PEMERATAAN PEMBANGUNAN DAN MOBILITAS PENDUDUK

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
Pengembangan Jaringan Kereta Api
Advertisements

DIREKTORAT STATISTIK KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN
BAB 6 EKONOMI MIKRO DAN EKONOMI MAKRO.
Pengaruh Pembangunan Ekonomi Terhadap Pola Migrasi di Indonesia
Topik-topik Studi Mobilitas Penduduk
MEGA URBAN, MEGAPOLITAN, DAN METROPOLITAN
22 September 2014 Bappeda Jabar
MIGRASI.
DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PEMERATAAN PEMBANGUNAN
ALUR PENINGKATAN KOMPETENSI DAN KINERJA GURU
BONUS DEMOGRAFI ADALAH DIVIDEN DARI MELIMPAHNYA TENAGA MUDA YANG JUMLAHNYA BESAR SEBAGAI HASIL DARI PENURUNAN TINGKAT FERTILITAS DAN MORTALITAS YANG TINGGI.
E-katalog BUKU KURIKULUM 2013 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BAHASA ARAB
Peta Peningkatan Pemenuhan Energi Listrik Tiap Provinsi Hasil Model
Asisten Pemerintahan dan Kesra
Modul / Tatap Muka 14 KOLONIALISME IDEOLOGI EKONOMI,TEORI EKONOMI DAN
Berita Resmi Statistik
Oleh RANI TOERSILANINGSIH
MASALAH PEMBANGUNAN MANUSIA: KEPENDUDUKAN
SURVEI PENGUPAHAN NASIONAL
Data dan Informasi dalam Perencanaan
KELOMPOK 10 ANALISIS DAMPAK PERTUMBUHAN PENDUDUK TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA DAFTAR ISI DATA A B TEORI A B ANALISIS A B c KESIMPULAN.
Hasil Permodelan Tahap I
PUSAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS EKONOMI DAERAH
BAB 6 EKONOMI MIKRO DAN EKONOMI MAKRO.
PERMASALAHAN KEPENDUDUKAN DAN CARA PENANGGULANGANNYA
URBANISASI DAN MIGRASI DESA – KOTA : TEORI DAN KEBIJAKAN
MEGA URBAN, MEGAPOLITAN, DAN METROPOLITAN
Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah.
Kabupaten/Kota yang telah Menginisiasi KLA sampai Tahun 2014
DATA KELULUSAN SERTIFIKASI GURU TAHUN 2007 S.D 2010
31 Januari 2012 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
DATA KEBUTUHAN GURU (NASIONAL) TAHUN
Pengantar Studio Perencanaan Wilayah
Sumber Jurnal: Agung Eddy Suryo Saputro PPT oleh: Siska Anggraeni
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Ir. Didit Okta Pribadi, Msi.
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN
Mobilitas Penduduk Proyeksi Penduduk
DATA KEBUTUHAN GURU SD NEGERI (NASIONAL) TAHUN
URBANISASI.
Peran dan Perkembangan Agribisnis di Indonesia
5 KONSEP WILAYAH dan PERTUMBUHAN MATERI
WILAYAH DAN PUSAT PERTUMBUHAN
DATA KEBUTUHAN GURU SMK NEGERI (NASIONAL) TAHUN
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DINAMIKA SOSIAL 4 Urbanisasi
Pembangunan Ekonomi.
BAB II PEMBANGUNAN EKONOMI.
Otonomi Daerah studi kasus provinsi riau
PERTEMUAN 4.
MIGRASI.
PENGHARGAAN DAN SISTEM PENGUPAHAN
MOBILITAS PENDUDUK.
PERENCANAAN TATA RUANG NASIONAL, PROVINSI, DAN KABUPATEN/KOTA
Disusun oleh :       Kasmiati (H )
Penduduk dan ketenaga kerjaan
KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN. 1. KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN 11. HUBUNGAN KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN OVERVIEW.
Hasil Permodelan Tahap II
DIREKTUR PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL HORTIKULTURA
MIGRASI.
Ketahanan Pangan dan Gizi Ade Saputra Nasution. Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun.
Urbanisasi dalam Perencanaan Wilayah.
Pertemuan 10 Pembangunan Ekonomi Daerah
Disusun Oleh: Fitra Firmansyah Mutia Agnes Hambali Rozi Syaputra Wahyu Pradana Ginting UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2018/2019 PERKEMBANGAN WILAYAH.
TATA GUNA LAHAN DAN TRANSPORTASI. 1. Pendahuluan Untuk melestarikan lingkungan perkotaan yang layak huni, keseimbangan antara fungsi- fungsi tersebut.
Konsep dan Jenis Migrasi. Faktor Penyebab Migrasi Faktor pendorong Makin berkurangnya sumber daya alam Menyempitnya kesempatan kerja di tempat asal Adanya.
RAPAT KOORDINASI Penyesuaian Target Kemiskinan Kab/kota
MIGRASI.
PROSES URBANISASI DAN KETIMPANGAN WILAYAH DESA-KOTA
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAMBI TAHUN 2020
Transcript presentasi:

PEMERATAAN PEMBANGUNAN DAN MOBILITAS PENDUDUK Rani Toersilaningsih Chotib

Kondisi Perekonomian Indonesia Mobilitas Penduduk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persebaran penduduk Mobilitas penduduk menjadi salah satu faktor yang mendorong perubahan kondisi sosial ekonomi suatu wilayah Mobilitas penduduk yang tidak terkendali akan menyebabkan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan

KESENJANGAN WILAYAH Wilayah Sulawesi Share PDRB thd Nasional 4,60% Pertmbh Ekonomi 7.72% Pendapt perkapita 4,98 jt Pendudk miskin 2,61 jt (17,6%) Wilayah Sumatera Share PDRB thd Nasional 21,55% Pertumb. Ekonomi 4,65% Pendaptn perkapita 9,80 jt Penduduk miskin 7,3 jt (14,4%) Wilayah Kalimantan Share PDRB thdp Nasional 8,83% Pertumb. Ekonomi 5.26% Pendaptn perkapita 13,99 jt Pendudk miskin 1,21 jt (9%) Wilayah Papua Share PDRB thd Nasional 1,28% Pertmbuh Ekonomi 0,60% Pendaptn perkapita 8,96 jt Pndudk miskin 0,98 jt (36,1%) Wilayah Jawa Bali Share PDRB thd Nasional 62,00% Pertumbh Ekonomi 5.89% Pendapt perkapita 11,27 jt Pendudk miskin 20,19 jt (12,5%) Wilayah Maluku Share PDRB thd Nasional 0,32% Pertumbh Ekonomi 4,94% Pendaptn Perkapita 2,81 jt Pendudk Miskin 0,49 jt (20,5%) Wilayah Nusa Tenggara Share PDRB thd Nasional 1,42% Pertmbuh Ekonomi 3,50% Pendapt perkapita 3,18 jt Pendudk miskin 2,17 jt (24,8%) Sumber : diolah dari BPS, 2008 Ket : Harga Konstan

Persebaran Penduduk Miskin

Perkembangan IPM Indonesia 1996 - 2011 IPM per provinsi 2010-2011

Interkonektivitas Koridor Ekonomi (MP3EI) Tema Pembangunan & Interkonektivitas Koridor Ekonomi (MP3EI) “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional” “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional” “Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional” “Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi dan Pertambangan Nasional” “Pendorong Industri dan Jasa Nasional” “Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional” ADA GULA ADA SEMUT  PEOPLE FOLLOW JOBS

PETA PUSAT PERTUMBUHAN AKTUAL DAN KAWASAN HINTERLAND-NYA aliran transaksi input output

Pertumbuhan dan Ketimpangan di Indonesia (BPS 2010) Meski secara nasional menurun (0.331), ketimpangan pendapatan masyarakat di perdesaan justru melonjak pada tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan rasio Gini hanya terjadi di perkotaan dari 0,362 menjadi 0,352, sedangkan di perdesaan justru meningkat menjadi 0,297 dari 0,288.

