Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

SELAMAT DATANG DI POLTEK PIKSI GANESHA BANDUNG 1 1.

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "SELAMAT DATANG DI POLTEK PIKSI GANESHA BANDUNG 1 1."— Transcript presentasi:

1 SELAMAT DATANG DI POLTEK PIKSI GANESHA BANDUNG 1 1

2 PERPAJAKAN 1 SUGIYANTO IKHSAN, S.Pd,.M.M 08122011252

3 SESI I DASAR-DASAR PERPAJAKAN

4 DASAR-DASAR PERPAJAKAN
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum

5 Iuran dari rakyat kepada negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). Berdasarkan Undang-Undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individu oleh pemerintah. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran bagi masyarakat luas.

6 DASAR HUKUM PAJAK “merupakan keseluruhan peraturan yang meliputi perundang-undangan, yang mengatur mengenai wewenang pemerintah untuk memungut sebagian kekayaan seseorang atau badan, kemudian mengeluarkan kembali untuk kepentingan masyarakat melalui kas negara.”

7 SYARAT PEMBUATAN UNDANG-UNDANG PAJAK
Syarat Yuridis, yaitu sesuai dengan UUD 1945 pasal 23 ayat 2 bahwa: “segala pajak untuk keperluan negara diatur berdasarkan Undang-undang”. Syarat Ekonomi, yaitu pembuatan undang-undang perpajakan harus dapat mencerminkan keseimbangan yang mendukung perkembangan kehidupan perekonomian masyarakat, hal ini sesuai dengan fungsi pajak yang mengatur. Syarat Sosiologis, yaitu dalam menerapkan undang-undang perpajakan selayaknya berorientasi kepada aspek-aspek yang berhubungan dengan adanya kepentingan masyarakat dan penggunaan hasil penerimaan pajak adalah untuk kepentingan masyarakat secara luas. Syarat Finansial, yaitu hasil pemungutan pajak harus dapat mencukupi dan mendukung pengeluaran-pengeluaran negara, baik untuk pengeluaran rutin maupun untuk pengeluaran pembangunan.

8 Adam Smith dalam bukunya “Wealth of Nation” mengatakan bahwa supaya peraturan pajak yang dibuat itu adil, harus memenuhi 4 syarat seperti berikut: a.Equality dan Equity, yaitu: Equality berarti adanya suatu kesamaan dalam beban pajak. Dimana subjek pajak yang mempunyai kondisi social ekonomi yang sama, maka pajak dikenakan beban pajak yang sama. b.Certainty, yaitu suatu kepastian hukum, dimana setiap Undang-undang perpajakan dan ketentuan perpajakan harus mengandung kepastian hukum, baik untuk para wajib pajak, untuk negara dan aparat pajak yang melaksanakan tugas pemungutan pajak.

9 c.Convenience of Payment, yaitu saat pemungutan pajak harus tepat sesuai dengan kondisi ekonomi para wajib pajak yang memungkinkn dapat membayar hutang pajaknya. d.Economic of Collection, yaitu dalam menetapkan biaya pemungutan pajak yang harus diperhitungkan secara sempurna agar tidak terjadi pengeluaran biaya pemungutan secara sempurna agar tidak terjadi pengeluaran biaya pemungutan lebih besar daripada jumlah pajak yang diterimanya.

10 FUNGSI PAJAK a.Fungsi Budgeter yaitu fungsi pajak yang bertujuan untuk memasukkan penerimaan uang untuk kas negara sebanyak-banyaknya dalam mengisi RAPBN, sesuai dengan target penerimaan pajak yang telah ditetapkan. Fungsi Budgeter ini berlaku baik penerimaan pajak pusat dalam APBN maupun untuk penerimaan pajak daerah dalam APBD. b.Fungsi Regulered (mengatur) yaitu fungsi tidak langsung untuk memasukkan uang sebanyak mungkin, tetapi pajak dipakai sebagai alat untuk menggerakkan sarana perekonomian yang produktif karena adanya fasilitas-fasilitas pajak, maka kondisi demikian dapat menumbuhkan objek pajak dan subjek pajak baru yang lebih banyak lagi sehingga tumbuhnya basis pajak lebih meningkat

11 GOLONGAN PAJAK a.Pajak Langsung (PL) dan Tidak Langsung (PTL)
Pajak Langsung yaitu pajak-pajak yang pembebanannya langsung dipikul oleh wajib pajak yang bersangkutan atas objek pajak yang merupakan penghasilannya, dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan, pajak langsung secara administratif mempunyai kohir. Pajak Tidak Langsung yaitu pajak-pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan atau digeserkan (tax-incidence) kepada pihak lain. Pada umumnya para produser dapat melimpahkan beban pajaknya kepada konsumen yang merupakan penggeseran kedepan (forward shifting). Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. b. Pajak Pusat dan Pajak Daerah Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang pelaksanaannya dibawah wewenang Pemerintah Pusat Dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sedangkan Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik tingkat provinsi, kota atau kabupaten. Jenis Pajak daerah antara lain : - Pajak Pembangunan - Pajak Kendaraaan Bermotor - Bea Balik Nama

12 Perbedaan dan persamaan pajak daerah denganPPN :
Persamaannya adalah sama-sama bayar 10% dan ditambahkan ke dalam harga barang/ makanan yang kita beli. Perbedaannya adalah hanya masalah administrasi dan kewenangan pemungutannya. PPN merupakan pajak pusat, yang pengadministrasiannya ada di pemerintah pusat, dalam hal ini oleh Direktorat Jenderal Pajak. Penerimaan dari PPN akan masuk dalam APBN. Sedangkan Pajak Restoran Merupakan Pajak Daerah, yaitu pajak yang kewenangan pemungutan dan pengadministrasiannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah Kota/Kabupaten. Penerimaan dari Pajak Daerah akan masuk dalam APBD, sebagai PAD.

13 JENIS-JENIS PAJAK DAERAH
Selain Pajak Restoran, Apa Saja yang termasuk Pajak Daerah? Pajak Daerah dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : pajak Provinsi dan Pajak Kota/Kabupaten. Sesuai dengan UU Pajak Daerah & Retribusi Daerah yang baru, Jenis pajak Daerah terdiri dari : a) Jenis Pajak Provinsi terdiri atas : Pajak Kendaraan Bermotor; 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; 4. Pajak Air Permukaan; dan 5. Pajak Rokok

14 b) Jenis pajak kabupaten/Kota terdiri dari :
Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan; 6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; 7. Pajak Parkir; 8. Pajak Air Tanah; 9. Pajak Sarang Burung Walet; 10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan & Perkotaan 11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

15 SUBJEK PAJAK dan TARIP PAJAK RESTORAN
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada restoran. Dengan demikian setiap konsumen, selain membayar tarip restoran, wajib pula membayar Pajak restoran sebesar 10 % dari tarip restoran kepada Pengusaha restoran. Wajib Pajak adalah pengusaha restoran, yang harus menyetor Pajak restoran yang dibayar oleh konsumen kepada Dinas Pendapatan atau Bank Daerah selaku Kas Daerah. Masa pajak restoran adalah jangka waktu yang lamanya 1(satu) bulan takwin

16 DASAR PENGENAAN, TARIP dan CARA PERHITUNGAN PAJAK RESTORANT
Dasar pengenaan dan Tarip Pajak Dasar pengenaan Pajak Adalah jumlah pembayaran yang diberikan konsumen kepada restoran : Masa Pajak adalah jangka waktu lamanya satu (1) bulan takwim. Cara perhitungan :  TARIP PAJAK X CARA PENGENAAN  Tarip Pajak : 10%  Dasar pengenaan = Jumlah pembayaran yang dilakukan konsumen kepada restoran (omzet)

17 CONTOH PERHITUNGAN PAJAK RESTORAN
Sebuah restoran menyediakan makanan dan minuman di tempat, sekaligus melayani pesanan. Berdasarkan laporan Perusahaan, selama satu (1) bulan restoran tersebut memperoleh pendapatan dari konsumen yang makan di restorannya sebesar Rp ,- dan dari pesanan (dus) sebesar Rp ,- Berapakah Pajak restoran yang harus dibayar oleh restoran tersebut? Jawab : Cara perhitungan pajak : TARIP PAJAK x CARA PENGENAAN Tarip pajak 10 % Dasar pengenaan pajak = omzet x tarip pajak = Rp Rp ,- = Rp ,- = Rp ,- x 10% =Rp ,-

18 TIMBUL DAN BERAKHIRNYA HUTANG PAJAK
A.Timbulnya Hutang Pajak Karena pemungutan pajak berdasarkan Undang-undang dan dapat dipaksakan, maka timbulnya Pajak terjadi karena adanya peristiwa, kejadian, atau perbuatan hukum yang dapat menimbulkan objek pajak dan dapat dikenakan pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Menurut faham materiil, timbulnya hutang pajak bukan karena ketetapan fiskus, tetapi karena adanya undang-undang yang berlaku. Jadi tanpa adanya Surat Ketetapan Pajak (SKP), asal ada objek pajak, maka sudah memenuhi syarat timbunya Hutang Pajak.

19 LATIHAN SOAL : Hotel Mitra Qita di Jl. Setiabudhi no.20 Bandung mempunyai NPWPD , pada bulan September 2013 mendapatkan omzet : Restorant 150 prs Tenderloin steak @ Rp ,- 100 prs Sirloin steak @ Rp ,- 60 prs Sop buntut @ Rp ,- 50 prs Spageti bolognes @ Rp ,- 75 prs Kentang & Sosis Rp ,- 120 prs Nasi timbel @ Rp ,- 410 gls Orange juice @ Rp ,- 200 gls Guava juice @ Rp ,- 500 gls Ice lemon tea @ Rp ,- 600 cup Ice cream @ Rp ,-

20 B. Baunquate/Hall : Paket weeding Rp 70. 000
B. Baunquate/Hall : Paket weeding Rp ,- Tambahan Stall : 15 Tab Es kelapa Rp ,- 20 Tab Coke,Sprite & Rp , pcs Baso Rp 2.000, Tsk Rp 3.000,- C. Hotel (Dengan omzet) : 250 Kmr Suite room hotel Rp ,- 75 Kmr Deluxe Room hotel Rp ,- 10 Kmr VIP Room hotel Rp ,- 25 Kmr President Room htl Rp ,- 20 Kmr Family Room hotel Rp ,- 25 Kmr Standard Room htl Rp ,-

21 D. Sarana lain : 75 lbr Tiket Fitnes @ Rp ,- 250 lbr Tiket renang happy Rp ,- 210 lbr Tiket renang anak @ Rp ,- 65 lbr Tiket tennis Rp ,- 50 lbr Tiket tennis anak @ Rp ,- Diminta : Berapa tax & Service nya Buatkan laporan SPTD dan SSP Catatan : Untuk Restoran,Banquet, hotel ditambah tax & service 21 % Untuk sarana lain tax nya 10%

22 PAJAK BUMI DAN BANGUNAN & BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
MATERI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN & BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

23 DASAR HUKUM TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) dan BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) YAITU : UNDANG-UNDANG RI NOMOR 21 TAHUN 1997 SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO 20 TAHUN 2000

24 KETENTUAN UMUM Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan :
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya,sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomer 5 tahun tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-undang no.16 tahun 1985 tentang rumah susun,apartemen dan peraturan perundangan – undangan lainnya

25 OBJEK PAJAK Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan Bangunan Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. Pemindahan hak karena : 1. Jual beli 2. Tukar menukar 3. Hibah 4. Hibah wasiat 5. Waris 6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya

26 b. Pemberian hak baru karena : 1. Kelanjutan pelepasan hak 2
b. Pemberian hak baru karena : 1. Kelanjutan pelepasan hak 2.Di luar pelepasan hak 3. Hak atas Tanah sebagaimana dimaksud dalamayat (1) adalah : a. Hak milik b. Hak guna usaha c. Hak guna bangunan d. Hak pakai e. Hak milik atas satuan rumah susun f. Hak pengelolaan

27 Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh : Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan atas perlakuan timbal balik Negara untuk penyelrngaraan pemerintah dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama

28 e. Orang pribadi atau badan karena wakaf f
e. Orang pribadi atau badan karena wakaf f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah

