TERAPI OKSIGEN Benedicta Mutiara Suwita 0906639713 Calvin Kurnia Mulyadi 0906639726 Christopher Rico Andrian 0906554251 Deriyan Sukma Widjaja 0906554270 Dwi Wicaksono 0906487764
definisi Terapi oksigen : terminologi untuk penggunaan oksigen sebagai bahan farmakologis utama, untuk individu tertentu berkaitan dengan penyakitnya, dalam jumlah, cara, dan durasi tertentu demi meringankan gejala penyakit dasar, meningkatkan kualitas hidup, atau berkaitan dengan prognosis yang lebih baik bilamana terapi tersebut diberikan.
Indikasi Indikasi utama : hipoksemia→ PaO2 arteri <60 mmHg atau SaO2<90% Kondisi lain misalnya: trauma berat, infark miokard akut, renjatan, sesak napas, keracunan gas CO, pasca anestesi
Tujuan mempertahankan PaO2> 60 mmHg atau SaO2> 90%. Dengan demikian, hipoksia jaringan dan beban kerja kardiorespirasi yang berlebih dapat dicegah dapat diberikan sebagai suplemen (< 30 hari) atau terapi (short term 30-90 hari atau long term oxygen >90 hari)
Evaluasi dan monitoring Pemeriksaan fisik dan Gejala Klinis → perbaikan/resolusi gejala dan tanda hipoksemia Pemeriksaan penunjang → analisis gas darah arteri, 15-20 menit setelah terapi dilakukan menunjukkan peningkatan tekanan parsial oksigen
Hipoksemia Keadaan PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90% pada orang dewasa, anak, dan bayi < 50 mmHg atau < 88% pada neonatus Dapat terjadi karena: Ketidaksesuaian ventilasi - perfusi pada paru
Hipoventilasi alveolar Pirau (shunt) Gangguan difusi Penurunan tekanan oksigen insipirasi
Gejala hipoksemia: sianosis, kelelahan, disorientasi, kesadaran menurun, takipneu, dispneu, takikardia/bradikardia, aritmia, hipertensi/hipotensi, polisitemia vera, jari tabuh Mencari penyebab : PF, foto toraks, laboratorium, menilai alveolar-arterial oxygen gradient (A-a DO2) < 20 mmHg normal 20 – 40 mmHg V/Q mismatch 40 – 60 mmHg pirau > 60 mmHg gangguan difusi
Efek Samping Terapi Oksigen belum diketahui ambang konsentrasi dan waktu paparan untuk menimbulkan toksisitas FiO2 tergantung dari banyak faktor: dosis dan lama pemberian oksigen, toleransi masing- masing pasien
manifestasi klinik pada toksisitas oksigen: Toksisitas sistem saraf pusat – “Bert effect” Toksisitas sistem respirasi Trakeobronkitis, Absoprtion atelectasis, Kerusakan jaringan paru akut, Kerusakan jaringan paru kronik Toksisitas pada sistem mata Toksisitas pada sistem ginjal: kerusakan pada sel tubular Toksisitas pada sistem hematologi: morfologi sel darah merah yang abnormal dan hemolisis Kardiovaskular: kerusakan miosit
Efek samping lain : Hiperkarbia pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Retinopathy of prematurity Risiko terjadi kebakaran Pada penggunaan kanul hidung: iritasi mukosa hidung, kongesti nasal, epistaksis, dan alergi.1 Pencegahan efek toksik : pemakaian konsentrasi oksigen serendah mungkin untuk mempertahankan PaO2 > 60 mmHg, monitoring dengan analisis gas darah
Terapi Oksigen Jangka Panjang (LTOT) Terapi oksigen yang diberikan >90 hari terapi standar untuk pasien dengan hipoksemia kronik yang stabil saat ini banyak digunakan untuk terapi pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Indikasi LTOT: PaO2 ≤ 55 mmHg atau SpO2 ≤ 88% PaO2 55-59 mmHg atau SpO2 89% jika ada tanda-tanda hipoksia seperti hipertensi pulmoner, cor pulmonale, eritrositosis, atau edema akibat gagal jantung kanan Jika pada saat latihan/olahraga PaO2 < 55 mmHg atau SpO2 < 88% Desaturasi oksigen malam hari ≤ 88%
