Akad Pemberian Kepercayaan HUKUM PERDATA ISLAM
Macam Akad Pemberian Kepercayaan Wadi’ah (titipan) Rahn (barang jaminan) Wakalah (perwakilan) Kafalah (tanggungan) Hiwalah (Pengalihan utang)
DASAR HUKUM Al Qur’an Hadits Rasul Ijtihad, di Indonesia, antara lain: UU Perbankan Syariah Pasal 19, 20, dan 21 PBI No. 10/16/PBI/2008 ttg Perubahan Atas PBI No. 9/19/PBI/2007 ttg Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah PBI No. 10/17/PBI/2008 ttg Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Fatwa-fatwa DSN Fatwa DSN No. 10/DSN-MUI/IV/2000 ttg Wakalah Fatwa DSN No. 11/DSN-MUI/IV/2000 ttg Kafalah Fatwa DSN No. 12/DSN-MUI/IV/2000 ttg Hawalah Fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002 ttg Rahn KHES (Peraturan MA No.2/2008)
Produk dan jasa Bank Syariah Penghimpunan Penyaluran Jasa keuangan Prinsip jual beli Murabahah Istishna Salam Prinsip wadiah Giro Tabungan Wakalah Kafalah Hiwalah Rahn Qardh Sharf Prinsip bagi hasil Mudharabah Musyarakah Prinsip mudharabah Deposito Tabungan Ujroh Ijarah Ijarah Muntahiah Bitamlik
1. Wadi’ah (Titipan) Secara etimologi menempatkan sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya untuk dipelihara. Secara terminologi: Ulama Hanafi: Mengikut sertakan orang lain dalam memelihara harta, baik dengan ungkapan yang jelas, melalui tindakan, maupun melalui isyarat. Ulama Maliki, Syafi`i, dan Hambali (Jumhur ulama): Mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu. Wadi`ah : menitipkan sesuatu harta atau barang pada orang yang dapat dipercaya untuk menjaganya. KHES Pasal 20 angka 17: penitipan dana antara pihak pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut.
Dasar Hukum Wadi’ah a) Al-Qur`an Q.S. an-Nisa (4): 58 Q.S. al- Baqarah (2): 283. b) Hadits Rasul: Serahkanlah amanah orang yang mempercayai engkau, dan jangan kamu mengkhianati orang yang telah mengkhianati engkau.” (HR Abu Daud, at-Tirmizi dan al-Hakim). c) Ijtihad: Para ulama fikih sepakat akad wadi`ah (titipan) boleh dan disunatkan, dalam rangka saling menolong antara sesama manusia. Sejak zaman Nabi SAW hingga generasi-generasi berikutnya, akad wadi`ah telah menjadi ijma` amali (consensus dalam praktek) bagi umat dan tidak ada ulama yang mengingkarinya.
Ketentuan Wadi’ah Status wadi`ah ditangan orang yang dititipi bersifat amanah, sehingga seluruh kerusakan yang terjadi selama penitipan barang tidak menjadi tangung jawab orang yang dititipi, kecuali kerusakannya disengaja atau atas kelalaian orang yang dititipi Aqad menjadi batal apabila dalam akad wadi`ah disyaratkan bahwa orang yang dititipi dikenai ganti rugi atas kerusakan barang selama dalam titipan, sekalipun kerusakan barang itu bukan atas kesengajaan atau kelalaiannya. Pihak yang dititipkan barang tidak boleh meminta upah dari barang titipan itu
Wadi`ah amanah menjadi adh-dhaman (ganti-rugi) Barang itu tidak dipelihara secara tidak semestinya oleh orang yang dititipi. Barang titipan itu dititipkan oleh penerima titipan kepada orang lain (pihak ketiga). Barang titipan itu dimanfaatkan oleh orang yang dititipi. Orang yg dititipi mencampurkan brg yg dititipkan dgn harta pribadinya. Orang yang dititipi mencampurkan barang titipan dengan harta pribadinya, sehingga sulit untuk dipisahkan. Orang yang dititipi melanggar syarat-syarat yang telah ditentukan Barang titipan dibawa berpergian jauh (as-safar).
