PARADIGMA KRITIS
Dasar Pengertian “Kritis” dalam Teori Kritis (Narwaya, 2006 : 160 – 198) Ditemukan sejak jaman Renaisans (1350 – 1600). Ada pergeseran pemikiran yang merupakan babak awal dimulainya “abad rasionalitas modern”. Pergeseran ditandai dengan terbukanya masyarakat untuk menggunakan “akal rasionalnya” untuk menyuarakan pikiran kritis “Abad mitos” telah diganti dengan “Abad Logos”
Pengertian “kritik” dalam kaitan dengan teori kritis diinspirasi oleh beberapa tokoh di Frankfrut Jerman. Makna “kritis” diilhami oleh Immanuel Kant, Hegel, karl Marx dan Sigmund Freud. Mereka mengembangkan pilar dasar dan pondasi paradigma ini. Kantian (Imanuel Kant) ; Kegiatan menguji sahih tidaknya klaim – klaim pengetahuan tanpa prasangka dan dilakukan oleh rasio belaka
Hegel ; kritik sebagai “refleksi diri” atas rintangan, tekanan dan kontradiksi yang menghambat proses pembentukan diri (“menjadi sadar” atau refleksi atas asal – usul kesadaran). Marx : Kritik sebagai praksis revolusioner ang dilakukan kaum proletariat atau perjuangan kelas. Mengemansipasi diri dari penindasan Freud : kritik adalah “refleksi” baik dari individu maupun masyarakat atas konflik psikis.
Gagasan Utama dari Tradisi Kritik, Tiga Keistimewaan Pokok : Tradisi Kritis mencoba memakai sistem yang sudah dianggap benar, struktur kekuatan dan keyakinan atau ideologi – yang mendominasi masyarakat dengan pandangan tertentu. Pertanyaan yang biasa dilontarkan ; * Siapa yang boleh atau tidak boleh bicara * Apa yang boleh dan tidak boleh dikatakan * Siapa yang mengambil keuntungan dari sistem tertentu
Mencoba membuka kondisi – kondisi sosial yang menindas dan rangkaian kekuatan untuk mempromosikan emansipasi / masyarakat yang leih bebas dan lebih berkecukupan. * Memahami penindasan dalam menghapus ilusi – ilusi ideologi dan bertindak mengatasi kekuatan – kekuatan yang menindas.
Menciptakan keasadaran untuk menggabungkan teori – teori tindakan * Teori – teori kritis seringkali menggabungkan diri dengan minat – minat dari kelompok yang terpinggirkan. * Para ahli teori kritis umumnya tertarik dengan bagaimana pesan memperkuat penekanan dalam masyarakat.
Memahami Pengertian ‘Kritis’ dalam paradigma kritis Dasar berpikir teori kritis; Teori kritis ingin melontarkan kritik pada arus besar saintisme dan positivisme sebagai ideologi modern Menunjukkan bagaimana ilmu pengetahuan modern yang dilatarbelakangi oleh positivisme telah menghasilkan masyarakat yang irasional dan juga ideologis
Teori ini menurut Horkheimer merumuskan 4 karakter dialektis yang menjadi kekhasan : - Teori ini bersifat historis, dikembangkan berdasarkan situasi masyarakat yang konkrit - Dibangaun atas kesadaran penuh dan keterlibatan para pemikirnya. Teori ini terbuka terhadap segala kritik, evaluasi. - Teori ini selalu mempertanyakan segala kenyataan yang ada di balik kedok ideologis - Teori ini dibangun demi sebuah “praksis”. Dibangun untuk mendorong tranformasi masyarakat
Keragaman Tradisi Kritis Marxisme merupakan cabang induk dari teori kritis. Marx mengajarkan bahwa cara – cara produksi dalam masyarakat menentukan sifat dari masyarakat. Ekonomi adalah dasar dari semua struktur sosial
Dalam sistem kapitalis, keuntungan mendorong produksi, suatu proses yang berakhir dengan menekan buruh atau pekerja Hanya ketika pekerja menentang kelompok – kelompok dominan, cara – cara produksi dapat diubah dan kebebasan pekerja dapat dicapai.
Teori kritis ini berkembang dan multiteoris, mereka mengadopsi ide – ide Marx pada ekonomi politik. Teori kritis kontemporer melihat proses – proses yang diakibatkan oleh banyak hal. Mereka melihat struktur sosial sebagai sistem yang di dalamnya terdapat banyak faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
Frankfurt School Frankfurt School merupakan cabang kedua dari critical theory, mengacu pada kelompok filsuf Jerman ; Sosiolog, ekonom, Max Horkheimer, Theodore Adorno, Herbert Marcuse. Mereka mendirikan Institute for Social Research di Frankfurt pada tahun 1923
Penggagas ‘generasi pertama’ ; Felix Well, diantara anggota lain adalah Pollock, Carl Grunberg, Karl Wittfogel, Theodor W. Adorno, Walter Benjamin, Henryc Grossmann, Herbert Marcuse Sedangkan untuk ‘generasi kedua’ ; Jurgen Habermas.
Kemunculan Nazi di tahun 1930an, banyak akdemisi Frankfurt beremigrasi ke Amerika dan membangun institusi untuk penelitian sosial di Universitas Kolombia Setelah di sana, mereka memfokuskan pada kajian komunikasi massa dan media sebagai struktur penekan pada masyarakat kapitalis.