29 Tarif pajak ditetapkan sebesar 5 % (lima persen)

30 DASAR PENGENAAN DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK
Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam hal : a. Jual beli adalah harga transaksi b. Tukar menukar adalah nilai pasar c. Hibah adalah nilai pasar d. Hibah wasiat adalah nilai pasar e. Waris adalah nilai pasar f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar

31 SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG
Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk : a. Jualbeli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta b. Tukar menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta c. Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta d. Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya kekantor pertanahan

32 Contoh Perhitungan PBB : 1
Contoh Perhitungan PBB : 1. Tuan Albert mempunyai tanah dan bangunan di Jl.Lembang no.51 Bandung dengan rincian sbb : Bumi luas 250 m2 kls A29 harga Rp ,-/m Bangunan luas 200 m2 harga Rp ,-/m NJTKP Rp 12 jt Berapa pajak Tuan Albert tahun ini yg harus dibayar ? Jawab : 250 x ,- = Rp ,- 200 x ,- = Rp ,- NJKP = Rp ,- NJTKP = Rp ,- NJKP utk perh.PBB = Rp ,- NJKP 20%x 163 jt = Rp ,- PBB yg terutang 5%x = Rp ,-

33 2. Tuan Albert pada tanggal 29 Maret 2008 membeli tanah dan bangunan di kabupaten Lembang dengan NPOP sebesar Rp ,- dan NPOPTKP untuk daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp ,- berapa perolehan hak tersebut terutang bea perolehan hak atas Tanah dan Bangunan ? Jawab : NPOP Rp ,- NPOPTKP Rp ,- NPOPKP Rp ,- Pajak terutang = 5%x 80 jt Rp ,-

34 Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 30 Desember 2009 ternyata ditemukan data yang belum lengkap yang menunjukan bahwa NPOP sebenarnya adalah Rp ,- maka berapa pajak yang seharusnya terutang ? Jawab : NPOP Rp ,- NPOPTKP Rp ,- NPOPKP Rp ,- Pajak yg sehrsnya terutang 5%x 130 jt Rp ,- Pajak yg telah dibayar Rp ,- Pajak yg kurang bayar Rp ,- Sanksi administrasi berupa bunga dari tgl 29 maret 2008 sampai dengan 30 Desember 2009 = 10 x 2% x Rp ,- = Rp ,- dan denda Rp ,- Jadi jumlah pajak yang harus dibayar sebesar Rp = ,-

35 3. Pada tanggal 2 maret 2009 Tn.Albert mendaftarkan warisan berupa tanah dan bangunan yang terletak di kota Bandung dengan NPOP Rp ,- dan NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk kota Bandung sebesar Rp ,- berapa perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan ? Jawab : NPOP Rp ,- NPOPTKP Rp ,- NPOPKP Rp ,- Pajak yg sehrsnya terutang 5%x 100jt Rp ,-

36 LATIHAN SOAL : 1. Tuan Budi mempunyai tanah dan bangunan di Jl.Buah batu no. 251 Bandung dengan rincian sbb : Tanah luas 550 m2 kls A5 harga Rp ,- /m Bangunan luas 350 m2 harga Rp ,- /m NJOPTKP Rp 12 jt Berapa Tn. Budi harus membayar pajak pada tahun tsb ? 2. Tuan Budi pada tanggal 2 Januari 2008 membeli tanah dan bangunan di Jl.Setiabudi no. 358 dengan NPOP sebesar Rp ,- dan NPOPTKP untuk daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp ,- berapa perolehan hak tersebut terutang bea perolehan hak atas Tanah dan Bangunan ? 3. Pada tanggal 1 Februari 2009 Tn.Budi mendapatkan warisan berupa tanah dan bangunan yang terletak di kota Bandung dengan NPOP Rp ,- dan NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk kota Bandung sebesar Rp ,- berapa perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan ?

37 LATIHAN SOAL : Hotel Mustika di Jl. Ir.H.Juanda no.230 Bandung mempunyai NPWPD , pada bulan Oktober mendapatkan omzet : Restorant 250 prs Tenderloin stick @ Rp ,- 150 prs Sirloin stick @ Rp ,- 160 prs Sop buntut @ Rp ,- 150 prs Spageti bolognes @ Rp ,- 275 prs Kentang & Sosis Rp ,- 150 prs Nasi timbel @ Rp ,- 510 gls Orange juice @ Rp ,- 250 gls Guava juice @ Rp ,- 520 gls Ice lemon tea @ Rp ,- 560 cup Ice cream @ Rp ,-

38 B. Baunguate/Hall : Paket weeding Rp 60. 000
B. Baunguate/Hall : Paket weeding Rp ,- Tambahan Stall : 10 Tab Es kelapa Rp ,- 25 Tab Coke,Sprite & Rp , pcs Baso Rp 2.000, Tsk Rp 1.500,- C. Hotel (Dengan omzet) : 150 Kmr Suite room hotel Rp ,- 125 Kmr Deluxe Room hotel Rp ,- 25 Kmr VIP Room hotel Rp ,- 25 Kmr President Room htl Rp ,- 25 Kmr Family Room hotel Rp ,- 25 Kmr Standard Room htl Rp ,-

39 B. Berakhirnya Hutang Pajak Hutang Pajak yang timbul, maka pada saat tertentu hutang pajak tersebut akan berakhir karena : 1. Telah dilaksanakan pembayaran hutang pajak tersebut pada waktunya ke Kas Negara, melalui Giro Pos atau bank yang ditunjuk. 2. Dilakukan kompensasi pembayaran antara kelebihan pembayaran pajak dalam suatu tahun pajak dengan pajak yang terhutang dan harus dibayar dalam tahun yang bersangkutan. 3. Penghapusan hutang pajak yang terjadi bilamana wajib pajak mengalami keadaan pailit yang dinyatakan pengadilan, maka hutang pajak yang masih harus dibayar baik sebagian maupun sepenuhnya sesuai dengan ketetapan fiskus yang dihapuskan. 4. Lewat Waktu (Daluarsa), yang menurut ketentuan dalam Undang- undang Perpajakan Indonesia ditetapkan bilamana hutang pajak tersebut tidak ditagih oleh fiskus setelah lewat 10 tahun sesudah saat pajak atau tahun pajak. Undang-undang nomor 28 tahun 2007 menetapkan lewat waktu (daluwarsa) pajak adalah untuk masa 5 tahun. 5. Adanya pembebasan-pembebasan dalam hutang pajak pada umumnya hanya mengenai jumlah kenaikan hutang pajak yang disebabkan karena adankya denda keterlambatan pembayaran pajak dan denda administrasi.

40 TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK
1. Teori Asuransi Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut. 2. Teori Kepentingan Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap Negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar. 3. Teori Daya Pikul Beban untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan yaitu : • Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang. • Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi. Contoh : Tuan A Tuan B Penghasilan / bulan Rp 3 juta Rp 3 juta Status menikah dengan 3 anak bujangan Secara objektif, pajak untuk tuan A sama besarnya dengan tuan B, karena mempunyai penghasilan yang sama besarnya. Secara subjektif PPh untuk tuan A lebih kecil daripada tuan B, karena kebutuhan materiil yang harus dipenuhi tuan A lebih besar.

41 4. Teori Bakti Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban. 4. Teori Asas Daya Beli Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

42 KEDUDUKAN HUKUM PAJAK Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. Hukum Pajak mempunyai kedudukan di antara hukum- hukum sebagai berikut : A. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya. B. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut ; • Hukum Tata Negara • Hukum Tata Usaha (Hukum Administrasi) • Hukum Pajak • Hukum Pidana

43 TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK
1. Stelsel Pajak A. Stelsel riil (riel stelsel) : Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutan itu baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajaknya baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). B. Stelsel anggapan (fictive stelsel) : Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan berdasarkan pajak terutang untuk tahun berjalan. C. Stelsel campuran : Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

44 A. Azas domisili (azas tempat tinggal) :
2. Asas Pemungutan Pajak A. Azas domisili (azas tempat tinggal) : Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun di luar negeri, asa ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. B. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. C. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak luar negeri.

45 Sistem Pemungutan Pajak
1. Official Assessment System Adalah suatu system pemungutan yang memberik wewenang kepada wajib (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus. Wajib Pajak bersifat pasif. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak fiskus. 2. Self Assessment System Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. - Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak Sendiri. - Wajib Pajak Aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. - Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3. With Holding System Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.

46 HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
1. Perlawanan pasif Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain: Perkembangan intelektual dan moral masyarakat. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat. Sistem control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik. 2. Perlawanan aktif Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditunjukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya : Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggarkan Undang-undang. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undang-undang (menggelapkan pajak).

47 TARIF PAJAK Ada 4 macam tarif pajak : 1. Tarif sebanding/proporsional : Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlahnya yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenal pajak. Contoh : Untuk menyerahkan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% 2. Tarif tetap : Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap beberapa jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contohnya : Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nominal berapapun adalah Rp ,- 3. Tarif progresif : Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contoh : Pasal 17 Undang-undang RI Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi. 4. Tarif degresif : Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

48 SESI Ii KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

49 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
Sejalan dengan perkembangan yang ada, disadari banyak masalah perpajakan yang ternyata tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada sehingga menuntut perlunya penyempurnaan terhadap Undang-undang. Dengan alasan tersebut maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan sebagai penyempurnaan.

50 Ciri dan corak sistem pemungutan pajak
Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama- sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk membiayai negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak itu sendiri. Pemerintah dalam hal ini aparatur perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang telah digariskan dalam peraturan perundangan- undangan perpajakan. Anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (self asesment), sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak.

51 DASAR HUKUM Dasar Hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-undang No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan Undang-undang No tahun 2007.

52 ISTILAH-ISTILAH ATAU PENGERTIAN – PENGERTIAN DALAM PERPAJAKAN
Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, dan pension, bentuk usaha tetap, serta badan lainnya. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwin kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keungan. Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun takwin kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu satu tahun pajak/ Pajak yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Surat Paksa adalah surat perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak, sesuai dengan Undang-undang No. 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

53 TAHUN PAJAK Pada umumnya tahun pajak = tahun takwim = tahun kalender.
Wajib pajak dapat menggunakan tahun pajak tidak sama dengan tahun takwim dnegan syarat konsisten selama 12 bulan, dan lebih baik kalau melapor kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat. Dapat berubah bila disetujui oleh Direktorat Jenderal Pajak. Untuk lebih memperjelas, dibuat skema berikut ini : Tahun Pajak Sama Dengan Tahun Takwim I I 1 Januari Desember 2007 Pembukuan dimulai 1 Januari 2007 dan berakhir 31 Desember 2007, disebut Tahun Pajak 2007.   Tahun Pajak Tidak Sama Dengan Tahun Takwin a.I v I v 1 Juli Juni 2008 Pembukuan dimulai 1 Juli 2007 dan berakhir 30 Juni 2008, Karena 6 bulan pertama jatuh pada tahun 2007, maka disebut Tahun Pajak 2007. b. I v I v 1 April Maret 2009 Pembukuan dimulai 1 April 2008 dan berakhir 31 Maret Disebut Tahun Pajak 2008 sebab lebih dari 6 bulan jatuh pada tahun 2008. c. I v I v 1 Oktober September 2009 Pembukuan dimulai 1 Oktober 2008 dan berakhir 30 September Disebut Tahun Pajak 2009 sebab lebih dari 6 bulan jatuh pada tahun 2009.

54 NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)
1. Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Sebelum memenuhi kewajiban dalam perpajakan Wajib Pajak harus sudah memiliki NPWP. 2. Fungsi NPWP Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. 3. Pencantuman NPWP NPWP harus dituliskan dalam setiap dokumen perpajakan, antara lain pada : Formulir pajak yang dipergunakan Wajib Pajak. Surat menyurat dalam hubungan perpajakan. Dalam hubungan dengan instansi tertentu yang mewajibkan mengisi NPWP

55 NPWP dihapus oleh Direktur Jenderal Pajak apabila :
4. Pendaftaran NPWP Semua Wajib Pajak berdasarkan sistem Self Assessment wajib mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal wajib pajak sekaligus mendapatkan NPWP. 5. Penghapusan NPWP NPWP dihapus oleh Direktur Jenderal Pajak apabila : Diajukan permohonan penghapusan oleh WP atau ahli waris apabila WP sudah tidak memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif sesuai ketentuan perundang- undangan. Wajib Pajak Badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha. Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia. Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak karena sudah tidak memenuhi syarat suyektif dan obyektif.

