persoalan Sosial Gereja memandang kerja manusia sebagai pusat persoalan sosial dan kunci dalam menciptakan kehidupan yang lebih manusiawi. Kerja manusia mengupayakan tercapainya persamaan dan keadilan, dan jaminan bagi kemajuan pribadi manusia dalam dunia modern. Dalam memajukan keadilan dan perdamaian kita harus menyadari bukan hanya dimensi “kelas” melainkan pula dimensi “dunia”. Gereja memandang kerja sebagai kunci segala persoalan sosial….. karena sebagai citra Allah, manusia mampu berpikir dan mengaktualisasikan diri. Akar Kitab Suci Kerja yang menempati pusat persoalan sosial berakar dalam Kitab suci, dasar pengajaran sosial gereja. Hubungan organik ini senantiasa ada.

KERJA DAN PRIBADI MANUSIA Kitab Kejadian Allah menyatakan dalam Kitab Kejadian 1:28 bahwa kerja merupakan landasan keberadaan manusia. “Beranakcuculah dan berkembangbiaklah, dan penuhilah bumi dan taklukkanlah itu.” Melalui kerja, pribadi manusia menjadi tuan atas bumi dalam artian luas. Teknologi sebagai Obyek Kerja Mahkluk manusia adalah subyek kerja yang sebenarnya karena sebagai seorang pribadi, tindakan-tindakan kerja haruslah mewujudkan kemanusiaan seseorang. Pribadi manusia tidak dapat menjadi budak mesin. Manusia sebagai Obyek Kerja Pribadi manusia adalah subyek kerja dan oleh karenanya berdimensi etis. Pribadi manusia itu penting, seorang pribadi bebas yang sadar dapat memutuskan tentang dirinya.

Ancaman terhadap Nilai-nilai Kebenaran Dewasa ini, kerja manusia ditinggikan dan diperlengkapi dengan teknologi modern. Namun, teknologi yang sama juga menghalangi kreativitas, kepuasan kerja, tanggung jawab dan kesempatan kerja. Gereja di zaman industrial menentang segala bentuk pemikiran materialistis dan ekonomistis yang memperlakukan pribadi manusia lebih sebagai “barang dagangan” daripada sebagai subyek kerja. Solidaritas Pekerja Gereja menyerukan pula solidaritas pekerja untuk mencegah tenaga kerja manusia dari pelecehan martabatnya (mis. pemerasan dalam pengupahan, kondisi kerja yang miskin, kurangnya jaminan sosial). Gereja memiliki komitmen terhadap orang “miskin”.

Martabat Pribadi Seruan biblis untuk “menaklukkan bumi” dan memampukan pribadi manusia sebagai “penguasaan” atas bumi membubuhkan martabat pada kerja manusia. Meskipun diperlukan kerja keras yang berat, kerja merupakan suatu usaha yang bermanfaat karena memungkinkan seseorang mencapai pemenuhan sebagai makhluk manusia. Kerja dan Keluarga Kerja manusia memungkinkan pula pembentukan dan pemeliharaan kehidupan keluarga, pencapaian tujuan-tujuan keluarga, dan penambahan warisan seluruh keluarga manusia. Kerja merupakan suatu usaha yang bermanfaat karena memungkinkan seseorang mencapai pemenuhan sebagai makhluk manusia.

KONFLIK ANTARA BURUH DAN MODAL Dimensi-dimensi Konflik Dalam Ensiklik Rerum Novarum, Sri Paus berbicara tentang revolusi konflik-konflik besar, misalnya antar ‘modal dan buruh’, ‘liberalisme dan komunisme’ serta pergolakan politik yang terjadi sekarang ini. Prioritas Buruh Prinsip-prinsip dasar yang diajarkan Gereja ‘prioritas tenaga kerja di atas modal’ dan ‘keunggulan manusia di atas barang-barang’. Karena modal mencakup semua sumber daya, baik yang alamiah maupun yang dibuat manusia, setiap orang seharusnya memilikinya dan bukan hanya sekelompok kecil kaum kaya saja. Hal itu pun merupakan warisan umat manusia melalui karya leluhur kita dan hendaknya tidak dieksploitir. Modal dan tenaga kerja haruslah terkait dalam suatu cara yang produktif.

