Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Tantangan dan Praktik Pengembangan Wilayah Metropolitan Bandung Raya

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Tantangan dan Praktik Pengembangan Wilayah Metropolitan Bandung Raya"— Transcript presentasi:

1 Tantangan dan Praktik Pengembangan Wilayah Metropolitan Bandung Raya
Delik Hudalah, ST., MT., M.Sc., Ph.D. Dosen Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung FGD Pengembangan Wilayah Metropolitan Bandung Raya 2025, Bandung, 22 September 2014/ Bappeda Provinsi Jawa Barat

2 Pokok Bahasan Otonomi daerah dan Pengelolaan kawasan metropolitan di Indonesia Pendekatan dan model tata kelola metropolitan Studi kasus Kartamantul Studi kasus Jabodetabekpunjur Studi kasus Bandung Raya Kesimpulan dan rekomendasi

3 Otonomi Daerah dan Pengelolaan Kawasan Metropolitan

4 Ledakan Otonomi Daerah
Tujuan desentralisasi (otonomi daerah): Administratif: membuat pelayanan publik lebih dekat, lebih peka terhadap kebutuhan masyarakat lokal. Politis: meminimalkan risiko disintegrasi nasional pasca jatuhnya Orde Baru UU 22/1999 dan 25/1999, yang selanjutnya digantikan oleh 32/2004 dan 33/2004, merupakan suatu proyek desentralisasi yang ambisius, dengan unsur paling radikal berupa pemindahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, kebanyakan tanpa peran antara pemerintah provinsi (terjadi “kekosongan” kelembagaan) Penyerahan kekuasaan kepada unit administrasi terkecil dalam jumlah yang banyak diharapkan dapat melemahkan gerakan separatis atau lebih mudah untuk dikendalikan (Fitrani et al., 2005).

5 Tumbuhnya “raja kecil”
Kekosongan kelembagaan pada skala wilayah, mendorong tumbuhnya egoisme kedaerahan dan perpecahan wilayah Pemerintah daerah berperilaku bak kerajaan kecil dengan wilayah kekuasaanya sendiri (Firman, 2009) Kabupaten/kota melaksanakan pembangunan tanpa merasa perlu berkonsultasi dengan tetangganya. Menjamurnya pemekaran wilayah: terbesar di dunia setelah Nigeria di tahun 1980an! (Firman, 2013)

6 Pemekaran wilayah ( )

7 Peta “intensitas” pemekaran

8 Rendahnya kinerja kelembagaan metropolitan
Kebanyakan praktik kerja sama kelembagaan antar daerah (KSAD) tidak disertai kewenangan yang khusus dan sumber daya yang memadai untuk mensinergikan pembangunan yang terpecah-pecah Kesuksesan dicapai pada tahap pembuatan rencana, tetapi kebanyakan gagal dalam pelaksanaan dan pengendalian pembangunan – tidak hanya di Indonesia, tapi Asia secara umum (Laquian, 2005b, Hudalah et al., 2007) Kegagalan terutama terletak pada upaya mengubah skala (rescaling) pelayanan publik dan pembangunan dari lokal ke wilayah