56 5. Sanksi NPWP Bagi mereka yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, diancam dnegan pinadan penjara selama-lamanya 6 tahun dan denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Catatan : Wajib pajak yang tidak diwajibkan mendaftarkan diri apabila memerlukan NPWP, dapat mendaftarkan diri dan kepadanya akan diberikan NPWP. Setiap Wajib Pajak hanya mempunyai satu NPWP untuk semua jenis pajak. Untuk perusahaan perseorangan, NPWP atas nama pemiliknya. Untuk badan (misalnya PT) yang baru berdiri sebaiknya tetap mempunyai NPWP karena apabila rugi dapat dikompensasikan dengan tahun berikutnya.

57 NOMOR PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (NPPKP)
Setiap pengusaha berdasarkan Undang- undang Pajak Pertambahan Nilai dikenakan pajak, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

58 Jika pengusaha yang telah memenuhi syarat tetapi tidak melaporkan usahanya maka akan dikenakan sanksi perpajakan : 1. Tempat Melaporkan Bagi pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan. 2. Fungsi NPPKP Untuk mengetahui identitas PKP yang sebenarnya. Untuk pemenuhan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah. Untuk pengawasan administrasi perpajakan.

59 3. Sanksi NPPKP Bagi mereka yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun dan denda dengan setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Catatan : Apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jendral Pajak pengusaha telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPPKP tetapi tidak dilaporkan usahanya, dapat diterbitkan NPPKP secara jabatan.

60 SURAT SETORAN PAJAK (SSP) DAN PEMBAYARAN PAJAK
1. Pengertian SSP adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Negara atau ke tempat Pembayaran lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 2. Fungsi SSP Sebagai sarana membayar Pajak. Sebagai Bukti dan laporan pembayaran pajak. 3. Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak Bank-bank yang ditunjukan oleh Direktoral Jendral Pajak Kantor Pos dan Giro.

61 4. Tata Cara Menunda atau Mengangsur Pembayaran Atas Ketetapan
4. Tata Cara Menunda atau Mengangsur Pembayaran Atas Ketetapan . Pajak (STP,SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding). a. Wajib pajak dapat menunda atau mengangsur pembayaran dengan menghubungi Direktur Jendral Pajak, dalam hal ini kepala kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar, apabila mengalami kesulitan likuiditas atau keadaan diluar kekuasaannya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban pajaknya pada waktunya. b. Dengan syarat : 1. Diajukan sebelum jatuh tempo kecuali force mayor. 2. Menyatakan alasan penundaan pembayaran. 3. Menyatakan jumlah pajak yang dimohonkan untuk ditunda atau diangsur. c. KPP atas nama Direktur Jendral Pajak menerbitkan Surat Keputusan Angsuran / penundaan dalam jangka waktu 10 hari sejak permohnan diterima. Isi keputusan itu dapat berupa menerima seluruhnya, sebagian atau penolakan. d. Masa angsuran penundaan paling lam 12 bulan sejak Surat diterima dan tidak bisa diperpanjang lagi.

62 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)
1. Pengertian Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2. Fungsi SPT Fungsi SPT bagi wajib pajak penghasilan Sebagian sarana melapor dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Untuk melapor pembayaran pajak dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak. Untuk melaporkan pembayaran dari pemotongan dalam satu masa pajak, yang ditentukan UU perpajakan yang berlaku.

63 Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak
A. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitngan jumlah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang Mewah yang sebenarnya terutang. B. Untuk melaporkan pengkreditkan pajak masukan terhadap pajak keluaran. C. Untuk melaporkan pembayaran / peluanan pajak yang telah dilaksanakan oleh pengusaha kena pajak / melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai undang-undang yang berlaku. D. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertangung jawabkan pajak yang dipotong / dipungut dan disetorkan. Fungsi SPT bagi pemotong atau pemungut Pajak. sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertangungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.

64 Prosedur Penyelesaian SPT
Wajib pajak mengambil blangko SPT dengan menunjukan NPWP. Mengisi formulir dengan benar, jika tidak benar hingga hutang kurang dibayar maka akan dikenakan sanksi perpajakan. Menyerahkan formulir sesuai batas waktu dan meminta penerimaa, bila melalui pos harus dilakukan tercatat dan bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti penerimaan.

65 Apabila terdapat kesalahan kepada SPT, wajib pajak dapat membetulkan dalam jangka waktu dua tahun sesudah atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, ini dilakukan tertulis dengan syarat Direktorat Jenderal Pajak belum melakukan. a) tindakan pemeriksaan, dalam hal ini wajib pajak dikenakan sanksi bunga 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, di hitung saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran kekurangan pajak tersebut. b) tindak penyidikan, dalam hal ini wajib pajak dikenakan sanksi denda administrasi dua kali jumlah pajak yang kurang dibayar.

66 Walaupun waktu pembetulan telah berakhir sepanjang belum diterbitkan surat ketetapan pajak, wajib pajak masih bisa melakukan pembetulan. Pengungkapan ini terbatas pada hal-hal sebagai berikut: Pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar, atau Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil, atau Jumlah harta menjadi lebih besar, atau Jumlah modal menjadi lebih besar. Pajak yang kurang bayar akibat ketidakbenaran pengisian SPT, beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi sebelum laporan disampaikan.

67 Bukti yang harus dilampirkan SPT. A
Bukti yang harus dilampirkan SPT. A.Untuk wajib pajak yang mengadakan pembukuan: Laporan keuangan berupa neraca dan rugi laba serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak. B. WP yang menggunakan norma penghitungan: Perhitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.

68 Penundaan atau perpanjangan penyampaian SPT
Jenis SPT a) SPT-Masa adalah surat yang digunakan WP untuk melaporkan perhitungan atau pembayaran pajak yang terutang pada suatu saat atau suatu masa pajak. b) SPT-Tahunan adalah surat yang digunakan WP untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. Penundaan atau perpanjangan penyampaian SPT WP dapat mengajukan penundaan dengan disertai: Alasan penundaan penyampaian SPT-tahunan. Surat pernyataan perhitungan sementara pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Bukti pelunasan kekurangan berdasarkan perhitungan sementara itu. Sanksi keterlambatan SPT Masa PPN dikenakan denda Rp ,- dan untuk SPT Masa lainnya dikenakan Rp ,- SPT Tahunan PPh WP Badan dikenakan denda Rp ,- dan untuk SPT Tahunan WP Orang Pribadi dikenakan sebesar Rp ,- Tidak menyampaikan SPT dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipenjara dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak yang terutang. Wajib pajak tidak menyampaikan SPT dapat menimbulkan kerugian pada negara, dipenjara dengan pidana selama-lamanya enam tahun dan denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak yang terutang yang kurang dibayar.

69 SURAT KETETAPAN PAJAK Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).

70 SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR (SKPKB)
Pengertian Surat ketetapan pajak kurang bayar adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. SKPKB dikeluarkan apabila: a. berdasarkan hasil pemeriksaan atau ada keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang atau tak dibayar. b. SPT tidak disampaikan pada waktunya, setelah ditegor secara tertulis tidak juga disampaikan dalam waktu menurut surat tegoran. c. Tidak dipenuhi kewajiban sebagaimana di maksud dalam pasal 28 dan 29 hingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. d. Dalam hal ini PPN, bila dilakukan konpensasi selisih lebih dan mengenakan tariff 0% memberikan restitusi, padahal semua itu tidak benar.

71 • 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar.
Sanksi Administrasi A. Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan pada poin 2a maka jumlah kekukrangan pajak terutang ditambah sebesar 2% sebulan (maksimum 24 bulan) dihitung sejak saat terutang atau berakhirnya masa pajak, tahun pajak sampai diterbitkannya SKPKB. B. Apabila SKPKB dikeluarkan karena alasan poin 2b, 2c dan 2d maka dikenakan sanksi administrasi sebesar : • 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar. • 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut atau disetorkan. • 100% dari PPN dan PPn BM yang tidak atau kurang dibayar. Fungsi SKPKB Koreksi atas jumlah yang terutang menurut SPTnya. Sarana uantuk mengenakan sanksi. Alat untuk menagih pajak. Jangka waktu penerbitan SKPKB Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutang pajak, atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB. Dalam hal WP setelah jangka waktu 5 tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuasaan hukum tetap, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB di tambah denda administrasi berupa bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang di bayar.

72 SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR TAMBAHAN (SKPKBT)
KPKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. SKPKBT dikeluarkan apabila ; Berdasarkan data baru / lama yang belum terungkap menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya. Ditemukan lagi data yang semulan belum terungkap pada saat penerbitan SKPKBT. Fungsi SKPKBT Sebagai koreksi atas ketetapan pajak sebelumnya. Sarana untuk mengenakan sanksi. Alat untuk menagih pajak. Sanksi SKPKBT Jumlah pajak yang terutang dalam SKPKBT, di tambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan tidak dikenakan apabila SKPKBT diterbitkan berdasarkan ketetapan WP, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan pemeriksaan.

73 Jangka Waktu Penerbitan SKPKBT a
Jangka Waktu Penerbitan SKPKBT a. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutang pajak, akhir masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT. b. Dalam hal ini WP setelah 5 tahun tersebut dipidana karena pidana di bidang perpajakan sesuai dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKBT di tambah denda 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.

74 SURAT KETETAPAN PAJAK LEBIH BAYAR (SKPLB)
SKPLB adalah surat keputusan yang menentukan kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang tentang atau tidak seharusnya terutang. SKPLB dikeluarkan apabila : Setelah dilakukan penelitian oleh Direktur Jenderal Pajak, jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Fungsi SKPLB Sebagai alat atau sarana untuk mengembalikan kelebihan pembayaran pajak. Tata Cara menerbitkan SKPLB, perhitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. a) WP mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak. b) KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan SKPLB dalam waktu selambat-lambatnya 12 bulan sejak permohonan diterima. c) Apabila SKPLB tak diterima dalam 12 bulan maka WP melapor pada Direktur Jenderal Pajak bahwa permohonan belum dikabulkan. d) Dalam 1 bulan sejak surat permohonan diterima Dirjen Pajak menerbitkan SKPLB sesuai permohonan WP, SKPLB ini dikirimkan pada WP dengan tembusan pada KPP yang bersangkutan. e) KPP menerbitkan SPMKP dalam waktu 1 bulan setelah menerbitkan SKPLB. f) Apabila WP punya utang pajak lain, kelebihannya diperhitungkan untuk melunasi utang. Disamping itu WP dapat mengajukan permohonan agar kelebihan dikompensasi untuk utang pajak yang akan datang. g) Apabila pengembalian kelebihan setelah satu bulan sejak SKPLB diterbitkan, pemerintah memberikan bunga 2% sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan itu.

75 SURAT KETETAPAN PAJAK NIHIL (SKPN)
Pengertian SKPN adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tak terutang dan tak ada kredit pajak. SKPN dikeluarkan apabila : Berdasarkan pemeriksaan Dirjen Pajak, jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang dan tak ada kredit pajak atau tak ada pembayaran.

76 SURAT TAGIHAN PAJAK (STP)
Pengertian STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga atau denda. STP dikeluarkan apabila : Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tak atau kurang dibayar. Dari hasil penelitian surat pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau hitung. WP dikenakan sanksi administrasi berupa denda bunga. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU Pajak Pertambahan Nilai tapi tak melapor kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Pengusaha tak dikukuhkan berdasarkan UU Pajak Pertambahan Nilai tapi membuat faktur pajak. Fungsi STP Sebagai koreksi atau jumlah pajak yang terutang SPT WP. Sarana mengenakan sanksi administrasi berupa bunga atau denda. Alat untuk menagih pajak.

