MANUSIA DAN LINGKUNGAN HIDUP
LINGKUNGAN SOSIAL Menurut pengertian Yuridis seperti diberikan Undang-Undang tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup No. 23 tahun 1997, lingkungan hidup diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda,daya, keadaan dan makluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makluk hidup lainnya.
TIGA MACAM PEMBAGIAN LINGKUNGAN HIDUP Lingkungan fisik yaitu segala sesuatu disekitar kita yang bersifat benda: seperti gedung,sinar,air dll. Lingkungan biososial yaitu segala yang berada disekitar kita yang bersifat organis seperti manusia,binatang,jasat renik,tumbuh-tumbuhan dsb. Lingkungan sosial yaitu manusia-manusia lain yang berada disekitar atau kepada siapa kita mengadakan hubungan pergaulan dan mempengaruhi kehidupan kita
YANG TERMASUK LINGKUNGAN SOSIAL KELUARGA BAPAK/IBU, ADIK, KAKAK, PEMBANTU DLL TETANGGA ORANG ORANG YANG YANG BERADA DISEKITAR KITA
LINGKUNGAN TETANGGA Orang Muslim meyakini bahwa tetangga mempunyai hak-hak atas dirinya, dan etika-etika yang harus dijalankan seseorang terhadap tetangga mereka dengan sempurna, berdasarkan dalil-dalil berikut:
Firman Allah Ta 'ala, "Dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga yang jauh."(An-Nisa': 36). Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Jibril tidak henti-hentinya berwasiat kepada ku agar berbuat baik kepada tetangga, hingga aku beranggapan bahwa ia akan mewarisi". (Muttafaq Alaih).
Etika terhadap tetangga adalah sebagai berikut: Tidak menyakitinya dengan ucapan, atau perbuatan karena sabda- sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berikut: Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Barangsiapa beriman kepada Allah, dan Hari Akhir, maka ia jangan menyakiti tetangganya. "(Muttafaq Alaih). Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Demi Allah tidak beriman. " Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallam, "siapakah orang yang tidak beriman, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya. "(Muttafaq Alaih).
Berbuat baik kepadanya dengan menolongnya jika ia meminta pertolongan, membantunya jika ia meminta bantuan, menjenguknya jika ia sakit, mengucapkan selamat kepadanya jika bahagia, menghiburnya jika ia mendapatkan musibah, membantunya jika ia membutuhkan, memulai ucapan salam untuknya, berkata kepadanya dengan lemah-lembut, santun ketika berbicara dengan ayah tetangganya, membimbingnya kepada apa yang di dalamnya terdapat kebaikan agama dan dunianya, melindungi area tanahnya, memaafkan kesalahannya, tidak mengintip auratnya, tidak menyusahkannya dengan bangunan rumah atau jalannya, tidak menyakiti dengan air yang mengenainya, atau kotoran yang dibuang di depan rumahnya. Itu semua perbuatan baik yang diperintahkan dalam firman Allah Ta 'ala, "Tetangga dekat dan tetangga yang jauh"(An-Nisa': 36). Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallam bersabda, Barangsiapa beriman kepada Allah, dan Hari Akhir, hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya. "(Diriwayatkan AI-Bukhari) .
Bersikap dermawan dengan memberikan kebaikan kepadanya, karena sabda-sabda Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallam berikut:Hai wanita-wanita Muslimah, janganlah seorang tetangga meremehkan tetangganya yang lain, kendati hanya dengan ujung kuku kambing. "(Diriwayatkan AI-Bukhari).
Sabda Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam kepada Abu Dzar Radhiyallahu Anhu, ."Hai Abu Dzar, jika engkau memasak kuah, maka perbanyaklah airnya, kemudian berikan kepada tetanggamu. " (Diriwayatkan Al-Bukhari). Aisyah Radhiyallahu Anha bertanya kepada Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam, Aku mempunyai dua tetangga, maka yang manakah yang berhak aku beri hadiah?" Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Kepada orang yang pintu rumahnya lebih dekat kepadamu. "(Muttafaq Alaih).
Menghormati dan menghargainya dengan tidak melarangnya meletakkan kayu di temboknya, tidak menjual atau menyewakan apa saja yang menyatu dengan temboknya, dan tidak mendekat ke temboknya hingga ia bermusyawarah dengannya berdasarkan sabda-sabda Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam berikut Salah seorang dari kalian jangan sekali-kali melarang tetangganya meletakkan kayu di dinding rumahnya. " (Muttafaq Alaih) . Sabda Rasulullah shallallahu Alaihi wa sallam, "Barangsiapa mempunyai kebun bersama tetangga, atau mitra, maka ia tidak boleh menjualnya, hingga ia bermusyawarah dengannya. "(Muttafaq Alaih).