Ketimpangan Pertumbuhan Terjadi disparitas konsentrasi maupun pertumbuhan ekonomi antar-daerah Porsi ekonomi masih terkonsentrasi di wilayah Jawa dan Sumatera dengan pangsa mencapai 61,0% dan 20,9% (rata-rata tahun 2001-2009). Pertumbuhan ekonomi wilayah Sulampua relatif lebih rendah (4,3%), di bawah pertumbuhan ekonomi nasional 5,1% (rata-rata 2001-2009). Disparitas pertumbuhan ekonomi antar-daerah sedikit melebar setelah otonomi daerah. Pertumbuhan Ekonomi Daerah (%, yoy)

Demand side Supply side Prasyarat Mutlak Pengembangan Wilayah Berbasis Kependudukan  Kombinasi Supply-Demand Side Strategy Supply side Demand side Adanya sektor basis yang memiliki keunggulan comparative dan competitive Pengembangan sektor unggulan yang menciptakan multiplier effect thdp pembangunan regional (khususnya kemiskinan dan penyerapan TK) Peningkatan produksi sektor2 unggulan, diversifikasi hulu-hilir sektor/komoditas unggulan Kebocoran: Kegiatan produksi dikuasai/dimiliki oleh penduduk di luar kawasan Proses peningkatan nilai tambah berlangsung di luar daerah. Peningkatan akses pada pusat-pusat pelayanan untuk menciptakan income multiplication Menurunkan biaya-biaya konsumsi barang dan jasa Kebocoran: jika orientasi mengkonsumsi barang dan jasa banyak dilakukan di luar Membangun & mengembangkan permukiman yang berdaya saing

Hambatan dan Tantangan Peningkatan Kualitas Penduduk Terbatasnya infrastruktur dan sumber daya pendukung Bervariasinya kebijakan di setiap daerah dalam peningkatan kualitas penduduk pasca pemberlakuan otonomi daerah Adanya perbedaan persepsi yang mungkin terjadi antara penduduk sebagai penerima manfaat dengan pemerintah dalam upaya peningkatan kualitas penduduk Perbedaan kondisi geografis, demografis, sosial-budaya, serta taraf ekonomi di setiap daerah Tingginya komponen biaya administrasi dan transaksi dalam setiap program pembangunan. Ketersediaan data kualitas penduduk di setiap daerah

MIGRASI DI INDONESIA Kebijakan makro mobilitas penduduk ekonomi makro 1967-1980, pemusatan industri manufaktur di Jakarta dan pesisir Jawa  urbanisasi meningkat 1980, mekanisasi sektor pertanian yg berakibat penurunan daya serap TK sektor pertanian  migrasi desa - kota & peningkatan transmigrasi paruh tahun dasawarsa 80-an dan pengembangan KTI

Tahun 1990an Perubahan kebijakan di bidang transmigrasi  trans swakarsa Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi terpadu Tahun 2000-an Otonomi Daerah Beberapa daerah melakukan pembatasan migrasi penduduk Lebih banyak migran spontan, Peningkatan migrasi keluarga

Persentase PendudukMenurut Pulau 1930-2010 Sumber: BPS, berbagai publikasi

Pola Migrasi di Negara Berkembang Migrasi merupakan respon manusia atas kesempatan-kesempatan yang ada dalam rangka meningkatkan taraf hidup. Pola migrasi di negara-negara berkembang mencerminkan distribusi kesempatan ekonomi yang tidak merata. Pola migrasi di negara berkembang menggambarkan pola yang mengutub, dimana arus migrasi cenderung menuju ke tempat-tempat tertentu saja.

Migrasi Angkatan Kerja Antar Provinsi, 201010 Penduduk Indonesia lebih cenderung untuk berpindah dari daerah yang kurang memiliki kesejahteraan menuju ke daerah yang (dipandang) memiliki prospek ekonomi yang lebih baik, atau disebut migrasi internal. Pembahasan yang menarik dari migrasi internal di Indonesia adalah masih tingginya perpindahan penduduk satu propinsi ke propinsi lain, terutama perpindahan menuju propinsi besar seperti DKI Jakarta dan sekitarnya (wilayah metropolitan Jabodetabek), Bali (terutama pasca hari raya), Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur. Setiap tahun, pemerintah propinsi besar Indonesia seperti Jakarta, Bali, Surabaya, dan kota lainnya harus merencanakan maupun melakukan operasi kependudukan untuk mencegah masuknya penduduk migran tanpa tujuan dan identitas yang lengkap. Motif ekonomi pada tempat tinggal sebelumnya melatarbelakangi perpindahan para migran seperti tidak adanya lapangan pekerjaan, motif peningkatan status ekonomi, dan faktor ekonomi lainnya. Dengan latar belakang motif ekonomi, (secara hipotesis) penduduk yang bermigrasi adalah penduduk yang memiliki status angkatan kerja (yang bekerja maupun pengangguran). Secara nasional, peningkatan seluruh angkatan kerja migran dalam kurun waktu lima tahun sebesar 4.634.732 jiwa dengan rata-rata penambahan angkatan kerja per propinsi sebesar 178.259 jiwa. Gambar dibawah ini menunjukkan data perkembangan angkatan kerja migran untuk tahun 2000 dan 2005. Data menunjukkan bahwa mayoritas propinsi mengalami peningkatan jumlah angkatan kerja migran antara tahun 2000 dan 2005. Riau, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi Utara adalah primadona daerah tujuan migrasi oleh para angkatan kerja dimana peningkatannya lebih tinggi dibandingkan propinsi lainnya. Sedangkan beberapa propinsi mengalami penurunan jumlah pekerja migran, daerah tersebut adalah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, NTB, dan Irian Jaya (Papua). Daerah-daerah yang memiliki peningkatan jumlah angkatan kerja migran dapat diartikan bahwa daerah tersebut memiliki daya tarik bagi mereka, terutama dalam segi prospek ekonomi (Hangonowati, 2011). Perpindahan penduduk antar desa, desa-kota, dan antar propinsi Jakarta Bali Kalimantan Timur Kepulauan riau