77 Sanksi Administrasi SPT
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SPT ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan, terhitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SPT. Terhadap PKP dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak. Dalam hal STP dikeluarkan terhadap WP yang dikenakan sanksi administrasi atau bunga tidak lagi dikenakan sanksi administrasi, karena dalam UU KUP tidak diatur bunga atas bunga dan denda. Apabila WP yang telah menerima STP, tapi tak membayar, maka fiskus akan melakukan : - Menerbitkan STP sekali lagi. Apabila masih tak dibayar, maka dikeluarkan surat teguran yang mungkin beberapa kali .Apabila WP masih tak mau bayar, maka dikeluarkan surat paksa. Kekuatan Hukum STP SPT mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.

78 KEBERATAN DAN BANDING Tata Cara Penyelesaian Keberatan a. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jendral Pajak atas suatu : SKPKB SKPKBT SKPLB SKPN Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. b. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipungut dengan disertai alasan yang jelas. c. Keberatann harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. d. Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak atau tanda pengiriman suat keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan. e. Keputusan atas keberatan dilakukan dalam waktu 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima. f. Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang. g. Apabila dalam waktu 12 bulan tidak ada keputusan masa surat keberatan yang diajukan dianggap diterima. h. Pengajuan surat keberatan tidak menunda pembayaran pajak yang bersangkutan. i. Apabila pengajuan keberatan diterima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan ditambah bunga 2% per bulan selama-lamanya 24 bulan.

79 Tata Cara Penyelesaian Banding
A. Wajib pajak dapat mengajukan banding hanya kepada Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan Dirjen Pajak tentang keberatannya. B. Banding diajukan dalam waktu 3 bulan sejak tanggal keberatan dikeluarkan dengan cara: Tertulis dalam bahasa Indonesia. Mengemukan alasan-alasan yang jelas dan bukti yang diperlukan. Melampirkan salinan surat keputusan keberatan. C. Putusan Badan Peradilan Pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap. D. Permohonan banding tidak menunda pembayaran pajak yang bersangkutan. E. Apabila pengajuan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah bunga 2% per bulan selama-lamanya 24 bulan.

80 PEMERIKSAAN 1. Pengertian Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan/atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2. Sasaran Pemeriksaan. Yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun penyidikan adalah untuk mencari adanya : Interprestasi undang-undang yang tidak benar. Kesalahan hitung. Penggelapan secara khusus dari penghasilan. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya, yang dilakukan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. 3. tujuan Pemeriksaan Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Wewenang Memeriksa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan-peraturan perundang- undangan perpajakan

81 5. Prosedur Pemeriksaan a. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan dan harus memperlihatkan kepada wajib pajak yang diperiksa. b. Wajib pajak yang diperiksa harus : 1. Memperlihatkan, meminjamkan buku, catatan-catatan, dokumen lainnya. 2. Memberi kesempatan untuk memasuki tempat yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. 3. Memberi keterangan yang diperlukan. 4. Kewajiban untuk merahasiakan tidak berlaku. c. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu, bila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban.

82 1. Pengertian 2. Penyidik PENYIDIKAN
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang diperlukan, sehingga dapat membuat terang tentang tindak pidana dibidang perpajakan yang terjadi, dan guna menemukan tersangka serta mengetahui besarnya pajak terutang yang telah digelapkan. 2. Penyidik Penyidik dalam tindak pidana adalah di lingkungan Direktorat Jendral Pajak yang diangkat oleh Menteri Kehakiman sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan.

83 3. Wewenang Penyidik a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas. b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan. c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan. d. Memeriksa buku-buku dari orang-orang atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan. e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaaan terhadap barang bukti tersebut. f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan. g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana perlu huruf e. h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang perpajakan. i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai tersangka atau saksi. j. Menghentikan penyidikan. k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut hukum yang dapat dipertangungjawabkan.

84 4. Kewajiban Penyidik Waktu mau mulai menyidik harus memberitahu penuntut umum dan menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum sesuai KUHAP.

85 KEWAJIBAN DAN HAK WAJIB PAJAK
Kewajiban Wajib Pajak 1. Mendaftarkan diri untuk mendapat NPWP 2. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar. 3. Mengisi dengan benar SPT, dan dimasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang ditentukan. 4. Menyelenggarakan pembukuan /pencatatan. 5. Jika diperiksa wajib; a. Memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak. b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. c. Memberikan keterangan yang diperlukan. 6. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau serta keterangan yang diminta, Wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan untuk keperluan pemeriksaan.

86 KEWAJIBAN PEMBUKUAN/PENCATATAN
1. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan. 2. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan diperbolehkan menghitung penghasilan netto dengan mengunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto dan wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan percatatan. 3. Pembukuan atau pencatatan harus ; Diselenggarakan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan usaha yang sebenarnya. Diselenggarakan di Indonesia. Menggunakan huruf latin dan angka arab. Menggunakan mata uang rupiah atau mata uang asing atas izin Men Keu. Dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh Men Keu. Diselenggarakan dengan prinsip taat azas dan accrual basis atau cash basis. Perubahan atas metode pembukuan atau pencatatan harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

87 4. Sanksi Tidak Memenuhi Kewajiban Pembukuan
a. Tidak mengadakan pembukuan/pencatatan, pajak yang terutang ditetapkan dengan SKP secara jabatan ditambah kenaikan 100% khusus untuk PPh pasal 29 ditambah kenaikan sebesar 50%. b. Dengan sengaja ; Memperlihatkan pembukuan / pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. Tidak memperlihatkan/tidak meminjamkan buku, catatatan atau dokumen lain. Dipidana penjara selama-lamanya 3 tahun dan denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak yang kurang dibayar.

88 SANKSI PERPAJAKAN Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan. Perbedaan sanksi administrasi dan sanksi pidana adalah : 1. Sanksi Administrasi, merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. 2. Sanksi Pidana, merupakan siksaan atau penderitaan, merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. 3. Ketentuan Sanksi Administras, menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi administrasi yaitu; berupa denda, bunga, dan kenaikan. 4. Ketentuan Sanksi Pidana, menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3 macam sanksi pidana yaitu ; denda pidana, pidana kurungan dan pidana penjara.

89 SANKSI ADMINISTRASI 1. Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga pembayaran, bunga penagihan dan bunga ketetapan. 2. Bunga pembayaran adalah bunga karena melakukan pembayaran pajak tidak pada waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilakukan sendiri tanpa adanya surat tagihan berupa SPT, SKPKB dan SKPKBT. Dengan demikian bunga pembayaran umumnya dibayar dengan menggunakan SSP, yaitu meliputi : a. bunga karena pembetulan SPT. b. bunga karena angsuran / penundaan pembayaran. c. bunga karena terlambat membayar. d. bunga karena ada selisih antara pajak terutang dan pajak sementara. 3. Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang ditagih dengan surat tagihan berupa STP, SKPKB dan SKPKBT tidak dilakukan dalam batas waktu pembayaran. Bunga penagihan umumnya ditagih dengan SPT. 4. Bunga ketetapan adalah bunga yang dimasukkan dalam surat ketetapan pajak sebagai tambahan pokok pajak. Bunga ketetapan dikenakan maksimum 24 bulan. Bunga ketetapan umumnya ditagih dengan SKPKB.

90 SANKSI PIDANA 1. Pidana penjara dan / atau denda pidana (karena melakukan tindak kejahatan terhadap perpajakan) dapat dilipat duakan, apabila melakukan tindak pidana perpajakan sebelum lewat satu bulan, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan. 2. Penuntutan tindak pidana terhadap pejabat hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari orang yang merahasi0akannya dilanggar, jadi pidana terhadap merupakan delik aduan

91 SESI Iii sd sesi 7 diskusi PAJAK PENGHASILAN UMUM SD PAJAK PENGHASILAN OP

92 PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

93 PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
SUBJEK PAJAK ORANG PRIBADI Pajak Penghasilan Orang Pribadi dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh subjek pajak dalam suatu tahun pajak. Subjek Pajak Orang Pribadi dibedakan atas : 1. Subjek Pajak Dalam Negeri yaitu : a. Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan. b. Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia 2. Subjek Pajak Luar Negeri yaitu : Orang pribadi yang tidak berternpat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dari dalam jangka waktu 12 bulan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dan Orang pribadi yang tidak berternpat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dari dalam jangka waktu 12 bulan, yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

94 OBJEK PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Obyek pajak orang pribadi adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan.

95 Termasuk dalam pengertian penghasilan tersebut adalah :
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa. Hadiah dari undian atau pckerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. Laba usaha. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta. Penerimaan kembali pernbayaran pajak, Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jarninan pengembalian Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun. Royalti. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Penerimaan dan perolehan pembayaran berkala. Keuntungan karena pembebasan utang. Keuntungan karena selisih mata uang asing, Premi asuransi

96 Penghasilan waiib pajak orang pribadi tersebut dapat dikelompokkan menjadi :
Penghasilan dari pekerjaan, Penghasilan dari kegiatan usaha/pekerjaan bebas. Penghasilan dari penggunaan harta. Penghasilan dari luar negeri Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari empat kelompok penghasilan di atas, seperti; - Keuntungan karena pembebasan utang - Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. - Premi asuransi dan hadiah undian.

97 Tidak Termasuk Objek Pajak
Tidak termasuk penghasilan adalah : a. Bantuan atau sumbangan. b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. 2. Warisan 3. Imbalan dalarn bentuk natura dan atau kenikmatan. 4. Pembayaran klaim dari perusahaan asuransi. Bea siswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

98 PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
Sesuai peraturan yang berlaku, struktur dan besarnya PTKP setahun adalah sebagai berikut (UU no 36 tahun yang berlaku untuk tahun pajak 2009) : 1. Rp ,- untuk diri wajib pajak pribadi Rp ,- tambahan untuk diri wajib pajak yang kawin 3. Rp ,- tambahan untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami. 4. Rp ,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang).

99 Contoh_penghitungan PTKP : Aris menikah, istrinya tidak bekerja, mernpunyai anak 1 orang. PTKP Aris setahun : Untuk WP sendiri Rp ,- Tarnbahan WP kawin Rp ,- Tambahan 1 anak Rp ,‑ Rp ,-

100 TAR1F PAJAK Sesuai pasal 17
Lapisan Penghasilan kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp ,- 5 % Diatas Rp ,- s/d Rp ,- 15 Diatas Rp ,- s/d Rp ,- 25 Diatas Rp ,- 30

101 CARA MENGHITUNG DAN MELUNAS1 PAJAK
Penghasilan kena pajak umumnya diperhitungkan selama satu tahun pajak (berdasarkan tahun takwin). Oleh karena itu, apabila Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan kurang dari 12 bulan, maka untuk menghitung pajak pada umumnya didasarkan pada tahun takwim (disetahunkan).

102 Cara menghitung dan rnelunasi pajak penghasilan melalui dua cara, yaitu:
1. Pelunasan pajak tahun berjalan yaitu pelunasan pajak dalam masa pajak rneliputi : Pembayaran sendiri oleh Wajib Pajak (PPh Pasal 25) setiap masa pajak yaitu sebesar selisih antara Pajak Penghasilan terutang tahun pajak yang lalu dikurangi dengan pemotungan dan pemungutan pajak sebagaimana diatur dalam PPh pasai 21, 22, 23, dan 24, dibagi dengan banyaknya masa pajak dalam suatu tahun pajak. Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sebesar jumlah angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu, sepanjang tidak kurang dari rata-rata angsuran bulanan tahun pajak yang lalu. Pembayaran pajak melalui orang atau badan baik swasta maupun pemerintah berupa kredit pajak yang dapat diperhitungkan dengan jumlah pajak terutang selama tahun pajak, yaitu: Pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan, jasa atau kegiatan (Pasal 21) Pemungutan PPh atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor/kegiatan usaha lain, dan pembayaran atas penyerahan barang pada badan pemerintah (Pasal 22) Pemotongan PPh atas penghasilan dari modal atau penggunaan harta oleh orang lain, hadiah dan penghargaan (Pasal 23) Pemungutan PPh atas penghasilan di luar negeri (PPh Pasal 24) Pemotongan PPh atas penghasilan yang tidak bersifat final.

103 2. Pelunasan pajak sesudah akhir tahun, pelunasan pajak sesudah tahun pajak berakhir dilakukan dengan cara: a. Membayar pajak yang kurang disetor yaitu dengan menghitung sendiri jumlah pajak penghasilan terutang untuk suatu tahun pajak dikurangi dengan jumlah kredit pajak yang bersangkutan. b. Membayar pajak yang kurang disetor berdasarkan surat ketetapan pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, apabila terdapat bukti bahwa jumlah pajak penghasilan terutang tidak benar.