9 Kondisi KSAD Metropolitan (Hudalah et al, 2013)
Region Mun./district Issues Institution Condition Mebidangro (Greater Medan) Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo Transportation, ecology BKSP Mebidangro Formally, this institution still exists but it does not function properly. Jabodetabek-punjur (Greater Jakarta) Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur Conservation of water recharge area, waste, flood, transportation BKSP Jabodetabek BKSP Jabodetabek considered less effective in influencing the realization of the results of discussions. Bandung Raya (Greater Bandung) Bandung, West Bandung, Cimahi, Sumedang Transportation, urban infrastructure, extended urbanization Program synergy (no specific institution) No integration among different regional issues Kedungsepur (Greater Semarang) Semarang, Salatiga, Semarang, Kendal, Demak, Grobogan Residential and industrial development, conservation area Lack of monitoring and control to follow up on consensus Gerbangker-tosusila (Greater Surabaya) Gresik, Jombang, Kertosono, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan Extended urbanization, infrastructure BKSP Gerbang Kertosusila The coordinating institution does not function properly. Mamminasata (Greater Makassar) Makassar, Maros, Gowa, Takalar Ecosystem conservation, economic productivity BKPRD BKSP BKPRD was a coordinating agent with unclear job description. Then, BKSPMM was formed and has indicated a satisfactory level on infrastructure management cooperation. Palembang Extended urbanization Not applicable (consisting only one municipality) - Sarbagita (Greater Denpasar) Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan BKPS Kebersihan Sarbagita The population is still far below one million people Kartamantul (Greater Yogyakarta) Yogyakarta, Sleman, Bantul Urban infrastructure, solid waste management Kartamantul Joint Secretariat Cooperation on infrastructure management and spatial planning in order to promote regional integration

10 Pendekatan dan Model Tata Kelola Metropolitan

11 Pendekatan kelembagaan metropolitan
Pendekatan kalkulus (pilihan rasional) Pendekatan struktural Pendekatan sosiologis (kultural)

12 Pendekatan kalkulus Motivasi pengelolaan metropolitan adalah untuk menginternalisasi pelimpahan dampak dari tindakan pemerintah daerah yang terpecah-pecah Tujuan utamanya adalah untuk mencapai skala ekonomi yang paling efisien dalam alokasi sumber daya dan pelayanan publik Prasyarat: sistem pemerintahan yang bebas (liberal); perilaku pemerintah daerah yang rasional Proses pembentukan kelembagaan: sukarela/ dari bawah Contoh: kerja sama antar daerah di AS

13 Pendekatan struktural
Tujuan pengelolaan metropolitan adalah untuk menciptakan kemapanan tatanan administrasi pemerintahan dan stabilitas politik Prasyarat: pemerintah yang kuat Proses pembentukan: dipaksakan/ dari atas Contoh: konsolidasi/ penggabungan daerah di Cina; pembentukan kawasan perkotaan di Eropa

14 Pendekatan sosiologis (budaya)
Tujuan pengelolaan metropolitan adalah untuk meningkatkan legitimasi dan keberterimaan masyarakat Prasyarat: modal sosial/ identitas yang kuat, kebersamaan Proses pembentukan: campuran Contoh: Sekber Kartamantul

15 Model-model tata kelola wilayah (Feiock, 2008)

16 Struktur administrasi kawasan metropolitan
Tidak terstruktur Struktur terpusat (unified structure) Struktur bertingkat (tiered structure)

17 Tidak terstruktur Kewenangan pada masing-masing pemerintah daerah di dalam kawasan metropolitan Keuntungan: “dekat” dengan masyarakat Kerugian: pelayanan perkotaan tidak efisien Contoh: AS, kawasan metropolitan di Indonesia

18 Terpusat (unified structure)
Kewenangan pada pemerintah wilayah/ kawasan metropolitan Keuntungan: pelayanan perkotaan lebih efisien Kerugian: “menjauhi” aspirasi masyarakat Contoh: Tokyo Metropolitan Government, Cina

19 Bertingkat (Tiered structure)
Pembagian kewenangan antara pemerintah daerah dan lembaga metropolitan Keuntungan: optimasi skala pelayanan vs. aspirasi Kerugian: kelembagaan lebih rumit Contoh: Dakka (Rajuk), Manila (MMDA), Kartamantul

20 Studi Kasus Kartamantul

21 Sekretariat Bersama Kartamantul
Sebuah praktik KSAD yang kolaboratif Melibatkan 3 Pemda: Sleman, Yogya, Bantul Tema kerja sama: infrastruktur pembangunan ekonomi, lingkungan Bidang kerja sama: persampahan, limbah, air bersih, transport, jalan dan drainase, tata ruang ‘Best practice’ menurut Kemdagri, Bank Dunia, GIZ

