Athik Dwi Prastiwi D
Menurut At-Taftazani, tasawuf falsafi mulai muncul dalam Islam sejak abad keenam Hijriyah. Sejak itu, tasawuf ini terus hidup dan berkembang, terutama di kalangan para sufi yang juga filosof. Meskipun adanya pemaduan antara tasawuf dan filsafat dalam ajaran tasawuf falsafi ini, orisinalitasnya sebagai tasawuf tetap dan tidak hilang. Sebab, para tokohnya tetap berusaha menjaga kemandirian ajaran aliran mereka, terutama bila dikaitkan dengan umat Islam.
Ibnu khaldun, sebagaimana yang telah dikutip oleh At- Taftazani, dalam karyanya Al-Muqaddimah, menyimpulkan bahwa ada empat objek utama yang menjadi perhatian para filosof : Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta introspeksi diri yang timbul darinya.
o Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluarbiasaan. Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar. Selain karakteristik umum di atas, tasawuf filosofis mempunyai beberapa karakteristik secara khusus, diantaranya : Pertama, tasawuf ini banyak mengonsepsikan pemahaman ajaran-ajarannya dengan menggabungkan antara pemikiran rasional-filosofis dan perasaan.
Keempat, para penganut filosofis ini selalu menyamarkan ungkapan-ungkapan tentang hakikat realitas-realitas dengan berbagai simbol atau terminologi. Diantara tokoh-tokoh tasawuf falsafi adalah Ibn ‘Arabi, Al- Jili, Ibn Sab’in, dan Ibn Masarrah.
Setelah berusia 30 tahun, beliau mulai berkelana ke berbagai kawasan Andalusia dan kawasan Islam bagian barat. Seseorang yang yang mempengaruhi ajaran-ajaran Ibn ‘Arabi diantaranya adalah deretan guru-gurunya, seperti Abu Madyan Al-Ghauts At-Talimsari dan Yasmin Musyaniyah (seorang wali dari kalangan wanita).
Masyahid Al-Asrar, Mathali’ Al-Anwar Al- Ilahiyyah, Hilyat Al-Abdal, Kimiya’ As- Sa’adat, Muhadharat Al-Abrar, Kitab Al- Akhlaq, Majmu’ Ar-Rasa’il Al-Ilahiyyah, Mawaqi’ An-Nujum, Al-jam’ wa At-Tafshil fi Haqa’iq At-Tanzil, Al-Ma’rifah Al-Ilahiyyah, dan Al-Isra’ ila Maqam Al-Atsna.
Menurut Ibn Taimiyah, wahdat al-wujud adalah penyamaan Tuhan dengan alam. Menurut penjelasnya, orang-orang yang mempunyai paham wahdat al-wujud mengatakan bahwa wujud itu sesungguhnya hanya satu dan wajib al-wujud yang dimiliki oleh Khaliq juga mungkin dimiliki oleh makhluk. Selain itu, orang-orang yang mempunyai paham wahdat al-wujud itu juga menyatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud Tuhan, tidak ada perbedaan.
Kedua, wujud Haqiqah Muhammadiyah sebagai emanasi pertama dari wujud Tuhan dan dari sini muncul segala yang wujud dengan proses tahapan-tahapannya. Dengan demikian, Ibn ‘Arabi menolak ajaran yang mengatakan bahwa alam semesta ini diciptakan dari tiada. Ibn ‘Arabi kadang menyebut hakikat ini dengan Quthb atau kadang pula menyebutnya dengan ruh al-khatam.
Haqiqah Muhammadiyah Dari konsep wahdat al-wujud, muncul lagi dua konsep yang merupakan cabang dari wahdat al-wujud, yaitu al-hakikat al- muhammadiyah dan wahdat al-adyan.
Solihin, M, dan Anwar, Rosihon, 2008, Ilmu Tasawuf, Bandung: CV Pustaka Setia wordpress.com/2010/11/2 9/tasawuf-falsafi/