Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

The result of Perintis Connectivity Survey in Eastern part of Indonesia Program ADB 8045: Improving Domestic Connectivity Dr. Saut Gurning, TA-ADB, Tim.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "The result of Perintis Connectivity Survey in Eastern part of Indonesia Program ADB 8045: Improving Domestic Connectivity Dr. Saut Gurning, TA-ADB, Tim."— Transcript presentasi:

1 The result of Perintis Connectivity Survey in Eastern part of Indonesia Program ADB 8045: Improving Domestic Connectivity Dr. Saut Gurning, TA-ADB, Tim Universitas Pattimura, LPPM ITS, Akademi Perikanan Sorong, Akademi Perikanan Bitung, Universitas Cendrawasih. Presented in Jakarta, 20th October 2014 1

2 DAFTAR ITEM PRESENTASI
1 PENDAHULUAN 2 HASIL SURVEY UMUM (periode ) 3 ANALISA HASIL SURVEY 4 REKAYASA JARINGAN 5 REKOMENDASI Page  2

3 Bagian Pertama Pendahuluan Page  3

4 TUJUAN  TARGET DAN LOKASI
Tujuan dari studi ADB ini adalah Analisa dan Evaluasi Pelayaran Perintis di Indonesia Timur* Dengan target memfokuskan pada sejumlah isu penting Mengembangkan aksesibilitas maritim ke dan dari Indonesia Timur Mengoptimalisasi rute-rute pelayaran perintis baik perintis laut dan perintis penyeberangan di kawasan Indonesia Timur melalui: Merekomendasikan jaringan perintis baru yang memiliki tingkat konektivitas dan aksesibilitas yang lebih baik di sejumlah wilayah penting Indonesia Timur Memperkuat dampak ekonomi makro khususnya perdagangan antar pulau di wilayah Indonesia Timur melalui peningkatan jaringan layanan perintis pelayaran baik layanan angkutan laut maupun angkutan penyeberangan Melakukan pilot survey dan survey yang berskala besar untuk mengumpulkan data-data layanan operasional pelayaran perintis As resulted and referred from the study contract of ADB 8045 Page  4

5 PENDEKATAN  Masalah & Penilaian
Secara umum ada dua pola pendekatan umum yang dilakukan Identifikasi Persoalan Eksis Proses Penilaian dan Rekomendasi Mengeksplorasi kinerja layanan angkutan laut di wilayah Indonesia Timur sebagai perwakilan salah satu isu moda penting penentu tingkat konektivitas di Indonesia Timur Survey (pilot dan skala besar) dilakukan mengidentifikasi persoalan terkait armada kapal, fasilitas pelabuhan dan aksesibilitas darat. Obyek survey utamanya adalah layanan Perintis (angkutan laut, penyeberangan, dan Sabuk Nusantara) dan non-Perintis Menilai profil konektivitas eksis berdasarkan beberapa titik pelabuhan di Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Model konektivitas pelayaran akan dibangun sebagai perangkat untuk meningkatkan konektivitas pelayaran di target studi di kawasan Indonesia Timur. Merekomendasikan jaringan trasportasi perintis yang baru guna meningkatkan dampak ekonomi * Non Perintis shipping network is explored by having secondary data Page  5

6 Fokus Konektivitas  Gambar Piramida
Pendekatan komprehensif yang akan diaplikasikan Jarak dan kinerja waktu Biaya-Biaya and isu tarif Tingkat jangkauan angkutan barang Aksesibilitas Kapal, pelabuhan, dan lokasi kargo adalah poin yang menjadi target dari studi konektivitas Korelasinya dengan peningkatan ekonomi Kinerja Konektivitas Armada eksis dan kapacitas layanan lainnya yang akan menghasilkan kinerja layanan pelayaran perintis laut dan penyeberangan di lokasi sebaran Kapasitas dan level Layanan Jasa Page  6

7 METODOLOGI  PROSES + HASIL
Page  7

8 PROSES UMUM  ARAH PANAH
Tahapan yang akan dilakukan untuk mencapai target Pilot survey akan menjadi rujukan dan tahap awal mengaplikasikan survey yang lebih besar Rekomendasi baru konektivitas pelayaran yang berpotensi meningkatkan dampak ekonomi regional Konektivitas eksis dapat dinilai dan tergambar dengan berbagai hambatan dan persoalan Pilot Survey Partial Scale Survey Penilaian & Struktur Baru Pemodelan jaringan Jaringan baru Survey dengan skala lebih besar dilakukan untuk mengukur tingkat konektivitas angkutan laut nasional termasuk perintis nasional Sebagai alat untuk mengkonstruksi kembali tingkat konektivitas yang efisien dan efektif Page  8

9 LOKASI  POPULASI DARI SURVEY
Orientasi umum dari survey di target lokasi survey Perintis angkutan laut Penyeberangan + Sabuk Layanan Non-Perintis Terdapat sekitar 68 rute laut (R) Sekitar 45 pelabuhan Sekitar 70 target kapal Sekitar 700 awak kapal Sekitar 4500 pengguna jasa Sekitar 110 rute feri Sekitar 5 rute sabuk-nusantara Sekitar 80 pelabuhan Sekitar 1000 awak kapal Sekitar target pengguna jasa Layanan pelayaran baik general cargo, kontainer, PELNI, Ro-Ro komersial Data-data yang dikumpulkan merupakan data sekunder berdasarkan periode operasi di tahun-tahun sebelumnya Orientasi rute dan pelabuhan disesuaikan dengan SK Dirjen Perhubungan Laut dan Dirjen Perhubungan Darat Tahun 2013 dan 2014 Page  9

10 Lokasi  Titik sample survey
Orientasi umum target populasi dari survey Perintis Laut Perintis Penyeberangan Layanan Non-Perintis Terdapat 22 rute laut (R) Sekitar 148 Pelabuhan Sekitar 22 target kapal 200 awak kapal yang akan diwawancarai Sekitar 5000 penumpang yang akan diwawancarai Terdapat 32 rute feri Sekitar 64 pelabuhan Terdapat 31 kapal ferry 300 awak kapal yang akan diwawancarai Sekitar penumpang yang akan diwawancarai Data Layanan pelayaran yang menjadi target (terbatas) : general cargo, kontainer, PELNI, dan layanan Feri Ro-Ro yang dioperasian swasta Data yang dikumpulkan dari data sekunder sebelumnya khususnya rute-tute pelayaran dan feri di lokasi survey yang sama Page  10