Ekonomisme dan Materialisme Buruh bukan hanya faktor lain dari produksi bersama dengan modal. Pribadi manusia berada di atas barang-barang dan modal dan dengan demikian mendapatkan martabat yang sah dan prioritas. Penekanan pada materialisme meremehkan tenaga kerja manusia. Kerja dan Hak Milik Mengenal hak atas harta milik, gereja tidak mendukung konsep Marxisme (hak milik kolektif) maupun konsep Kapitalisme (hak milik absolut). Hak atas harta milik haruslah tunduk kepada prinsip kesejahteraan umum dan harta milik haruslah diperoleh lewat kerja untuk melayani tenaga kerja manusia. Gereja mendukung bentuk pemilikan bersama antara pemilik dan tenaga kerja, (mis, skema pembagian keuntungan). Argumen “Personalis” Pribadi manusia dan tenaga kerja seseorang masih lebih penting daripada Modal. Artinya, menjadi orang yang berbagi dalam tanggung jawab dan kreativitas.

HAK-HAK KAUM PEKERJA Umum Pribadi Manusia diharuskan bekerja. Kerja merupakan kewajiban, dan karena keharusan ini seorang berhak dikaitkan dengan kerja manusia. Kerja manusia harus dilihat dalam konteks Hak-Hak Asasi Manusia. Majikan Langsung dan Tak Langsung Hak-hak tersebut di atas tergantung pada hakekat pekerjaan. Majikan Langsung – orang bekerja di bawah suatu kontrak kerja langsung dengan syarat-syarat yang pasti. Majikan Tak Langsung – orang bekerja kontrak-kontrak kerja kolektif, prinsip-prinsip dan organisasi-organisasi yang menentukan seluruh sistem sosio-ekonomi. Kebijakan-kebijakan ini harus memperhatikan hak-hak obyektif dan membentuk kebijakan tenaga kerja yang secara etis benar. Negara harus menjamin suatu kebijakan perburuhan yang adil. Organisasi internasional juga mempunyai tanggung jawabnya.

Isi Kesempatan Kerja Semua pekerja berhak atas kesempatan kerja yang sesuai. Pengangguran dapat menjadi suatu bencana sosial dan pengobatan berikut ini perlu dipertimbangkan : Dana pengangguran Sistem perencanaan menyeluruh di tingkat nasional Kerja sama internasional untuk mengurangi ketidakseimbangan dalam standar hidup. Pemerintah hendaknya menjalankan perencanaan yang rasional, organisasi tenaga kerja manusia yang baik, dan pemanfaatan sepenuhnya sumber-sumber daya untuk membantu pencegahan pengangguran.

Upah dan Keuntungan Sosial Semua pekerja berhak atas balas karya yang adil. Balas karya yang adil adalah isu kunci etika sosial karena merupakan sarana praktis bagi orang-orang untuk mendapatkan akses terhadap barang-barang yang dimaksudkan untuk pemakaian bersama. Berkaitan dengan pengupahan, gereja menghimbau : Upah yang cukup untuk menghidupi keluarga Tunjangan bagi para ibu untuk memelihara keluarga Evaluasi kembali peranan ibu untuk menjamin cinta sejati mereka kepada anak-anak dan kesempatan yang memadai bagi kaum wanita. Para pekerja juga berhak atas keuntungan sosial seperti pelayanan kesehatan, hak untuk beristirahat, hak atas hari tua dan asuransi kecelakaan, dan hak atas lingkungan kerja yang sehat dan aman.

