HUKUM ACARA PERDATA PERADILAN SYARIAT ISLAM DI NANGGORO ACEH DARUSALAM Oleh: Dr. Gemala Dewi, SH., LL.M
Keberlakuan Syariat Islam di Indonesia Alasan sejarah dimana Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 (berdasarkan catatan Marcopollo) atau sekitar abad ke-11 berdasarkan prasasti yang ada di Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwasanya Islam telah mengakar di Indonesia sejak lama sehingga mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia. Bentuk Peradilan Islam hingga masa Kesultanan Islam, terbagi atas 3 Periode: 1). Tahkim 2). Ahlul Hilli wal Aqdi 3). Tauliyah
SEJARAH PA DI INDONESIA Masa Transisi (Vereenigde Oost Indische Compagnie/VOC) => kompendium Vrijer Masa Pemerintahan Hindia Belanda I (Teori Receptio in Complexu): Hukum Formil: Ps. 75 (3,4), Ps 78 (2) & Ps 109 RR, Stb. 1855 No.2 => Stbl 1882 no 152 = dibentuk Priester Raad Jawa & Madura, + Hukum materiel : Ps 13 S. 1820 No 22 jo. Stbl 1835 No. 58 + Kew = perkawinan, kewarisan diputus menurut Hukum Syara’.
SEJARAH PA DI INDONESIA Masa Pemerintahan Hindia Belanda II (Theorie Receptie): Stbl 1907 No.204= “diberlakukan”=> “diikuti”, Stb. 1919 No.286= “diikuti” => “memperhatikan”. Stb 1919 no.621= + Ps 75 ayat 6 = berlaku Hukum Perdata Th 1925 = RR => IS, Stbl 1925 No. 415 jo 447: Ps 78 RR => Ps 134 IS. Stb 1929 No 221=> isi Ps 134 (2) IS diubah menjadi Teori Receptie. + S.1937 No. 116 => Raad Agama & S. 1937 No. 610 => MIT di Jawa & Madura, S.1937 No. 638 & 639 KQ 7 KQB di Kalimantan Selatan & Timur. => kew kewarisan dihapus.
PERADILAN AGAMA Nama: Priesterraad, Perbedaan suasana pembentukan, sejarah pertumbuhan & Perkembangannya menyebabkan Nama & Kewenangan mengadili berbeda - beda: Di Jawa & Madura Pengaruh teori Resepsi. Nama: Priesterraad, Kewenangan: Tidak termasuk kewarisan & Wakaf. UU yang mengatur: tahun 1882. Di sebagian besar Kalsel & Kaltim Pengaruh teori Resepsi. Nama: Kerapatan Qadhi, UU yang mengatur tahun 1937. Di selain kedua tempat tsb: Nama: Mahkamah Syariah, Kewenangan: Termasuk Kewarisan & Wakaf, UU yang mengatur: PP 45 tahun 1957.
UU NO. 7/ 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA 14 Desember 1989 terjadi Perubahan mendasar pada lingkungan Peradilan Agama: PA telah menjadi Peradilan mandiri, sejajar dengan peradilan lainnya. Nama, Susunan, Wewenang & Hukum Acaranya seragam di seluruh Indonesia. Perlindungan terhadap wanita lebih ditingkatkan. Lebih memantapkan upaya penggalian berbagai asas & kaidah Hukum Islam sebagai bahan penyusunan & pembinaan hukum nasional. Terwujudnya ketentuan tentang kedudukan susunan, kekuasaan & Hukum Acara di PA pada UU Pokok Kekuasaan Kehakiman. Terlaksananya pembangunan hukum nasional berwawasan nusantara & berbhineka tunggal ika.
Hal-hal yang diamandemen: UU NO. 3/2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 7/1989 TENTANG PERADILAN AGAMA Jo. UU No, 50/2009. Hal-hal yang diamandemen: Pembinaan masalah teknis peradilan, organisasi, administrasi, & keuangan pengadilan, serta pembinaan & pengawasan hakim dilakukan oleh MA. (Pasal 5 jo Pasal 12). Ada Pengadilan Khusus dalam Peradilan Agama yaitu Peradilan Syariah Islam yg diatur dalam UU. (Tambahan Pasal 3A). Misalnya. Peradilan Syariah Islam di Prov. NAD. Tugas & wewenang PA ditambah kewenangannya di bidang infaq, zakat dan ekonomi syariah selain Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Shadaqah (Pasal 49). Asas personalitas: termasuk Orang/ Badan Hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada Hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan PA.