11 HASIL  Dua Kelompok Obyek Survey
Terdapat 54 rute yang disurvey baik untuk perintis laut dan penyeberangan Perintis Sea Transport Perintis Ferry * Perintis shipping network is subsidiesied shipping services Page  11

12 Pengorganisasian Survey
Sulawesi: 11 rute terdiri dari 4 rute perintis laut dan 7 rute penyeberangan. Petugas survey adalah Akademi Perikanan Bitung. Maluku dan Maluku Utara: 19 rute terdiri dari 7 rute perintis laut dan 12 rute penyeberangan. Petugas Survey adalah Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan Universitas Pattimura. 18 rute disurvey; 1 rute tidak disurvey karena tidak ada kejelasan informasi keberadaan kapal. Nusa Tenggara Timur: 9 rute terdiri dari 3 perintis laut dan 6 rute penyeberangan. Petugas survey adalah mahasiswa ITS-Surabaya. Papua: 15 rute terdiri dari 8 rute perintis laut dan 7 rute penyeberangan. Petugas survey mahasiswa Akademi Perikanan Manokwari dan Universitas Cendrawasih.

13 Bagian Kedua Hasil survey Page  13

14 Temuan  Rute, pelabuhan dan kapal
Rute Perintis Pelabuhan+Darat Kapal yang Melayani Waktu layar membutuhkan waktu hari Jadwal sifatnya rencana Faktanya, kedatangan dan keberangkatan sering berubah Total voyage per tahun 9-27 kali atau call Kebanyakan berstruktur beton Aksesibilitas darat terbatas Kebanyakan tanpa gudang Problem logistik karena keterbatasan angkutan darat Kurangnya layanan kargo Kapal bertipe general cargo Kecepatan kapal kurang dari 9 knots Alat bongkar/muat terbatas Ruang palkah terbatas Seringnya ganti kapal akibat masa perawatan kapal lama * Place your footnotes here Page  14

15 Opinion  penumpang/pemilik kargo
Sejumlah komentar dan masukan umum dari para responden Secara dominan kebanyakan responden menganggap layanan perintis sudah OK karena tidak punya pilihan lain Berharap adanya jarak waktu layar yang lebih pendek ; jumlah kapal bertambah dengan jadwal kedatangan/keberangkatan yang jelas Pemilik kargo membutuhkan fasilitas penyimpanan yang minimal untuk mengantisipasi cuaca buruk Operator komplain terkait pemilihan rute dan pelabuhan karena wilayah tujuan tersebut memiliki kargo dan penumpang yang minimal Persoalan pengisian BBM dan perawatan kapal yang sering mengganggu kinerja layanan kapal seperti yang diatur dalam kontrak kerjasama Page  15

16 EKSPEKTASI MASYARAKAT PENGGUNA JASA
Besaran Tarif Besaran tarif angkutan perintis menurut responden 34,17% menjawab murah, 35,83% menganggap relatif mahal dan 30% menyatakan bahwa tarif yang dibayarkan adalah wajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara tarif angkutan perintis adalah relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat. Waktu Tunggu di pelabuhan Perspeksi masyarakat terhadap waktu tunggu dipelabuhan sampai dengan berlayarnya kapal 31,67% menjawab relatif singkat dan 47,5% menjawab relatif lama, dan 20,83% menjawab rata-rata. Sehingga pada umumnya masyarakat mengharapkan waktu tunggu yang lebih singkat, hal ini dapat dipenuhi dengan penjadwalan kapal yang lebih ketat dan tepat waktu.

17 EKSPEKTASI MASYARAKAT PENGGUNA JASA TRAYEK PERINTIS
Waktu Berlayar Dimata pengguna jasa 75% menganggap waktu pelayaran relatif lama, sedangkan 17,5% rata-rata, dan 7,5% pemakai jasa menganggap waktu berlayar adalah cepat. Sehingga pelanggan mempunyai ekspektasi agar rute dapat dipersingkat/pelabuhan yang disinggahi dikurangi. Aspek Keselamatan Dimata pelanggan aspek keselamatan pada rute kapal perintis 9% menyatakan kurang aman, sedangkan 91% menganggap kondisi kapal cukup aman. Berdasarkan survey, diketahui bahwa masih banyak (40%) kapal yang tidak lagi dilengkapi dengan sertifikat konstruksi dan permesinan dari biro klasifikasi, sehingga segala perijinan layar hanya bersifat sementara dan kapal, penumpang dan barang tidak tertanggung oleh asuransi. Kenyamanan di Kapal 18,33% penumpang menganggap kondisi kapal tidak nyaman, sedangkan 81,67% penumpang merasa nyaman dan cukup nyaman. Khusus untuk pelabuhan-pelabuhan yang tidak besar secara dominan menyatakan bahwa fasilitas di Pelabuhan menurut penumpang 85% menganggap fasilitas di pelabuhan kurang nyaman sedangkan 15% penumpang menganggap sudah cukup nyaman. Ini berarti penambahan fasilitas baik untuk layanan penumpang, cargo, dan kapal harus ditingkatkan.

18 EVALUASI BERBAGAI FAKTOR
Sembilan item persoalan dan penjelasan faktualnya Page  18

19 EVALUASI UMUM KONDISI DERMAGA
Fasilitas dermaga yang cukup memadai namun karena kondisi perawatan yang kurang mengakibatkan kehandalan dermaga menjadi relatif rendah Layanan terhadap penumpang masih sangat sederhana baik pada saat embarkasi dan dembarkasi termasuk aksesibilitas angkutan darat

20 EVALUASI UMUM KOMPARTEMEN KAPAL
Wilayah kompartemen penumpang relatif belum memberikan dukungan kebutuhan penumpang selama operasi pelayaran khususnya untuk kebutuhan: beristirahat, kebutuhan makan-minum serta berinteraksi Peralatan-peralatan utilisasi umumnya masih berfungsi namun relatif tidak terawat dan tidak higienis Namun masyarakat terlihat terbiasa dengan kondisi dan menyatakan bahwa hal ini menjadi hal umum mereka rasakan ketika memilih angkutan perintis yang murah dan umumnya masyarakat merasa pantas

21 KOMPARTEMEN PENUMPANG
Adanya sebuah perubahan fungsi yaitu ruang akomodasi penumpang akhirnya berubah menjadi tempat atau ruang penyimpanan kargo. Hal ini umumnya diakibatkan oleh jumlah penumpang yang relatif kecil namun dengan ketersediaan ruang penumpang yang berlebih dan ruang kargo yang juga terbatas Pola pemuatan dan pengaturan kargo baik di ruang penumpang dan di atas geladak juga terkesan sangat standar Karenanya, orientasi penyediaan kompartemen barang mungkin dirasa perlu diutamakan ketimbang ruang penumpang untuk armada keperintisan di masa mendatang