Jumlah Tenaga Kerja Migran Menurut Provinsi Tahun 2000 dan 2005 Selain itu, gambar menjelaskan bahwa persentase terbesar yaitu 38 persen angkatan kerja mengatakan alasan perpindahannya yaitu “pekerjaan” atau dapat diartikan mutasi pekerjaan membuat mereka harus pindah ke daerah lain. Dilanjutkan dengan tertinggi kedua yaitu 29 persen dari total angkatan kerja mengatakan alasan perpindahannya yaitu “mencari pekerjaan”. Tercatat bahwa 29 persen angkatan kerja tersebut tercatat berhasil/sudah mendapatkan pekerjaan di tahun 2005. Alasan pindah berdasarkan disagregasi propinsi tujuan memperlihatkan bahwa Riau, DKI Jakarta, Kalimantan Timur didominasi oleh angkatan kerja migran dengan alasan mencari pekerjaan sebesar 30-50 persen. (Hangonowati, 2011). Provinsi-provinsi yang mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja migran: Riau, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Utara.

Alasan Bermigrasi Para Pekerja Migran di Indonesia, 2010

Proporsi Migran Seumur Hidup menurut Provinsi di Indonesia Melihat pada rentang waktu yang lebih panjang, migrasi seumur hidup penduduk Indonesia tergambar bahwa selama 30 tahun pergerakannya semakin tinggi. Beberapa propinsi seperti Riau, Jambi, Kepulauan Riau, Banten, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara memiliki proporsi penduduk migran positif dan semakin tinggi dalam rentang 30 tahun. Sedangkan propinsi seperti Sumatra Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sulsel, Gorontalo, Maluku memiliki proporsi penduduk migran negatif dan semakin kecil, dimana perpindahan penduduk dari propinsi kelahirannya cukup besar. Proporsi penduduk migran rendah mengindikasikan bahwa angka arus migrasi keluar lebih tinggi dibandingkan migrasi masuk. Fenomena migrasi yang ekstrim terjadi pada propinsi Papua, selama 30 tahun Papua memiliki proporsi migran positif dan mencapai tingkat tertingginya pada Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2005 namun menurun drastis pada lima tahun kemudian (Sensus Penduduk (SP) 2010). Perkembangan migrasi seumur hidup meliputi seluruh tipe penduduk yaitu termasuk angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja. Angkatan kerja mungkin memiliki fleksibilitas atau probabilitas yang lebih besar dibandingkan bukan angkatan kerja untuk bermigrasi. Jenis migrasi yang dapat dilakukan adalah migrasi tidak permanen, permanen (seumur hidup) maupun nglaju. Tujuan atas migrasi yang dilakukan tenaga/angkatan kerja adalah mencari upah/gaji yang lebih baik. Propinsi tujuan migrasi seumur hidup seharusnya dapat dihipotesiskan bahwa propinsi tersebut juga berpotensi menjadi tujuan migrasi risen angkatan kerja untuk mencari penghidupan, lingkungan, maupun upah/gaji yang lebih baik. Pada gambaran sebelumnya, proporsi migran positif banyak berada pada propinsi yang baru berkembang (propinsi baru). Hal tersebut dikarenakan pengembangan daerah baru akan mendorong pertumbuhan lapangan pekerjaan maupun probabilitas peningkatan standar hidup dibandingkan daerah asal. Pada permukaan lainnya, proporsi migran negatif mengindikasikan propinsi tersebut tidak memiliki daya tarik bagi penduduknya. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi yang rendah, minimnya lapangan pekerjaan, maupun upah/gaji yang kurang memuaskan hingga lingkungan/budaya yang tidak sesuai dengan penduduk setempat. Selain itu, beberapa kejadian di propinsi tertentu dapat mendorong perpindahan migrasi negatif sehingga proporsi penduduk migran semakin rendah. Seperti Propinsi Bali, pada tahun 1980-1995 masih memiliki proporsi migran negatif namun seiring berkembangnya Bali sebagai salah satu pusat pariwisata dunia, proporsi migran pada 15 tahun selanjutnya berrnilai positif. Meskipun kejadian Bom Bali sempat menurunkan proporsi migran di Bali, proporsi penduduk migran di Bali kembali bernilai positif dan meningkat pada SP 2010. Papua juga memiliki fenomena yang hampir serupa. Sebagai propinsi yang kaya akan nilai tambangnya, proporsi penduduk migran cenderung positif dikarenakan adanya perpindahan penduduk yang bekerja dari daerah asalnya ke Papua. Adanya konflik di daerah Papua mendorong penurunan penduduk migran yang besar, meskipun tidak mencapai angka negatif, pada SP 2010. DKI Jakarta pun mengalami perubahan proporsi penduduk migran yang cukup unik. Selama 25 tahun proporsi penduduk migran positif dan semakin tinggi seiring berkembangnya Kota Jakarta menjadi kota metropolitan. Namun pada SP 2010 tercatat bahwa proporsi penduduk migran DKI Jakarta mengalami penurunan, penurunan terjadi bersamaan dengan jenuhnya pertumbuhan lapangan pekerjaan, lingkungan perumahan yang nyaman dan berbiaya murah. Riau, Jambi, Banten, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara memiliki proporsi migran positif. Sumatera Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Maluku mengalami proporsi negatif.