Cont’d Pasal 50 memberi wewenang kepada PA untuk sekaligus memutuskan sengketa milik/ keperdataan lain yang terkait dengan obyek sengketa yang merupakan kewenangan PA bila subyek sengketa antara orang-orang yang beragama Islam. PA dapat melakukan penangguhan persidangan bila obyek sengketa melibatkan pihak yang bukan subyek sengketa di PA dengan membuktikan ia telah melakukan pendaftaran gugatan di PN. Bila di antara obyek sengketa ada yang tidak terkait dengan obyek sengketa yang diajukan keberatan ke PN, maka PA dapat memutus terhadap obyek tersebut. PA memberikan itsbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah. (Tambahan Pasal 52A). Ketentuan UU No.7/1989 masih berlaku sepanjang tidak bertentangan & belum diganti berdasarkan UU ini. Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama
NAMA, STRUKTUR, DAN KEWENANGAN PERADILAN AGAMA DI INDONESIA Di Jawa dan Madura Di Kalsel dan Kaltim Diluar Jawa dan Kalimantan (PP No.45/1957) Sesudah UU No.7 Tahun 1989 Sebelum UU No.3 Tahun 2006 Nama dan Struktur Mahkamah Islam Tinggi(stbl 1937 No.116) Priester Raad (stbl 1882 No.152 & 1937 No.610) Kerapatan Qadi Besar (stbl 1937 No.639) Kerapatan Qadi (stbl 1937 No.638) Mahkamah Syariah Tingkat Provinsi Mahkamah Syariah P.T.A P.A. M.A. PTA MSP P.A. M.S. Kewenangan Tidak termasuk kewarisan dan perwakafan Termasuk kewarisan dan perwakafan Perkawinan, kewarisan, hibah, wasiat, sadaqah & perwakafan Perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sedekah dan ekonomi syariah
Dasar Berlakunya Peradilan Syariah Alasan penduduk. Menurut sensus, 90% penduduk Indonesia adalah Islam, sehingga jelas mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam. Hal tersebut menyebabkan syariat Islam mudah diterima di Indonesia. alasan yuridis dimana hukum Islam yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, menjadi hukum positif yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.
PELIMPAHAN KEWENANGAN Ketua Mahkamah Agung mengeluarkan Keputusan Nomor KMA/070/SK/X/2004, yang pada pokoknya pelimpahan sebagian kewenangan dari Peradilan Umum di Provinsi Aceh kepada Mahkamah Syar'iyah Provinsi di Provinsi Aceh perkara-perkara mu’amalah (perdata) dan jinayah (pidana) bagi subjek hukum yang beragama Islam dan perkara- perkara yang telah ditetapkan dalam Qanun Provinsi Aceh.
QANUN Prov.NAD No.10/2002 tentang Peradilan Syariat Islam (PSI) bahwa Undang-undang Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, menetapkan Mahkamah Syar'iyah sebagai Peradilan Syariat Islam dengan kompetensi absolut meliputi seluruh aspek Syariat Islam yang akan diatur dengan qanun. Syariat Islam dalam tatanan hukumnya menjangkau seluruh aspek Syariat Islam, (hukum publik maupun privat). Maka kewenangan atau kekuasaan Peradilan Syariat Islam yang akan ditetapkan dengan Qanun harus mencakup seluruh aspek hukum yang telah ada ketentuannya dalam Syariat Islam.
Peradilan Syariat Islam (PSI) Dalam Qanun ini hanya ditentukan secara garis besar bidang-bidang hukumnya. Hukum Syariatlah yang menjadi kekuasaan Peradilan Syariat Islam, sedangkan rumusannya secara lengkap dan rinci akan diatur dalam Qanun tersendiri yang menetapkan hukum materil dan hukum formil. Agar tidak terjadi kevakuman selama Qanun tentang hukum materil dan hukum formil belum diundangkan, maka Peradilan Syariat Islam dapat segera dilaksanakan dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang sudah ada dan masih berlaku serta tidak bertentangan dengan Syariat Islam.
Peradilan Syariat Islam (PSI) PSI merupakan bagian dari sistem Peradilan Nasional yang dibentuk dengan Qanun. (Pasal 1 & 2). Agar tidak terjadi dualisme dalam pelaksanaan PSI, maka PA yang telah ada di NAD dialihkan menjadi lembaga PSI. (Pasal 2 (3) jo Pasal 58 (1)). Hirarki PSI (Pasal 3 jo 4): Mahkamah Syar’iyah Kab/Kota Mahkamah Syar’iyah Prov (MSP) Ibukota Prov. Mahkamah Agung. Dimungkinkan adanya hakim ad.hoc. utk menyelesaikan kasus yang memerlukan keahlian khusus (Pasal 8). Hakim ad. Hoc diangkat oleh gubernur dengan persetujuan DPRD atas usul MSP (Penj. Pasal 8 (3) ).
Peradilan Syariat Islam (PSI) Biaya proses persidangan, sesuai ketentuan Pasal 81A UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, setiap perkara perdata ditanggung oleh yang berperkara, sedangkan perkara pidana harus dibebankan kepada negara.
