CAPITA SELEKTA HUKUM PERDATA Sentot P. Sigito
PENGERTIAN Kajian atas masalah-masalah hukum perdata; Studi kasus hukum perdata
TUJUAN Meningkatkan pengetahuan hukum pada tataran empiris (kasuistis) Meningkatkan kemahiran mhs untuk menganalis kasus hukum perdata dengan benar;
BELAJAR EFEKTIF Memahami teori hukum dan asas-asas hukum perdata; Memahami metode penasiran hukum; Memahami metode penalaran hukum; Mahir menganalisa kasus hukum berdasarkan penguasaan kerangka teori, asas hukum, penafsiran hukum dan penalaran hukum
PENAFSIRAN HUKUM Metode penemuan dan penciptaan hukum Mengapa diperlukan penafsiran hukum ? “Rumusan undang-undang atau kontrak yang bersifat umum tidak pernah menampung secara pasti setiap peristiwa hukum”
MACAM PENAFSIRAN HUKUM SUBSUMTIF: Penerapan teks peraturan Per.U.U. an atau kontrak thd kasus konkrit; GRAMATIKAL: menafsirkan kata-kata/istilah dlm kontrak sesuai kaidah tata bahasa; SISTEMATIS/LOGIS: menafsirkan makna isi kontrak dengan cara menghubungkan dengan peraturan per U.U.an yang lain atau dng keseluruhan sistem hukum; HISTORIS : menafsirkan makna kontrak menurut terjadinya dng cara meneliti sejarah baik sejarah hukumnya maupun sejarah terjadinya;
Lanjutan TELEOLOGIS/SOSIOLOGIS: menafsirakan kontrak/aturan sesuai dng tujuan pembentuknya KOMPARATIF : menafsirkan isi kontrak/kasus dengan jalan membandingkan isi kontrak itu dengan kontrak lainnya di dalam berbagai sistem hukum ANTISIPATIF : menafsirkan isi kontrak dilihat dari perspektif sumber hukum (Perat. Per.U.U.an) yang belum resmi berlaku (masih dlm bentuk Rancangan peraturan Per.U.U.an) RESTRIKTIF : menafsirkan isi kontrak dng cara membatasi artinya menurut hukum
Lanjutan EKSTENTIF : menafsirakan ketentuan U.U./kontrak dng melampaui batas-batas gramatikal; OTENTIK/RESMI: menafsirkan U.U. /kontrak berdasarkan arti beberapa kata yang digunakan dalam perat. PerU.U.an yang dilakukan oleh pembuat U.U sendiri; INTERDISIPLINER: menafsirkan ketentuan U.U. berdasarkan berbagai disiplin ilmu hukum; MULTIDISIPLINER: menafsirkan ketentuan U.U. dng berbagai disiplin ilmu selain ilmu hukum;
PENALARAN HUKUM/ARGUMENTASI HUKUM ANALOGI: memperluas peraturan Per.U.U.an yg terlalu sempit ruang lingkupnya kemudian diterapkan thd peristiwa serupa atau mirip yg diatur dlm U.U; A Contrario: menjelaskan makna U.U. dng didsrkan pd pengertian yg sebaliknya dr peristiwa konkrit yg dihadapi dng peristiwa yg diatur dlm U.U.;
Lanjutan PENYEMPITAN HUKUM (RECHTSVERVINING): mengkonkritkan atau menyempitkan suatu aturan hukum yg terlalu abstrak, luas, umum agar dpt diterapkan thd suatu peristiwa tertentu; FIKSI HUKUM: menggunakan daya khayal dlm Ilmu Hukum dng menggunakan kata-kata, istilah yg berdiri sendiri atau dalam bentuk kalimat yg bermaksud untuk memberikan suatu pengertian hukum.