22

23 Proses pengambilan keputusan Sekber Kartamantul
menengah/ pengarah (sekda, kadis, kepala badan) Bawah/ teknis (staf) Puncak/ pembuatan kebijakan (kepadal daerah) Topik pembahasan Alokasi sumber daya, penyusunan draft kesepakatan Lingkungan, infrastruktur, urbanisasi Bertukar pikiran, penyepahaman lobi Argumentasi, analisis biaya-manfaat Tingkatan pengelolaan Integritas wilayah, visi bersama Kegiatan Prinsip Kepentingan politis, redistribusi kekuasaan Egosentris, rasionalitas transaktif pemaknaan, kerangka budaya Sumber: Hudalah et al, 2014

24 “Kerja sama budaya” Membangun rasa saling percaya (trust)
Pengembangan tradisi “kumpul-kumpul”: mangan ora mangan waton ngumpul Memangun prinsip kesetaraan, kesetiakawanan: Rotasi kepemimpinan ‘a la “arisan” Membangun komitmen, rasa memiliki atas wilayah Pengembangan visi secara partisipatif: permainan peran, bercerita Membangun hubungan yang harmonis antar- organisasi: Peran provinsi sebagai “kakak” (bukan “bos”)

25 Yogyakarta Special Province
Sleman District Bantul District Yogyakarta Municipality Before decentralisation Vision Other Stake-holders The province Sleman District Bantul District Yogyakarta Municipality After decentralisation

26 Peran konstruksi budaya dalam KSAD Kartamantul
Penciptaan budaya (Kumpul-kumpul) Penemuan budaya (Wayang/bercerita) Penerapan budaya (arisan) Modifikasi/ transformasi budaya (Kekeluargaan/ paternalistik) Adakah budaya yg berguna? Apakah masih hidup? Apakah masih relevan? ya tdk

27 Studi Kasus Jabodetabekpunjur

28 Distribusi penduduk (Rustiadi 2007)

29 Perluasan kawasan terbangun

30 Peran pemerintah dan swasta
(Sumber: Winarso & Firman 2001)

31 Hubungan desa-kota (Sumber: Winarso & Firman 2001)

32 Kawasan Industri Cikarang-Bekasi
JABABEKA I MM 2100 E J I P B I I E II DELTA SILICON LIPPO CIKARANG MAS

33 Kawasa industri di Greater Jakarta
Sumber: Hudalah et al, 2013

34 Greater Jakarta

35

36

37

38 Permasalahan Kualitas lingkungan, pembangunan berkelanjutan
Infrastruktur, daya saing wilayah Segregasi sosial (gated communities), ketimpangan pembangunan

39 PP 26/2008 RTRWN Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.

40 Perpres 54/ 2008 KSN Jabotabekpunjur
Pasal 3: Penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur memiliki peran sebagai acuan bagi penyelenggaraan pembangunan yang berkaitan dengan upaya konservasi air dan tanah, upaya menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, penanggulangan banjir, dan pengembangan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat. Pasal 63: Koordinasi teknis penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur sebagai kawasan strategis nasional dilakukan oleh Menteri (yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang penataan ruang). Pasal 64: Koordinasi kelembagaan dan kebijakan kerja sama antardaerah di Kawasan Jabodetabekpunjur dilakukan dan/atau difasilitasi oleh badan kerja sama antardaerah.

41 UU No. 32 Tahun 2004 BAB X KAWASAN PERKOTAAN Pasal 199 (1) Kawasan perkotaan dapat berbentuk : a. Kota sebagai daerah otonom; b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan; c. bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan. (4) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dalam hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh daerah terkait. (7) Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

42 PP 34/ 2009 Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan
Pasal 1 3. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi Kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Pasal 4 (2) Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih daerah kabupaten yang berbatasan langsung antarprovinsi ditetapkan berdasarkan: a. kesepakatan bersama antarpemerintahan daerah kabupaten; b. persetujuan gubernur; dan c. persetujuan Menteri (yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri).