Pentingnya Serikat Pekerja Hak untuk berserikat merupakan unsur penting bagi keamanan pekerja. Kebutuhan ini berasal dari perjuanagan para pekerja untuk mencapai keadilan sosial, para pekerja yang membutuhkan juru bicara untuk menyuarakan perjuangan haka-hakm mereka sebagai pekerja. Hal ini bukanlah suatu “perjuangan melawan” orang lain. Serikat membangun tatanan sosial dan solidaritas pekerja. Keguatan serikat dapat bercorak “politis”, dalam arti sebagai “keprihatinan yang bijaksana akan kesejahteraan umum” dan bukan untuk “bermain politik” sebagaimana umumnya dimengerti. Hak untuk mogok adalah sah tetapi tidak boleh disalahgunakan untuk tujuan-tujuan politis atau “egoisme kelas” dan harus tidak menyimpang dari peranannya yang khusus. Dalam memanggul pekerjaan yang berat bersama Kristus, manusia bekerjasama dengan Putera Allah untuk menebus manusia.

Kelompok Khusus Pekerja Tani Pertanian yang menyediakan bagi masyarakat barang-barang yang dibutuhkannya untuk kelangsungan hidupnya sehari-hari, mengandung arti mendasar yang sangat penting. Situasi-situasi yang tidak adil banyak melanda negara-negara sedang berkembang dan kita perlu peka akan hal ini. Kerja dan Orang Cacat Orang cacat adalah subyek manusia utuh dengan hak-hak bawaannya sejak lahir, suci dan tidak boleh dilanggar, kendati mengalami keterbatasan-keterbatasan. Mereka berhak atas pekerjaan. Semua orang harus memperhitungkan situasi mereka dan menawarkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Kerja dan Emigrasi Orang berhak meninggalkan tanah airnya untuk mencari pekerjaan yang lebih baik di negeri lain. Mereka hendaknya tidak ditempatkan pada kedudukan yang merugikan dibandingkan dengan pekerja-pekerja lain dalam masyarakat yang khusus.

SPIRITUALITAS KERJA Tugas Gereja Karena kerja melibatkan seluruh pribadi, badan maupun jiwa, gereja melihat pula aspek rohani yang terkandung di dalamnya. Semua kegiatan manusisa harus disesuaikan dengan kehendak Allah dan kerja manusia ikut serta dalam dan meneladani kegiatan Allah serta memberi martabat. Kerja sebagai Keikutsertaan dalam Kegiatan Pencipta Melalui kerja pribadi manusia ikut serta dalam kegiatan kreatif Allah. Dalam arti tertentu, Kitab Kejadian adalah “Injil Kerja” yang pertama. Dasar spiritualitas kerja adalah pengakuan bahwa kerja merupakan sarana perwujudan dalam sejarah perencanaan ilahi. Kita dipanggil melalui kerja untuk membangun dunia ciptaan Allah. Inilah yang menggerakkan kita untuk berkarya demi keadilan, cinta kasih, dan perdamaian.

Kristus, Manusia Karya Yesus seorang manusia pekerja dan dalam Injil, kehidupan Kristus menyatu dengan dunia kerja. Yesus setuju dengan aneka bentuk kerja manusia yang mencerminkan kesamaan pribadi manusia dengan Allah. Kitab Suci menjadi landasan pengembangan suatu spiritualitas kerja baru. Salib dan Kebangkitan Kristus Kerja dipandang gereja terkait dengan Salib dan Kebangkitan. Dengan melakukan kerja keras, pribadi manusia dipersatukan dengan Kristus dalam penderitaan. Kerja adalah vital, bukan hanya untuk kemajuan duniawi, tetapi juga untuk pengembangan Kerajaan Allah dan dunia.

No.12 SERI AJARAN SOSIAL GEREJA DISADURKAN DARI NOFHID OLEH SEKRETARIAT JUSTICE AND PEACE DAN KOMISI PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI/KWI

SOLLICITUDO REI SOCIALIS Keprihatinan Sosial Gereja PENDAHULUAN Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan dokumen “Keprihatinan Sosial Gereja” ini tahun 1987 dalam rangka memperingati ulang tahun ke-20 ensiklik “Perkembangan Bangsa-Bangsa” (1967) dari Paus Paulus VI. Dalam ensiklik ini Paus Yohanes Paulus II merefleksikan keadaan buruk ekonomi global tahun 1980-an dan dampaknya yang merugikan jutaan orang, baik di negara sedang berkembang, sambil menyebut kendala perkembangan sebagai “struktur-struktur dosa” dari mana semua orang dipanggil kepada pertobatan dan kesetiakawanan demi menjadikan kehidupan bangsa-bangsa lebih manusiawi.

