PERLINDUNGAN KORBAN DALAM REGULASI DR. Eva Achjani Zulfa.,S.H.,M.H.
Siklus Pemikiran tentang Perlindungan Korban Tidak ada pembedaan sekat pidana dan perdata, kejahatan diterjemahkan sebagai perbuatan yang merugikan korban dan mekanismre penyelesaian berhadapan langsung Kejahatan dianggap ebagai pelanggaran ketertiban sosial, negara mengambi peran sebagai lembaga penjaga dan wakil masyarakat berhadapan dengan pelaku, korban terabaikan Offender Oriented Korban + Pelaku
Posisi Korban dalam SPP Konventional Korban termarjinalkan Korban tidak memiliki legal standing dalam sistem peradilan Posisi korban tidak lebih dari sekedar saksi dan alat bukti
SPP Rezim “Perlindungan Korban” Merupakan pergeseran paradigma SPP dari offender oriented menjadi “victim oriented” Masalahnya adalah apakah SPP sudah diwadahi oleh sejumlah regulasi yang memadai?”
Deklarasi perlindungan korban 1985 Paradigma Baru Upaya Perlindungan Korban dalam SPP Dalam Intrumen HAM Internasional Perlindungan Korban DUHAM ICCPR ICC CRC CAT CEDAW Deklarasi perlindungan korban 1985
Konvensi ini lahir dari keprihatinan terhadap: Deklarasi Prinsip-Prinsip Dasar Keadilan bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan 1985 Konvensi ini lahir dari keprihatinan terhadap: jutaan orang di seluruh dunia menderita kerugian sebagai hasil kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan dan bahwa hak-hak korban tersebut belum diakui secara memadai, korban kejahatan dan korban penyalahgunaan kekuasaan, dan juga sering keluarganya, saksi dan orang lain yang membantu mereka, adalah tidak adil mengalami kerugian, kerusakan atau cedera dan bahwa mereka mungkin, di samping itu,mengalami kesulitan ketika membantu dalam penuntutan pelanggar,
Pergeseran definisi Korban Korban secara langsung dari tindak pidana; (orang yang secara individu atau kolektif, telah menderita kerugian, termasuk luka fisik atau mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomi atau gangguan fundamental hak-hak mereka, melalui tindakan atau kelalaian yang merupakan pelanggaran pidana hukum operasi dalam Anggota Negara, atau termasuk dalam hukum pidana Korban tidak langsung: Keluarga dan saksi yang secara tidak langsung mengalami kerugian atas tindak pidana yang terjadi
Akses terhadap keadilan dan perlakuan yang adil Inti dari per lindungan bagi korban adalah memberikan akses pada korban kedalam mekanisme peradilan dan untuk mendorong ganti rugi, sebagaimana diatur oleh undang-undang nasional, atas kerugian yang mereka milik derita. Hal ini dapat dipenuhi bila mekanisme yudisial dan administratif harus dibentuk dan diperkuat jika diperlukan untuk memungkinkan para korban untuk mendapatkan ganti rugi melalui prosedur formal atau informal yang cepat, adil, murah dan diakses. Para korban harus diberitahu tentang hak mereka dalam mencari ganti rugi melalui mekanisme tersebut.