Kelebihan: meningkatkan kesintasan → penurunan mortalitas meningkatkan hemodinamik paru dan mengurangi beban kerja jantung Meningkatkan kapasitas latihan Efek neuropsikologis oksigen → meningkatkan kewaspadaan, motorik, dan genggaman Pada pasien PPOK : memperpanjang harapan hidup dan meningkatkan kualitas hidup
Kekurangan: Kepatuhan pasien akan berkurang karena jangka panjang menyebabkan bahaya terbakar iritasi lokal di hidung dan mata
Metode Pemberian Oksigen oksigen harus diberikan dengan cara sesederhana mungkin dan fraksi insipirasi oksigen (FiO2) serendah mungkin, namun tetap dapat mempertahankan nilai PaO2 > 60 mmHg dan SaO2 > 90% Pilihan metode tergantung: besar FiO2 , kenyamanan pasien, tingkat kelembaban yang dibutuhkan, dan kebutuhan terapi nebulisasi Terbagi menjadi low flow dan high-flow devices
Low-flow (variable performance) devices memberikan konsentrasi oksigen yang lebih sedikit daripada yang dihirup oleh pasien, bervariasi menurut gas yang keluar dari alat dan pola pernapasan pasien Alat : kanula hidung dan sungkup oksigen
Kanul Hidung ditujukan untuk pasien tanpa hiperkapnia yang memerlukan oksigen suplementasi hingga 40%, kecepatan 2-6 l/menit alat ini nyaman dan dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien
Masker Pada kecepatan > 6l/menit digunakan masker Tipe: Masker sederhana (simple mask) kecepatan 5-12 l/menit, juga berguna untuk pasien dengan obstruksi hidung dan bernapas lewat mulut
Masker rebreathing dan masker nonrebreathing memiliki reservoir dibawah dagu masker nonrebreathing memakai katup untuk memastikan udara yang masuk pada saat inspirasi adalah udara oksigen
High-flow (fixed perfomance) devices Konsentrasi oksigen yang masuk stabil dan sesuai dengan yang dihirup oleh pasien Alat: sungkup venturi dan continuous positive airway pressure (CPAP)
Masker venturi Oksigen mengalir dengan kecepatan tinggi lewat lubang kecil di dasar masker sehingga membentuk tekanan negatif → mendesak keluar udara atmosfir sehingga oksigen dapat diberikan dengan angka pasti
Continous Positive Airway Pressure/CPAP pemberian tekanan positif untuk seluruh siklus respirasi (inspirasi dan ekspirasi) pada saat bernapas secara spontan Penggunaannya mengurangi kerja untuk bernapas, mengeliminasi/mengurangi hipoksia dan mencegah atelektasis
Alat penghasil oksigen Silinder : ukuran 240-622 liter
Sistem oksigen cair (portable) lebih ringan daripada silinder, dapat diisi ulang
Konsentrator mengambil udara dari ruangan, memakai listrik
Pemberian oksigen di rumah Penting untuk dilakukan edukasi teknik pemberian Harus dipastikan pasien mengetahui berapa dosis yang dibutuhkan, dimana oksigen akan digunakan dan kapan oksigen digunakan
Contoh kasus Wanita 41 tahun dengan serangan asma berat datang ke unit gawat darurat, mendapatkan oksigen 6 L/menit melalui nasal kanul. Hasil analisa gas darah: pH : 7,530 PCO2 : 41,1 PO2 : 68,8 HCO3 : 33,6 TCO2 : 34,3 Base excess : 9,5 std HCO3 : 33,7 Sat O2 : 95,4