22 EVALUASI UMUM KESELAMATAN KAPAL
Kapasitas peralatan angkat (Kran) kapal diperkirakan masih terbatas Peralatan-peralatan keselamatan banyak yang diperkirakan tidak berfungsi atau beroperasi Mungkin akibat kegiatan perawatan yang terbatas banyak peralatan kapal yang tidak terawat dan berpotensi tidak berfungsi di masa mendatang Pengawasan atau inspeksi menyangkut tingkat kelaiklautan kapal perlu menjadi perhatian penting pemerintah daerah baik Propinsi dan Kabupaten di waktu mendatang

23 EVALUASI SARANA BANTU NAVIGASI
Secara umum fasilitas layanan kapal khususnya rambu dan suar di sekitar pelabuhan masih terbatas Sehingga kebanyakan armada kapal memlilki kesulitan dalam melakukan operasi sandar malam (mengandalkan pengalaman dan praktek empiris awak kapal) Pelabuhan masih kurang memiliki fasilitas pemadam kebakaran standar atau minimal. Atau terdapat peralatan atau fasilitas pemadam kebakaran yang sudah tidak berfungsi Dalam pengamatan tidak ditemukan fakta atau laporan perihal insiden keamanan yang berarti di wilayah pelabuhan khususnya dalam menangani para penumpang dan pemilik atau penerima barang.

24 Biaya kebutuhan bahan bakar. Biaya kebutuhan minyak pelumas
Evaluasi Umum Trayek Perintis Tingkat Biaya Operasi dan Kecukupan Biaya Subsidi Biaya Operasi Biaya kebutuhan bahan bakar. Rp l/liter Biaya kebutuhan minyak pelumas Fungsi dari jarak dan ruter pelayaran Biaya kebutuhan air tawar 200 lt/hari/orang untuk awak kapal dan 150 lt/hari/orang untuk penumpang Premi awak kapal 10 persen dari pendapatan penumpang dan barang Biaya jasa pelabuhan Rp. 37,-/DWT Biaya overhead 5%-10% dari biaya tetap Biaya Pemasaran 2% dari jumlah penghasilan dari uang tambang Biaya keselamatan barang 2% dari perkiraan penghasilan uang tambang barang

25 Biaya untuk kesehatan dan kesejahteraan awak kapal
Evaluasi Umum Trayek Perintis Tingkat Biaya Operasi dan Kecukupan Biaya Subsidi Komponen biaya tetap Gaji awak kapal Rp ,-/orang/hari Tunjangan awak kapal Rp ,-/orang/hari Biaya untuk kesehatan dan kesejahteraan awak kapal Biaya makanan awak kapal Rp ,-/orang/hari Biaya cucian awak kapal Rp /minggu Biaya perawatan kapal Rp /DWT/Tahun Biaya asuransi kapal 2.5% Harga Kapal/Tahun Biaya fumigasi Rp /tahun Biaya penyusutan kapal 5% dari Harga Kapal/Tahun

26 Bagian Ketiga Analisa Hasil Survey Page  26

27 DATA  COLLECTING AND PROCESS
The process of data process and assessment About minutes of face to face interview with the support of structured questionnaire on board & observation at ports The entry proces undertaken onn boar ship and validated with shipboard management and the confirmation of KSOP at the port Face to face interview Data entry Data tabulation is undertaken based on the table prepared according to routes and zones in Sulawesi, NTT, Maluku, North Maluku and Papua Data arrangement Data tabulation Data arrangement process by forming O/D matrices according to cargo and passenger movement bu routes, regents, and provinces Page  27

28 Data O/D matrices Ampana Banggai Baturube Bau-Bau/Banabungi Beo Bitung
Bobong (P. Taliabu) Bone Bontang Bungku/menui Burunga(P. Kaledupa) Essang Gorontalo Kabaena Kahakitang Karatung Kawaluso Kawatuso Kawio Kendari Kolaka Kolonedale Lasalimu Lipang Luwuk/Banggai Makassar/Biringkasi Maligano Mamuju Mangaran Marampit Marisa Marore Matutuang Melonguane Miangas P. Maratua P. Nunukan P. Sebatik Pagimana Palipi Polewali Popolii Poso Raiha Sikeli Siu Tagulandang Tahuna Taliabu Usuku (P. Tomia) Wanci (P.Wangi-wangi) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 139 Adaut Amahai Ambalau Ambon Bebar Buano Dawera/ Dawelor Dobo Elath Ilwaki Kelang Kisar Kroing Kupang Kur Lakor Larat Leksula Lelang/ Mahaleta/ Elo Leti Lewa/Dai Lirang Marsela Moa Molu Nalahia Namlea Namrole Nila Pulau Taam Pulau Toyando Romang Romean Sanana Saumlaki Seira Serua Tamta/P. Kelapa Teon Tepa Tual Tulehu Tutukembong Umneputih Upisera Wailey Wairiang Wulur Wunlah 1 3 5 4 8 2 26 10 7 6 14 27 58 35 28 12 9 219 11 38 20 36 13 30 23 52 63 45 34 68 630 24 31 79 65 33 16 51 15 145 22 18 19 155 29 146 17 54 76 156 21 32 25 130 87 106 55 174 37 Tamta/P. Kelapa/Luang 44 39 40 119 41 84 249 42 43 46 47 48 49 258 516 111 150 73 101 203 123 199 222 342 70 3,336

29 NTT: Review Passanger on Board selama survey dilakukan sebanyak orang Pergerakan Cargo sebanyak 836,7 ton Rata-rata Load Factor (LF) penumpang untuk kapal perintis adalah sebesar 30 % dan untuk angkutan barang Rata-rata LF sebesar 50 % Untuk angkutan penyeberangan LF untuk penumpang relatif lebih besar yakni pada kisaran 85 %. Rata-rata pemakai jasa bergerak pada jarak pelayaran yang relatif pendek, dengan orientasi lebih banyak pada kota-kota utama dengan aktifitas ekonomi yang tinggi ( Kupang ).