ASAS-ASAS PENAFSIRAN HUKUM Pasal 1342 menyebutkan : “Jika kata-kata suatu perjanjian sudah jelas, maka tidak diperkenankan melakukan penafsiran yang menyimpang dari kata-kata tersebut”; Pasal 1343 menyatakan: “Jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran, maka harus diselidiki maksud kedua belah pihak yang membuat perjanjian. Misalnya, apakah maksud sesungguhnya dari para pihak dalam membuat perjanjian
Lanjutan Pasal 1344 menyatakan: “Jika suatu janji dapat diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang memungkinkan janji itu dilaksanakan daripada pengertian yang tidak memungkinkan pelaksanaan”. Misalnya, untuk barang tetap berlaku hukum di mana benda bergerak itu berapa. Dalam Hukum Perdata Internasional disebut asas Lex Loci Contractus. Pasal 1345 Jika kata-kata dapat diberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian. Dalam hal ini harus diperhatian apakah perjanjian itu bersifat konsensuil atau harus memenuhi formalitas tertentu atau haruskah ada penyerahan barang atau uang sebagai syarat keabsahan perjanjian.
Lanjutan Pasal 1346 Jika terdapat hal-hal yang meragukan harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan di mana perjanjian itu dibuat. Pasal 1347 Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam perjanjian. Misalnya resiko atas barang yang belum diserahkan tetap berada pada pihak penjual. Pasal 1348: Semua janji yang dibuat dalam suatu perjanjian harus ditafsirkan dalam hubungan satu sama lain, artinya tia-tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya.
Lanjutan Pasal 1349: Jika atas suatu janji timbul keragu-raguan, maka janji tersebut harus ditafsirkan atas kerugian orang yang meminta diperjanjikan suatu hal (meminta suatu hak) dan atas keuntungan orang yang telah mengikatkan diri (menyanggupi kewajiban). Pasal 1350: Meskipun kata-kata suatu perjanjian dirumuskan secara sangat umum, namun perjanjian itu hanya meliputi hal-hal yang nyata yang dimaksudkan oleh kedua belah pihak. Misalnya kuasa untuk membeli, maka tidak dapat ditafsirkan sebagai kuasa untuk menjual. Pasal 1351 Suatu hal yang dinyatakan untuk menjelaskan perjanjian, tidak dapat digunakan untuk membatasi kekuatan perjanjian dalam hal-hal yang tidak dinyatakan.
KASUS I Dalam kasus ini, mhs dilatih untuk menganalisa, apakah kasus wan prestasi ataukah perbuatan melawan hukum
Kasus Posisi FAKTA HUKUM/KASUS POSISI (LEGAL FACT) Pada tahun 1987 terjadi perjanjian distributorship antara Lee Kum Kee co Ltd Hongkong dengan PT Dua Berlian Jakarta. Dalam perjanjian tersebut PT. Dua Berlian ditunjuk sebagai distributor saos makanan merek Lee Kum Kee untuk seluruh wilayah Indonesia dengan cara mengimpor melalui pembukaan L/C oleh PT Dua Berlian. Perjanjian ini berlaku untuk masa 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang setiap tahun. Terakhir diperpanjang secara tertulis dari 15 Januari 1992 sampai 15 Januari 1993. Walau perjanjian tertulis berakhir sampai tahun 1993 namun distributor PT Dua Berlian masih membuka L/C untuk mengimpor saos makanan dan Lee Kum Kee sebagai produsen terus melayani penyediaan barang yang diimpor oleh PT. Dua Berlian sampai tahun 1994. Pemutusan secara sepihak yang dilakukan Lee Kum Kee pada tanggal 31 Juli 1994 dianggap oleh PT Dua Berlian sebagai perbuatan melawan hukum dengan alasan sejak Januari 1993 sampai tahun bulan Juni 1994 telah terjadi kesepakatan diam-diam (silent agreement) antara kedua pihak. Pembatalan sepihak yang dilakukan Lee Kum Kee telah menimbulkan kerugian bagi PT. Dua Berlian yang menurut hasil audit akuntan publik Prasetya Utomo sebesar Rp. 1.585.322,135,- yang merupakan kerugian operasional dan hilangnya keuntungan yang diharapkan sebesar Rp. 11.834.129.362,- serta kerugian imateriil yang berupa kehilangan nama baik sebesar Rp. 10.000.000.000,- Pada bulan Juni 1994 terjadi ketidaksepahaman antara Lee Kum Kee dan PT. Dua Berlian melalaui korespondensi, akhirnya Lee Kum Kee Ltd memutuskan perjanjian yang menyebabkan PT. Dua Berlian tidak lagi menjadi distributor. Pada saat itu Lee Kum Kee menunjuk PT. Promex di Jakarta sebagai sole distributor baru bagi produk saos makanan tersebut.
