Tari Tradisional Aceh: Tari Saman Tari Saman adalah sebuah tarian adat yang biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat dan masyarakat Aceh. Syair dalam Tarian Saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Nama tarian “Saman” diperoleh dari salah satu ulama besar NAD, Syech Saman. Tarian Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, karena hanya menampilkan gerak tepuk tangan dan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak badan, kepala, dan posisi badan. Keunikan lainnya terlihat dari posisi duduk para penari dan goyangan badan yang dihentakkan ke kiri atau ke kanan, ketika syair-syair dilagukan. Tari ini biasanya dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki, tetapi jumlahnya harus ganjil. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, tarian ini dimainkan pula oleh kaum perempuan atau campuran antara laki-laki dan perempuan. Sekarang mari kita mulai mengupas unsur pendukung dalam Tari Saman ini. Mungkin saat kita mengetahui segala aspek yang terdapat dalam tarian ini, kita dapat lebih memahami dan mendapatkan tidak hanya keindahan namun juga makna filosofi dari posisi, gerak, dan syair yang terlantun saat pertunjukan Saman digelar. Dalam penampilan yang biasa saja (bukan pertandingan) di mana adanya keterbatasan waktu, Saman bisa saja dimainkan oleh 10-12 penari, akan tetapi keutuhan Saman setidaknya didukung 15-17 penari, yang mempunyai fungsi sebagai berikut: Nomor 9 disebut Pengangkat Pengangkat adalah tokoh utama (sejenis syekh dalam seudati) titik sentral dalam Saman, yang menentukan gerak tari, level tari, syair-syair yang dikumandangkan maupun syair-syair sebagai balasan terhadap serangan lawan main (Saman Jalu/pertandingan). Nomor 8 dan 10 disebut Pengapit Pengapit adalah tokoh pembantu pengangkat baik gerak tari maupun nyanyian/vokal. Nomor 2-7 dan 11-16 disebut Penyepit Penyepit adalah penari biasa yang mendukung tari atau gerak tari yang diarahkan pengangkat. Selain sebagai penari juga berperan menyepit (menghimpit). Sehingga kerapatan antara penari terjaga, sehingga penari menyatu tanpa antara dalam posisi banjar/bershaf (horizontal) untuk keutuhan dan keserempakan gerak. Nomor 1 dan 17 disebut Penupang Penupang adalah penari yang paling ujung kanan-kiri dari barisan penari yang duduk berbanjar. Penupang selain berperan sebagai bagian dari pendukung tari juga berperan menupang/menahan keutuhan posisi tari agar tetap rapat dan lurus. Sehingga penupang disebut penamat kerpe jejerun (pemegang rumput jejerun). Seakan-akan bertahan memperkokoh kedudukan dengan memegang rumput jejerun (jejerun sejenis rumput yang akarnya kuat dan terhujam dalam, sukar dicabut). Tari Saman merupakan salah satu media untuk pencapaian pesan (dakwah). Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan, dan kebersamaan. Sebelum Saman dimulai yaitu sebagai pembukaan, tampil seorang tua cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat (keketar) menyampaikan nasihat-nasihat yang berguna kepada para pemain dan penonton. Tari Saman ditarikan dalam posisi duduk. Termasuk dalam jenis kesenian ratoh duk (tari duduk). Yang kelahirannya erat berkaitan dengan masuk dan berkembangnya agama Islam. Di mana posisi penari duduk berlutut, berat badan tertekan kepada kedua telapak kaki. Pola ruang pada Tari Saman juga terbatas pada level, yakni ketinggian posisi badan. Dari posisi duduk berlutut berubah ke posisi di atas lutut (Gayo-berlembuku) yang merupakan level paling tinggi, sedang level yang paling rendah adalah apabila penari membungkuk badan kedepan sampai 45o (tungkuk) atau miring ke belakang sampai 60o (langat). Terkadang saat melakukan gerakan tersebut disertai gerakan miring ke kanan atau ke kiri yang disebut singkeh. Ada pula gerak badan dalam posisi duduk melenggang ke kanan-depan atau kiri-belakang (lingang). Selain posisi duduk dan gerak badan, gerak tangan sangat dominan dalam Tari Saman. Karena dia berfungsi sebagai gerak sekaligus musik. Ada yang disebut cerkop yaitu kedua tangan berhimpit dan searah. Ada juga cilok, yaitu gerak ujung jari telunjuk seakan mengambil sesuatu benda ringan seperti garam. Dan tepok yang dilakukan dalam berbagai posisi (horizontal/bolak-balik/seperti baling-baling). Gerakan kepala seperti mengangguk dalam tempo lamban sampai cepat (anguk) dan kepala berputar seperti baling-baling (girek) juga merupakan ragam gerak Saman. Kesenyawaan semua unsur inilah yang menambah keindahan dan keharmonisan dalam gerak Tari Saman. Karena Tari Saman dimainkan tanpa alat musik, maka sebagai pengiringnya digunakan tangan dan badan. Ada beberapa cara untuk mendapatkan bunyi-bunyian tersebut: Tepukan kedua belah tangan, ini biasanya bertempo sedang sampai cepat. Pukulan kedua telapak tangan ke dada, biasanya bertempo cepat. Tepukan sebelah telapak tangan ke dada, umumnya bertempo sedang. Gesekan ibu jari dengan jari tengah tangan (kertip), umumnya bertempo sedang. Dan nyanyian para penari menambah kedinamisan dari Tarian Saman. Cara menyanyikan lagu-lagu dalam Tari Saman dibagi dalam 5 macam: Rengum, yaitu auman yang diawali oleh pengangkat. Dering, yaitu regnum yang segera diikuti oleh semua penari. Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tari. Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak. Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo. Sejarah Tari Saman Tari ini berasal dari dataran tinggi tanah Gayo. Diciptakan oleh seorang Ulama Aceh bernama Syekh Saman. Pada mulanya tarian ini hanya merupakan permainan rakyat biasa yang disebut Pok Ane. Melihat minat yang besar masyarakat Aceh pada kesenian ini maka oleh Syekh disisipilah dengan syair-syair yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT. Sehingga Saman menjadi media dakwah saat itu. Dahulu latihan Saman dilakukan di bawah kolong Meunasah (sejenis surau, saat itu bangunan Aceh masih bangunan panggung). Sehingga mereka tidak akan ketinggalan untuk shalat berjamaah. Sejalan kondisi Aceh dalam peperangan maka Syekh menambahkan syair-syair yang menambah semangat juang rakyat Aceh. Tari ini terus berkembang sesuai kebutuhannya. Sampai sekarang tari ini lebih sering ditampilkan dalam perayaan-perayaan keagamaan dan kenegaraan. Tarian ini pada awalnya kurang mendapat perhatian karena keterbatasan komunikasi dan informasi dari dunia luar. Tari ini mulai mengguncang panggung saat penampilannya pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) II dan peresmian pembukaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Gemuruh Saman di TMII menggemparkan tidak hanya nusantara namun sampai ke manca negara. Saya sebagai anak negeri ini berharap semoga Tari Saman bisa terus menggema.