Ada dua manfaat yang kita dapatkan dari etika-etika di atas: Pertama: Seorang Muslim mengenal dirinya jika ia telah berbuat baik kepada tetangganya, atau berbuat yang tidak baik terhadap mereka, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Jika engkau mendengar mereka berkata bahwa engkau telah berbuat baik maka engkau memang telah berbuat baik, dan jika engkau mendengar mereka berkata bahwa engkau berbuat salah maka engkau memang telah berbuat salah. "(Diriwayatkan Al-Hakim dan ia meng- shahih-kannya).
Kedua: Jika seorang Muslim diuji dengan tetangga yang brengsek, hendaklah ia bersabar, karena kesabarannya akan menjadi penyebab pembebasan dirinya dari gangguan tetangganya. Seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam guna mengeluhkan sikap tetangganya, kemudian beliau bersabda kepadanya, "Sabarlah! " Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda untuk kedua kalinya, ketiga kalinya, atau keempat kalinya kepada orang tersebut, "Buanglah barangmu di jalan. "Orang tersebut pun membuang barangnya di jalan. Akibatnya, orang- orang berjalan melewatinya sambil berkata, " Apa yang terjadi denganmu?" Orang tersebut berkata, "Tetanggaku menyakitiku. "Orang-orang pun mengutuk tetangga yang dimaksud orang tersebut hingga kemudian tetangga tersebut datang kepada orang tersebut dan berkata kepadanya, "Kembalikan barangmu ke rumah, karena demi Allah, aku tidak akan mengulangi perbuatanku lagi." (Diriwayatkan Ahmad).
Mengapa dengan tetangga harus baik ? Bahan diskusi Mengapa dengan tetangga harus baik ?
Etika terhadap saudara Orang Muslim juga mengakui bahwa etika terhadap saudara itu sama persis dengan etika terhadap ayah, dan anak. Etika adik terhadap kakaknya sama persis dengan etika seorang anak terhadap ayahnya. Etika kakak terhadap adiknya sama persis dengan etika ayah terhadap anak berdasarkan dalil-dalil berikut: Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Hak kakak atas adiknya adalah sama persis seperti hak ayah atas anaknya. "(Diriwayatkan Al-Baihaqi, namun hadits ini dhaif). Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Berbaktilah kepada ibumu, ayahmu, saudara perempuanmu, saudara laki-lakimu, kemudian kepada yang ada di bawahmu secara berurutan."
Etika terhadap orang tua Orang Muslim meyakini hak kedua orang tua terhadap dirinya, kewajiban berbakti, taat, dan berbuat baik kepada keduanya. Tidak karena keduanya penyebab keberadaannya atau karena keduanya memberikan banyak hal kepadanya hingga ia harus berbalas budi kepada keduanya, tetapi karena Allah Azza wa Jalla mewajibkan taat, menyuruh berbakti, dan berbuat baik kepada keduanya. Bahkan, Allah Ta 'ala mengaitkan hak orang tua tersebut dengan hak-Nya yang berupa penyembahan kepada Diri-Nya dan tidak kepada yang lain. Allah Azza wa Jalla berfirman, Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapak, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. "(Luqman: 14).
Setelah orang Muslim mengetahui hak kedua orang tua atas dirinya, dan menunaikannya dengan sempuma karena mentaati Allah Ta 'ala, dan merealisir wasiat-Nya, maka juga menjaga etika-etika berikut ini terhadap kedua orang tuanya: Taat kepada kedua orang tua dalam semua perintah dan larangan keduanya, selama di dalamnya tidak terdapat kemaksiatan kepada Allah, dan pelanggaran terhadap Syariat-Nya, karena manusia tidak berkewajiban taat kepada manusia sesamanya dalam bermaksiat kepada Allah, berdasarkan dalil-dalil berikut: Firman Allah Ta 'ala, "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergauilah keduanya di dunia dengan baik. "(Luqman: 15). Sabda Rasulullah shallallhu Alaihi wa Sallam, Sesungguhnya ketaatan itu hanya ada dalam kebaikan. "(Muttafaq Alaih). Sabda Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam, Tidak ada kewajiban ketaatan bagi manusia dalam maksiat kepada Allah. "Kepada siapakah aku berbakti?" Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian ayahmu, kemudian sanak kerabat, dan berikutnya. " (Diriwayatkan Abu Daud, At- Tirmidzi, dan Ahmad).
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. " (Al-Isra ' : 23). Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,Amal apakah yang paling dicintai Allah T a 'ala ?' Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Shalat di awal waktu. ' Aku bertanya, 'Kemudian amalan apa lagi?' Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Berbakti kepada kedua orang tua. ' Aku bertanya fagi, 'Kemudian amalan apa lagi?' Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Jihad di jalan Allah '. " (Diriwayatkan Muslim) .