30 Maluku: Review Passanger on Board selama survey dilakukan sebanyak orang Pergerakan Cargo sebanyak 519,5 ton Rata-rata Load Factor (LF) penumpang untuk kapal perintis adalah sebesar 60 % dan untuk angkutan barang Rata-rata LF sebesar 20 % Untuk angkutan penyeberangan LF untuk penumpang < 25 %. Rata-rata pemakai jasa bergerak pada jarak pelayaran yang relatif pendek, dengan orientasi lebih banyak pada kota-kota yang utama dengan aktifitas ekonomi yang tinggi ( Ambon, Tepa ).

31 Papua: Review Passanger on Board selama survey dilakukan sebanyak orang Pergerakan Cargo relatif rendah yang didominasi oleh barang-barang kebutuhan sehari-hari ( sembako ) dan barang dagangan. Rata-rata Load Factor (LF) penumpang untuk kapal perintis adalah sebesar 45 % dan untuk angkutan barang Rata-rata LF sebesar 20 % Untuk angkutan penyeberangan LF untuk penumpang < 40 %. Rata-rata pemakai jasa bergerak pada jarak pelayaran yang relatif pendek, dengan orientasi lebih banyak pada kota-kota yang utama dengan aktifitas ekonomi yang tinggi ( Sorong , Merauke, Bade).

32 Pola  Umumnya melingkar dan jarak jauh
Profil khusus untuk jaringan perintis laut Profil Konektivitas Perintis Laut 1730 Dominan pola layanan rute printis laut adalah jaringan keliling/melingkar (A) dan sebagian kecil dalam bentuk jaringan terpusat (C) dan tidak ada yang bertipe B dan D Panjang jaringan untuk rute eksis mil-laut Rentang total jarak tempuh mil-laut Dengan kondisi ini mengakibatkan kinerja layanan waktu layar menjadi lebih lama dengan frekuensi layar yang semakin mengecil 830 45 75 325 300 (in nautical miles, nm) Page  32

33 Analisa Indeks Konektivitas dan Aksesibilitas Page  33

34 Kuantifikasi Aksesibilitas 218 Pelabuhan (Sea and ferry ports)
Penilaian Indeks Aksesibilitas Aksesibilitas dianggap sebagai faktor kualitas dari variabel konektivitas. Empat faktor menjadi determinan level aksesibilitas pelabuhan/kota yang disurvey . Variabel tersebut adalah faktor suplai infrastruktur, layanan angkutan laut (pelayaran), pola interaksi ekonomik dan biaya angkutan atau transportasi. Empat variabel menjadi faktor penentu sekaligus konsideran dalam pengembangan konektivitas dan aksesibilitas angkutan laut di wilayah survey Page  34

35 Konektivitas Intra Sulawesi
1 Ampana 0.02 18 Kawatuso 16 0.31 35 Miangas 2 Banggai 0.04 19 Kawio 36 P. Maratua 7 0.14 3 Baturube 9 0.18 20 Kendari 0.37 37 P. Nunukan 4 Bau-Bau/Banabungi 11 0.22 21 Kolaka 12 0.24 38 P. Sebatik 5 Beo 22 Kolonedale 39 Pagimana 10 0.20 6 Bitung 23 Lasalimu 40 Palipi Bobong (P. Taliabu) 24 Lipang 41 Polewali 8 Bone 25 Luwuk/Banggai 42 Popolii Bontang 26 Makassar/Biringkasi 0.51 43 Poso Bungku/menui 27 Maligano 44 Raiha Burunga(P. Kaledupa) 28 Mamuju 45 Sikeli Essang 29 Mangaran 46 Siu 13 Gorontalo 30 Marampit 47 Tagulandang 17 0.33 14 Kabaena 31 Marisa 48 Tahuna 15 Kahakitang 32 Marore 49 Taliabu Karatung 33 Matutuang 50 Usuku (P. Tomia) Kawaluso 34 Melonguane 51 Wanci (P.Wangi2) Segmen Lintasan = 562; High Connectivity = 1; Fair Connectivity = 18 Less Connectivity = 32.

36 Konektivitas Intra Maluku
1 Adaut 13 0.27 18 Leksula 3 0.06 35 Saumlaki 21 0.43 2 Amahai 0.37 19 Lelang/ Mahaleta/ Elo 22 0.45 36 Seira 14 0.29 Ambalau 20 Leti 37 Serua 15 0.31 4 Ambon 33 0.67 Lewa/Dai 11 0.22 38 Tamta/P. Kelapa/Luang 5 Bebar Lirang 9 0.18 39 Teon 6 Buano 0.02 23 Marsela 40 Tepa 30 0.61 7 Dawera/ Dawelor 0.41 24 Moa 41 Tual 0.47 8 Dobo 25 Molu 42 Tulehu 0.10 Elath 12 0.24 26 Nalahia 43 Tutukembong 10 Ilwaki 27 Namlea 44 Umneputih Kelang 28 Namrole 45 Upisera Kisar 29 Nila 46 Wailey Kroing Pulau Taam 47 Wairiang Kupang 31 Pulau Toyando 48 Wulur Kur 32 Romang 49 Wunlah 0.08 16 Lakor Romean 17 Larat 34 Sanana Segmen Lintasan = 585; High Connectivity = 2; Fair Connectivity = 15 Less Connectivity = 32.

37 Konektivitas Intra Malut
1 Ambon 12 0.24 18 Kendari 13 0.25 35 Pualu Obi 2 0.04 Babang 28 0.55 19 Kukupang 24 0.47 36 Saketa 15 0.29 3 Banemo 20 Lede 37 Samuya 4 Bastiong 21 Mafa 25 0.49 38 Sanana 5 Bisui 22 Makassar/ Biringkasi 39 Sekeli 6 Bitung 33 0.65 23 Makian 16 0.31 40 Sofifi 7 Bobong Malayau 41 Sorong 8 Buano Mesa 42 Sum 9 Dofa 26 Nggele 43 Ternate 10 Fala 27 Palamea 44 Tifure 11 Gane Dalam Pasipalele 45 Tikong Gane Luar 29 Patani 46 Tobalai Gebe 30 Pelita 47 Wailoba 14 Jorjoga 31 Penu 48 Wasakai Kabare 32 Pigaraja 49 Wayaloar Kayoa Posi-Posi Rao 50 Weda 17 Kelang 34 Pulau Dowora 0.51 51 Wosi Segmen Lintasan = 748; High Connectivity = 3; Fair Connectivity = 6 Less Connectivity = 42.