Respon dari proses peradilan dan administratif untuk kebutuhan korban: Menginformasikan korban peran dan ruang lingkup, waktu dan kemajuan dari proses dan disposisi kasus mereka, terutama di mana kejahatan berat yang terlibat dan di mana ereka telah meminta informasi tersebut; memungkinkan pandangan dan kekhawatiran korban didengarkan dalam sistem peradilan dan dipertimbangkan pada tahap yang sesuai dari proses tanpa mengurangi hak terdakwa dan berjalannya sistem peradilan pidana yang;
Respon dari proses peradilan dan administratif untuk kebutuhan korban: Pelaku atau pihak ketiga bertanggung jawab atas perbuatan mereka termasuk kerugiannya, membuat restitusi yang adil bagi korban, keluarga atau tanggungan mereka. Restitusi tersebut harus mencakup pengembalian harta atau pembayaran untuk merugikan atau kerugian yang diderita, penggantian biaya yang dikeluarkan sebagai akibat dari korban, penyediaan layanan dan pemulihan haknya
Respon dari proses peradilan dan administratif untuk kebutuhan korban: Memberikan bantuan yang tepat kepada korban selama proses hukum; Mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan kerugian korban, melindungi mereka privasi, bila diperlukan, dan menjamin keamanan mereka, serta bahwa mereka keluarga dan saksi atas nama mereka, dari intimidasi dan pembalasan dendam; Menghindari penundaan yang tidak perlu pelaksanaan perintah atau keputusan terkait dengan kepentingan para korban. Mekanisme informal untuk penyelesaian sengketa, termasuk mediasi, arbitrase dan peradilan adat atau praktek adat, harus dimanfaatkan mana yang tepat untuk memfasilitasi dan meng-konsiliasi ganti rugi bagi korban.
Intrumen HAM Lainnya Secara umum perlindungan korban sebagaimana dalam deklarasi 1985 mmebutuhkan penjelasan lebih lanjut yang umumnya dapat merujuk pada upaya perlindungan korban dengan pendekatan HAM Adanya kekhususan pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu seperti perempuan dan anak yang bila dalam posisi sebagai korban membutuhkan suatu bentuk penanganan khusus yang merujuk pada kovenan terkait
Regulasi di Indonesia: Apakah sudah mendukung rezim perlindungan korban KUHAP KUHP UU 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Ham Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan PP Penganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Undnag-Undang Sistem Peradilan pidana Anak No.11 Tahun 2012
Rezim KUHAP dan KUHP Pola pemikiran tentang korban bailk dalam KUHAP dan KUHP masih bersandar pada pemikiran SPP yang konvensional Tidak ada perlindungan yang diberikan khusus kepada korban selain dari: Inisiatif dan “kebaikan hati”, JPU Penggabungan perkara perdata dan pidana untuk menuntut dan mengganti kerugian Korban Kebaikan hakim untuk menerapkan Passal 14d apabila pidananya adalah percobaan.
Bila Jaksa dan Hakim tidak “berbaik hati” Tidak ada jaminan atas penggantrian kerugian bagi korban Kepentingan korban terlupakan
UU Perlindungan Saksi dan Korban Definisi Korban : seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana Perlindungan korban adalah sebagai saksi untuk mengungkap kejahatan yang diketahuinya dalam rangka penegakan hukum pidana. Dalam arti lain kasusnya berjalan, tidak berhenti. (Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban)
Korban dalam Pelanggaran Ham Berat : Fokus perhatian LPSK Data: LPSK telah melayani korban pelanggaran ham berat 1965 lebih dari 150 orang berupa bantuan medis dan psikologis, serta masih ada 200 an orang yang dalam tahap permohonan Perlindungan yang diberikan: Medis Psiko-sosial Kompensasi Restitusi (tidak hanya pelanggaran ham berat, korban tindak pidana perdagangan orang juga berhak untuk mengajukan restitusi) LPSK…. Sibuuuuk
Perubahan Paradigma Kerja LPSK: Perlindungan Korban UU 26/2000 UU 24/2003 UU 23/2002 KUHAP KUHP dll
Kerja LPSK LPSK PENGADILAN KEPOLISIAN KPK KEJAKSAAN BAPAS p2tpa Lain-lain
Kebijakan Penanganan Korban Jaring laba-laba yang luas yang luas yang harus dibangun LPSK Keterbukaan organisasi dan biro-biro dibawahnya Koordinasi dan kerja LPSK dengan lembaga lain menjadi penting untuk memberikan perlindungan kepada saksi dan korban secara luas dan menyeluruh.