Menentukan kebutuhan konsentrasi oksigen: PAO2 = {(PB – PH2O) x FiO2} – (1,25 x PaCO2 astrup) = (713 x x FiO2) – (1,25 x PaCO2 astrup)
Alat yang digunakan O2 (L/menit) FiO2 Kanula hidung 1-2 0,21-0,24 2 0,23-0,28 3 0,27-0,34 4 0,31-0,38 5-6 0,32-0,44 Venturi 4-6 0,24-0,28 8-10 0,35-0,40 8-12 0,50 Simpel 0,30-0,45 7-8 0,40-0,60 Rebreathing 7 0,35-0,75 10 0,65-1,00 Non rebreathing 4-10 0,40-1,00
PaO2 astrup / PAO2 = PaO2 yang diinginkan / PAO2 baru PAO2 = 713 x 0,44 – 1,25 x 41,1 = 313,72 - 51,375 = 262,345 PaO2 astrup / PAO2 = PaO2 yang diinginkan / PAO2 baru PAO2 baru = PaO2 yang diinginkan x PAO2 / PaO2 astrup = 262,345 x 95 / 68,8 = 362,25
PAO2 = (713 x FiO2) – (1,25 x PaCO2 astrup) Alat yang digunakan O2 (L/menit) FiO2 Kanula hidung 1-2 0,21-0,24 2 0,23-0,28 3 0,27-0,34 4 0,31-0,38 5-6 0,32-0,44 Venturi 4-6 0,24-0,28 8-10 0,35-0,40 8-12 0,50 Simpel 0,30-0,45 7-8 0,40-0,60 Rebreathing 7 0,35-0,75 10 0,65-1,00 Non rebreathing 4-10 0,40-1,00
kebutuhan oksigen pasien: 8 L/menit melalui simple mask.
Daftar pustaka Rasmin M. Terapi Oksigen: Mengenal terapi oksigen. 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Hal.1-9. Wagner PD, West JB. Respiratory physiology. Murray and Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine. 4th ed. 2005. Philadelphia: Saunders, An Imprint of Elsevier. Patel DN, Goel A, Agarwal SB, Garg P, Lakhkani KK. Oxygen toxicity. JIACM. 2003; 4(3) : 234-7. Doherty DE, Petty TL, Bailey W, Carlin B, Cassaburi R, Christopher K, et.al. Recommendations of the 6th long-term oxygen therapy consensus conference. USA: Respiratory Care. 2006;51(5):519-25. American College of Chest Physician. Basics of Long-term Oxygen Therapy (LTOT). 2012. Available on: http://www.chestnet.org/downloads/patients/guides/LTOT-full-2012.pdf Croxton TL, Bailey WC. Long-term Oxygen Treatment in Chronic Obstructive Pulmonary Disease: Recommendations for Future Research. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. 2006;174:373-8. Tarpy SP, Celli BR. Long-Term Oxygen Therapy. N Engl J Med. 1995;333:710-4.
Rous MRG. Long-term oxygen therapy: Are we prescribing appropriately Rous MRG. Long-term oxygen therapy: Are we prescribing appropriately? Int J Chron Obstruct Pulmon Dis. 2008;3(2):231–7. Chang TT, Lipinski CA, Sherman HF. A hazard of home oxygen therapy. J Burn Care Rehabil. 2001;22:71-74. Antariksa B, Djajalaksana S, Pradjnaparamita, Riyadi J, Yunus F, Suradi, et.al. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik): Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011;47-8. Singh CP, Singh N, Singh J, Brar GK, Singh G. Emergency Medicine: Oxygen Therapy. Journal, Indian Academy of Clinical Medicine. 2001; 2(3): 178-84. Anonim. Oxygen Delivery Devices. Available on: http://www.virtual. yosemite.cc.ca.us/lylet/220/220/lectures/Oxygen. Hunt J. Guidelines for the Use of Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) in Adults. Royal United Hospital Bath NHS Trust. 2007 National Heart Lung and Blood Institute. What is CPAP? Available on: http://www.nhlbi.nih.gov/health/health- topics/topics/cpap/. Jones Medical Supply. Oxygen Therapy. Available on: http://jonesmed. com/Oxygen.html.
Terima kasih