Hormat dan menghargai kepada keduanya, merendahkan suara dan memuliakan keduanya dengan perkataan dan perbuatan yang baik, tidak menghardik dan tidak mengangkat suara di atas suara keduanya, tidak berjalan di depan keduanya, tidak mendahulukan istri dan anak atas keduanya, tidak memanggil keduanya dengan namanya namun memanggil keduanya denqan panggilan. " Ayah, ibu. " dan tidak bepergian kecuali dengan izin dan kerelaan keduanya. Berbakti kepada keduanya dengan apa saja yang mampu ia kerjakan, dan sesuai dengan kemampuannya, seperti memberi makan pakaian kepada keduanya, mengobati penyakit keduanya, menghilangkan madzarat dari keduanya, dan mengalah untuk kebaikan keduanya. Menyambung hubungan kekerabatan dimana ia tidak mempunyai hubungan kekerabatan kecuali dari jalur kedua orang tuanya, mendoakan dan memintakan ampunan untuk keduanya, melaksanakan janji (wasiat), dan memuliakan teman-teman keduanya.
ETIKA BERTAMU
Bertamu Menurut Islam Orang Muslim beriman kepada kewajiban memuliakan tamu, dan menghormatinya dengan penghormatan yang semestinya, karena dalil-dalil berikut: Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Barangsiapa beriman kepada Allah, dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya. " (Muttafaq Alaih).
Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Barangsiapa beriman kepada Allah, dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamu sesuai dengan jatah harinya. " Para sahabat bertanya, "Berapa lama jatah harinya, wahai Rasulullah ?" Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Siang hari dan malam harinya. Bertamu itu selama tiga hari, dan selebihnya adalah sedekah. " (Muttafaq Alaih).
Mengundang Orang untuk Bertamu Mengundang orang-orang bertakwa bukannya orang-orang fasik, dan bukan pula orang-orang berdosa, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Engkau jangan bergaul kecuali dengan orang Mukmin, dan jangan makan makananmu kecuali orang bertakwa. "(Diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan AI-Hakim. Hadits shahih).
Tidak hanya mengundang orang-orang kaya saja tanpa melibat orang-orang miskin, karena Rasulullah Shallallah Alaihi wa Sallam bersabda, "Sejelek-jelek makanan resepsi ialah resepsi yang hanya mengundang orang-orang kaya saja tanpa orang-orang miskin. " (Muttafaq Alaih).
Dalam mengundang tamu, orang Muslim tidak bermaksud sombong, namun bermaksud mengamalkan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan nabi-nabi sebelum beliau seperti Nabi Ibrahim Alaihis-Sallam yang dijuluki sebagai "Bapak Tamu" la juga harus bermaksud membahagiakan kaum Mukminin, dan memasukkan kegembiraan di hati saudara-saudaranya.
Ia tak boleh mengundang orang-orang yang mengalami kesulitan untuk bisa memenuhi undangannya, atau orang tersebut mengganggu sebagian undangan. Itu semua untuk menghindari orang Mukmin yang diharamkan. la mengambil makanannya yang jatuh ketika ia makan, karena ada anjuran terhadap hal tersebut, dan karena itu merupakan bagian dari syukur atas nikmat.
Membersihkan sisa-sisa makanan di gigi-giginya dan berkumur untuk membersihkan mulutnya, karena dengan mulutnya itulah berdzikir kepada Allah Ta'ala, berbicara dengan saudara-saudaranya dan karena kebersihan mulut itu memperpanjang kesehatan gigi. Memuji Allah Ta'ala setelah makan, dan minum. Ketika minum susu ia berkata, "Ya Allah, berkahilah apa yang Engkau berikan kepada kami, dan tambahilah rizki-Mu (kepada kami)." Jika ia berbuka puasa di tempat orang, ia berkata, "Orang-orang berpuasa berbuka puasa di tempat kalian, orang-orang yang baik memakan makanan kalian, dan semoga para malaikat mendoakan kalian.