Perkembangan Hukum acara perdata di Aceh Hukum acara perdata sejauh ini tidak ada masalah, karena dapat menggunakan hukum acara perdata yang berlaku bagi lingkungan peradilan umum untuk hal-hal yang belum diatur secara khusus dalam UU Nomor 7 Tahun 1989 dan peraturan perundang- undangan lainnya. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan dalam pasal 54 UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
Pasal 132 (2) UU No. 11 Tahun 2006 (TTg Pemerintahan Aceh) Hukum Acara yg berlaku pd MS pepanjang yg mengenai Ahwal Asy-Syakhsiyah dan Muamalah adalah Hukum Acara segmn yg berlaku pd pengadilan dlm lingkungan PA kec yg diatur ecr khusu dlm UU ini. Hukum Acara yg berlaku pdMS sepanjangmengenai Jinayah adl Hk Acara ebgmn yg berlaku pd pengadilan dlm lingk PU kec yg diatur scr khusus dlm UU ini.
Pasal 58 (2) Qonun NAD No. 10 Tahun 2002 (ttg Peradilan Syariat Islam) Sepanjang Qonun mengenai hk materiil dan formil sbgmn diatur dlm Ps 49, Ps 53 dan Ps 54 belum ada, maka perkara perdata, pidana dan sengketa TUN diselesaikan bdsrkn per UU yg berlaku.
Kewenangan bidang muamalah (Perdata) di Aceh meliputi kebendaan dan perikatan seperti: 1) jual beli, hutang piutang 2) qiradh (permodalan) 3) musaqah, muzara’ah, mukhabarah (bagi hasil pertanian) 4) wakilah (kuasa), syirkah (perkongsian) 5) ariyah (pinjam meminjam), hajru (penyitaan harta), syuf’ah (hak langgeh), rahnu (gadai) 6) ihya’u al-mawat (pembukaan tanah), ma’adin (tambang), luqathah (barang temuan) 7) perbankan, ijarah (sewa menyewa), takaful 8) perburuhan 9) harta rampasan 10) waqaf, hibah, sadaqah, dan hadiah.
Kekuasaan & Wewenang PSI (Pasal 49 Qonun No. 10/2002): Al Ahwal al Syakhsiyah: hukum keluarga. Muamalah: termasuk perbankan, perburuhan, takaful, wakaf, hibah, shadaqah). Jinayah: Hudud: Zina, menuduh berzina, mencuri, merampok, minuman keras, NAPZA, murtad dan pemberontakan. Qishas/ Diyat: Pembunuhan dan Penganiayaan Ta’zir: Hukuman selain Hudud dan Qishas seperti judi, khalwat, meninggalkan sholat fardu dan puasa ramadhan.
Qanun Qanun No.11 th 2002 ttg Syari’at Islam bidang Aqidah, Ibadah dan Syi’ar Islam Qanun No.12 th 2003 ttg Minuman Khamar dan sejenisnya Qanun No.13 th 2003 ttg Maisir (Perjudian) Qanun No.14 thn 2003 ttg Khalwat (Mesum)
Qanun Jinayat (Pidana) Raqan (Rancangan Qanun) tentang jinayat pertama disahkan tahun 2009. Perda yang mengatur hukum pidana Islam atau Qanun Jinayat ini disetujui secara aklamasi dalam sidang parpurna DPRA yang dihadiri oleh 22 dari 69 anggota parlemen Aceh. Sebelumnya, empat fraksi DPRA telah menyampaikan pendapat akhir mereka dan sepakat untuk menerima rancangan perda syariah itu. Ancaman hukuman pidana dalam Qanun Jinayat kepada pelaku pelanggaran syariat Islam di Aceh beragam mulai 10 hingga 200 kali cambuk. Ada juga hukuman denda mulai 200 hingga 2.000 gram emas murni atau 20 bulan sampai 200 bulan penjara. Hukuman paling ringan untuk pelaku mesum, sedangkan ancaman hukuman terberat ialah terhadap pemerkosa anak.
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah mengesahkan rancangan qanun (peraturan daerah) mengenai jinayat atau hukum pidana Islam pada Jumat (26/9/2014). Raqan atau rancangan qanun tersebut merupakan perubahan dari pengesahan pada September 2009. Hukum Acara Jinayat diatur dalam Qonun No. 7 Tahun 2013. Adapun raqan jinayat tahun 2014 mengatur lebih detil mengenai tindakan pidana apa saja yang dapat dikenai sanksi.
Tantangan Penerapan syariat Islam di Aceh Aceh merupakan daerah yang mendapat legitimasi untuk menerapkan syariat Islam, sehingga membuat hukuman pidana Islam ditetapkan bukan sekedar simbolis saja, seperti hudud, qishah, dan ta’zir terhadap pelaku maksiat dan kriminalitas. Namun yang menjadi tantangan selanjutnya bagi masyarakat Aceh dalam mempertahankan syariat Islam adalah berlakunya hukum barat di Indonesia, serta kurangnya minat para ulama dan ahli hukum di Indonesia dalam mengkaji secara mendalam dan terarah mengenai syariat Islam dan keberlakuannya di dalam tatanan hukum nasional Indonesia pada umumnya serta di dalam hukum Aceh pada khususnya.
Terima kasih!