TENAGA KERJA WANITA DAN CACAT (Pertemuan ke-14) Oleh : Andri Wijaya, S.Pd., S.Psi., M.T.I. Program Studi Sistem Informasi Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Global Informatika Multi Data Palembang
MENGAPA PEKERJA WANITA MENJADI PERHATIAN Jumlah pekerja perempuan sudah banyak, disatu sisi banyak yg sudah sejajar dengan laki-laki, di sisi lain masih banyak yang mengalami diskriminasi bekerja pada bidang pekerjaan yang kurang penting. Pekerja perempuan banyak menghadapi masalah.
BENTUK-BENTUK DISKRIMINASI TERHADAP TENAGA KERJA WANITA Diskriminasi upah (tunjangan) Diskriminasi terhadap jenis pekerjaan yang diberikan Diskriminasi usia kerja/pensiun Diskriminasi perlindungan kerja Diskriminasi kesempatan kerja Diskriminasi kesempatan mengembangkan diri.
PENYEBAB DISKRIMINASI Rendahnya Pendidikan/Keterampilan Memiliki Peran Ganda Hanya Sebagai ‘The Second Earner’ Adanya Kodrat Sebagai Wanita Keterbatasan Fisik.
MENGAPA TENAGA KERJA WANITA LEBIH MUDAH MENDAPATKAN PEKERJAAN Perempuan lebih teliti dan sabar dibanding laki-laki (banyak terserap di pabrik garment, elektronik, industri rokok, dll) perempuan lebih mudah dikontrol dan kurang suka berunjuk rasa.
PENANGANAN TENAGA KERJA WANITA Aspek Hukum UU No.7/1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk diskriminasi terhadap Perempuan. Permennaker No.3/1989 tentang Larangan PHK terhadap Buruh Perempuan Karena Kawin, Hami,l dan Haid. Pemberian Informasi Pasar Kerja Pembinaan (Pendidikan dan Pelatihan; Perbaikan Gizi; Pengembangan)
DILEMA WANITA KARIR Wanita karir adalah wanita yang memperoleh/mengalami perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan. Dilema ini timbul selain karena kodrat, wanita harus menjalan tugas yang terkandung dalam panca dharma wanita indonesia : Sebagai istri/pendamping suami Sebagai pengelola rumah tangga Sebagai penerus keturunan Sebagai ibu dari anak-anak Sebagai warga negara
TENAGA KERJA CACAT Punya Hak & Kewajiban yg sama (UUD 1945 pasal 27 ayat 2) Penempatan pekerja cacat diatur berdasarkan UU (uu no. 4/1997 ttg penyandang cacat ; pp no. 43/1998 ttg upaya peningkatan kesejahteraan sosial peyandang cacat; kepmenaker No.205/MEN/1995 tentang pelatihan kerja & penempatan tenaga kerja cacat). Pemberdayaan meliputi pendidikan dan pelatihan tujuan: meningkatkan percaya diri, pengetahuan & keterampilan, dan rasa kemandirian.
HAMBATAN DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA CACAT Keterbatasan kesempatan kerja. Ketidaksesuian antara keterampilan tenaga kerja dengan persyaratan jabatan dan kondisi kerja yang ada. Rendahnya kesadaran dan sikap penerimaan masayarakat dunia kerja terhadap penyandang cacat. Lemahnya pengelolaan tenaga kerja cacat oleh berbagai instansi terkait (pemerintah). Faktor internal pribadi tenaga kerja cacat itu sendiri dan keluarganya.
STMIK MDP Peran Pasal 27 ayat 2 Pemerintah UUD '45 Tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Tenaga Kerja?? INTRODUCTION Peran Pemerintah Dasar hukum Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan P E R L I N D U G A H K M Tenaga Kerja Perempuan Penyandang Cacat STMIK MDP
TENAGA KERJA PEREMPUAN Menguntungkan Pengusaha TERJADI PENINGKATAN TENAGA KERJA PEREMPUAN 4,3 % PER TAHUN Menguntungkan Pengusaha PENYEBAB UMUM Tenaga kerja wanita dipandang lebih penurut dan murah (dari sisi Pengusaha) Kebutuhan Ekonomi Keluarga yang pas-pasan/Kurang memaksa Para Wanita untuk ikut bekerja (Dari Sisi Pekerja)
TENAGA KERJA PEREMPUAN UPAYA PEMERINTAH Hukum lemah INTRODUCTION Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1989 yang mengancamkan sanksi hukuman bagi perusahaan yang melanggar Ketentuan Upah Minimal. Tetapi karena sanksi yang diberikan relatif ringan yaitu ancaman denda hanya 100.000,- dan sanksi hukuman yang diancamkan juga hanya 3 bulan penjara, maka dapat diduga pihak perusahaan tidak merasa terbebani dan bukan menjadi persoalan yang serius dengan adanya sanksi dan denda tersebut. Dengan kata lain hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor 5/1989 itu dalam kenyataannya tidak berjalan terlalu efektif. Ancaman denda yang terlalu kecil dan sanksi hukuman kurungan tidak sebanding dengan keuntungan yang bakal diperoleh jika mereka melanggarnya.