Wadi’ah dalam KHES Rukun dan Syarat Wadi’ah: Pasal 370-373 Macam Akad Wadi’ah: Pasal 374-375 Penyimpanan dan Pemeliharaan Wadi’ah Bih: Pasal 376-384 Pengembalian Wadi’ah Bih: Pasal 385-390
2. Rahn (Barang Jaminan) Secara etimologi tetap, kekal, dan jaminan. Ulama Maliki harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan hutang yang bersifat mengikat. Ulama Hanafi sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagian. Ulama Syafi`i dan Hambali sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang tidak bisa membayar hutangnya. Pasal 20 angka 14 KHES: penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan.
Dasar Hukum Rahn a) Al-Qur`an QS. al-Baqarah (2): 283 b) Hadits Dari Aisyah r.a menjelaskan bahwa: Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi beliau.(HR. Bukhari) c) Ijtihad Para ulama sepakat bahwa rahn boleh dilakukan dalam perjalanan ataupun tidak, asalkan barang jaminan itu bisa langsung dikuasai (al-qabdh ) secara hukum oleh pemberi piutang. Rahn dibolehkan karena banyak kemaslahatan yang terkandung didalamnya dalam rangka hubungan antar sesama manusia.
Rukun dan Syarat Rahn Syarat al-marhun bihi (utang): hak yg wajib dikembalikan kpd orang yang berutang, boleh dilunasi dengan agunan itu, jelas dan tertentu. Syarat al-marhun (barang yang dijadikan agunan): boleh dijual dan nilainya seimbang dengan utang, bernilai dan dapat dimanfaatkan, jelas dan tertentu, milik sah orang yang berutang, tidak terkait dengan hak orang lain, harta yang utuh, tdk bertebaran dalam bbrp tempat, boleh diserahkan baik materinya maupun manfaatnya. rahn sempurna bila brg yg dirahnkan scr hkm sdh di tgn pemberi utang & uang yg dibutuhkan tlh ditrm peminjam uang.
Rahn dalam KHES Rukun dan Syarat Rahn: Pasal 329-332 Penambahan dan Penggantian Harta Rahn: Pasal 333-336 Pembatalan Akad Rahn: Pasal 337-341 Rahn Harta Pinjaman: Pasal 342 Hak dan Kewajiban dalam Rahn: Pasal 343-353. Hak Rahin dan Murtahin: Pasal 354-357 Penyimpanan Harta Rahn: Pasal 358-362 Penjualan Harta Rahn: Pasal 363-369.
Penerapan Akad Rahn pada Bank Syariah Safe Deposit Box Rahn Emas: Pemberian pembiayaan oleh bank kepada nasabah dengan penyerahan jaminan dalam bentuk emas Letter of Credit: surat pernyataan akan membayar oleh bank kepada eksportir yang diterbitkan oleh bank untuk suatu perdagangan) Syariah Card: kartu yang berfungsi seperti Kartu Kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip Syariah
3. Wakalah (Perwakilan) Secara etimologi: Al-hifdh (pemeliharaan) Q.S. Ali Imron (3): 173: ..“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.” Al-Tafwidh (penyerahan), pendelegasian, atau pemberian mandat. (QS. Hud (11): 56: “Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu…”, Al Kahfi (18): 19. Menurut para fuqaha: “Pemberian kewenangan kepada pihak lain ttg apa yg harus dilakukannya dan penerima kuasa secara syar`i menjadi pengganti pemberi kuasa selama bts wkt yang ditentukan.” Pasal 20 angka 19 KHES: pemberian kuasa kepada pihak lain untuk mengerjakan sesuatu.
Dasar Hukum Wakalah a) Al-Qur`an Q.S. al-Kahfi (18): 19 Q.S. at-Taubah (9): 60 Q.S. an-Nisa (4): 35 Q.S Yusuf (12): 55 b) Hadits Dalam kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad SAW pernah mewakilkan kepada para sahabat untuk berbagai urusan. Misal: untuk membayarkan hutangnya, menetapkan hukuman-hukuman dan melaksanakannya. c) Ijtihad Para Ulama sepakat (ijma`) diperbolehkanya wakalah karena kebutuhan umat terhadapnya. Wakalah termasuk jenis ta`awun atau tolong-menolong atas dasar kebaikan dan taqwa. (QS. al Maidah (5): 2) Wakalah boleh dilakukan dengan menerima bayaran atau tanpa bayaran.
Macam Wakalah Wakalah Muqayadah (khusus), yaitu pendelegasian terhadap pekerjaan tertentu. wakil tidak boleh keluar dari wakalah yang ditentukan. Wakalah Mutlaqah, yaitu pendelegasian secara mutlak, misalnya sebagai wakil dalam berbagai pekerjaan wakil dapat melaksanakan wakalah secara luas.
