Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

TRANSAKSI-TRANSAKSI YANG DILARANG DALAM ISLAM

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "TRANSAKSI-TRANSAKSI YANG DILARANG DALAM ISLAM"— Transcript presentasi:

1 TRANSAKSI-TRANSAKSI YANG DILARANG DALAM ISLAM
MUHAMMAD YASIR YUSUF

2 Pendahuluan Dalam bidang muamalat, hukum asalnya adalah “semua boleh kecuali ada yang melarangnya”. Artinya semua transaksi dibolehkan kecuali ada ayat Al Qur’an atau Sunnah yang melarangnya. Sedangkan dalam ibadah, hukum asalnya adalah “ semuanya haram kecuali ada dalil yang menyuruhnya”.

3 Faktor-Faktor Penyebab Terlarangnya Transaksi
Haram zatnya (Haram li-dzatihi) Haram selain zatnya (Haram li ghairihi) Tidak Sah (Tidak lengkap akadnya)

4 A. Haram Zat-nya Transaksi ini dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan juga dilarang. Seperti minuman keras, bangkai, daging babi, dsb. Jadi transansksi jual beli minuman keras adalah haram, walaupun akad jual beli-nya sah.

5 B. Haram Selain Zat-nya 1. Melanggar Prinsip An Tardhi minkum
Tadlis (Unknown to one party) Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak. Kerelaan ini dibangun atas dasar mempunyai informasi yang sama (complete information). Sehingga tidak ada antara pihak yang tidak mengetahui informasi dipihak lain. Unknown to one party dalam bahasa fiqh disebut tadlis. Tadlis terjadi dalam 4 (empat) hal, yakni dalam: Kuantitas Kualitas Harga, dan Waktu Penyerahan

6 TADLIS Kuantitas Pedagang yang mengurangi takaran/timbangan barang yang dijualnya. Kualitas Penjual yang menyembunyikan cacat barang yang ditawarkannya. Harga Seorang tukang becak yang menaikkan tarif becak 10 kali lipat dari tarif normalnya kepada turis karena ketidak tahuhannya terhadap harga pasaran. Waktu Penyerahan Seorang konsultan yang berjanji untuk menyelesaikan proyek dalam waktu 2 bulan untuk memenangkan tender, padahal konsultan tersebut tahu bahwa proyek itu tidak dapat diselesaikan dalam waktu tersebut.

7 B. Haram Selain Zat-nya 2. Melanggar Prinsip La Tazhlimu wa la tuzlamu
a. Rekayasa Pasar (dalam supply and demand) b. Gharar (Taghrir) c. Riba

8 a. Rekayasa Pasar dalam supply
Rekayasa pasar dalam supply terjadi bila seorang produsen/penjual mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik. Dalam istilah fiqh dikenal dengan Ikhtikar. Ikhtikar biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier, yakni menghambat produsen/penjual lain masuk pasar, agar ia menjadi pemain tungal di pasar monopoli. Karena itu biasanya orang menyamakan ikhtikar dengan monopoli dan penimbunan, padahal tidak selalu seorang monopolois melakukan ihtikar. Ikhtikar terjadi bila syarat-syarat di bawah ini terpenuhi: Mengupayakan adanya kelangkaan barang baik dengan cara menimbun stock atau mengenakan entry barriers. Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum munculnya kelangkaan. Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum komponen 1 dan 2 dilakukan.

9 b. Rekayasa Pasar Dalam Demand (Bai’ Najasy)
Rekayasa pasar dalam demand terjadi bila produsen/pembeli menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Biasanya terjadi dalam bursa saham.

10 c. Gharar Gharar adalah situasi di mana terjadi incomplete information karena adanya uncertainty to both parties (ketidak pastian antara kedua belah pihak yang bertransaksi). Gharar terjadi bila terjadi perubahan dari yang bersifat pasti (certain) menjadi tidak pasti (uncertain). Gharar dapat terjadi dalam 4 hal” Kuantitas: Jual beli Ijon Kualitas: Menjual anak sapi dalam kandungan Harga: ada dua harga dalam satu kontrak Waktu Penyerahan: Menjual barang yang sedang dicari/hilang Bila terjadi salah satu atau lebih dari faktor-faktor di atas di ubah dari certain menjadi uncertain, maka terjadi gharar.

11 d. Riba Dalam Fiqh dikenal ada 3 jenis riba:
Riba Fadl, disebut juga dengan riba buyu’ yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bi yadin). Pertukaran ini menimbulkan ketidakjelasan (gharar) bagi kedua belah pihak akan nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidakjelasaan ini menimbulkan kezaliman kepada salah satu pihak. Hadits Rasulullah: Dari Abu Said Al Khudri ra, Rasulullah SAW bersabda: Transaksi pertukaran emas dengan emas harus sama takaran, timbangan dan tunai, kelebihannya adalah riba: perak dengan perak harus sama takaran, timbangan dan tunai, kelebihannya adalah riba: gandum dengan gandum harus sama takaran, timbangan dan tunai, kelebihannya adalah riba, tepung dengan tepung harus sama takaran, timbangan dan tunai, kelebihannya adalah riba, korma dengan korma harus sama takaran, timbangan dan tunai, kelebihannya adalah riba: garam dengan garam harus sama takaran, timbangan dan tunai, kelebihannya adalah riba. (Riwayat Muslim) Diluar keenam jenis barang tersebut dibolehkan asal dilakukan penyerahannya pada saat yang sama Contoh: Dalam perbankan, riba fadl dapat ditemui dalam transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan cara tunai (spot)