Proporsi Migran Risen menurut Provinsi di Indonesia Dalam lima tahun, migrasi risen dapat merubah struktur jumlah penduduk di propinsi tujuan maupun propinsi sebelumnya. Migrasi risen lebih mampu menjelaskan dinamika perpindahan penduduk maupun angkatan kerja. Seperti halnya pada migrasi seumur hidup, beberapa propinsi seperti Riau, Jambi, Kepulauan Riau, Banten, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara memiliki proporsi penduduk migran risen positif dan semakin tinggi dalam rentang 30 tahun. Propinsi-propinsi tersebut memiliki daya tarik tinggi bagi penduduk migran termasuk prospek pekerjaan maupun penghidupan yang menarik bagi penduduk, terutama angkatan kerja di Indonesia. Sedangkan propinsi seperti Sumatra Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sulsel, Gorontalo, Maluku memiliki proporsi penduduk migran negatif dan semakin kecil, dimana perpindahan penduduk keluar setiap lima tahunan dalam 30 tahun terakhir cukup tinggi. Delapan propinsi yang memiliki proporsi penduduk migran positif (migrasi positif) menandakan bahwa propinsi-propinsi tersebut memiliki daya tarik yang diminati oleh penduduk. Daya tarik dari keempat propinsi tersebut mengindikasikan bahwa banyaknya penduduk yang berharap memiliki kehidupan atau pekerjaan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya. Jawa Barat dan Riau adalah dua propinsi yang nampaknya cukup berkembang pesat ditandai dengan banyaknya angkatan kerja yang masuk. Berbeda dengan DKI Jakarta dan Kalimantan Timur yang sudah jelas diminati sebagai tempat mencari pekerjaan yang lebih layak. DKI Jakarta sebagai pusat ibukota negara sedangkan Kalimantan Timur dengan potensi alamnya sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tingkat migrasi netto yang positif menandakan bahwa faktor penarik migrasinya cukup tinggi sehingga mendorong angkatan kerja untuk bermigrasi. Secara umum dalam rentang waktu 30 tahun, terjadi peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada setiap propinsi di Indonesia. Propinsi Riau, Jambi, Kepulauan Riau, Banten, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara memiliki perkembangan PDRB yang terus meningkat. Selain itu faktor perbedaan upah antara satu propinsi dengan propinsi lain mendorong perpindahan penduduk. Propinsi-propinsi yang memiliki proporsi penduduk migran positif cenderung memiliki tingkat upah minimum yang terus meningkat secara siginifikan dalam 30 tahun terakhir. Pengembangan propinsi baru di Indonesia membawa cerita tersendiri pada sejarah desentralisasi Indonesia. Propinsi-propinsi baru tidak memberikan jaminan adanya peningkatan yang signifikan dalam pertumbuhan ekonomi maupun kesejahteraan warganya. Terlihat bahwa dalam 30 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi maupun upah di Kepulauan Riau lebih tinggi dibandingkan dengan Gorontalo maupun Bangka Belitung. Faktor keberhasilan pemerintah daerah mengelola propinsinya, mampu menarik penduduk dari propinsi lain untuk mencari “ladang” penghidupan