Berakhirnya Wakalah Muwakkil mencabut wakalahnya kepada wakil. Sebaiknya wakil mengetahui pencabutan akad tsb. Wakil mengundurkan diri dari akad wakalah. Muwakkil meninggal dunia; akad wakalah berakhir ketika berita kematian itu sampai kepada wakil. Waktu kesepakatannya sudah berakhir. Tujuan wakalah terlaksana. Barang yang menjadi obyek wakalah tidak menjadi milik muwakkil.
Wakalah dalam KHES Rukun dan Macam Wakalah: Pasal 457-461 Syarat Wakalah: Pasal 462-464 Ketentuan Umum tentang Wakalah: Pasal 465-474 Pemberian kuasa Untuk Pembelian: Pasal 475-491 Pemberian kuasa Untuk Penjualan: Pasal 492-512 Pemberian Kuasa untuk Gugatan: Pasal 513-515 Pencabutan Kuasa: Pasal 516-525
created by Yeni Salma Barlinti Skema Wakalah created by Yeni Salma Barlinti
4. Kafalah (Tanggungan) Menurut bahasa al-dhaman (jaminan), hamalah (beban) dan za`amah (tanggungan). Menurut istilah: Menggabungkan satu dzimah (tanggung jawab) kepada dzimah yang lain dalam penagihan, dengan jiwa, utang atau zat benda. Menjadikan seseorg penjamin ikut bertanggungjawab atas tggjwb seseorg dlm pelunasan utang. Mazhab Hanafi penjamin tdk dianggap berutang & utang pihak yg dijamin tdk gugur dgn jaminan tsb. Mazhab Maliki, Syafi’i & Hambali , keduanya dianggap berutang. Pasal 20 angka 12 KHES: Kafalah adalah jaminan atau garansi yang diberikan oleh penjamin kepada pihak ketiga/pemberi pinjaman untuk memenuhi kewajiban pihak kedua/peminjam.
Dasar Hukum Kafalah a) Al-Qur`an Q.S. Yusuf (12) : 66. b) Hadits Rasul H.R. Abu Daud: ”Pinjaman hendaklah dikembalikan dan yang menjamin hendaklah membayar” H.R. Abu Daud, At-Tarmizi disahihkan Ibnu Hibban: ”..bahwa penjamin adalah orang yang berkewajiban membayar..” c) Ijtihad Ulama sepakat dengan bolehnya kafalah, karena sangat dibutuhkan dalam mu`amalah dan agar yang berpiutang tidak dirugikan karena ketidakmampuan yang berhutang.
Macam Kafalah a) Kafalah jiwa: kafalah bi al-wajhi, yaitu adanya kesediaan pihak penjamin (al-kafil, al-dhamin, atau al-za`im) untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makful lah). Tdk berlaku thd hak Allah : had b) Kafalah harta: kewajiban yang mesti ditunaikan oleh dhamin atau kafil dengan pembayaran atau (pemenuhan) berupa harta.
Macam Kafalah Harta 1. Kafalah bi al-dayn: kewajiban membayar hutang yang menjadi beban orang lain. Syaratnya: Utang tersebut bersifat mengikat/ tetap (mustaqir) pada waktu terjadinya transaksi jaminan, seperti utang qiradh, upah dan mahar. Barang yang dijamin diketahui. 2. Kafalah dengan penyerahan benda: kewajiban menyerahkan benda-benda tertentu yang ada ditangan orang lain untuk ashil (orang yg dijamin). 3. Kafalah dengan `aib: jaminan jika barang yang dijual ternyata mengandung cacat.
Kafalah dalam KHES Rukun dan Syarat Kafalah: Pasal 291-297 Kafalah Muthlaqah dan Muqayyadah: Pasal 298-302 Kafalah atas Diri dan Harta: Pasal 303-310 Pembebasan dari Akad Kafalah: Pasal 311-317
Skema Kafalah dalam Perbankan Syariah created by Yeni Salma Barlinti
5. Hiwalah/ Hawalah (Pengalihan Hutang) Akad pemindahan utang piutang satu pihak kepada pihak lain. Pasal 20 angka 13 KHES: pengalihan utang dari muhil al-ashil kepada muhal ‘alaih. Ada tiga pihak yang terlibat; Pihak yang berhutang (Muhil atau madin) Pihak yang memberi hutang (muhal /da`in) Pihak yang menerima pemindahan (muhal a`alih).