104 MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK (PKP) DAN MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN DARI USAHA
Untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari kelompok usaha atau pekerjaan bebas dapat dilakukan dengan dua cara: Menggunakan Pembukuan Menggunakan Norma Penghitungan

105 Menggunakan Pembukuan :
1. Penghasilan Kena Pajak (PKP) dipakai sebagai dasar penetapan tarif PPh. Untuk Wajib Pajak Badan besarnya PKP sama dengan penghasilan netto (laba usaha), yaitu penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya yang diperkenankan oleh undang-undang. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi besarnya PKP sama dengan penghasilan bruto dikurangi dengan : Biaya untuk rnendapatkan, menagih, dan mernelihara penghasilan Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh barang-barang atau harta yang berwujud, dan amortisasi atas pengeluaran untuk hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan daIam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.

106 2. Yang tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah :.
Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi bea siswa. Imbalan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikrnatan, kecuali di daerah tertentu dan berkaitan dengan pelaksanaan pakerjaan, yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan. Yang dimaksud dengan harta yang dihibahkan adalah harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagarnaan, badan pendidikan, badan sosial, dan pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri keuangan. Pajak Penghasilan. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi. Gaji kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan yang rnodalnya tidak terbagi atas saharn. Sanksi administrasi dan pidana di bidang perpajakan.

107 Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto :
Besar penghasilan neto sama dengan besarnya % norma penghitungan penghasilan neto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha, atau penerimaan bruto pekerjaaan bebas setahun. Pedoman untuk menentukan peredaran bruto dan pedoman untuk menentukan % penghasilan neto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

108 Wajib Pajak yang boleh rnenggunakan norma penghitungan adalah Wajib Pajak orang Pribadi yang memenuhi tiga syarat berikut : Peredaran bruto maksimal Rp ,- per tahun (tahun 2006 dan sebelumnya), sebesar Rp ,- (tahun 2007 dan 2008), dan sebesar Rp ,- (per tanggal 1 Januari 2009, sesuai UU no. 36 tahun 2008). Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku. Menyelenggarakan pencatatan.

109 Berikut ini adalah contoh penghitungan pajak yang terutang dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto : Wajib Pajak A kawin (istri tidak bekerja) mempunyai 3 orang anak, ia seorang dokter bertempat tinggal dan membuka praktek dokter di Jakarta, ia juga memiliki industri rotan di Cirebon. Besarnya persentase norma untuk industri rotan di Cirebon 12,5% dan praktek dokter di Jakarta 40%. Penerimaan usaha dari industri rotan di Cirebon setahun Rp ,- Penerimaan bruto praktek dokter di Jakarta setahun Rp ,- Jika kasus diatas terjadi tahun 2009, maka perhitungan Pajak Penghasilan adalah : Penghasilan neto : dari industri rotan = 12,5% x Rp ,- = Rp ,- dari praktek dokter = 40 % x Rp ,- = Rp ,- Jumlah penghasilan neto Rp ,‑ Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp ,- Penghasilan Kena Pajak Rp ,- Pajak Penghasilan yang terutang: 5 % x Rp ,000, = Rp ,- ­15%x Rp , = Rp ,- ­25 %x Rp ,- = Rp ,- ­30 %x Rp ,- = Rp ,- Jumlah = Rp ,-

110 PPh WPOP PKP dari pekerjaan (penerapan PPh Ps 21)

111 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
(PPh 21)

112 Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan  kegiatan. Pemotong PPh Pasal 21 a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan. b. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah c. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT Taspen, PT ASABRI. D. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan, pelatihan dan magang. e. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. f.  Penyelenggara kegiatan.

113 3. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 a. Pegawai tetap. b
3. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 a. Pegawai tetap. b. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis. c. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua. d. Penerima honorarium. e. Penerima upah. f. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris). g. Peserta Kegiatan.

114 4. Penerima Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 a
4. Penerima Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat: - bukan warga negara Indonesia dan - di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

115 5. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah : a
5. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah : a. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun; b. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;

116 c. upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang merupakan calon pegawai; d.uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang pesangon dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja;

117 e. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri dari : 1. tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris) 2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; 3. olahragawan; 4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;

118 5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial; 7. Agen iklan; Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan,dan peserta sidang atau rapat; 9. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan; 10. peserta perlombaan; 11. petugas penjaja barang dagangan; 12. petugas dinas luar asuransi; 13. peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai; 14. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.

119 f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya.

120 6. Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah : a
6. Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah : a. pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; b. penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit). c. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja; d. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. e. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Psl 3(1) UU PPh). Ketentuannya di atur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.03/2008

121 Lain-Lain 1. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun. 2. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir. 3. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka Bukti Pemotongan (form 1721-A1 atau A2 ) diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun. 4. Penerima penghasilan wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak PPh Pasal 21 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri.

122 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
Tarif dan Penerapannya 1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut: - Pegawai Tetap; Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5%) dari penghasilan bruto, maksimum Rp ,- setahun atau Rp ,- (sebulan); dikurangi iuran pensiun. Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Karyawan tidak etap : 1. Penerima Pensiun Bulanan; Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5%) dari penghasilan bruto, maksimum Rp ,- setahun atau Rp ,- sebulan); dikurangi PTKP. 2. Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai : Penghasilan bruto dikurangi PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan. 3. Distributor Multi Level Marketing/direct selling dan kegiatan sejenis; penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP perbulan.

123 4. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus; peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto 5. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif PPh Psl 17 x 50% dari perkiraan penghasilan bruto - PTKP perbulan

124 6. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp ,- dan atau tidak di bayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp ,- sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.

125 7. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut: - 5% dari penghasilan bruto diatas Rp s.d. Rp % dari penghasilan bruto diatas Rp s.d. Rp % dari penghasilan bruto diatas Rp s.d.Rp % dari penghasilan bruto diatas Rp Penghasilan bruto sampai dengan Rp ,- dikecualikan dari pemotongan pajak.

126 8. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima  honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. lId kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I Kebawah.

127 7. PTKP (dalam setahun ) adalah : 1
7. PTKP (dalam setahun ) adalah : 1. Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi Rp Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp ,- 3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami Rp ,- 4. Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang ditanggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga Rp ,-

128 8. Tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan adalah: - Sampai dengan Rp ,- (5%) - Diatas Rp ,- s.d Rp ,- (15%) - Diatas Rp ,- s.d Rp ,- (25%) - Diatas Rp ,- (30%)

129 1. Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima Bulanan Contoh: Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari la memperoleh gaji sebulan sebesar Rp ,- dan membayar iuran pensiun sebesar Rp ,- sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). Penghitungan PPh Ps. 21 Penghitungan PPh Ps. 21 terutang Gaji Sebulan = Pengh. bruto = Pengurangan Biaya Jabatan: = 5%x = Iuran pensiun = Total Pengurangan = Pengh netto sebulan = Pengh. Netto setahun 12 x = PTKP setahun: WP sendiri = Tambahan WP kawin = Total PTKP = PKP setahun = PPh Ps. 21 = 5 % x = PPh Ps. 21 sebulan =

130 2. Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan Contoh: Teja status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Mulia, pensiun tahun Tahun 2009 Teja menerima pensiun sebulan Rp ,- Penghitungan PPh Ps. 21 : Pensiun sebulan = Rp Pengurangan Biaya Pensiun 5% x = Rp Penghasilan Netto sebulan = Rp Penghasilan Netto setahun = Rp PTKP(K/1) = Rp PKP = Rp PPh Ps. 21 setahun = 5% x = Rp PPh Ps. 21 sebulan (Rp : 12) = Rp

131 3. Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, tantiem,Tunjangan Hari Raya atau tahun baru, premi dan penghasilan yang sifatnya tidak tetap, diberikan sekali saja atau sekali setahun. Contoh : Ikhsan Alisyahbani adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. la memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp ,00 menerima THR sebesar Rp ,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp ,00 sebulan. Ikhsan Alisyahbani menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0) PPh Pasal 21 atas gaji dan THR Penghasilan Bruto setahun = 12x = Rp THR = Rp Jumlah Penghasilan Bruto Rp Pengurangan: Biaya Jabatan: 5%x = Iuran pensiun 12x = Total Pengurangan = Rp Penghasilan netto setahun Rp PTKP (K/0) setahun = Rp PKP setahun = Rp PPh Ps. 21 terutang: 5% x = Rp PPh Pasal 21 atas gaji Penghasilan Bruto setahun = 12x = Rp Pengurangan: Biaya Jabatan: 5%x = Iuran pensiun 12x = Total Pengurangan = Rp Penghasilan netto setahun Rp PTKP (K/0) setahun = Rp PKP setahun = Rp PPh Ps. 21 terutang: 5% x = Rp PPh Pasal 21 atas gaji dan THR - PPh Pasal 21 atas gaji: = Rp ,00 - Rp ,00 = Rp ,00

132 4. Penerima Honorarium atau Pembayaran lain
4. Penerima Honorarium atau Pembayaran lain. Contoh : Ali seorang penceramah memberikan ceramah pada lokakarya dan menerima honorarium Rp ,00. Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong (tarif Pasal 17) : 5%xRp ,00 = Rp ,00 5. Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan atau petugas dinas luar asuransi. Contoh: Tri seorang penjaja barang dagangan hasil produksi PT Jaya, dalam bulan April 2009 menerima komisi sebesar Rp ,00 PPh Pasal 21 = 5% x Rp ,00 = Rp ,00

133 6. Penerima Hadiah atau Penghargaan sehubungan dengan Perlombaan
6. Penerima Hadiah atau Penghargaan sehubungan dengan Perlombaan. Contoh: Ali pemain tenis yang tinggal di Jakarta, menjadi juara dalam suatu turnamen dan mendapat hadiah Rp ,00 PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen adalah : 5% x Rp ,- = Rp ,- 7. Honorarium yang diterima tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas. Contoh : Gatot seorang arsitek, bulan Maret 2009 menerima honorarium Rp ,00 dari PT.Abang sebagai imbalan atas jasa teknik. Penghitungan PPh Pasal 21 : 5% x 50% x Rp ,00 = Rp ,00

134 8. Penghasilan atas Upah Harian
8. Penghasilan atas Upah Harian. Contoh : Eko pada bulan Agustus 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Dayat Harini Perkasa. la bekerja sehari sebesar Rp ,00. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang : Upah sehari = Rp ,00 Batas Upah harian yang Tidak di potong PPh = Rp ,00 PKP Sehari = Rp. 0,00 PPh Pasal 21 Sehari = (5% x Rp. 0,00) = Rp. 0,00 9.Penghasilan berupa uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), dan uang pesangon yang dibayarkan sekaligus oleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan. Contoh : Eko bulan Maret 2009 menerima tebusan pensiun dari Dana Pensiun “ X” Rp ,000. Penghasilan Bruto Rp , Dikecualikan dari Pemotongan Rp Penghasilan dikenakan pajak Rp , PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp ,00 = Rp ,- Jumlah PPh Pasal 21 terutang = Rp ,-

135 c. Penerapan Perhitungan PPh Karyawan
c.1. Menghitung PPh Pegawai Tetap – SPT Masa Oktober : Karyawan tetap PT Sipatahunan Textile dalam bulan Oktober berjumlah 20 orang, dari jumlah tersebut 8 orang berpenghasilan diatas PTKP sehingga harus dipotong pajak penghasilannya. Dari 8 orang tersebut 5 orang mempunyai NPWP, sisanya belum mempunyai NPWP, nama kedelapan karyawan tersebut adalah :