43 Jabodetabekpunjur: fragmentasi kebijakan nasional
Definisi: kawasan strategis vs kawasan perkotaan Fungsi: lingkungan (konservasi) vs sosial- ekonomi Koordinasi: Kementerian yang membidangi penataan ruang vs kementerian urusan pemerintahan dalam negeri

44 Studi Kasus Bandung Raya (khususnya transport)

45 Pendahuluan 5 kabupaten/kota 56 kecamatan 5,8 juta penduduk
Luas area Ha Terdiri atas: 30 kecamatan di Kota Bandung 3 kecamatan di Kota Cimahi 16 kecamatan di Kabupaten Bandung 6 kecamatan di Kabupaten Bandung Barat 1 kecamatan di Kabupaten Sumedang

46 Peri-urbanisasi Bandung Raya
CIMAHI BANDUNG

47 Kerja Sama di Kartamantul Kerja Sama di Bandung Raya
No Kriteria Kerja Sama di Kartamantul Kerja Sama di Bandung Raya 1 Karakteristik Wilayah Terjalin antara 3 Kab/Kota. Terjalin antara 6 Kab/Kota. Luas wilayah : Ha Luas wilayah: Ha Jumlah Penduduk : Jiwa Jumlah Penduduk : jiwa Kepadatan Penduduk : 55 Jiwa/Ha Kepadatan Penduduk : 15 jiwa/Ha Dilaksanakan berdasarkan kebutuhan bersama. Ada pembagian peran berdasarkan karakteristik wilayahnya. Kab. Sleman sebagai daerah konservasi. Kota Yogyakarta sebagai penggerak ekonomi Kab. Bantul sebagai lokasi pembuangan sampah dan limbah. Kerja sama dilaksanakan berdasarkan kebutuhan bersama. Tidak ada pembagian peran dalam pelaksanaan kerja sama di Bandung Raya. 2 Prinsip Kebersamaan dan Kesetaraan Dalam Pelaksanaan KSAD Terjalin karena adanya kesadaran dari ketiga Pemda : i) Suatu kawasan perkotaan harus dikelola secara compact. ii) Infrastruktur perkotaan harus dikelola secara terpadu, harmonis dan tidak terikat pada batas administrasi. Terjalin karena terjadinya longsor di TPA Leuwigajah. Pemda dan Pemprov adalah rekan kerja. Pemprov adalah koordinator. 3 Pemilihan Mekanisme dan tipe kerja sama yang tepat Model KSAD di Kartamantul : joint service agreement.  Model kerja sama Bandung Raya : service contract Pembiayaan : sistem sharing antara ketiga Pemda. Pembiayaan TPA Sarimukti : Pemerintah Provinsi Rencana pembiayaan TPA Legoknangka dan Leuwigajah : sistem sharing antara keenam Pemda. Bentuk kerja sama Kartamantul : written agreements (Perjanjian Tertulis) Bentuk kerja sama Bandung Raya : written agreements (Perjanjian Tertulis). Pembentukan Sekber (Sekretariat Bersama) sebagai lembaga kerja sama. Pembentukan P3JB (saat ini bernama BPSR) sebagai lembaga kerja sama. Sekber dikelola bersama oleh ketiga Pemda dan Pemprov.  BPSR dikelola oleh Pemprov. Organisasi di Sekber Kartamantul terdiri dari tiga tingkatan, yaitu Tim Pembina, Tim Pengarah dan Tim Pelaksana. Tidak ada tingkatan organisasi seperti di Sekber Kartamantul. Proses pengambilan keputusan dilaksanakan secara bottom-up.  Proses pengambilan keputusan adalah diskusi antara Kab/Kota dengan BPSR. Ketua Tim Pengarah Sekber adalah Sekda ketiga daerah yang ditentukan secara bergiliran setiap 2 tahunnya. Tidak ada Tim Pengarah. Ketua dan staff Tim Pelaksana Sekber : kalangan profesional Ketua dan staff BPSR adalah pegawai Pemerintah. Ketua Tim Pelaksana Sekber dipilih melalui fit and proper test. Tidakada fit and proper test. Sumber: Tamba, 2010