GARIS-GARIS BESAR SOLLICIDO REI SOCIALIS OEBYEK “Keprihatinan Sosial Gereja” adalah panggilan yang konsisten demi perkembangan sejati manusia dan masyarakat yang menghormati serta memajukan seluruh dimensi pribadi manusia. Keaslian “Populorum Progressio” menerapkan pengajaran Konsili Vatikan II pada permasalahan khusus perkembangan yakni ciri khas etis dan budaya masalah-masalah ini, dimensi global “persoalan sosial” dan batasan tentang konsep baru perkembangan. Penelitian Dunia semasa merupakan tinjauan mengenai beberapa ciri khas dunia dewasa ini agar pengajaran yang terkandung dalam Populorum Progressio dapat dikembangkan. Perkembangan Sejati Manusia bukan hanya terbatas pada perkembangan ekonomis tetapi harus diukur dan diarahkan sesuai kenyataan dan panggilan pribadi manusia dalam keutuhannya. Penelaahan Teologis mengenai Masalah-Masalah Modern – Hasil perkembangan yang sangat kecil dan negatif lebih disebabkan oleh hakekat moral daripada hakekat politis dari kendala-kendala perkembangan. Itulah “dosa pribadi” yang berakar dalam individu-individu dan terungkap dalam tindakan konkretnya yang memperkenalkan dan mengkonsolidasikan “struktur-struktur dosa” dan menjadikannya sulit untuk disingkirkan.

Pedoman Khusus – Gereja bukan menawarkan “teknik-teknik khusus” melainkan “prinsip-prinsip refleksi, tolok ukur penilaian, dan tuntutan untuk bertindak”. Kesimpulan – Gereja dengan kokoh menegaskan kemungkinan mengatasi kendala-kendala perkembangan karena kepercayaan akan kebaikan manusia dan himbauan kepada setiap orang agar meyakini “tanggung jawab dalam menerapkan kesetiakawanan serta cinta yang mengutamakan orang miskin”. Paus Yohanes Paulus II Dokumen ini selain memperingati Populorum Progressio terkait secara khusus dengan isu-isu yang diangkat dalam Dokumen Kardinal Ratzinger yaitu “Aspek-aspek tertentu Teologi Pembebasan”.

TEMA-TEMA KUNCI SOLLICITUDO REI SOCIALIS PENDAHULUAN Ajaran Sosial Gereja berusaha menuntun umat dalam membaca peristiwa manusia dan menanggapinya dalam terang iman dan dukungan ilmu pengetahuan. Populorum Progresio yang mencakup sebagian besar pengajaran sosial Gereja, mengangkat banyak jawaban dari gereja dan dunia sipil, dan Paus Yohanes Paulus II memperingati ulang tahunnya yang ke-20. Paus Yohanes Paulus II meneguhkan kembali “nilai abadi” Pengajaran sosial Gereja, misalnya “kesinambungan” ajaran sosial dan “pembaruan”-nya yang terus menerus. Sollicitudo Rei Socialis adalah suatu telaah teologis mengenai dunia dewasa ini dan menekankan pentingnya suatu konsep perkembangan yang lebih utuh.

KEASLIAN POPULORUM PROGRESSIO Sollicitudo Rei Socialis bertujuan menemukan pengajaran Populorum Progressio. Ensiklik Populorum Progressio adalah suatu bentuk tanggapan atas Gaudium et Spes. Ia menguji situasi keterbelakangan di dunia. Isi dan tema menekankan “kesadaran akan kewajiban Gereja” sebagai “ahli kemanusiaan”. Ensiklik ini bercorak asli karena : Menerapkan Sabda Allah pada perkembangan bangsa-bangsa dalam tatanan sosial dan ekonominya, sebagai bagian dari wewenang khusus Gereja. Membuat suatu penilaian moral terhadap luasnya jangkauan serta dimensi manusiawi dari persoalan sosial. Menyajikan konsep perkembangan yang berlandaskan keadilan sejati demi membangun perdamaian yang nyata : “Perkembangan adalah nama baru untuk perdamaian”.