136 Wajib Pajak A kawin (istri tidak bekerja) mempunyai 3 orang anak, ia seorang dokter bertempat tinggal dan membuka praktek dokter di Jakarta, ia juga memiliki industri rotan di Cirebon. Besarnya persentase norma untuk industri rotan di Cirebon 12,5% dan praktek dokter di Jakarta 40%. Penerimaan usaha dari industri rotan di Cirebon setahun Rp ,- Penerimaan bruto praktek dokter di Jakarta setahun Rp ,- Jika kasus diatas terjadi tahun 2009, maka perhitungan Pajak Penghasilan adalah : Penghasilan neto : dari industri rotan = 12,5% x Rp ,- =Rp ,- dari praktek dokter = 40 % x Rp ,- =Rp ,- Jumlah penghasilan neto Rp ,‑ Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp ,- Penghasilan Kena Pajak Rp ,- Pajak Penghasilan yang terutang: 5 % x Rp ,000, = Rp ,- 15%x Rp ,- = Rp ,- 25 %x Rp ,- = Rp ,- 30 %x Rp ,- = Rp ,- Jumlah = Rp ,-

137 1 Direktur 10.300.000,- K/3 2 Sewaka, SH Wakil Direktur 9.800.000,- 3
No Nama Jabatan Penghasilan Bruto Status NPWP 1 AA Malarangeng, SH Direktur ,- K/3 2 Sewaka, SH Wakil Direktur ,- 3 Ir Dedi Dasuki Manajer Pabrik ,- K/2 4 Ir Dodong Juhari Ka Bag Ekspor ,- - 5 Drs Atik Suhenda Ka Bag Keuangan ,- K/1 6 Ir Ade Miftah Ka Bag Produksi ,- 7 Drs Pamuji Ka Bag Umum ,- 8 Dra Sekarwati Staf Bag Personalia ,- TK/0

138 Sedangkan pegawai yang 12 orang (yang penghasilannya masih dibawah PTKP) telah dibayar gajinya dengan jumlah total Rp ,- Selain itu bekerja pula 2 orang asing sebagai konsultan di Bagian Tehnik dan sebagai Manajer Pemasaran, yaitu : Mr Yeong yang mempunyai anak 3 orang, sebagai konsultan tehnik yang sedang meng-instal mesin tenun sejak 1 September sampai dengan 31 Desember, dengan imbalan sebesar Rp ,- per bulan Mr. Raval mempunyai anak satu, Manager Marketing, yang bekerja sejak September lima tahun yang lalu sampai saat ini dengan gaji Rp ,- NPWP Jika tahun fiskal kasus diatas adalah tahun 2009, tugas saudara adalah : Menghitung PPh Pasal 21/26 untuk masing-masing karyawan, baik yang memiliki NPWP maupun yang belum memiliki.

139 Jawaban c.1. Perhitungan PPh Pegawai Tetap – SPT Masa Oktober :
No Nama Jabatan Status Penghasilan Biaya PTKP PKP PPh Bulan ybs Disethnkan Setahun Sebulan 1 AA Malarangeng.SH Direktur K/3 2 Sewaka.SH Wakil Direktur 3 Ir.Dedi Dasuki Manajer Pabrik K/2 4 Ir.Dodong Juhari Kabag Ekspor 5 Drs.Atik Suhenda Kabag Keuangan K/1 6 Ir.Ade Miftah Kabag Produksi 7 Drs.Pamuji Kabag Umum 8 Dra.Sekarwati Kabag Personalia TK/0 12 orang < PTKP Mr.Raval Manajer Marketing Jumlah Perhitungan PPh Pegawai dengan Status WPLN : Mr Jeong …. % x Rp ………. = Rp

140 c.2. Menghitung PPh Pegawai Tetap dan Tidak Tetap – SPT Masa Oktober :
Dalam bulan Oktober PT Sipatahunan Textile melaporkan jumlah karyawannya sbb : Pegawai Tetap : Sebanyak 21 orang pegawai dengan jumlah gaji yang telah dibayar sebesar Rp dan PPh Pasal 21 yang telah dipotong sebesar Rp Pegawai Harian : Sebanyak 200 orang pegawai, dibayar Rp ,- perhari Sebanyak 10 orang pegawai (K/1) dibayar Rp ,- perhari Masing-masing telah bekerja selama 25 hari. Pegawai Borongan : Sebanyak 4 orang bekerja 10 hari, dibayar seluruhnya Rp ,- Sebanyak 5 orang bekerja 8 hari, dibayar seluruhnya Rp ,- Pegawai Lepas : Salesman/petugas penjualan sebanyak 2 orang, masing-masing telah menerima komisi sebesar Rp ,- dan Rp ,- Konsultan Pajak, Drs Karno Suwondo, menerima imbalan jasa Rp ,- Tenaga Asing Mr. Jeong K/3, gaji Rp ,- per bulan, bekerja sejak 1 September sampai akhir kontrak tanggal 31 Desember. Jika kasus diatas adalah tahun fiskal 2009, tugas saudara adalah : Membuat kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21/26 bulan tersebut Membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26 Menyetorkan PPh Pasal 21/26 terutang dengan mengisi SSP Membuat laporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 bulan yang bersangkutan.

141 Jawaban C.2. Perhitungan PPh Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap – SPT Masa :
No Keterangan Jumlah Penghasilan PPh Pasal 21 Dipotong Pegawai Bruto Perhitungan 1 Pegawai Tetap : - Gaji Bulanan 21 2 Pegawai Harian Lepas : - Upah Harian 200 Penghasilan 1 hari Rp < Rp tidak kena PPh Penghasilan 1 bln Rp < Rp 10 Penghasilan 1 hari Rp < Rp Penghasilan 1 bln Rp > Rp PPh = ….. X ….. X ….. ( …………… - ………) - Upah Borongan 4 Penghasilan 1 hari = Rp …………... : …. : …. = Rp ………….. > Rp …. PPh = ….. X ….. X ….. ( ………… - ……….) 5 Penghasilan 1 hari = Rp ………. : ….. : ….. = Rp ……….. < Rp ……… Salesman : PPh = ……. X Rp …………… Tenaga Ahli : PPh = ……. X ……..XRp …………… 6 Status WPLN : 244

142 c.3. Membuat Laporan SPT Masa PPh Pasal 21 Bulan Desember :
Berikut ini adalah data dari PT Sipatahunan Textile tahun pajak yang lalu sebagai informasi untuk menyusun laporan SPT PPh karyawan Bulan Desember : NPWP : Alamat : Jl. Cihaliwung 57, Majalaya Pemegang Saham : -Ade Bara Muli, SH; Jl. Daksa 25 Jakarta, NPW -AA Malarangeng,SH; Jl.Soka15,Bandung, NPWP Komisaris : Ade Bara Muli, SH Direktur : AA Malarangeng, SH Sampai dengan bulan Desember jumlah pegawai tetap tercatat 21 orang, dengan jumlah gaji yang telah dibayar Rp ,- dan terutang PPh sebesar Rp ,- Diantara pegawai tetap tersebut 9 orang berpenghasilan neto melebihi PTKP, yang nama-namanya adalah sebagai berikut :

143 No Nama Jabatan Bruto THR PPh Psl 21 NPWP
Penghasilan Bruto THR PPh Psl 21 NPWP 1 AAMalarangeng, SH Direktur ,- ,- ,- 2 Sewaka, SH Wakil Direktur ,- ,- ,- 3 Ir Dedi Dasuki Manajer Pabrik ,- ,- ,- 4 Ir Dodong Juhari Ka Bag Ekspor ,- ,- ,- - 5 Drs Atil Suhenda Ka Bag Keuangan ,- ,- ,- 6 Ir Ade Miftah Ka Bag Produksi ,- ,- ,- 7 Drs Pamuji Ka Bag Umum ,- ,- ,- 8 9 Dra Sekarwati Mr Raval Staf Bag Personalia Manajer Pemasaran ,- ,- ,- ,- ,- ,-

144 Gaji untuk tenaga kerja asing, Mr Jeong Rp 48.000.000,-
Pegawai harian 223 orang, telah dikeluarkan upah sebesar Rp ,- PPh yang dipungut Rp ,- Pegawai borongan 17 orang, upah dalam tahun yang bersangkutan Rp ,- dan telah dipungut pajak Rp ,- Petugas penjualan (Salesman) yang bukan karyawan perusahaan sebanyak 2 orang, telah menerima komisi sebesar Rp ,- PPh telah dipungut Rp ,- Imbalan jasa konsultan pajak, Drs Karno Suwondo, Kompleks Taman Safari no.15, Bandung, NPWP , telah dibayar lunas Rp ,- Gaji untuk tenaga kerja asing, Mr Jeong Rp ,- Jika kasus diatas adalah tahun fiskal 2009, tugas saudara adalah : Membuat kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 tahun ybs. Menyetorkan kekurangannya dengan mengisi SSP Mengisi SPT Tahunan PPh Psl 21 tahun ybs, jika diketahui PPh yang telah disetorkan ke kas negara adalah sebesar Rp ,-

145 c.3. Laporan SPT Masa PPh Pasal 21 Bulan Desember :
c.3. Laporan SPT Masa PPh Pasal 21 Bulan Desember : No Keterangan Jumlah Pegawai Penghasilan Bruto PPh Dipotong 1 Pegawai Tetap 21 2 Pegawai Harian 223 3 Pegawai Borongan 17 4 Pegawai Lepas 5 Tenaga Ahli 6 Status WPLN  Jumlah 265

146 PPh terutang : PPh telah disetor : Kurang/lebih bayar

147 Merujuk pada UU Pajak Penghasilan nomor : 38 Tahun 2008 Pasal 21 dan Peraturan Menteri Keuangan nomor : 252/KMK.03/2008 pasal 20 ayat (1) yang menyatakan bahwa bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 yang tidak memiliki NPWP dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif Iebih tinggi 20% (dua puluh persen) dari pada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP. ayat (2) Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong terhadap karyawan yang tidak ber-NPWP adalah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari jumlah pph pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP.

148 Contoh penghitungan PPh 21 : Misalnya diketahui Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp ,00 Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah: 5% x Rp ,00 = Rp ,00 15% x Rp ,00 = Rp ,00(+) Jumlah PPh 21 terutang = Rp ,00 Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah: 5% x 120% x Rp = Rp % x 120% x Rp = Rp (+) Jumlah PPh 21 terutang = Rp

149 Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara terartur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut. Pegawai tidak tetap / tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja. Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap (tenaga kerja Iepas) yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.

150 PPh Pasal 22

151 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
A.Subyek Pajak yang Dikenakan Pemungutan berdasarkan ketentuan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah : Importir Rekanan pemerintah Konsumen semen, kertas, baja, otomotif Para penyalur agen Pertamina dan badan usaha selain Pertamina Para penyalur agen Bulog

152 B. Obyek Pemungutan dan Pengecualian
Objek Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah : - Impor barang - Penjualan hasil produksi atau penyerahan barang.