48 Analisis biaya transaksi
Pengembangan Kerjasama Terdapat perbedaan persepsi terhadap informasi yang didapatkan Biaya Transaksi dalam kerjasama antar daerah terkait perencanaan sistem transportasi di Metropolitan Bandung Raya Biaya Negosiasi Biaya Informasi/koordinasi Biaya Penegakan dan Pengawasan Biaya Aktor Ketidakmerataan distribusi informasi Konflik kepentingan Kurangnya komitmen stakeholders Aktor yang mendominasi Masih banyak pihak-pihak yang membawa kepentingan dan ego pribadi yang menyebabkan sulitnya merumuskan kesepakatan kerjasama Terdapat aktor yang berpengaruh dalam perumusan kerjasama antar daerah. Kerjasama sudah diresmikan namun belum berjalan dan setiap stakeholders pun masih belum konsisten Analisis alternatif model Analisis biaya transaksi Pemilihan model kerjasama

49 Analisis alternatif model
Kerjasama Model Kerjasama Cakupan Kerjasama Handshake agreement Kerjasama yang didasarkan kepada komitmen dan kepercayaan secara politis antar daerah yang bekerja sama Fee for service contract Penjualan suatu pelayanan publik dari suatu daerah kepada daerah lain yang bekerja sama Joint agreement Mengkoordinasikan rencana dan kegiatan dalam sektor-sektor yang dikerjasamakan dan melakukan monitoring serta evaluasi terhadap kegiatan yang telah ditetapkan dalam rencana Jointly-formed authorities Pemerintah daerah yang bersangkutan membentuk badan bersama dan biasanya terdiri dari perwakilan pemerintah daerah terkait dan memiliki kewenangan mengeksekusi kebijakan pada bidang yang diurusnya Regional Bodies Pembentukan badan bersama yang bersifat netral yang menangani isu kewilayahan, tetapi biasanya tidak memiliki wewenang dalam tataran implementasi karena merupakan bagian dari pemerintah provinsi Interkomunalitas Pembentukan suatu lembaga yang bertugas mengelola kepentingan bersama daerah-daerah yang bekerja sama Suprakomunalitas Pembentukan suatu wilayah administrasi baru dengan menggabungkan daerah lama ke dalam sebuah struktur yang besar atau daerah lama menjadi subordinasi lembaga yang baru Wadah koordinasi Koordinasi tiap-tiap daerah yang bekerja sama terkait teknis pelaksanaan, penganggaran, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan kerjasama antar daerah Analisis alternatif model Analisis biaya transaksi Pemilihan model kerjasama

50 Analisis alternatif model
Pengembangan Kerjasama Kesesuaian dengan dasar hukum Dasar Hukum Model Kerjasama HA FSC JA JFA RB IK SK WK  UU 32/2004 Pasal 195 ayat 1-2 Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerjasama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi, dan saling menguntungkan. Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama. V Keterangan HA : Handshake Agreement FSC : Fee for Service Contract JA : Joint Agreement JFA : Jointly-Formed Authorities RB : Regional Bodies IK : Interkomunalitas SK : Suprakomunalitas WK : Wadah Koordinasi Analisis alternatif model Analisis biaya transaksi Pemilihan model kerjasama

51 Analisis alternatif model
Pengembangan Kerjasama Kesesuaian dengan dasar hukum Dasar Hukum Model Kerjasama HA FSC JA JFA RB IK SK WK PP 50/2007 Pasal 2 Kerjasama daerah dilakukan dengan prinsip: efisiensi; efektivitas; sinergi; saling menguntungkan; kesepakatan bersama; itikad baik; menguntungkan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah NKRI; persamaan kedudukan; transparansi; keadilan; dan kepastian hukum. PP 50/2007 Pasal 3 Para pihak yang menjadi subjek kerjasama daerah meliputi: Gubernur; Bupati; Walikota; dan pihak ketiga. V Keterangan HA : Handshake Agreement FSC : Fee for Service Contract JA : Joint Agreement JFA : Jointly-Formed Authorities RB : Regional Bodies IK : Interkomunalitas SK : Suprakomunalitas WK : Wadah Koordinasi Analisis alternatif model Analisis biaya transaksi Pemilihan model kerjasama