Kemiskinan dan keterbelakangan ini, dengan perkataan lain adalah “kedukaan dan kecemasan” dewasa ini “terutama yang miskin.” Pengajaran mendasar dari Populorum Progressio perlu ditelaah dalam konteks sosial dewasa ini. Gereja merasakan kebutuhan akan pendalaman pemahaman atas permasalahan perkembangan agar dapat “menjiwai” usaha-usaha demi perkembangan.

PENELITIAN DUNIA SEMASA Tanda-Tanda Negatif Kendati dilakukan banyak usaha besar di bidang keagamaan, kemanusiaan, ekonomi, dan teknik, banyak pribadi manusia masih dilanda kemiskinan dan kehilangan harapan. Kesenjangan di antara “Dunia Utara yang maju” dan Dunia Selatan yang sedang berkembang” bukan hanya terjadi di bidang sosial-ekonomi, melainkan pula dalam kebudayaan dan sistem nilai. Kemiskinan lebih daripada hanya sekedar kekurangan benda-benda materiil. Kemiskinan adalah penyangkalan dan pembatasan hak-hak asasi manusia. Buta huruf, pemerasan, penindasan dan diskriminasi menjadi “momok” yang memiskinkan pribadi manusia. Kemiskinan adalah juga manipulasi “mekanisme ekonomi, keuangan dan sosial” oleh para pemimpin dan bangsa-bangsa demi kepentingan mereka sendiri.

Di belakang keterpecahan dunia secara jelas menjadi dunia Pertama, Kedua, Ketiga, dan Keempat terdapat keterkaitan yang mendalam. Bilamana aspek moral hubungan ini disangkal maka akibat-akibat yang menghancurkan akan terjadi, dan yang pertama adalah krisis perumahan. Perkembangan sejati tidak mungkin tercapai kalau tenpa keikutsertaan segenap masyarakat dunia dalam proses perkembangan. Pengangguran dan pengangguran terselubung menjadi sebab pelecehan dan hilangnya harga diri, maka dibutuhkan penghargaan kembali kerja manusia secara terus menerus. Hutang luar negeri adalah rintangan besar pembangunan di negara-negara miskin—khususnya dalam berbagai masalah keterbelakangan yang menjengkelkan. Dalam hal ini Gereja mengajak semua orang untuk merefleksikan hakekat etis dari kesalingtergantungan dan tuntutan serta kondisi untuk bekerja sama demi perkembangan.

Konflik Timur-Barat: Kolektivisme Marxis di Timur dan kapitalisme liberal di Barat adalah dua ideologi bertentangan yang melahirkan dua blok kekuatan yang saling mencurigai dan menakuti dan menjadi kendala-kendala langsung perkembangan. Kesenjangan yang melebar antara Utara dan selatan dengan bentuk baru kolonialisme seperti manipulasi konflik-konflik lokal, bantuan internasional dan penanaman modal asing merupakan rintangan perkembangan. Keterhambatan atau stagnasi di Selatan beserta kerugian akibat pandangan menyimpang tentang kehidupan dan sikap acuh tak acuh terhadap prioritas, problem, dan kebudayaan.

Penghianatan terhadap harapan sah umat manusia beserta penolakan untuk bekerja sama demi meniadakan kesengsaraan manusia dan penghindaran (para pemimpin) dari kewajiban moral untuk memajukan kesetiakawanan dan kesejahteraan umum. Dengan perdaganagan senjata dan terorisme, “kehidupan yang lebih manusiawi” bukannya dikembangkan, tetapi semakin dihancurkan. Ajaran Sosial Gereja kritis menghadapi kedua ideologi itu. Pertumbuhan jumlah penduduk tidak berarti berlawanan dengan pembangunan terencana. Gereja memandang kontrol kependudukan yang tidak mengindahkan kaidah moral sebagai suatu “bentuk baru penindasan”.