38 Konektivitas Intra NTT
1 Aimere 2 0.05 20 Mborong 11 0.30 Atapupu 8 0.22 21 Moa 3 Balairung 22 Naikliu 4 Baranusa 9 0.24 23 Ndao 5 Enda ( Flores ) 24 Patumbukan 0.08 6 Jampea 25 Pulau Ende 7 Kalabahi 26 Raijua Kisar 27 Romang Kupang 0.70 28 Sabu 12 0.32 10 Labuan Bajo 29 Sermata Lakor 30 Solor 0.14 Larantuka 31 Tepa 13 Leti 0.27 32 Tg. Bira 14 Lewoleba 33 Waewole 15 Lirang 34 Waikelo 16 Luang 35 Waingapu 17 Maumbawa 36 Waiwerang 18 Maumere 37 Wini 19 Mbaing Segmen Lintasan = 357; High Connectivity = 1; Fair Connectivity = 21 Less Connectivity = 15.

39 Konektivitas Intra Papua
1 Agats 10 0.19 19 Kesui 8 0.15 37 Sawaerma 5 0.09 2 Asiki 13 0.24 20 Kiman 38 Seget 11 0.20 3 Atsy 21 Kofiau 0.04 39 Selfele 4 Ayau 22 Kokas 40 Serui 14 0.26 Bade 18 0.33 23 Manokwari 6 0.11 41 Sorong 27 0.50 Bagusa 24 Mapia 42 Tanah Merah 7 Biak 25 Merauke 0.37 43 Teluk Etna Bula 26 Miosnum 44 Trimuris 9 Dobo Moor 45 Tual Fak-Fak 28 Nabire 0.02 46 Waisai Gebe 0.06 29 Numfor 47 Wanam 15 0.28 12 Geser 30 P. Kawe 48 Waren Getentiri 31 P. Sayang 49 Warimbori Inanwatan 0.17 32 P. Wayak 50 Waropen Jayapura 33 Patani 51 Weda 16 Kabare 34 Pomako 52 Wejim 17 Kaimana 35 Poom 53 Wooi Kaipuri 36 Sarmi 54 Yellu Segmen Lintasan = 486; High Connectivity = 1; Fair Connectivity = 2 Less Connectivity = 49.

40 Sulawesi Bitung dan Makassar merupakan dua wilayah dengan tingkat aksesibilitas yang relatif dominan di wilayah Sulawesi akibat kekuatan infrastruktur, interaksi ekonomi hinterland dan foreland dari kedua wilayah ini dan juga kekuatan layanan jasa pelayaran yang cukup intensif Rendahnya aksesibilitas di wilayah Sulawesi utamanya akibat rendahnya tingkat konektivitas, lemahnya infrastruktur, tingginya biaya logistik dan rendahnya interaksi ekonomi Page  40

41 Maluku Rendahnya aksesibilitas di wilayah Maluku utamanya akibat rendahnya, lemahnya infrastruktur, tingginya biaya logistik dan rendahnya interaksi ekonomi khususnya secara eksternal Ambon, Tual, Ambalau, Saumlaki, Kesui, Tepa dan Ilwaki merupakan wilayah-wilayah dengan tingkat aksesibilitas yang cukup tinggi Page  41

42 Maluku Utara Ternate dan Sofifi serta Babang merupakan wilayah-wilayah dengan tingkat aksesibilitas yang cukup tinggi akibat kekuatan jaringan pelayaran yang relatif baik dibanding dengan baik Sedangkan wilayah dengan tingkat aksesibilitas yang rendah cenderung akibat rendahnya tingkat interaksi ekonomi dan tingginya biaya logistik akibat rendahnya fasilitas distribusi dan inventori Page  42

43 Nusa Tenggara Timur Sangat menarik dilihat bahwa rata-rata tingkat aksesibilitas di NTT memiliki tingkat yang relatif sebanding dan jarak terhadap pusat-pusat produksi dan konsumsi menentukan tingkat kekuatan ekonomi daeran Page  43

44 Sorong, Manokwari dan Jayapura merupakan tiga wilayah penting dengan tingkat aksesibilitas yang dominan di Papua dan Papua Barat Papua Rendahnya tingkat aksesibilitas di Papua dan Papua barat dominan akibat lemahnya infrastruktur dan interaksi ekonomi antar daerah Page  44

45 Bagian Empat Usulan rekayasa penguatan jaringan dan konektivitas
Page  45

46 Rekomendasi  Usulan jaringan layanan
Pola operasi diusahakan berbasis liner (jadwal lebih tetap, tujuan/ destinasi yang konsisten serta waktu kedatangan/ keberangkatan yang jelas diketahui masyarakat baik penumpang dan pemilik barang. Panjang dan waktu operasi lebih dirasionalisasi yang lebih pendek hingga mencapai penurunan 30-50% Pola hub-spoke direkomendasikan untuk diterapkan dalam layanan keperintisan. Jaringan pelabuhan pengumpan perlu diperkuat di wilayah-wilayah kecamatan dan gugus pulau kecil, sementara jaringan pelabuhan pengumpul direkomendasikan berada di pelabuhan-pelabuhan kabupaten/ kota Pola pelayanan Trans Maluku dapat menjadi format empirik yang dapat diterapkan di seluruh jaringan keperintisan Indonesia Timur.

47 Evaluasi Umum Trayek Perintis Rancangan Perbaikan
Jarak yang semakin pendek dengan memperhatikan aspek kesehatan, kenyamanan (ergonomik), dan keselamatan penumpang selama perjalanan. Kecepatan kapal yang menaik dari 8-9 knot menjadi knot Lama Pelayaran yang semakin pendek kurang dari 10 hari. Jadwal dan rute yang dikoordinasikan dengan pelayanan sebanding milik PT. PELNI, PT. ASDP, dan pihak swasta lainnya. Frekuensi kedatangan (call) kapal yang menaik Dan konsekuensinya penambahan armada kapal

48 Pengembangan Wilayah fair and less connected
Diusulkan wilayah-wilayah dengan indeks konektivitas dan aksesibilitas yang rendah (fair and less; α ≤ 0,49) merupakan wilayah/ pelabuhan prioritas untuk pengembangan layanan keperintisan di masa mendatang. Layanan jaringan antara lokasi less connected dan fair connected perlu menjadi prioritas utama baikuntuk pengembangan jaringan layanan, jaringan simpul, dan armada kapal. Lokasi atau wilayah yang telah masuk dalam kategori highly connected direkomendasikan tidak diprioritaskan (dikurangi) dukungan pendanaan subsidi untuk layanan keperintisan penyeberangan dan laut di masa mendatang. Wilayah highly connected sebaiknya sudah dikategorikan menjadi wilayah komersial. Page  48