Lanjutan PT Dua Berlian mengajukan gugatan di PN jakarta utara dalam Perkara No. 02/Pdt.G/1995/PN Jkt Utara terhadap Lee Kum Kee dan PT. Promex atas dasar bahwa tergugat melakukan perbuatan melawan hukum . Lee Kum Kee sebagai tergugat I mengajukan eksepsi bahwa gugatan kabur dasar gugatnya seharusnya wan prestasi, nemun memakai dasar gugatan perbuatan melawan hukum dan pencemaran nama baik dianggap oleh PT Dua Berlian sebagai perbuatan melawan hukum dengan alasan sejak Januari 1993 sampai tahun bulan Juni 1994 telah terjadi kesepakatan diam-diam (silent agreement) antara kedua pihak. Pembatalan sepihak yang dilakukan Lee Kum Kee telah menimbulkan kerugian bagi PT. Dua Berlian yang menurut hasil audit akuntan publik Prasetya Utomo sebesar Rp. 1.585.322,135,- yang merupakan kerugian operasional dan hilangnya keuntungan yang diharapkan sebesar Rp. 11.834.129.362,- serta kerugian imateriil yang berupa kehilangan nama baik sebesar Rp. 10.000.000.000,- PT Dua Berlian mengajukan gugatan di PN jakarta utara dalam Perkara No. 02/Pdt.G/1995/PN Jkt Utara terhadap Lee Kum Kee dan PT. Promex atas dasar bahwa tergugat melakukan perbuatan melawan hukum . Lee Kum Kee sebagai tergugat I mengajukan eksepsi bahwa gugatan kabur dasar gugatnya seharusnya wan prestasi, nemun memakai dasar gugatan perbuatan melawan hukum dan pencemaran nama baik.
Lanjutan PN. Jakarta utara dalam putusannya tanggal 24 Agustus 1995 memberikan pertimbangan hukum bahwa tergugat terbukti memaksakan kehendaknya untuk mengakhiri perjanjian secara sepihak tanpa memperhatikan kepentingan penggugat. Adanya agen baru yaitu PT. Promex (tergugat II) terbukti telah disiapkan sebelumnya oleh Tergugat I. Fakta fakta tersebut menurut Majelis Hakim PN Jakut merupakan bukti bahwa tergugat melakukan perbuatan melawan hukum Akan tetapi Pengadilan Tinggi Jakarta Utara dalam putusannya Nomor 301/Pdt/1996/PT DKI tanggal 26 Agustus 1996 menyatakan bahwa pemutusan keagenan terhadap penggugat oleh tergugat bukan merupakan perbuatan melawan hukum karena penunjukan keagenan bukan merupakan suatu persetujuan antara kedua belah pihak, melainkan hubungan hukum satu pihak, sehingga dapat diputuskan oleh tergugat I . Oleh karena itu tuntutan ganti rugi harus ditolak, karena tidak terbukti adanya perbuatan melawan hukum.
Lanjutan Mahkamah Agung R.I. dalam putusan No. 1284 K/Pdt/1998 tanggal 18 Desember 2000 berpendapat judex factie (PT jakut) salah dalam menerapkan hukum dalam mengadili gugatan tersebut, sehingga putusan judex factie harus dibatalkan dan selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini. Menurut Majelis Hakim Agung antara penggugat dan tergugat I telah terjadi perjanjian diam-diam, karena setelah berakhirnya perjanjian sole distrobutorships sesuai dengan jangka waktu yang formal tertulis dalam perjanjian, ternyata penggugat dan tergugat I terus melakukan kegiatan pendistribusian saos makanan tersebut lebih dari satu tahun. Konsekuensi yuridisnya adalah perjanjian sole distributorships berlaku sebagai hukum bagi penggugat dan tergugat I, meskipun perjanjian formal tertulisnya sudah berakhir. Tindakan tergugat I memutuskan perjanjian secara sepihak tanpa alasan yang sah dan mendadak di mana pemberitahuan dilakukan pada tanggal 24 Juli 1994 dan pemutusan perjanjian tanggal 31 Juli 1994 menimbulkan kerugian bagi penggugat karena penggugat telah melakukan investasi cukup besar.