Tanda-Tanda Positif Kesadaran lebih mendalam di antara sejumlah besar orang akan martabat setiap manusia dan kepedulian yang hidup akan hak-hak asasi manusia. Kesadaran akan “tujuan bersama” umat manusia dan kebutuhan yang berkembang akan kesetiakawanan. Kepedulian ekologis: kesadaran akan keterbatasan sumber daya yang tersedia dan kebutuhan untuk menghormati akan integritas alam. Komitmen demi perdamaian dan mutu kehidupan. Terpadunya usaha-usaha di antara organisasi-organisasi internasional dan regional demi perdamaian dan perkembangan. Usaha-usaha sejumlah negara Dunia Ketiga untuk hidup bermartabat. Sri Paus mengakui, nilai-nilai positif ini merupakan saksi suatu tatanan moral baru.

Salah satu ketidakadilan terbesar dalam dunia dewasa ini tepatnya adalah bahwa orang yang memiliki banyak relatif sedikit dan mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa jumlahnya banyak.

PERKEMBANGAN SEJATI MANUSIA Perkembangan bukanlah suatu proses yang mulus. Konsep perkembangan perlu pengkajian kembali. Tanpa tuntutan pemahaman moral dan keterarahan kepada kesejahteraan umum, perkembangan ekonomik dapat menjadi sumber penindasan – idaman orang lebih pada “memiliki” daripada “menjadi” – dengan segelintir orang memiliki banyak dan sebagian besar orang memiliki sedikit, bahkan tidak sama sekali. “Perkembangan seutuhnya” adalah “lebih manusiawi” – mampu membawa manusia kepada hubungan yang benar dengan Allah dan makhluk ciptaan lain. Perkembangan yang benar diukur dan terarah pada kenyataan dan tujuan yang benar pribadi manusia. Dimensi ekonomis diperlukan, namun tidak dibatasi olehnya.

Komitmen kepada “perkembangan manusia seutuhnya dan perkembangan segenap manusia” merupakan kewajiban mendesak setiap orang. Iman kristiani menjamin tercapainya kemajuan sejati. Dan Gereja harus memperhatikan masalah perkembangan karena Gereja merupakan “tanda” dan “alat” persatuan segenap umat manusia. Individu dan bangsa-bangsa mempunyai hak atas perkembangan seutuhnya diri mereka sendiri. Gereja bekerja sama dalam upaya-upaya demi perkembangan dan mengundang anggota-anggota dari agama dan bangsa lain untuk berbuat serupa.

Kerjasama dalam perkembangan dari seluruh pribadi manusia dan setiap orang merupakan suatu kewajiban dari semua terhadap semua dan harus terbagi dengan “dunia-dunia” yang berbeda. “Perkembangan sejati” harus dicapai di dalam bangsa-bangsa dan di antara bangsa-bangsa dalam kerangka kesetiakawanan dan kebebasan. Perkembangan harus menghormati “mahkluk-mhkluk yang membentuk dunia alam, seperti alam, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.

PENELAAHAN TEOLOGIS MASALAH-MASALAH MODERN Perkembangan bersama kendala-kendalanya merupakan isu moral. Karena itu diperlukan suatu analisis religius untuk menelusuri sebab-musabab yang melampaui bidang ekonomi dan politik sampai kepada “akar kejahatan” dalam individu. Struktur dosa berakar pada dosa pribadi dan mempengaruhi perilaku dan mengganggu proses perkembangan. Dua contoh dosa pribadi adalah keinginan akan keuntungan dan kehausan akan kekuasaan. Perkembangan demi suatu “kehidupan yang lebih manusiawi” menuntut perubahan sikap, perilaku, dan pola hidup. Bilamana “interdependensi” di bidang ekonomi, budaya, politik, dan keagamaan diakui sebagai isu moral maka jawabannya adalah “solidaritas”, yaitu “suatu ketetapan hati yang kokoh dan berkanjang untuk membaktikan diri bagi kesejahteraan umum”.