49 Usulan Klasifikasi Layanan Perintis
Dibagi atas empat kelompok penting Antar Propinsi Intra Propinsi Pengumpan Prop Intra Kab Rute dengan jarak hingga 400 nm Waktu rute kurang dari 7-8 hari Kapasitas kapal di atas 1000 GT Kecepatan kapal di atas 16 knot Pelabuhan dengan kedalaman di atas minus 5 meter Dukungan galangan kapal dan fasilitas bunkering Rute dengan jarak hingga 200 nm Waktu rute kurang dari 4-5 hari Kapasitas kapal di GT Kecepatan kapal knot Pelabuhan dengan kedalaman minus 5-6 meter Dukungan layanan penumpang dan pergudangan ton Rute dengan jarak hingga nm Waktu rute kurang dari 3-4 hari Kapasitas kapal di atas GT Kecepatan kapal di atas knot Pelabuhan dengan kedalaman minus 5 meter Dukungan dermaga khusus penyeberangan Rute dengan jarak hingga nm Waktu rute kurang dari 2-3 hari Kapasitas kapal di atas GT Kecepatan kapal di atas knot Pelabuhan dengan kedalaman di atas minus 5 meter Dukungan dermaga beton dan alat bongkar-muat barang 5 ton

50 Struktur Jaringan dalam Kabupaten
Jaringan internal kecamatan disediakan untuk melayani pelabuhan terdekat dengan kapal-kapal intra kecamatan Yang menuju ke wilayah kota kecamatan yang tersedia dengan jadwal dan kapal yang teratur KETERANGAN NO SIMBOL 1 Jalur Pelayaran Internal Kabupaten 2 Armada Pengumpul Kabupaten Armada pengumpul daerah minimal dengan kapasitas 300 DWT dengan draught sekitar 3-4 meter

51 Struktur Jaringan antar Kabupaten dalam Propinsi
Jaringan internal kecamatan disediakan untuk melayani pelabuhan terdekat dengan kapal-kapal intra kabupaten Variansi kapal dalam propinsi dengan kapasitas 1200, antar kabupaten 750 dan internal kabupaten 500 DWT KETERANGAN NO SIMBOL 1 Jalur Pelayaran Internal Kabupaten 2 Jalur Pelayaran Antar Kabupaten 3 Armada Pengumpul Kabupaten 4 Armada Pengumpul Propinsi Rute 1 5 Armada Pengumpul Propinsi Rute 2 Pola jaringan hub-feeder antar kecematan atau intra kabupaten dan antar kabupaten yang akan mengefektifkan pola layanan

52 Nusa Tenggara Page  52

53 Rute Perintis di NUSA TENGGARA TIMUR
Lama Pelayaran Rute ≤ 10 Hari R-23, R-20 11– 1 4 Hari R-15 ; R-10 ; R-22 ; R-19 ≥ 15 Hari R-16 ; R-20 ; R-15

54 R -16 Usulan Perubahan Rute NUSA TANGGARA TIMUR
Rute R-16, ( 19 hari ) dipecah menjadi dua rute, Masing-masing : Bima –154- Jampe -70- Selayar Makassar Selayar -70-Jampea Bima. ( 686 ) Bima Waikelo -90- Waingapu Ende Pulau Raijua -24- Sabu -24- P.Raijua Ende Waingapu -90- Waikelo Bima ( 864 ) Page  54

55 R -19 Usulan Perubahan Rute NUSA TANGGARA TIMUR
Diperpendek untuk mempersingkat waktu berlayar dari 14 hari menjadi 10 hari. Pelabuhan Terakhir di Moa ( Ibukota Kabupaten MBD ) Selanjutnya ditambahkan satu Rute baru menuju Saumlaki ( MTB ) Page  55

56 R -19 usulan Tambahan 1 Unit Kapal ( 750 GT )
Pangkalan di Moa ( Ibukota Kabupaten MBD) untuk Rute yang di usulkan Kupang -64-Nailiu -51- Wini – 105- Lirang – 82-Kisar – 15- Romang – 26- Leti- 10-Moa – 10-Leti-26-Romang-15-Kisar-82-Lirang-105-Wini-51-Naikliu-64-Kupang Moa-28-Lakor-41-Luang/P.Kelapa -13- Sermata-42-Tepa – 110- Saumlaki -110-Tepa-42-Sermata-13-Luang/P.Kelapa-41-Lakor-28-Moa-40-Romang-30-Arwala-15-Lerokis-32-Eray-27-Lirang -27-Eray-32-Lerokis-15-Arwala-30-Romang-40-Moa ( 632 ) Page  56

57 Sulawesi Page  57

58 Rute Perintis di Wilayah SULAWESI
Lama Pelayaran Rute 11 Hari Satu Rute 14 – 18 Hari 13 Rute Page  58

59 R - 30 USULAN PERUBAHAN RUTE R-30
Untuk Rute R-30, Pelabuhan Bobong di Pulau Taliabu diusulkan untuk tidak disinggahi pada rute ini karena tidak efisien dalam mengakomodir pergerakan pemakai jasa dari Kendari ke Kepulauan Wanci dan sekitarnya Diusulkan untuk ruteini diisi dengan moda penyeberangan Page  59

60 Maluku Page  60

61 USULAN PERUBAHAN RUTE R-38
Page  61

62 USULAN PERUBAHAN RUTE R - 41
Page  62

63 USULAN PERUBAHAN RUTE R-45
Page  63

64 USULAN PERUBAHAN RUTE R-46
Page  64

65 USULAN PERUBAHAN RUTE R-49
Page  65

66 USULAN PERUBAHAN RUTE R-49b
Page  66

67 USULAN PERUBAHAN RUTE R-50
Page  67

68 Papua dan Papua Barat Page  68

69 USULAN PERUBAHAN RUTE R-39
Page  69

70 USULAN PERUBAHAN RUTE R-48
Page  70

71 Jaringan Antar Propinsi
Page  71

72 USULAN PENAMBAHAN RUTE ANTAR PROPINSI MENDUKUNG TOL -LAUT
Frekuensi kunjungan kapal antar provinsi ini rata-rata 2 (dua) kali dalam sebulan. Kota pusat tarikan umumnya adalah kota provinsi seperti Bitung, Makassar, Ternate, Ambon, Manokwari, Jayapura, dan Kupang. Kota pengembangan lokal sebagai pusat tarikan potensial seperti kota Sorong, Merauke, Saumlaki, Tual, Dobo, Moa, Kalabahi, Babang, dan Weda. Page  72