baru dan lebih baik. Ceteris paribus, melihat tingginya pendapatan regional yang tinggi secara implisit menandakan bahwa adanya peluang lapangan pekerjaan maupun upah atau gaji yang lebih tinggi. Propinsi Sumatra Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sulsel, Gorontalo, Maluku yang memiliki proporsi penduduk migran negatif menandakan tingginya penduduk yang memilih keluar dari propinsi sebelumnya dan mencari propinsi lain yang memiliki prospek penghidupan lebih baik. Keenam propinsi tersebut memiliki peningkatan PDRB yang cukup rendah begitu pula dengan peningkatan upah minimum yang lebih rendah dibandingkan propinsi-propinsi lainnya. Investasi juga berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan melalui transmisi pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Seberapa besar kapital/investasi ditanamkan akan mempengaruhi tingkat penyerapan pekerja. Secara umum, investasi memiliki tujuan untuk meningkatkan kapasitas seperti perluasan pabrik atau penambahan mesin untuk mempermudah pekerjaan pekerja, dll. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTDB) direpresentasikan sebagai investasi yang mampu meningkatkan produksi dan diasumsikan bersifat substitusi terhadap pekerja. Faktor tersebut di setiap propinsi akan mendorong adanya perluasan kapasitas pabrik dengan teknologi yang lebih canggih dalam pemrosesan produksi. Peningkatan investasi pada suatu daerah akan meningkatkan permintaan angkatan kerja di daerah tersebut. Kapital yang bersifat jangka panjang seperti mesin, pabrik lebih cenderung memiliki sifat input substitusi terhadap pekerja dan hal tersebut tidak dapat dipastikan oleh angkatan kerja migran hingga para migran sampai dan melihat tingkat penyerapan pekerjanya. Rangkuti (2009) menuliskan bahwa berdasarkan Agesa (2001), proses migrasi terkait pada aspek ekonomi dan non-ekonomi. Begitu pula dengan teori yang dikemukakan oleh Todaro dan Harris bahwa ekspektasi perbedaan upah antara pedesaan dan perkotaan memotivasi untuk terjadinya migrasi. Nuryana (1997) juga menjelaskan satu teori disamping teori Todaro yaitu teori human capital yang diperkenalkan oleh Sjaastad (1962). Sjaastad mengatakan bahwa migrasi desa-kota hanya terjadi atau hanya dapat dilakukan oleh individu tertentu yang memiliki sufficient human capital seperti tingkat pendidikan tinggi, sehingga karena kualifikasinya bisa menembus persyaratan ketat sektor moderen-kota. Perbedaan antara desa-kota mendorong perpindahan penduduk dari desa ke kota, yang biasa disebut urbanisasi. Beberapa provinsi menarik bagi para migran karena memiliki prospek ketenagakerjaan dan memberi kenyamanan untuk ditempati : Riau, Jambi, Banten, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Persentase Migran Risen Neto antar Pulau di Indonesia, 1980-2005 1990 1995 2000 2005 Sumatra 53,85 6,52 -12,50 0,14 -3,15 Jawa -63,36 -18,75 6,36 -2,87 -3,06 Kalimantan 8,36 8,47 4,30 2,89 -0,33 Sulawesi 3,11 0,53 0,85 0,32 2,15 Kepulauan Lain -2,07 3,24 1,00 -0,47 4,39