153 2. Pengecualian Dari Pajak Penghasilan Pasal 22
Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Impor barang-barang untuk pameran atau keperluan lainnya yang dipergunakan di Indonesia bersifat sementara, dan setelah keperluan barang dimaksud di ekspor kembali, misalnya impor mobil untuk pameran atau reli, dan setelah pameran atau reli selesai, mobil tersebut diekspor kembali. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang jumlahnya kurang dari Rp Pembayaran untuk setiap pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum (PDAM), benda-benda pos, dan telepon. Barang-barang dan/atau penyerahan barang-barang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan. Pengecualian ini harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

154 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain PPh 22 & 24

155 Lanjutan1…….. Pemungut PPh Pasal 22 Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai, atas impor barang Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negara dan/atau belanja daerah Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri PPh 22 & 24

156 Pemungut Pasal 22 (lanjutan)
Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil produksinya kepada penyalur dan/atau agennya. Badan Urusan Logistik (Bulog), atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu. PPh 22 & 24

157 Besarnya Pungutan PPH Pasal 22
Atas Impor : Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% dari nilai impor : Yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari nilai impor Yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang (Catatan: Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor) PPh 22 & 24

158 Atas pembelian barang yang dibiayai dengan APBN/APBD sebesar 1,5% dari harga pembelian
Atas penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang: Industri semen sebesar 0,25%dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPh 22 & 24

159 Industri rokok kretek/putih sebesar 0,1% dari harga bandrol, dan bersifat final
Industri kertas sebesar 0,1% dari DPP PPN Industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN Industri otomotif sebesar 0,45% dari DPP PPN * Yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri PPh 22 & 24

160 Atas penjualan hasil produksi Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas kepada penyalur dan/atau agennya: Premium untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp ,-/KL, dan untk SPBU Pertamina sebesar 0,25% dari penjualan atau Rp ,-/KL Solar untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp ,-/KL dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25% dari penjualan atau Rp. 950,-/KL PPh 22 & 24

161 Premix untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3% dari penjualan dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25% dari penjualan Minyak tanah sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp. 912,-/KL Gas LPG sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp /Kl Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan * Catatan : PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi Pertamina dan badan lain yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, bersifat final PPh 22 & 24

162 Atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog berupa:
Gula Pasir kepada: Penyalur sebesar Rp. 380,-/kuintal Grosir sebesar Rp. 270,-/kuintal Pembeli lainnya sebesar Rp. 650,-/kuintal Tepung Terigu kepada: Penyalur sebesar Rp. 53,-/zak Grosir sebesar Rp. 38,-/zak Pembeli lainnya sebesar Rp. 91,-/zak Catatan: PPh pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog Bersifat Final PPh 22 & 24

163 Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang bersifat final berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh Pengecualian tersebut harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak PPh 22 & 24

164 Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk:
Yang dilakukan ke dalam kawasan berikat dan Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor(EPTE) Sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan pasal 7 PP Nomor 6 tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973 Berupa kiriman hadiah Untuk tujuan keilmuan PPh 22 & 24

165 Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp ,- (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda- benda pos, dan telepon PPh 22 & 24

166 Tata cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
Atas Impor Impor dilengkapi dengan LKP (PPh pasal 22 disetor oleh importir ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir SSP yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak) Impor tidak dilengkapi LKP (PPh pasal 22 dipungut dan disetor oleh Dirjen Bea dan Cukai) PPh 22 & 24

167 Dirjen Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu : 1. lembar pertama untuk pembeli 2. lembar kedua untuk disampaikan kepada Dirjen Pajak sebagai lampiranlaporan bulanan 3. lembar ke tiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan Dirjen Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau Bank-Bank Persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan selambat- lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak terakhir PPh 22 & 24

168 Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut dan menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau Bank Persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran, dengan menggunakan formulir SSP yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari setelah Masa Pajak berakhir PPh 22 & 24

169 Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala KPP harus memungut PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu: Lembar pertama untuk pembeli Lembar kedua untuk disampaikan kepada Dirjen Pajak sebagai lampiran bulanan Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan PPh 22 & 24

170 Badan usaha tersebut harus menyetor secara kolektif pemungutan PPh Pasal 22 selambat- lambatnya tanggal lima belas bulan takwim setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir PPh 22 & 24

171 PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya, dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga merupakan bukti pungutan pajak. Pelaporn dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir PPh 22 & 24

172 Penerapan Perhitungan PPh Pasal 22
Menghitung PPh Pasal 22 Bendaharawan dan Impor Dalam tahun fiskal ini PT Sipatahunan Textile telah mengadakan kontrak dengan Kementerian Hankam untuk pengadaan pakaian seragam militer dengan nilai kontrak Rp ,- Karena pakaian seragam tersebut mempunyai ciri yang khas maka bahan bakunya harus dibeli dari Korea dan Cina. Untuk kebutuhan itulah maka pada bulan Juni perusahaan telah membeli kain grey dari Korea melalui perusahaan Hyo Sung Corp sebanyak ,- yard a USD 0.31 CIF, kurs pada saat itu Rp ,- Kemudian pada awal Agustus mengadakan pembelian dengan Dong Hwa, Cina sebanyak yard grey, harga a USD per yard FOB, dengan biaya freight dan asuransi masing-masing USD 3, dan USD , kurs Rp 9.875,- Jika kasus diatas adalah tahun fiskal 2009, tugas saudara adalah : Menghitung PPh Psl 22 Bendaharawan dan PPh 22 Impor tahun fiskal tersebut jika untuk masing-masing impor barang tersebut telah dibayar Bea Masuk 15% dan PPN 10%, serta perusahaan telah mempunyai Angka Pengenal Impor (API).

173 Jawaban c. 1. Perhitungan PPh Pasal 22 Bendaharawan dan PPh pasal 22 Impor :
……..x Rp ………………………. = Rp PPh Pasal 22 Impor : Dari Korea : CIF = USD ……. x ………. = USD Kurs Rp …………………... = Rp BM ……..%x …………….. = Rp Nilai Impor = Rp PPh Impor ……% = Rp Dari Cina : FOB = USD x Rp = Rp Freight = USD …………. x Rp ………. = Rp Insure = USD ………… x Rp ………. = Rp C I F = Rp BM ……% = Rp Nilai Impor = Rp PPh Impor ……..% = Rp

174 PPh Pasal 23

175 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
Subyek yang Dikenakan Pemotongan Berdasarkan PPh Pasal 23 Subjek Pajak yang ditunjuk menjadi Wajib Pajak dari PPh Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap yang memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

176 Obyek Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23
Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Kecuali pemotongan pajak penghasilan sesuai pasal 23 apabila dividen tersebut diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat-syarat : - Dividen berasal dari dana cadangan laba yang ditahan;dan - Memiliki saham pada badan yang memberikan dividen paling sedikit 25% dari jumlah modal yang disetor dan memperoleh hasil dari usaha riil selain hasil dividen tersebut. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. Royalty : royalty pada dasarnya terdiri dari tiga kelompok : - Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, hak paten, hak merek dagang, formula atau rahasia perusahaan - Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan, misalnya peralatan di industri khusus seperti anjungan pengorbanan minyak. - Informasi yang belum diungkapkan secara umu, meskipun belum dipatenkan, cirinya informasi tersebut telah tersedia sehingga untuk menghasilkan informasi tersebut tidak perlu melakukan riset lagi. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e oleh penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan pengenaan harta : penghasilan sewa adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan penggunaan harta bergerak dan atau harta tidak bergerak. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

177 Obyek yang Dikecualikan dari Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23
Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud tidak dilakukan atas: Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank; Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi; dan Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f; Bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf I;

178 PPh Pasal 24

179 PENGKREDITAN PAJAK LUAR NEGERI
A.Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 24 Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima oleh WP dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.

180 Pengkreditan Pajak Penghasilan yang Terutang di Luar Negeri
Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP. Besarnya kredit pajak adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan undang-undang.

181 PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Pengertian : PPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per country limitation PPh 22 & 24

182 Penggabungan Penghasilan Penggabungan Penghasilan yg berasal dari LN dilakukan sbb:
Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis) Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash basis) Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan PPh 22 & 24

183 Batas Maksimum Kredit Pajak Batas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut ini : Jumlah Pajak yang terutang atau dibayardi Luar Negeri ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak ) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17 utk Badan Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri) PPh 22 & 24

184 Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Pasal 17 dan pasal 31E tersebut dipadukan maka perhitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap tahun 2010 adalah: Level Peredaran Bruto (PB) Penghasilan Kena Pajak (PKP) Perhitungan s.d Rp 4,8 milyar Seluruh PKP = mendapat fasilitas(PKPFas) PKP x 50% x 25% Di atas 4,8 milyar s.d. 50 milyar PKPFas = 4,8 milyar/PB x PKP PKPFas x 50% x 25% ditambah PKP non fasilitas (PKPnonFas)= PKP – PKPF PKPNonFas x 25% Di atas Rp 50 milyar Seluruh PKP=PKPnonFas PKP x 25% BaCK

185 Contoh kasus PPh Pasal 24 PT B di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2001 sebagai berikut : di negara X, memperoleh penghasilan (laba) Rp ,00, dengan tarif pajak sebesar 40% (Rp ,00); di negara Y, memperoleh penghasilan (laba) Rp ,00, dengan tarif pajak sebesar 10% (Rp ,00); Penghasilan usaha di dalam negeri Rp ,00. Penghitungan PPh Pasal 24 kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut : Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut : 1.Penghasilan Luar negeri : a.laba di negara X = Rp ,00 b.laba di negara Y = Rp ,00 c.Jumlah penghasilan luar negeri = Rp ,00

186 2. Penghasilan dalam negeri=Rp. 400. 000. 000,00 3
2.Penghasilan dalam negeri=Rp ,00 3.Jumlah penghasilan neto adalah : Rp ,00 + Rp ,00 = Rp ,00 4.PPh terutang (menurut tarif Pasal 17 dengan fasilitas ) = Rp ,00

187 Batas Maksimum Kredit Pajak untuk setiap Negara (per Country Limitation)
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara PPh 22 & 24

188 Rugi Usaha di Luar Negeri
Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar Negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima di dalam negeri ( Indonesia) PPh 22 & 24

189 Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan melampirkan : Laporan Keuangan dari penghasilan di luar negeri Fotocopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri Dokumen pembayaran pajak di luar negeri Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh. PPh 22 & 24

190 PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Pengertian : PPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per country limitation PPh 22 & 24

191 Penggabungan Penghasilan Penggabungan
Penghasilan yg berasal dari LN dilakukan sbb: Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis) Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash basis) Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan PPh 22 & 24

192 Batas Maksimum Kredit Pajak Batas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut ini : Jumlah Pajak yang terutang atau dibayardi Luar Negeri ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak ) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17 Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri) PPh 22 & 24

193 Batas Maksimum Kredit Pajak untuk
setiap Negara (per Country Limitation) Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara PPh 22 & 24

194 Rugi Usaha di Luar Negeri
Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar Negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima di dalam negeri ( Indonesia) PPh 22 & 24

195 Laporan Keuangan dari penghasilan di luar negeri
Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan melampirkan : Laporan Keuangan dari penghasilan di luar negeri Fotocopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri Dokumen pembayaran pajak di luar negeri Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh. PPh 22 & 24

196 Penerapan Perhitungan PPh Pasal 23 dan Pasal 24
Contoh Menghitung PPh Pasal 23 dan Pasal 24 Penghasilan Luar Negeri Ade Miftah Kepala Bagian Produksi PT Sipatahunan Textile, selain sebagai karyawan tetap pada perusahaan tersebut, juga mempunyai toko buku & alat tulis. Dari kedua jenis pekerjaan tersebut pada tahun fiskal ini Ade Miftah memperoleh penghasilan sebagai berikut. 1. Dari PT SM tex diperoleh penghasilan neto sebesar Rp ,- 2. Dari usaha toko buku diperoleh penghasilan neto Rp ,- Selain itu diperoleh pula informasi tambahan mengenai penghasilan lainnya : 3. Dari kepemilikan saham PT Delimatex beralamat di Jl Raya Bale Endah 21, Bale Endah dengan NPWP diperoleh deviden Rp ,- 4. Dari deposito yang disimpan pada Bank BCA diperoleh bunga Rp ,- 5. Penghasilan dari perusahaannya di Singapore yaitu Philip Moris Inc. Rp ,- tarip pajak yang telah di potong 15 %.Penghasilan dari Tana Liat Bhd sebuah perusahaan di Malaysia Rp ,- Perjanjian penghindaran pajak dengan pemerintah Malaysia adalah 22,50%. Usaha di Thailand rugi sebesar Rp ,- Selanjutnya diketahui pula : 6. PPh Pasal 25 yang telah di angsur dalam tahun tersebut Rp ,- perbulan. 7. Menerima hasil sewa rumah yang terletak di Jl. Cempaka sebesar Rp ,- 8. Menerima warisan dari orang tuanya berupa uang tunai sebesar Rp ,- dan sebuah rumah di Sekeloa senilai Rp ,- NJOP daerah itu Rp ,- 9. Menerima royalti dari hasil pencetakan ulang buku kesehatannya Rp ,- Tugas saudara sebagai konsultan Tn Ade Miftah adalah : Menghitung PPh Pasal 23 dan Pasal 4 Menghitung kredit pajak PPh Pasal 24.