Tanda-tanda solidaritas : Berbagi barang-barang dan pelayanan umum. Menghormati kepentingan orang lain. Saling membantu dalam pengupayaan secara damai hak-hak asasi manusia. Memajukan persamaan internasional karena barang-barang tercipta dan hasil karya manusia diperuntukkan bagi setiap orang. Mengakui “yang lain” (pribadi atau bengsa) sebagai saudara, penolong dan pengambil bagian dalam perjamuan Allah. Perdamaian yang dicapai melalui pengalaman keadilan sosial dan internasional, persatuan, dan kerelaan berbagi. Hanya pengalaman solidaritas “manusiawi dan kristiani” yang menghasilkan penyerahan total, pengampunan dan kerukunan menurut teladan Kristus dapat menanggulangi struktur-struktur dosa dan kejahatan, sambil mencurahkan seluruh tenaga untuk perkembangan dan perdamaian. Gereja mempunyai banyak saksi untuk alasan ini.

BEBERAPA PEDOMAN KHUSUS Gereja tidak mempunyai “pemecahan-pemecahan teknis” untuk ditawarkan tetapi sebagai “ahli kemanusiaan” ia memperluas misi keagamaannya ke segala bidang yang menyentuh kebahagiaan dan martabat pribadi manusia. Melaui Ajaran Sosialnya, Gereja menyediakan “prinsip-prinsip refleksi, tolok ukur penilaian, dan penuntun bertindak”. Tema-tema khusus dan pedoman (yang berkaitan dengan Gereja dewasa ini): Pilihan atau cinta yang mengutamakan kaum miskin adalah suatu kesaksian mengenai cinta kasih kristiani yang juga menuntut suatu pola hidup yang konsisten. Barang-barang di dunia ini sejak mulanya diperuntukkan bagi semua orang dan hak atas milik pribadi, kendati sah dan perlu, tidak meniadakan nilai prinsip ini.

Kepedulian akan kaum miskin harus diungkapkan dalam perbuatan nyata, seperti pembaruan sistem keuangan dan perdagangan internasional, tukar-menukar teknologi dan peninjauan terhadap struktur organisasi-organisasi internasional. Perkembangan menuntut “semangat berprakarsa” dari negara sedang berkembang. Solidaritas global menuntut kerelaan berkorban demi kebaikan seluruh masyarakat dunia.

KESIMPULAN Aspirasi kemerdekaan dari segala bentuk perbudakan adalah mulia dan sah. Kendala utama yang harus ditanggulangi adalah dosa dan struktur-struktur yang dihasilkannya akibat penggandaan dan penyebabnya. Gereja dengan gigih menegaskan kemungkinan tertanggulanginya dosa pribadi dengan rahmat ilahi dan keyakinannya akan “kebaikan” mendasar setiap pribadi dan dengan segera menghimbau agar setiap orang YAKIN akan keseriusan saat ini; MENERAPKAN ukuran-ukuran yang berinspirasikan SOLIDARITAS dan CINTA YANG MENGUTAMAKAN KAUM MISKIN. Kaum AWAM, SEBAGAI AGEN-AGEN PERDAMAIAN DAN KEADILAN mengemban tugas untuk menganimasi kenyataan-kenyataan duniawi dengan komitmen kristiani. Sri Paus menghimbau kerja sama yang lebih besar dengan sesama Kristen lain, orang-orang Yahudi dan semua penganut agama-agama besar untuk bersaksi tentang kebenaran.

Kita sekalian yang mengambil bagian dalam Ekaristi dipanggil untuk menemukan kembali MAKNA tindakan kita serta memiliki KOMITMEN pribadi yang mendalam dalam memajukan perkembangan dan perdamaian. Kepada Bunda Maria, Sri Paus mempercayakan “saat yang sulit” ini serta upaya-upaya demi perkembangan sejati segenap umat manusia.