52 Analisis alternatif model
Pengembangan Kerjasama Kesesuaian dengan dasar hukum Dasar Hukum Model Kerjasama HA FSC JA JFA RB IK SK WK Permendagri 69/2007 Pasal 5 dan 6 Pola kerjasama pembangunan perkotaan meliputi: Kerjasama pembangunan perkotaan bertetangga (bersifat kewilayahan); dan Kerjasama jaringan lintas perkotaan (bersifat non-kewilayahan) V Permendagri 23/2009 Pasal 4 Pembinaan dan pengawasan Menteri Dalam Negeri dan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 dilakukan pada tahapan: a) penjajakan; b) negosiasi; c) penandatanganan; dan d) pelaksanaan dan pengakhiran. Keterangan HA : Handshake Agreement FSC : Fee for Service Contract JA : Joint Agreement JFA : Jointly-Formed Authorities RB : Regional Bodies IK : Interkomunalitas SK : Suprakomunalitas WK : Wadah Koordinasi Analisis alternatif model Analisis biaya transaksi Pemilihan model kerjasama

53 Analisis alternatif model
Pengembangan Kerjasama Kesesuaian dengan dasar hukum Dasar Hukum Model Kerjasama HA FSC JA JFA RB IK SK WK Permendagri 22/2009 Pasal 3 Tata cara kerjasama daerah meliputi: tata cara kerjasama daerah; dan tata cara kerjasama daerah dengan pihak ketiga. Tata cara kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan melalui tahapan: a) persiapan; b) penawaran; c) penyiapan kesepakatan; d) penandatanganan kesepakatan; e) penyiapan perjanjian; f) penandatanganan perjanjian; dan g) pelaksanaan. V Keterangan HA : Handshake Agreement FSC : Fee for Service Contract JA : Joint Agreement JFA : Jointly-Formed Authorities RB : Regional Bodies IK : Interkomunalitas SK : Suprakomunalitas WK : Wadah Koordinasi Analisis alternatif model Analisis biaya transaksi Pemilihan model kerjasama

54 Analisis alternatif model
Pengembangan Kerjasama Kesesuaian dengan karakteristik Karakteristik Model Kerjasama FSC JA JFA IK WK Wilayah Terdapat 5 Kabupaten/Kota yang termasuk dalam wilayah Metropolitan Bandung Raya. Pada tahun 2010 terdapat 56 kecamatan yang termasuk dalam delineasi wilayah Metropolitan Bandung Raya dengan jumlah penduduk sebesar 5,8 juta jiwa Wilayah Metropolitan Bandung Raya memiliki potensi untuk berkembang dari segi jumlah penduduk, aktivitas ekonomi, dan kawasan terbangun. Dalam proyeksi tahun 2025 Wilayah Metropolitan Bandung Raya mencakup 73 kecamatan dengan jumlah penduduk sebesar 12,9 juta jiwa. V Keterangan FSC : Fee for Service Contract JA : Joint Agreement JFA : Jointly-Formed Authorities IK : Interkomunalitas WK : Wadah Koordinasi Analisis alternatif model Analisis biaya transaksi Pemilihan model kerjasama

55 Analisis alternatif model
Pengembangan Kerjasama Kesesuaian dengan karakteristik Karakteristik Model Kerjasama FSC JA JFA IK WK Kelembagaan Terdapat Setda, Dinas dan Lembaga Teknis yang terkait dengan perencanaan sistem transportasi sesuasi dengan tupoksinya. Pemerintah Provinsi Jawa Barat menginsisiasi dan mengkomunikasikan perencanaan di Metropolitan Bandung Raya kepada Pemerintah Kabupaten/Kota di dalamnya. Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan dan kepentingan dalam menjalankan perencanaan di masing-masing wilayah. Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama merupakan lembaga yang berfungsi membentuk dokumen kerjasama antar daerah di Metropolitan Bandung Raya V Keterangan FSC : Fee for Service Contract JA : Joint Agreement JFA : Jointly-Formed Authorities IK : Interkomunalitas WK : Wadah Koordinasi Analisis alternatif model Analisis biaya transaksi Pemilihan model kerjasama