Macam Hiwalah Ditinjau dari segi obyek akad, mazhab Hanafi membagi dua, yaitu: a) Hiwalah al haq (pemindahan hak): apabila yang dipindahkan merupakan hak menuntut utang. b) Hiwalah ad dain (pemindahan utang): jika yang dipindahkan itu kewajiban untuk membayar utang. Ditinjau dari sisi lain hiwalah terbagi dua pula yaitu: a) Hiwalah muqayyadah (pemindahan bersyarat): Pemindahan tsb sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua. b) Hiwalah muthlaqah (pemindahan mutlak): Pemindahan utang yang tidak ditegaskan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua yang disebut.
Syarat utang yang dialihkan (al muhal bih) Sesuatu yang sudah dalam bentuk utang piutang yang pasti. Hiwalah mukayyadah utang pihak pertama kepada pihak kedua & utang pihak ketiga kepada pihak pertama, harus sama jumlah dan kwalitasnya. Hiwalah muthlaqah kedua utang tidak mesti sama. Kedua utang itu mesti sama waktu jatuh tempo pembayarannya. (mazhab Syafi`i).
Akibat Hukum Hiwalah Kewajiban pihak pertama untuk membayar utang kepada pihak kedua otomatis terlepas. Tp sbgn mazhab Hanafi berpendapat, kewajiban tersebut masih tetap ada selama pihak ketiga belum melunasi utangnya kepada pihak kedua karena akad itu didasarkan atas prinsip saling percaya, bukan prinsip pengalihan hak dan kewajiban. Lahirnya hak bagi pihak kedua untuk menuntut pembayaran utang kepada pihak ketiga. Menurut mazhab Hanafi, jika akad hiwalah muthlaqah terjadi karena inisiatif dari pihak pertama, maka hak dan kewajiban antar pihak pertama dan pihak ketiga yang mereka tentukan sebelumnya masih tetap berlaku, khususnya jika jumlah utang piutang antara ketiga pihak tidak sama.
Berakhirnya Akad Hiwalah Salah satu pihak membatalkan akad hiwalah sblm akad berlaku secara tetap. Pihak ketiga melunasi utang yg dialihkan itu kpd pihak kedua. Pihak kedua wafat, & pihak ketiga mrpkn ahli warisnya. Pihak kedua menghibahkanharta yang merupakan utang dalam akad hiwalah itu kpd pihak ketiga. Pihak kedua membebaskan pihak ketiga dari kewajibannya untuk membayar utang yang dialihkan itu. Ulama Hanafi : Hak pihak kedua, tidak dapat dipenuhi karena pihak ketiga mengalami bangkrut, wafat dalam keadaan bangkrut, atau dalam keadaan tidak ada bukti autentik tentang bukti hiwalah, sedangkan pihak ketiga mengingkari akad itu. Ulama Maliki, Syafi`i, dan Hambali: selama akad hiwalah sudah berlaku tetap, maka akad hiwalah tidak dapat berakhir karena hal tersebut.
Hiwalah/ hawalah dalam KHES Rukun dan Syarat Hawalah: Pasal 318-321 Akibat Hawalah: Pasal 322-328
Skema Hiwalah Muhal ‘alaih (Bank) 3. Bayar 4. Tagih 2. Invoice Muhil 1. Transaksi
Penerapan Akad Safe Deposit Box Rahn Emas: Pemberian pembiayaan oleh bank kepada nasabah dengan penyerahan jaminan dalam bentuk emas Letter of Credit: surat pernyataan akan membayar oleh bank kepada eksportir yang diterbitkan oleh bank untuk suatu perdagangan) Syariah Card: kartu yang berfungsi seperti Kartu Kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip Syariah
Akad dalam Syariah Card 1. Kafalah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian Kafalah, penerbit kartu dapat menerima fee (ujrah kafalah).
Akad dalam Syariah Card 2. Qardh; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu. 3. Ijarah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu. Atas Ijarah ini, Pemegang Kartu dikenakan membership fee.
WASSALAM ~ TERIMA KASIH ~ BAHAN UAS DARI SETELAH UTS hingga hari ini (WARIS DAN PERIKATAN)