Teori Kritis sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik waktu itu, ketika rezim Stalinisme dan Nazisme. Dalam konteks tersebut, mendorong pemikir Frankfurt untuk melakukan upaya pembongkaran terhadap totalitarisme dan selubung ideologis yang dibangunnya.
Teori kritis adalah upaya untuk menelanjangi usaha – usaha dominasi total yang dilakukan oleh rezim dominan tersebut. Krisis masyarakat dan manusia modern selalu ditandai dengan munculnya berbagai watak budaya yang lebih mengagungkan pragatisme berpikir dan refleksi terhadap kehidupan.
Setelah kepindahannya ke Amerika, teori kritis mendapat banyak tantangan. Intelektual Amerika menganggap mereka ‘anti kapitalis’ dan sekaligus ‘anti Amerika’. Ketika itu studi tentang ekonomi politik media, analisis budaya atas teks dan studi represi khalayak serta studi ideologi komunikasi dan media massa mulai berkembang.
Sejarah perang dunia I hingga PD II turut membangun masyarakat Amerika dalam kultur yang selalu mengupayakan kajian yang lebih propagandis dan persuasif Penelitian komunikasi seperti pengaruh pesan media, public opinion, propaganda dan teknik periklanan menjadi dominan. Leo Lowenthal melakukan kolaborasi atas pemikiran Joseph Klappen dan Marjoine Fiske, juga memasukkan catatan analisis Lazarfeld
Dimensi Ontologis Paradigma Kritis Realitas tidak bisa dilihat sebagai apa adanya, ia merupakan hasil pandang dari konstruksi sejarah manusia yang di dalamnya selalu hadir banyak kepentingan. Menganggap masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang dibangun kemanusiaannya melalui pemahaman historis progresif terhadap proses dan struktur sosialnya
Perlunya sebuah ilmu yang mampu untuk membongkar realitas semu yang seringkali membuat manusia menjadi tidak bebas sebagai manusia yang sejati Realitas terbangun dari kontradiksi – kontradiksi yang hadir di masyarakat Ilmu sosial kritis selalu memahami bahwa teori tidak bisa dilepaskan dari praksis
Dimensi Epistemologis dalam Paradigma Kritis Tidak mencari bentuk kebenaran, tapi pemahaman dan refleksi yang membantu penyadaran bagi masyarakat Ilmu pengetahuan yang bebas nilai pada dasarnya ditentukan secara normatif oleh kepentingan teknis Rasionalitas teknologis merupakan “wabah penyakit” masyarakat modern.
Reduksi ini tidak hanya terjadi dalam bangunan ilmu pengetahuan, melainkan juga pada nilai – nilai mendasar kehidupan manusia. Paradigma ini berusaha menhjelaskan fakta dalam rangka “emansipasi” terhadap kondisi msyarakat. Capaian akhir paradigma kritis adalah sebuah perubahan.
Dimensi Aksiologis dalam Paradigma Kritis Menurut Habermas, teori kritis selanjutnya disebut “teori” dengan maksud “praksis”. Kata “praksis” dalam bahasa Yunani mengandung pengertian ‘pembebasan”. Masyarakat yang sudah mengalami emansipasi akan mampu merealisasikan kedewasaan warganya. Tujuan dari emansipasi selalu erat dengan bagaimana komunikasi mampu menjadi jembatan dan alat dialog yang membebaskan
Paradigma ini menolak peran intelektual sebagai ‘arsitektur sosial’ yang berjarak dengan komunitas. Dasar asumsinya : 1. Ilmu sosial, bukan sekedar memahami ketidakadilan dalam distribusi kekuasaan dan distribusi sumber daya, melainkan berupaya untuk membantu menciptakan kesamaan dan emansipasi dalam kehidupan. 2. Pendekatan ini memiliki keterikatan moral untuk mengkritik status quo dan membangun masyarakat yang lebih adil.
Dimensi Metodologis Paradigma Kritis Lebih menitikberatkan pada kualitas proses daripada hasil Dalam tingkatan teknis, kualitas penelitian kritis tidak harus dimulai dengan pembuatan proposal penelitian Akrab dengan istilah ‘metode penedekatan partisipatoris’ atau ‘pendekatan kritis emansipatoris’
Karakteristik dari metodologi pendekatan partisipatoris : Berasumsi bahwa masyarakat mempunyai kemampuan yang luhur untuk menciptakan pengetahuan Identifikasi kebutuhan komunitas, memperbesar kesadaran tentang hambatan, analisa penyebab masalah, rumusan implementasi solusi yang koheren Peneliti secara sadar dimasukkan dalam alasan penyebab atau faktor yang termasuk dalam bagian penelitian
4. Didasarkan pada proses dialektis antara penelitin dan komunitas. 5 4. Didasarkan pada proses dialektis antara penelitin dan komunitas. 5. Penelitian ini merupakan pendekatan pemecahan masalah. Hingga mampu memobilisasi potensi individu yang kreatif 6. Modal utama riset ini adalah potensinya untuk menciptakan pengetahuan kerjasama yang dekat antara peneliti dan komunitas