Urbanisasi Sehubungan dengan pertambahan penduduk Indonesia yang cepat maka kota-kota besar pun mempunyai penduduk yang besar pula. Tahun 1971 sekitar 17,4% penduduk tinggal di perkotaan, menjadi 43,1% tahun 2005 dan diperkirakan akan mencapai 64,2% tahun 2020 Migrasi desa-kota berpengaruh pada perluasan sektor jasa dan informal

Angka Urbanisasi Indonesia 1971-2025

Faktor Yg Mempengaruhi Urbanisasi Pull factor yang demikian besar dari kota-kota dibandingkan perdesaan ditambah persentase penduduk terbesar ada di daerah perdesaan. Tekanan sosial ekonomi penduduk dan menyempitnya lapangan kerja di perdesaan Anggapan kota yang selalu memungkinkan seseorang untuk pengembangan diri secara cepat. Hal ini sering bertolak belakang dengan kenyataan.

Masalah yang Ditimbulkan Adanya Urbanisasi yang Cepat Penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan Perluasan daerah kumuh dan daerah informal di perkotaan  pertanahan, administrasi kependudukan, kriminalitas, status kesehatan, status pendidikan, air tanah dll. Pendatang yang tak mempunyai keahlian atau mempunyai sedikit keterampilan yang sama sekali lain dari yang dibutuhkan di kota. Pembekalan untuk hidup di kota tak cukup didapatkan. Walaupun pendatang mempunyai motivasi yang kuat untuk mengembangkan dirinya di kota tetapi kenyataannya kota sendiri belum siap menerimanya.

Jumlah Penduduk Perkotaan di 12 Kota Besar di Indonesia, 2010 Jakarta 9,607,787 Surabaya 2,765,487 Bandung 2,394,873 Bekasi 2,334,871 Medan 2,097,610 Tangerang 1,798,601 Depok 1,738,570 Semarang 1,555,984 Palembang 1,455,284 Makassar 1,338,663 Tangerang Selatan 1,290,322 Batam 1,137,894 diproyeksikan sekitar 60% penduduk yang tinggal di perkotaan berada di Jawa Pada tahun 2025.

7 Metropolitan Area di Indonesia Metropolitan Regions (Daerah Inti) Daerah Sekitarnya Mebidang (Medan Binjai Deli Serdang) Kota Medan Kab. Deli Serdang Kota Binjai Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi) Kota Jakarta Kab. Bogor Kab. Bekasi Kota Bogor Kota Bekasi Kota Depok Kab. Tangerang Kota Tangerang Bandung Raya Kota Bandung Kab. Bandung Kab. Sumedang Kota Cimahi Kedungsepur (Kendal Ungaran Semarang Purwodadi) Kota Semarang Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Kendal Gerbangkertosusila (Gresik Bangkalan Mojokerto Surabaya Sidoarjo Lamongan) Kota Surabaya Kab. Sidoarjo Kab. Mojokerto Kab. Gresik Kab. Bangkalan Kab. Lamongan Kota Mojokerto Mamminasata (Makasar Maros Sungguminasa Takalar) Kota Makasar Kab. Takalar Kab. Goa Kab. Maros Sarbagita (Denpasar Badung Gianyar Tabanan) Kota Denpasar Kab. Badung Kab. Gianyar Kab. Tabanan

Proporsi Penduduk Perkotaan (Angka Urbanisasi) menurut Provinsi di Indonesia

Proyeksi Angka Urbanisasi Proyeksi Urbanisasi Tahun 2000-2025 Menurut Provinsi Jumlah penduduk perkotaan meningkat antara 20-40 persen.

Mobilitas Non Permanen Mobilitas non permanen seringkali dibahas dalam lingkup mikro Belum ada data nasional, tetapi SUPAS 2005 atau Sakernas 2007 sudah memasukkan data mobilitas non permanen khusus pekerja (lihat tabel berikut) Bagaimana mencatat mobilitas non permanen sehingga hak-hak dasar mereka terpenuhi. Kenyataan bahwa mobilitas non permanen menunjukkan peningkatan terutama mobilitas desa-kota