197 Jawaban c.1. Perhitungan PPh Pasal 23 dan Pasal 4
dari deviden - pasal = dari deposito - pasal = dari sewa rumah- pasal = dari warisan - pasal = dari royalti - pasal =

198 Jawaban c.1. Perhitungan PPh Pasal 24 – Kredit Pajak Luar Negeri :
Penerimaan Dalam Negeri : dari pekerjaan Rp dari usaha Rp dari deviden Rp dari deposito Rp dari sewa rumah Rp dari warisan Rp dari royalti Rp Penerimaan Luar Negeri : Laba di Singapore Rp Laba Di Malaysia Rp Rugi di Thailand Rp Rp PTKP K/3 Rp Penghasilan Kena Pajak Rp PPh Terutang : x Rp = Rp x Rp = Rp Kredit Pajak LN : Hasil perhitungan kredit pajak di Singapore = Rp Yang dipungut di Singapore = Rp Hasil perhitungan kredit pajak di Malaysia = Rp Yang dipungut di Malaysia = Rp PPh Dapat Dikreditkan : Di Singapore Rp Di Malaysia Rp Jumlah Rp

199 PENERAPAN PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
MENGHITUNG PPH DARI PEKERJAAN KASUS 1 : Ir Ade Miftah adalah karyawan tetap PT Sipatahunan Textile, yang bekerja sejak tiga tahun yang lalu, saat ini beliau menjabat sebagai Kepala Bagian Produksi. Untuk memberikan perlindungan kepada pegawainya perusahaan masuk program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Sebagai konsekwensi mengikuti program tersebut perusahaan harus menanggung Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (PJKK), Premi Jaminan Kematian (PJK), dan Premi Jaminan Hari Tua (JHT), yang dibayar setiap bulan masing-masing sebesar : PJKK dibayar sepenuhnya oleh perusahaan Rp ,- PJK dibayar sepenuhnya oleh perusahaan Rp ,- Premi JHT dibayar oleh perusahaan Rp ,- dan dibayar oleh pegawai sendiri sebesar Rp ,-

200 Disamping sebagai pegawai tetap, Bapak Ade juga merupakan anggota Dewan Komisaris dengan menerima honorarium sebesar Rp ,- per bulan. Saudara harus mempersiapkan PPh Bpk Ade tahun pajak 2009, jika diketahui informasi selama tahun pajak tersebut adalah : - Gaji pokok ……………. Rp ,- Potongan perbulan : - Tunjangan jabatan……….. Rp ,- - Premi JHT …….…. Rp ,- - Tunjangan transport ……. Rp ,- - Asuransi beasiswa... Rp ,- - Tunjangan keluarga ….…. Rp ,- - Asuransi takaful …. Rp ,- - Tunjangan PPh ………….. Rp ,- - Cicilan koperasi …. Rp ,- - Makan siang, senilai/bulan Rp ,-

201 Pada bulan Oktober diterima THR sebesar Rp 4. 000
Pada bulan Oktober diterima THR sebesar Rp ,- dan bulan Desember diterima bonus sebesar Rp ,- Data-data lain mengenai pegawai tersebut adalah sebagai berikut : Nama : Ir Ade Miftah (nomor urut karyawan 6) NPWP : Alamat : Jl Cihanjuang 74, Cimahi Timur, Bandung 40622 Status : Kawin, dengan 4 orang anak Pemotong Pajak : PT Smtex N P W P : Alamat : Jl Cihaliwung 57, Majalaya Nama Direktur : AA Malarangeng Jika tahun pajak kasus diatas adalah tahun 2009, saudara bertugas untuk : Menghitung PPh Pasal 21 atas gaji, atas gaji + THR + bonus, dan take home pay 2. Menghitung PPh kurang bayar, jika perusahaan telah memotong PPh Rp

202 JAWABAN KASUS 1 : PERHITUNGAN PPH PASAL 21 TAHUNAN Keterangan PPh atas gaji Take home pay THR + bonus Penerimaan Penghasilan : - Gaji pokok ……………….. - Tunjangan jabatan - Tunjangan transport - Tunjangan keluarga - Tunjangan PPh - Honorarium - Premi JKK - Premi J K …………….. - Premi J H T - THR + bonus - Makan siang Pengurang Penghasilan : - Biaya jabatan - Premi JHT - Asuransi beasiswa - Asuransi takaful - Cicilan koperasi Penghasilan netto - PTKP K/… P K P ………………. PPh terutang : 5% x Rp 15% x Rp ……….. Sudah dipotong Kurang bayar

203 MENGHITUNG PPH DARI USAHA
KASUS 2 : Ir Ade Miftah mempunyai sebuah toko buku & alat tulis yang sudah berjalan selama 5 tahun. Data selama tahun fiskal berkenaan dengan usahanya adalah sebagai berikut : Jumlah peredaran usaha Rp ,- dari jumlah tersebut Rp ,- merupakan penjualan kepada Depdiknas kota Cimahi Persediaan barang dagangan pada awal bulan ………… Rp ,- Persediaan barang dagangan pada akhir tahun ………… Rp ,- Pembeliaan barang dagangan ………………………….. Rp ,- Biaya sewa mesin potong kertas ………………………. Rp ,- Pemilik mesin potong tersebut adalah Tn Bara Muli, NPWP Jl.Daksa 25 , Jakarta. Pembayaran listrik dan telepon ……………………….. Rp ,-

204 Biaya penyusutan ……………………………………… Rp 13.750.000,-
Aktiva yang dimiliki adalah berupa lemari dan peralatan toko yang dibeli pada tanggal 20 Agustus tiga tahun yang lalu, seharga Rp ,- masa manfaat 5 tahun. Serta sebuah truk yang dibeli pada tanggal 7 Juli setahun yang lalu seharga Rp ,- mempunyai masa manfaat 7 tahun (metode penyusutan yang digunakan adalah garis lurus). Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp ,- yang terdiri dari PBB atas rumah Bapak Ade Miftah di Jl. Cihanjuang Rp ,- dan PBB atas toko Rp ,- Biaya pegawai sebesar …………………………………. Rp ,- Selain itu kepada masing-masing pegawai telah diberikan alat-alat tulis yang diambil dari persediaan, untuk keperluan sekolah anak-anak pegawai, seharga Rp ,- dan tas sekolah seharga Rp ,- Jika tahun fiskal kasus diatas adalah tahun 2009, tugas saudara adalah : Menghitung PPh Pasal 22 dan Pasal 23. Menghitung biaya penyusutan menurut fiskal. Menghitung R/L Komersial dan Fiskal dengan melakukan koreksi Fiskal. Menghitung PPh Terutang Membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 Menyetorkan PPh Pasal 23 dengan mengisi SSP Melaporkan PPh Pasal 23 dengan mengisi SPT Masa

205 …………… x Rp …………………………= Rp ……………………..
JAWABAN KASUS 2 : Perhitungan PPh Pasal 22 Bendaharawan : …………… x Rp …………………………= Rp …………………….. Perhitungan PPh Pasal 23 atas sewa mesin potong kertas : ………… x…………. x Rp. ……………………..= Rp …………………….. Perhitungan Koreksi Penyusutan : Perlengkapan kantor = …….. x Rp………………… = Rp Kendaraan = …….. x Rp………………... = Rp Penyusutan menurut Fiskal = Rp Penyusutan menurut Komersial = Rp Koreksi Fiskal Rp

206 PERHITUNGAN LABA-RUGI KOMERSIAL DAN FISKAL
PENJUALAN : - Kepada Depdiknas Rp - Kepada Pengusaha Kena Pajak Rp Rp HARGA POKOK PENJUALAN : - Persediaan awal Rp - Pembelian Rp -Persediaan akhir Rp LABA BRUTO Rp BIAYA-BIAYA : - Biaya sewa mesin Rp - Biaya listrik & telpon Rp - Biaya penyusutan Rp - P B B Rp - Biaya gaji Rp - Sumbangan Rp LABA NETTO (LABA KOMERSIAL) Rp KOREKSI FISKAL : - Biaya penyusutan Rp LABA FISKAL Rp PTKP K/ Rp PENGHASILAN KENA PAJAK Rp

207 MENGHITUNG PPH DARI PENERIMAAN LUAR NEGERI
KASUS 3 : Ade Miftah Kepala Bagian Produksi PT Sipatahunan Textile, selain sebagai karyawan tetap pada perusahaan tersebut, juga mempunyai toko buku & alat tulis. Dari kedua jenis pekerjaan tersebut pada tahun fiskal ini Ade Miftah memperoleh penghasilan sebagai berikut. Dari PT SM tex diperoleh penghasilan neto sebesar Rp Dari usaha toko buku diperoleh penghasilan neto Rp Selain itu diperoleh pula informasi tambahan mengenai penghasilan lainnya : 3. Dari kepemilikan saham PT Delimatex beralamat di Jl Raya Bale Endah 21, Bale Endah dengan NPWP diperoleh deviden Rp ,- 4. Dari deposito yang disimpan pada Bank BCA diperoleh bunga Rp ,- 5. Penghasilan dari perusahaannya di Singapore yaitu Philip Moris Inc. Rp ,- tarip pajak yang telah di potong 15 %. Penghasilan dari Tana Liat Bhd sebuah perusahaan di Malaysia Rp ,- Perjanjian penghindaran pajak dengan pemerintah Malaysia adalah 22,50%. Usaha di Thailand rugi sebesar Rp ,-

208 Selanjutnya diketahui pula :
PPh Pasal 25 yang telah di angsur dalam tahun tersebut Rp ,- perbulan. Menerima hasil sewa rumah yang terletak di Jl. Cempaka sebesar Rp ,- Menerima warisan dari orang tuanya berupa uang tunai sebesar Rp ,- dan sebuah rumah di Sekeloa senilai Rp ,- NJOP daerah itu Rp ,- Menerima royalti dari hasil pencetakan ulang buku kesehatannya Rp ,- Tugas saudara sebagai konsultan Tn Ade Miftah adalah : Menghitung PPh Pasal 23 dan Pasal 4 Menghitung kredit pajak PPh Pasal 24. Membuat kertas kerja perhitungan PPh Pasal 29. Menghitung angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya Menyetor PPh Kurang bayar dengan mengisi SSP Mengisi SPT Tahunan WPOP.

209 Perhitungan Pajak penghasilan :
JAWABAN KASUS 3 : Perhitungan Pajak penghasilan : dari deviden - pasal = dari deposito - pasal = dari sewa rumah- pasal = dari warisan - pasal = dari royalti - pasal =

210 PERHITUNGAN PPH ATAS PENGHASILAN DARI LUAR NEGERI
Penerimaan Dalam Negeri : dari pekerjaan Rp dari usaha Rp dari saham Rp dari deposito Rp dari sewa rumah Rp dari warisan Rp dari royalti Rp Penerimaan Luar Negeri : Laba di Singapore Rp Laba Di Malaysia Rp Rugi di Thailand Rp Rp PTKP K/3 Rp Penghasilan Kena Pajak Rp

211 PPh Terutang : x Rp = Rp x Rp = Rp Rp Kredit Pajak LN :
Hasil perhitungan kredit pajak di Singapore= Rp Yang dipungut di Singapore = Rp Hasil perhitungan kredit pajak di Malaysia = Rp Yang dipungut di Malaysia = Rp PPh Dapat Dikreditkan : Di Singapore Rp Di Malaysia Rp Jumlah Rp

212 PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN : Jumlah Penghasilan Netto : Penghasilan netto dari pekerjaan Rp Penghasilan netto dari usaha Rp Penghasilan netto dalam negeri lainnya Rp Penghasilan dari luar negeri Rp Rp PTKP K/3 Rp Penghasilan Kena Pajak Rp

213 PPh Terutang : x Rp = Rp x Rp = Rp Rp Kredit Pajak : PPh Pasal 21 = Rp PPh Pasal 22 = Rp PPh Pasal 23 = Rp PPh Pasal 24 = Rp PPh Pasal 25 = Rp Fiskal luar negeri = Rp PPh Kurang Bayar (Pasal 29) Rp Angsuran PPh Pasal 25 thn berikutnya : = Rp 12

214 7. PTKP (dalam setahun ) adalah :
PTKP TAHUN 2012 (LAMA) : 7. PTKP (dalam setahun ) adalah : 1. Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi Rp 2.Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp.  ,- 3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami Rp ,- 4. Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang ditanggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga Rp ,- PTKP TAHUN 2013 (BARU) : 1. Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi Rp 2.Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp.  ,- dengan penghasilan suami Rp ,- dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang ditanggung Sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga Rp ,-


Download ppt "SELAMAT DATANG DI POLTEK PIKSI GANESHA BANDUNG 1 1."

Presentasi serupa


Iklan oleh Google