APA ITU PENYANDANG CACAT? Menurut Undang-undang No.4 tahun 1997 yang dimaksud dengan penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. Jumlah penyandang cacat menurut SENSUS tahun 2001 Sebanyak 1,46 juta orang (0.74 %),
TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT PERMASALAHAN pandangan sebagian masyarakat bahwa tenaga Kerja Penyandang Cacat kurang produktif bila dibanding dengan tenaga kerja pada umumnya .dan bila memperkerjakan tenaga kerja penyandang cacat , perusahaan akan merugi dan produksinya akan terus merosot. Belum lagi mobilitas mereka dianggap sangat terbatas sehingga menjadi beban bagi perusahaan untuk menyediakan fasilitas. Permasalahan umum
TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT UPAYA PEMERINTAH Ditegaskan dalam Undang-Undang NO. 4 tahun 1997 bahwa setiap perusahaan baik pemerintah maupun swasta harus memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang cacat di perusahaan sesuai dengan jenis, derajat dan tingkat kecacatannya, pendidikan dan keterampilannya yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan seluruhnya. Dalam ketentuannya disebutkan bahwa sedikitnya setiap 100 (seratus) pekerja diantaranya harus ada satu orang penyandang cacat.
PERLINDUNGAN HUKUM REALITA Kenyataan menunjukan bahwa Indonesia memiliki banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kelompok Rentan, tetapi tingkat implementasinya sangat beragam. Sebagian undang-undang sangat lemah pelaksanaannya, sehingga keberadaannya tidak memberi manfaat bagi masyarakat. Disamping itu, terdapat peraturan perundang-undangan yang belum sepenuhnya mengakomodasi berbagai hal yang berhubungan dengan kebutuhan bagi perlindungan kelompok rentan. Keberadaan masyarakat kelompok rentan yang merupakan mayoritas di negeri ini memerlukan tindakan aktif untuk melindungi hak-hak dan kepentingan-kepentingan mereka melalui penegakan hukum dan tindakan legislasi lainnya.
PERLINDUNGAN HUKUM REALITA Hak asasi orang-orang yang diposisikan sebagai masyarakat kelompok rentan belum terpenuhi secara maksimal, sehingga membawa konsekuensi bagi kehidupan diri dan keluarganya, serta secara tidak langsung juga mempunyai dampak bagi masyarakat. Selama ini kebijakan pemerintah lebih banyak berorientasi kepada pemenuhan dan perlindungan Hak-Hak Sipil Politik dan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dilain pihak hak-hak yang terdapat didalam komunitas masyarakat rentan belum mendapatkan prioritas dari kebijakan tersebut. Sedangkan permasalahan yang mendasar di dalam komunitas masyarakat rentan adalah belum terwujudnya penegakan perlindungan hukum bagi mereka dalam perspektif HAM.
KESIMPULAN Melihat berbagai perangkat peraturan perundang-undangan diatas sebenarnya sudah cukup memadai untuk menyelesaikan persoalan. Pemenuhan dan perlindungan HAM terhadap anak, kelompok perempuan rentan dan penyandang cacat belum sepenuhnya tertangani dengan baik. Hal ini disebabkan antara lain penegakan hukum dan implementasi atas perangkat hukum yang masih ada belum maksimal disamping penyebarluasan informasi (sosialisasi) terhadap perangkat perundangan tersebut belum dilakukan ke seluruh lapisan masyarakat. Kelemahan penegakan hukum dapat disebabkan karena peraturan perundang-undangan kurang responsif dan aspiratif terhadap kebutuhan perlindungan dan pemenuhan HAM. Hal ini merupakan akibat kurangnya penelitian yang seksama sebelum disusun suatu rancangan peraturan perundang-undangan.
KESIMPULAN Melihat berbagai perangkat peraturan perundang-undangan diatas sebenarnya sudah cukup memadai untuk menyelesaikan persoalan. Pemenuhan dan perlindungan HAM terhadap anak, kelompok perempuan rentan dan penyandang cacat belum sepenuhnya tertangani dengan baik. Hal ini disebabkan antara lain penegakan hukum dan implementasi atas perangkat hukum yang masih ada belum maksimal disamping penyebarluasan informasi (sosialisasi) terhadap perangkat perundangan tersebut belum dilakukan ke seluruh lapisan masyarakat. Kelemahan penegakan hukum dapat disebabkan karena peraturan perundang-undangan kurang responsif dan aspiratif terhadap kebutuhan perlindungan dan pemenuhan HAM. Hal ini merupakan akibat kurangnya penelitian yang seksama sebelum disusun suatu rancangan peraturan perundang-undangan.