12 d. Riba Riba Nasi’ah Riba ini disebut juga dengan riba duyun yaitu riba yang timbul akibat hutang-piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko (al ghummu bi ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya ( al kharaj bi dhaman). Transaksi seperti ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban, hanya karena berjalan waktu. Nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian. Imam Sarkhzi mengatakan: الربا هو الفضل الخالي عن العوض المشروط في البيع “Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (atau padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut). Dalam perbankan konvensional, riba nasi’ah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan dan lain-lain. Bank sebagai kreditur yang memberikan pinjaman mensyaratkan bunga yang besarnya tetapn dan ditentukan terlebih dahulu diawal transaksi (fixed and predetermined rate). Padahal nasabah yang mendapatkan jaminan itu tidak mendapatkan keuntungan fixed and predetermined juga. Sesuatu yang bersifat uncertain dipaksakan menjadi certain.

13 c. Riba Riba Jahiliah Riba jahiliyah adalah hutang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembalikan pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Riba jahiliyah dilarang karena terjadi pelanggaran kaidah :”kullu qardin jarra manfa’ah fahuwa riba” (setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba) Dari segi penundaan waktu, riba jahiliyah digolongkan riba nasi’ah, dari segi kesamaan objek yang dipertukarkan tergolong riba fadl. Tafsir Qurtuby menjelaskan: “Pada zaman jahilyah para kreditur, apabila hutang telah jatuh tempo, akan berkata kepada para debitur:”Lunaskan hutang anda sekarang, atau anda tunda pembayaran itu dengan tambahan”. Maka pihak debitur harus menambah jumlah kewajiban pembayaran hutangnya dan kreditur menunggu waktu pembayaran kewajiban tersebut sesuia dengan ketentuan baru”. (Tafsir qurtubi 2/1157) Dalam perbankan konvensional, riba jahilyah ini dipraktekkan dalam transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh tagihannya.

14 C. Tidak Sah Suatu transaksi dapat dikatakan tidak sah dan/atau tidak lengkap akadnya, bila terjadi salah satu atau lebih dari faktor-faktor berikut: Rukun dan Syarat tidak terpenuhi Terjadi Ta’alluq Terjadi “two in one”

15 Rukun Dan Syarat Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam suatu transaksi (necessary condition). Pada umumnya, rukun dalam mu’amalah iqtishadiyyah ada tiga: Pelaku Objek Ijab-Qabul Aqad menjadi batal bila terdapat: Kesalahan dan kekeliruan objek Paksaan (ikrah) Penipuan Bila rukun di atas terpenuhi, maka transaksi yang dilakukan sah. Namun bila rukun tidak terpenuhi (baik satu atau lebih), maka transaksi menjadi batal

16 Rukun Dan Syarat Syarat adalah sesuatu yang keberadaannya melengkapi rukun (sufficient condition). Contohnya adalah bahwa pelaku transaksi haruslah orang yang cakap hukum (mukallaf). Bila rukun sudah terpenuhi tetapi syarat tidak terpenuhi, maka rukun menjadi tidak lengkap sehingga transaksi tersebut menjadi fasid (rusak). Demikian menurut mazhab Hanafi. Syarat tidak boleh: Menghalalkan yang haram Menharamkan yang halal Menggugurkan hukum Bertentangan dengan rukun; atau Mencegah berlakunya hukum

17 Ta’alluq Ta’alluq terjadi bila kita dihadapakan pada dua akad yang saling dikaitkan, dimana berlakunya akad 1 tergantung dengan akad ke 2. Contoh: misalkan A menjual barang X seharga Rp 120 juta secara cicilan kepada B, dengan syarat bahwa B harus kembali menjual barang X tersebut kepada A secara tunai seharga Rp 100 juta. Transaksi seperti ini haram, karena akad satu dikaitkan dengan akad yang lain. Dalam terminolagi fiqih, kasus di atas disebut bai’ al inah.

18 Two in one Two in one adalah kondisi di mana suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian (gharar) mengenai akad mana yang harus digunakan/berlaku. Dalam terminologi fiqih, kejadian ini disebut dengan shafqatain fi al shaqah. Two in one terjadi bila semua ketiga faktor di bawah ini terpenuhi: Objek sama Pelaku sama Jangka waktu sama Bila satu saja dari faktor diatas tidak terpenuhi, maka two in one tidak terjadi, dengan demikian akad menjadi sah Contoh: dari two in one adalah transaksi lease and purchase (sewa-beli). Dalam transaksi ini, terjadi gharar dalam akad, karena ada ketidakjelasan akad mana yang berlaku: akad beli atau akad sewa. Karena itulah maka transaksi sewa-beli ini diharamkan.


Download ppt "TRANSAKSI-TRANSAKSI YANG DILARANG DALAM ISLAM"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google