Lanjutan Berdasarkan tindakan tergugat I memutuskan perjanjian distributor tersebut akan bertentangan dengan : asas kepatutan; asas kewajiban hukum dari tergugat I; merugikan penggugat yang beritikat baik karena seharusnya tergugat memberitahukan kepada penggugat dengan memberikan tenggang waktu yang layak jika ingin mengakhiri perjanjian distributorships. Perbuatan Lee Kum Kee Co. Ltd adalah perbuatan melawan hukum.
Lanjutan ANALYSIS (Analisa) Dari kasus ini tampaklah bahwa adanya hubungan kontraktual antara penggugat dan tergugat tidak menghalangi penggugat untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum. Pemutusan perjanjian yang dilakukan oleh Tergugat I dapat diklasifikasi sebagai pelanggaran ketentuan U.U. juga sekaligus melanggar kepatutan dan kehati-hatian yang seharusnya diperhatikan dalam hubungan antara warga masyarakat terhadap benda orang lain, Mengenai hubungan antara wan prestasi dan perbuatan melawan hukum ini M. Yahya harahap dalam bukunya segi-segi Hukum perjanjian, hal 61 mengatakan bahwa wan prestasi adalah merupakan bentuk khusus dari perbuatan melawan hukum.
KASUS 2 Sengketa antara konsumen (pembeli rumah) dengan developer PT Taman Norogong Indah Dalam Putusan Mahkamah Agung R.I. No. 3138 K/Pdt/1984 tanggal 29 April 1997 dinyatakan menolak gugatan penggugat dengan pertimbangan hukum bahwa dari site plan yang akan dibangun yang disetujui oleh Pemerintah daerah tidak pernah ada rencana tempat pemancingan dan rekreasi karena sarana tersebut bukan merupakan fasilitas umum sehingga developer tidak wajib untuk membangunnya. Dalam kasus yang telah diputus Mahkamah Agung itu, sebelumnya PT. Taman Narogong Indah (developer/ tergugat) menjanjikan akan membangun fasilitas pemancingan dan rekreasi seluas 1,2 hektar. Ternyata setelah konsumen tertarik dan membeli unit rumah di kawasan itu, apa yang dijanjikan developer sama sekali tidak dipenuhi.
lanjutan Berdasarkan Putusan Mahkamh Agung tersebut di atas diketahui bahwa pendirian Mahkamah Agung masih menitik-beratkan pada sisi normatif, belum melihat kepentingan dari penggungat (konsumen) yang dirugikan akibat tidak dipenuhinya janji pra kontrak oleh developer PT. Taman Naroging Indah. Jadi jika ditinjau dari teori hukum kontrak, putusan Mahkamah Agung tersebut masih menganut teori klasik karena janji untuk membangun fasilitas pemancingan dan rekreasi pada tahap pra kontrak yang tidak dipenuhi oleh developer tersebut tidak menimbulkan akibat hukum bagi pihak yang berjanji.
Lanjutan Sebaliknya menurut pandangan teori kontrak modern janji pra kontrak harus didasarkan pada itikad baik, sehingga pihak yang memberikan janji pra kontrak dapat dituntut ganti rugi berdasarkan perbuatan melawan hukum. Walaupun janji pra konrak bukan merupakan isi kontrak tetapi berdasarkan pandangan bahwa orang yang berjanji harus memiliki itikad baik untuk melaksanakannya. Memenuhi janji adalah wujud dari pelaksanaan itikad baik.