56 Analisis alternatif model
Pengembangan Kerjasama Kesesuaian dengan karakteristik Karakteristik Model Kerjasama FSC JA JFA IK WK Kerjasama yang berlaku Terdapat kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tentang Pembangunan Sistem Angkutan Massal Teknologi Monorel di Wilayah Bandung Raya. Provinsi Jawa Barat telah menandatangani MoU (Memorandum of Understanding) dengan China National Machinery Import and Export Corporation tentang Penyusunan Rencana Induk Metropolitan Bandung Raya Provinsi Jawa Barat. Terdapat perjanjian kerjasama antara China National Machinery Import and Export Corporation dengan PT. Sarana Infrastruktur Indonesia dan PT. Jasa Sarana untuk Greater Bandung Raya Monorel Project V Keterangan FSC : Fee for Service Contract JA : Joint Agreement JFA : Jointly-Formed Authorities IK : Interkomunalitas WK : Wadah Koordinasi Analisis alternatif model Analisis biaya transaksi Pemilihan model kerjasama

57 Pengelolaan Kerjasama
Pengembangan Kerjasama Model Kerjasama Pengelolaan Kerjasama Penilaian Kelebihan Kekurangan Joint Agreement  Adanya pembagian kontrol dan tanggung jawab terhadap program serta otoritas pengaturan yang kuat Feasible untuk dilaksanakan, tidak ada perubahan struktur Memberikan pengaruh langsung terhadap kebijakan daerah Solidaritas dan keberlangsungan kerjasama lebih terjamin Dokumen perjanjian yang dihasilkan biasanya rumit, karena melibatkan birokrasi dari pemerintah daerah yang bersangkutan Jointly-formed authorities Pendelegasian kendali, pengelolaan, dan tanggung jawab kepada lembaga yang dibentuk dengan pengaturan wewenang yang jelas Feasible untuk dilaksanakan karena menggunakan sumber daya dari tiap-tiap daerah Melibatkan partisipasidari tiap-tiap daerah sehingga menjadi lebih sinergis Koordinasi antar daerah akan berjalan dengan baik Memberikan tugas tambahan kepada aktor sehingga dapat mengurangi fokus Terdapat kemungkinan tumpang tindih tupoksi dengan instansi lain yang sudah ada Analisis alternatif model Analisis biaya transaksi Pemilihan model kerjasama

58 Pengelolaan Kerjasama
Pengembangan Kerjasama Model Kerjasama Pengelolaan Kerjasama Penilaian Kelebihan Kekurangan Interkomunalitas Pemberian tugas dan wewenang kepada lembaga terkait kegiatan sesuai dengan arahan yang diberikan pihak-pihak yang bekerja sama Kerjasama akan menjadi lebih fokus dan memiliki tujuan pencapaian yang jelas Pengawasan kerjasama menjadi lebih terpusat dan lebih objektif Memiliki aturan dan pembagian wewenang yang jelas kepada lembaga Mengurangi efisiensi karena membentuk lembaga baru yang membutuhkan sumber daya manusia Terdapat kemungkinan tumpang tindih tupoksi dengan lembaga yang sudah ada Wadah Koordinasi Kerjasama berupa sharing informasi dan aktivitas lainnya seperti pelaksanaan dan evaluasi program Hubungan antar anggota sifatnya fleksibel dan kerjasama yang dilakukan bersifat partisipatif Solidaritas dan keberlangsungan koordinasi dapat terjamin melalui forum yang dilakukan Tidak ada mekanisme atau aturan yang kuat terhadap kesepakatan kerjasama Membutuhkan komitmen dan kesadaran yang tinggi dari pihak yang terlibat Analisis alternatif model Analisis biaya transaksi Pemilihan model kerjasama