73 USULAN PENAMBAHAN RUTE ANTAR PROPINSI MENDUKUNG TOL -LAUT
INTERAKSI KAWASAN EKONOMI INDUSTRI, DISTRIBUSI DAN PRODUKSI Daerah pusat industri Daerah pusat produksi Daerah pusat distribusi Page  73

74 Bagian Enam Rekomendasi Page  74

75 TINJAUAN UMUM PROBLEMATIKA ANGKUTAN PERINTIS
THREE MAIN ORIENTATION Liner based services More frequent and reliable Faster speed and shorter at port The availability of spares The alocation of commercial fuel Bigger ships operated Higher safety level of ships Capacity of carrying cargo More qualified seafarers Mainly supported by central government The monitoring and supervision Open better partcipation of local government The selection of routes based on the potential accesibility and connectivity Expand the subsidy items rather than freight The perintis managament Better port facilities and equipment Warehouse facilities at port Good inland accesibility Facilities for passangers Bunkering facilities / depots Minimum be able to handle 750 GT of ships Shipping Services Growth Governance Infrastructure Shipping sevice services Related to infrastructures TINJAUAN UMUM PROBLEMATIKA ANGKUTAN PERINTIS TINJAUAN UMUM PENINGKATAN KONEKTIVITAS+AKSESIBILITAS

76 STRATEGI TRANSFORMASI
RENCANA AKSI PENGUATAN KONEKTIVITAS DAN AKSESIBILITAS A B C D E Penguatan daya dukungan industri dan mobilisasi Rekayasa jaringan rute hub and feeder Penyiapan cluster pelayanan perintis Standar minimal kapal dan pelabuhan Dukungan subsidi bahan bakar, galangan kapal dan awak kapal Pillars Keterpaduan dengan moda darat dan layanan komersial Faktor Pendorong (Enablers) Pengembangan Kapasitas SDM Budaya Layanan Efektif dan Manajemen Perubahan Rencana Program 6 STRATEGI UTAMA DAN 25 SUB STRATEGI DETAIL

77 9 INISIATIVES DAN 25 SUB-INISIATIVES
Mendorong dan memperkuat konektivitas dan aksesibilitas Memperkuat Jaringan penyeberangan antar pulau berbasis Hub& Spoke dan Sabuk Nusantara Penguatan trayek angkutan dan armada Ekspansi kapal-kapal dan terminal penyeberangan Penyiapan jaringan keperintisan pengumpul dan pengumpan yang mendorong Tol Laut Indonesia Penciptaan ruang fiskal baru layanan penyeberangan Pembangunan pelabuhan keperintisan baru Inisiasi pola dukungan diversifikasi subsidi Penguatan infrastruktur perdagangan Pengembangan wilayah pendidikan ke Kabupaten 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1.1 Penyiapan kluster layanan keperintisan 1.2 Penyiapan jaringan rute propinsi dan kabupaten 1.3 Penugasan PT ASDP dan PELNI 1.4 Penyiapan jalur dan fasilitas konektivitas pnp 1.5 Penyiapan koridor trayek utama angkutan 1.6 Melibatkan armada/ usaha ASDP nasional 9.1 Pengembangan PT daerah ke kabupaten 9.2 Penguatan faslitas dan mobilitas daerah kab 9.3 Penguatan industri lokal tingkat Kabupaten 8.1 Penyediaan infrastruktur pergudangan pelabuhan 8.2 Penyediaan kawasan industri pergudangan 7.1 Pembiayaan BBM komersial 7.2 Pembiayaan galangan kapal dan pelatihan ABK 6.1 Pelabuhan baru di NTT, Maluku/Malut, Papua 6.2 Melalui pendanaan PPP dan pemerintah daerah 4.1 Ekspansi teknis pelabuhan dan armada nasional 4.2 Fokus di sejumlah koridor utama nasional 3.1 Penyiapan rute pantai penyeberangan dominan 3.2 Penyediaan fasilitas/dermaga penumpang/Ro-Ro 3.3 Desian varian baru 300, 500, 750 dan 1200 GT 2.1 Penetapan rute/trayek penguatan Tol Laut Infrastruktur dan layanan Strategi berbasis Peningkatan Ekonomi 5.1 Sumber dana PNBP pelabuhan untuk dana publik 5.2 Pengaturan CSR unit usaha tertentu untuk publik

78 Supporting services required for the sea and ferry operations
Recommendation for effectivess and efficiencies Bunkering Services Shipyard facilities Seafarer training Oil barge service is required in many main ports in Ferry routes Collaboration to Pertamina is required to guarantee the availability of oil bunkering Similarly for fresh water availability at ports are required to be provided in mobile operations in barge ships Shipyard facilities are urgently required to be provided in various areas in Eastern part of Indonesia such as in Nusa Tenggara, Merauke, North Maluku and Central and South-East Sulawesi The shipyard that provides repair and maintenance activities In addition, the availability of spares also required to avoid ship delays The staff or seafarers are required to be ready in local area of Eastern part of Indonesia The establishment of local maritime polytechnic or education are needed particularly for Nusa Tenggara, Papua, West Papua Or at least, continuous training program is required to stimulate local people to be a seafarer

79 Usulan Pengembangan Prasarana Pelabuhan
Page  79

80 Evaluasi Umum Trayek Perintis Prasarana Angkutan Laut Perintis
Dengan panjang alur rata-rata sekitar 400 meter juga tidak terlihat tingkat kesulitan yang berarti bagi kapal-kapal perintis untuk dapat melakukan proses sandar dengan aman di enam pelabuhan yang eksis walaupun cenderung dioperasikan secara manual atau visual tanpa bantuan peralatan sistem komunikasi kelautan berdasarkan standar komunikasi maritim yang berlaku. Jadi bila melihat draft pelabuhan yang ada diperkirakan pelabuhan- pelabuhan yang ada diperkirakan dapat melayani kapal-kapal dengan kapasitas di bawah 600 GT (gross tonnage) atau dengan draft kapal di sekitar 4-5 meter. Diharapkan dapat lebih ditingkatkan level kedalamannya hingga 6-7 meter dalam waktu mendatang atau juga dengan cara lain dimana dermaga-dermaga internasional dapat dimanfaatkan untuk proses sandar kapal-kapal dengan dimensi yang lebih besar.