Faktor penyebab mobilitas non permanen Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terutama antar Perkotaan dan Pedesaan Kelangkaan Pekerjaan di sektor pertanian dan Kepemilikan Tanah Kelangkaan Fasilitas Pelayanan Sosial (Pendidikan, Kesehatan dll) Peningkatan Harga tanah dan biaya hidup di kota, dll Revolusi Colt (hugo & Hull, 1987) Peningkatan sarana dan prasarana transportasi dan proses industrialisasi

Jumlah Penduduk yang melakukan Ulang Alik di 7 Daerah Metropolitan di Indonesia Metropolitan Area # Population # Commuters % Commuters Mebidang 3 866 226 319 683 9.24 Jabodetabek 23 673 955 2 659 561 12.36 Jakarta 8 860 381 1 092 538 13.45 Bodetabek 14 813 574 1 567 023 11.70 Bandung Raya 7 173 726 486 479 7.45 Kedungsepur 4 253 420 162 437 4.15 Gerbangkertosusila 8 619 447 288 582 3.65 Mamminasata 2 314 981 134 863 6.52 All of Metropolitans 49 901 755 4 051 605 8.93

Migrasi Internasional Migrasi Internasional dari Indonesia didominasi overseas contract workers ke Arab audi, Malaysia, Singapura, Taiwan, Hongkong dan Korea Teori Migrasi vs gender teori : migrasi didominasi oleh laki-laki, berumur produktif dan karena alasan ekonomi Kenyataan terjadi peningkatan migran perempuan baik alasan pribadi, keluarga, pendidikan, mengungsi, selain ekonomi. 7/4/2009

Masalah Migrasi Internasional Pelecehan, penipuan, upah tidak dibayar pengingkaran kontrak dll (sejak dari proses perekrutan, pemberangkatan, di negara tujuan sampai kembali pulang) Belum ada MoU antara Indonesia dengan negara-negara tujuan kecuali Malaysia Belum ada perlindungan maksimal bagi buruh migran Internasional

Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (2006-2012)

Penempatan TKI Luar Negeri 10 Propinsi Terbesar Penempatan TKI Luar Negeri 10 Negara Terbesar Penempatan TKI

Situasi bidang mobilitas saat ini mobilitas antar daerah tetap meningkat hanya di beberapa daerah terjadi penurunan Peningkatan konsentrasi penduduk di perkotaan peningkatan mobilitas non permanen peningkatan mobilitas internasional peningkatan arus mobilitas tenaga kerja dari luar negeri

Isu pembangunan saat ini peningkatan mobilitas non permanen perlu penyediaan berbagai fasilitas sosial, ekonomi, budaya dan administrasi dll penataan wilayah penyangga migrasi internasional perlindungan hukum, kualitas keluarga migran, kesehatan reproduksi, sistem penggajian untuk TKA dll

KEBIJAKAN MOBILITAS PENDUDUK ANTAR WILAYAH KE DEPAN Umumnya kebijakan kependudukan dapat bersifat langsung (direct) dan tidak langsung (indirect) Ada 3 pendekatan dlm kebijakan mobilitas penduduk 1. Merangsang perpindahan penduduk  migrasi spontan 2. Menghambat perpindahan penduduk  Jakarta kota tertutup 3. Mengarahkan perpindahan penduduk sesuai kepentingan nasional : transmigrasi, pertumbuhan pusat-pusat ekonomi, rekayasa sosial, ekonomi, fisik dan demografi

Kebijakan Penyerasian Kependudukan Pengarahan mobilitas penduduk untuk : menumbuhkan kondisi kondusif bagi terjadinya migrasi internal yang harmonis; memberikan perlindungan penduduk yang terpaksa pindah karena keadaan (pengungsi); memberikan kemudahan, perlindungan dan pembinaan terhadap para migran internasional dan keluarganya; menciptakan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan; mengendalikan kuantitas penduduk disuatu daerah/wilayah tertentu; mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru; memperluas kesempatan kerja produktif; meningkatkan ketahanan nasional.

Untuk menangani Mobilitas Penduduk PP No 57 tahun 2009 Untuk melakukan kebijakan pengarahan mobilitas penduduk diperlukan GRAND DESIGN Mobilitas Penduduk dengan memperhatikan : arah, volume, tujuan pelaku mobilitas Karakteristik pelaku mobilitas penduduk daya dukung dan daya tampung lingkungan arah pembangunan masing-masing daerah Identifikasi : kelembagaan : siapa berbuat apa.

TERIMA KASIH…..HATUR NUHUN