Etika Memenuhi Undangan Di antara etika memenuhi undangan ialah sebagai berikut: Tamu yang diundang harus memenuhi undangan, dan tidak terlambat memenuhinya kecuali karena udzur, misalnya karena khawatir undangan tersebut merusak agama dan badannya, karena dalil-dalil berikut: Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Barangsiapa diundang, hendaklah ia memenuhinya. " (Diriwayatkan Muslim). Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam, "Jika aku diundang kepada jamuan kaki kambing, aku pasti memenuhinya. Jika aku dihadiahi lengan, aku pasti menerimanya. "
Tidak membeda-bedakan antara undangan orang miskin, dan undangan orang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang miskin itu merusak perasaannya, dan merupakan kesombongan padahal kesombongan itu tercela. Tentang memenuhi undangan orang miskin, diriwayatkan bahwa Al-Hasan bin Ali Radhiyallahu Anhuma berjalan melewati orang-orang miskin yang menebarkan remukan makanan di jalan ketika mereka sedang makan. Mereka berkata, "Mari makan siang bersama kami, hai cucu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. " Al-Hasan bin Ali berkata, "Ya boleh, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang sombong. " Usai berkata seperti itu, Al-Hasan bin Ali turun dari keledainya dan makan bersama orang-orang miskin tersebut.
Tidak membeda-bedakan antara undangan jauh dengan undangan yang dekat Tidak membeda-bedakan antara undangan jauh dengan undangan yang dekat. Jika orang Muslim mendapatkan dua undangan, maka ia mendahulukan undangan yang lebih dahulu, dan meminta maaf kepada pengundang kedua.
Tidak boleh absen menghadiri undangan karena ia berpuasa, namun ia tetap harus hadir. Jika tuan rumah senang jika ia makan, maka ia membatalkan puasanya (puasa sunnah), karena memasukkan kebahagiaan ke dalam hati orang Mukmin itu ibadah. Jika ia mau tidak membatalkan puasanya, ia berkata dengan baik kepada tuan rumah, karena dalil-dalil berikut: Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Jika salah seorang dari kalian diundang, hendaklah ia memenuhi undangan tersebut. Jika ia sedang berpuasa (sunnah), hendaklah ia mendoakan pihak pengundang. Jika ia tidak berpuasa, hendaklah memakan (jamuan makan). " (Diriwayatkan Muslim). Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Saudaramu memberatkanmu, dan hendaklah engkau berkata, Aku sedang puasa '. "
Dengan memenuhi undangan, seorang Muslim harus berniat muliakan saudaranya aqar ia diberi pahala karenanya, sebab semua amal perbuatan itu harus dengan niat, dan bagi setiap orang itu apa yang ia niatkan, dan sebab dengan niat yang baik itu hal-hal mubah berubah menjadi ketaatan dimana seorang Muslim diberi pahala karenanya.
Etika Menghadiri Undangan Tidak berlama-lama di rumah pengundang, karena hal ini membuat mereka kalut, dan tidak terburu-buru datang kerumah pengundang sebelum mereka mengadakan persiapan untuknya, sebab hal tersebut mengganggu pengundang. Jika orang Muslim masuk ke rumah pengundang, ia tidak boleh menonjolkan dirinya di pertemuan, namun ia harus tawadlu' didalamnya, dan jika tuan rumah menyuruhnya duduk disalah satu tempat maka ia duduk di dalamnya dan tidak pindah daripadanya.
Pengundang harus segera menghidangkan makanan kepada para tamu, karena menyegerakan penghidangan makanan kepada tamu adalah memuliakan tamu. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan pemuliaan tamu dengan sabdanya, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya." Tuan rumah tidak boleh memberesi makanan sebelum tangan tamu diangkat daripadanya, dan sebelum semua tamu selesai makan.
Tuan rumah harus menghidangkan makanan secukupnya kepada para tamu, sebab hidangan yang sedikit itu mengurangi kedermawanan, dan hidangan yang banyak itu riya' dan keduanya tercela. Jika tamu singgah di rumah seseorang, ia tidak boleh berada di rumahnya lebih dari tiga hari, terkecuali jika tuan rumah memintanya tetap berada di rumahnya lebih tiga hari. Jika tamu ingin keluar rumah, ia harus meminta izin kepada tuan rumah.
Tuan rumah mengajak tamunya jalan-jalan ke luar rumah, karena para salafush shalih biasa melakukannya, dan itu termasuk memuliakan tamu yang diperintahkan. Jika tamu pergi dari rumah yang disinggahi, ia harus keluar dengan lapang dada, kendati misalnya ia mendapatkan perlakuan buruk, dan sikap lapang dada seperti itu adalah akhlak mulia dimana dengannya seseorang bisa menyamai derajat orang yang berpuasa dan qiyamul lail.
Hendaklah seorang Muslim mempunyai tiga kamar tidur, satu untuk dirinya sendiri, satu untuk keluarganya, dan satunya lagi untuk tamu. Memiliki kamar tidur lebih dari tiga itu dilarang, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Satu kamar tidur untuk laki-laki (suami), satu kamar tidur untuk wanita (istri), satu kamar untuk tamu, dan kamar keempat adalah untuk syetan. "(Diriwayatkan Muslim).