81 Evaluasi Umum Trayek Perintis Kondisi Daya Dukung Pelabuhan untuk Angkutan Perintis
Kebutuhan ke depan adalah peralatan bongkar-muat yang mulai menjadi kebutuhan relatif penting untuk masa mendatang akibat adanya satu proses perubahaan perilaku pengangkutan barang dari yang berpola barang bawaan menjadi barang industrial atau barang proyek yang cenderung dengan volume yang lebih besar dan berat. Dua opsi yang perlu dipertimbangkan terkait dengan kebutuhan ini yaitu pertama dengan penyiapan peralatan bongkar-muat di atas kapal (ship-crane) atau penyediaan peralatan bongkar-muat di pelabuhan, Kapasitas yang dbutuhkan mungkin sekitar 5-10 ton Faktor lain terkait dengan penanganan kargo ini ditemukan dalam survey ini bahwa tidak ada satupun pelabuhan memiliki fasilitas pergudangan atau penyimpanan baik terbuka (open yard) dan tertutup (shed).

82 KEBUTUHAN DAYA DUKUNG PRASARANA ANGKUTAN
Panjang dan Lebar Dermaga Kedalaman Peralatan Bongkar-Muat Kawasan Pergudangan Layanan Penumpang 150x30 meter 6-9 LWS 5-22 Ton m2 Kapasitas 300 orang dan parkir bis untuk 20 unit Kecenderungan meningkatnya unit trafik angkutan keperintisan menuntut adanya pengembangan kapasitas pelabuhan perintis khususnya dalam melayani kapal-kapal dengan dimensi yang lebih besar guna mencapai target skala ekonomik yang tidak membebani masyarakat. Orientasi pengembangan juga untuk menstimulasi semakin efektif dan efisiennya proses perdagangan dan angkutan antar pulau yang terjadi sebagai interkasi ekonomi dan potensi meningginya mobilisasi ekonomi di wilayah-wilayah pulau terpencil

83 Usulan Standar Varian Armada Kapal Perintis
Page  83

84 VARIAN KAPAL 1200 DWT

85 VARIAN KAPAL 750 DWT

86 VARIAN KAPAL 500 DWT

87 USULAN KARAKTERISTIK ARMADA KAPAL PERINTIS
Karakteristik kapal yang diusulkan adalah multipurpose-vessel. Kapal tersebut diharapkan dapat digunakan untuk mengangkut penumpang dan barang. Multipurpose-vessel ini merupakan kapal yang lebih diutamakan untuk mengangkut lebih banyak penumpang dibandingkan dengan jumlah barang yang ada. Kapal tersebut diharapkan dapat mengangkut kurang lebih 400 orang, sesuai dengan kondisi kajian Proyeksi Rencana Angkutan Perintis, sedangkan untuk kapasitas muatan untuk kapal existing sudah mencukupi,hal ini terlihat dari load factor muatan yang tidak pernah melebihi dari kapasitasnya. Selain itu, persoalan utama dalam operasional kapal perintis adalah perawatan yang harus dilakukan setiap tahunnya, baik itu kontruksi kapal, permesinan, peralatan keselamatan dan sistem navigasinya

88 Evaluasi Umum Trayek Perintis Kondisi Armada Kapal Perintis
Kondisi peralatan keselamatan untuk kapal perlu diperhatikan sehingga kesesuaian aturan SOLAS 1974 (Safety of Life at Sea) dan jaminan keselamatan penumpang lebih terjaga. Kondisi sekoci di banyak kapal tidak dapat dioperasikan, sehingga akan berbahaya bagi keselamatan penumpang dan anak buah kapal (ABK) jika kapal perintis ini terjadi kecelakaan. Selain itu beberapa peralatan pemadam kebakaran seperti springkle dan portable fire extinguisher tidak dapat berfungsi dengan baik. Selain diatas, peralatan navigasi juga perlu diperbaiki sesuai dengan persyaratan pada SOLAS 74 chapter 5, hal ini terkait dengan keselamatan operasional Kapal Perintis. Peralatan navigasi yang ada di sudah banyak yang tidak dapat dioperasikan. Sertifikat Kontruksi dan Permesinan dari Biro Klasifiksi Indonesia untuk sudah kadaluwarsa, sehingga asuransi kapal sudah tidak dapat menanggung kerugian jika kapal terjadi kecelakaan ( asuransi sudah gugur).

89 Evaluasi Umum Trayek Perintis Kondisi Armada Kapal Perintis
Perlu diperhatikan tingkat kenyamanan penumpang untuk berlayar menggunakan kapal perintis, seperti kenyamanan kabin, mess room /kafetaria. Kebersihan dan kelayakan Galley (Dapur) juga perlu diperhatikan dengan memperhatikan standar yang ada seperti ILO (International Labour Organisation) C068, terkait dengan food dan catering. Ruang palka perlu di manfaatkan lagi, dengan memperhatikan kemudahan dalam bongkar muat dan juga perlu area untuk penyimpanan sepeda. Sistem bongkar muat perlu di evaluasi kembali dengan menggunakan tipe crane yang lebih sesuai dan kemudahan bongkar muat, sehingga diharapkan, penyimpanan muatan tidak diletakkan di dalam Kabin Penumpang dan juga di geladak terbuka.

90 Dukungan Kebijakan Lokal Lokasi kawasan ekonomi baru
KEBUTUHAN DAYA DUKUNG KEBIJAKAN ANGKUTAN PERINTIS DI WILAYAH INDONESIA TIMUR Orientasi kebijakan perlu mendukung kebutuhan peningkatan volume dan nilai perdagangan antar pulau melalui penyediaan level biaya angkutan perintis yang bersaing atau dapat dijangkau oleh masyarakat umum guna membuka terdistribusinya komoditas unggulan lokal antar-pulau. Partisipasi daerah perlu distimulasi dalam penyediaan investasi jaringan layanan, simpul, dan armada keperintisan. Khususnya untuk wilayah-wilayah fair and less connected. Pendanaan subsidi keperintisan perlu secara kontinu perlu menerapkan variabel konektivitas dan aksesbilitas untuk penetapan dukungan pembiayaan layanan keperintisan di daerah Indonesia Timur. Bentuk pendanaan keperintisan dapat dikembangkan untuk investasi bunkering kapal, galangan kapal, dan penyiapan SDM/ training awak kapal keperintisan. Dukungan Kebijakan Lokal Lokasi kawasan ekonomi baru

91 ? Pertanyaan dan Masukan Sungguh Kami Harapkan ? ? Page  91


Download ppt "The result of Perintis Connectivity Survey in Eastern part of Indonesia Program ADB 8045: Improving Domestic Connectivity Dr. Saut Gurning, TA-ADB, Tim."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google