59 Stakeholders yang Terlibat Jointly-Formed Authorities
Rekomendasi Model Kerjasama Stakeholders yang Terlibat Tugas dan Wewenang Jointly-Formed Authorities Pemerintah Provinsi Jawa Barat Bappeda Provinsi Jawa Barat Dinas Perhubungan Dinas Permukiman dan Perumahan Dinas Bina Marga Pemerintah Kabupaten/Kota di Metropolitan Bandung Raya Bappeda Kabupaten/Kota Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Badan kerjasama antar daerah dipimpin oleh Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat. Bappeda, memiliki tugas untuk merumuskan kebijakan teknis terkait perencanaan sistem transportasi Dinas Perhubungan, memiliki tugas untuk merumuskan kebijakan teknis di bidang jaringan dan fasilitas lalu lintas serta bidang angkutan Dinas Tata Ruang/PU/Permukiman dan Perumahan, memiliki tugas untuk merumuskan kebijakan teknis di bidang pekerjaan umum dan penataan ruang terkait transportasi Dinas Bina Marga, memiliki tugas untuk merumuskan kebijakan teknis kebinamargaan terkait transportasi

60 Rekomendasi Struktur Model yang Direkomendasikan
Sumber: Talitha & hudalah, 2014

61 Jointly-Formed Authorities
Rekomendasi Model Kerjasama Mekanisme Kerjasama Syarat dan Ketentuan Jointly-Formed Authorities Melakukan kajian bersama terkait perencanaan sistem transportasi dan memfasilitasi penyelesaian isu transportasi wilayah di Metropolitan Bandung Raya Dilakukan sharing pendanaan untuk penetapan sistem angkutan transportasi, sinergisasi sistem jaringan jalan, pengelolaan infrastruktur transportasi, dan penetapan tarif angkutan secara terpadu Terdapat peraturan khusus yang mengatur perjanjian kerjasama mengenai perencanaan sistem transportasi di Metropolitan Bandung Raya Setiap pihak memberikan perwakilannya untuk bergabung dalam badan kerjasama, menjunjung prinsip partisipasi dan kesetaraan Diperlukan transparansi dari setiap perwakilan lembaga terkait penyusunan kebijakan perencanaan sistem transportasi Diperlukan komitmen yang dapat dipercaya dari setiap stakeholders untuk merencanakan dan mengawasi pelaksanaan kerjasama

62 Kesimpulan dan Rekomendasi

63 Kesimpulan Penguatan kelembagaan metropolitan merupakan konsekuensi tak terhindarkan dari penerapan kebijakan otonomi daerah Sebagian besar kawasan metropolitan di Indonesia belum memiliki sistem kelembagaan yang kuat, khususnya pada tahap pelaksanaan dan pengendalian pembangunan

64 Rekomendasi Penguatan dimensi kewilayahan dalam kebijakan sektoral provinsi Perlu sinkronisasi peran lembaga: Kemdagri dan Kemen PU; Bappeda dan dinas Kepemimpinan daerah yang kuat sebagai modal penting dalam penguatan kelembagaan wilayah di era Otonomi Daerah Perlu upaya menumbuhkan komitmen, trust, dan hubungan harmonis antar daerah di Bandung Raya Perlunya mengedepankan asas-asas mendasar dalam kerja sama Asas kesetaraan: hindari dominasi salah satu daerah; dikotomi Kawasan Inti vs. Penyangga Asas saling membutuhkan: banjir/ kerusakan lingkungan vs. pembangunan/ infrastruktur/ daya saing wilayah Asas urgensi: persampahan vs penataan ruang Asas kekeluargaan: untung/rugi vs visi/kebersamaan


Download ppt "Tantangan dan Praktik Pengembangan Wilayah Metropolitan Bandung Raya"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google