Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Presentasi sedang didownload. Silahkan tunggu

Contoh Kasus Kebijakan Pertanian di Indonesia

Presentasi serupa


Presentasi berjudul: "Contoh Kasus Kebijakan Pertanian di Indonesia"— Transcript presentasi:

1 Contoh Kasus Kebijakan Pertanian di Indonesia

2 Rencana pemerintah menaikkan tarif impor untuk semua komoditas pertanian dan pangan harus dibarengi dengan langkah-langkah domestik untuk memperkuat front line dan capacity building (memberdayakan) kemampuan bisnis petani, khususnya petani kecil. Proteksi dalam bentuk pengenalan tarif tinggi kepada produk pertanian di Indonesia dibenarkan oleh ketentuan WTO (World Trade Organization) sepanjang proteksi tersebut diberikan untuk produk- produk utama atau role product.

3 Penguatan front line tersebut, antara lain dilakukan dengan memperbaiki sistem pemasaran, mengupayakan pelaku dan petani mampu membaca selera pasar dengan meningkatkan mutu (kualitas) dan requirement dan packaging produk pertanian Indonesia. Umumnya tarif impor yang bisa dikenakan oleh pemerintah berkisar 5 persen sampai 30 persen. Angka tersebut didasari pertimbangan tingginya risiko yang mungkin ditanggung oleh pemerintah dan kemampuan bea cukai untuk membendung impor ilegal yang mungkin terjadi jika tarif impor terlalu tinggi.

4 Hal yang harus lebih diperhatikan oleh pemerintah adalah bagaimana memberdayakan petani yang memiliki skala usaha kecil. Upaya pemberdayaan atau capacity building tersebut diperlukan agar pengenaan tarif yang akan diberlakukan nantinya tidak berkesan membela petani besar saja. Hingga saat ini di Indonesia hanya diberlakukan tarif impor yang rendah dan hanya pada beras dan gula sebesar 30 persen saja. Bahkan untuk gula mentah hanya 5 persen sedangkan kedelai dan jagung 0 persen.

5 Kebijakan menaikkan tarif impor tidaklah sesederhana yang dibayangkan
Kebijakan menaikkan tarif impor tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Indonesia perlu memikirkan dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut misalnya kemungkinan retaliasi atau penghentian ekspor produk Indonesia oleh negara lain atau negara pengimpor.

6 Dampak pemberlakukan tarif Impor:
1) Dari sisi produsen atau petani memang akan diuntungkan 2) Dari sisi konsumen ada cost atau biaya yang harus dibayar yakni bahan pangan atau makanan menjadi mahal,”

7 penelitian yang dilakukan oleh LPEM UI beberapa waktu lalu menyimpulkan bahwa : Jika tarif impor pangan diturunkan setengahnya atau 50 persen maka akan menguntungkan petani atau masyarakat miskin. Namun jika tarif impor dibuat nol maka efeknya akan dirasakan oleh semua pihak. Dengan demikian perlu dikaji berapa kenaikan tarif yang pas. Sehingga tidak memberikan dampak yang merugikan petani dan masyarakat konsumen.

8 Impor produk pertanian seharusnya dapat ditekan karena Indonesia memiliki potensi pertanian yang besar. Termasuk untuk komoditi jagung. Indonesia memiliki Propinsi Gorontalo sebagai produsen utama komoditas jagung di Indonesia

9 Perekonomian Propinsi Gorontalo

10 Tahun 2009 produksi jagung meningkat  mengurangan impor  bahkan ditargetkan ekpor ke Malaysia dan Filipina Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Derom Bangun menambahkan, insentif pemerintah memang berimbas baik. Buktinya, dengan pungutan ekspor minyak sawit mentah (CPO) sebesar 0%, ekspor bisa terdongkrak

11 pada Agustus 2008, pengurangan kuota impor sepanjang untuk raw sugar sebesar ton dan gula rafinasi sebesar ton. Sehingga total kuota impor raw sugar 2008 menjadi 1,375 juta ton dan impor gula rafinasi menjadi ton Kebutuhan gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman ditetapkan sebesar 1,85 juta ton, jumlah kebutuhan tersebut berdasarkan data importir produsen gula 2008 sebesar 1,25 juta ton untuk industri besar dan 0,60 juta ton untuk industri kecil dan menengah

12 Menurut Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) yang menjadi hambatan bagi ekspor komoditas hortikultura, seperti buah- buahan dan sayuran ke negara Jepang adalah hambatan non tarif Tahun 2007 Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang menandatangani Kesepakatan Kemitraan Ekonomi (Economic Partnership Agreement/EPA) yang diharapkan bisa mengembangkan kerja sama di berbagai bidang terutama di bidang ekonomi kedua negara. Pembebasan BM impor produk hortikultura sebagaimana tertuang dalam Kesepakatan Kemitraan Ekonomi (Economic Partnership Agreement/EPA) tidak banyak membantu peningkatan ekspor Indonesia tanpa penurunan hambatan non tarif.

13 EPA Jepang-Indonesia, antara lain berisi tentang liberalisasi perdagangan dan investasi yang mana 80% dari seluruh pos tarif Jepang menjadi nol% bagi produk ekspor Indonesia setelah EPA berlaku pada Sementara 58% pos tarif Indonesia turun menjadi nol% bagi Jepang saat EPA berlaku. Jepang merupakan tujuan ekspor utama Indonesia dengan nilai ekspor Indonesia ke Jepang pada 2006 sebesar US$21,7 miliar dengan produk unggulan antara lain pertanian, perikanan dan perkebunan senilai US$919 juta pada 2006. Langkah yang akan diambil antara lain dengan mengundang investor dari Jepang guna membantu petani buah dan sayur Indonesia meningkatkan kualitas produknya sehingga sesuai dengan standar Jepang

14 ekspor komoditas hortikultura Indonesia ke pasar internasional baru 5-20% dari produksi nasional.
sejumlah kendala seperti produksi yang belum efisien maupun kualitas yang masih rendah Perlu adanya upaya untuk meningkatkan efisiensi produksi terutama penurunan ongkos transportasi dari sentra produksi ke pelabuhan yang dinilai masih tinggi. buruknya infrastruktur jalan dari sentra produksi hortikultura yang akibatnya memakan biaya transportasi tinggi. Selain itu, biaya cargo pesawat udara untuk komoditas hortikultura menuju negara tujuan ekspor juga masih tinggi.

15 Upaya yang dilakukan untuk mengurangi impor produk pertanian di Indonesia :
peningkatan produktivitas perluasan areal tanam pengamanan produksi pemberdayaan kelembagaan pertanian dukungan pembiayaan.

16 Tingkat ketergantungan Indonesia terhadap impor produk pertanian masih tinggi, kendati neraca perdagangan komoditas pertanian masih surplus karena membaiknya kinerja sektor perkebunan seperti sawit, karet, dan kakao. impor gandum sebesar 100% dari total kebutuhan dalam negeri, impor kedelai sebanyak 61%, gula impor sebanyak 31%, impor susu sebanyak 70%, daging sapi 50%, garam sebanyak 66,% dan kapas 80%. Indonesia masih mengimpor garam beryodium dan industri sebanyak 2 juta ton per tahun dari total kebutuhan dalam negeri sebanyak 3 juta ton.

17 Total kebutuhan kedelai sebesar 2,4 juta ton dengan impor sebesar 1,4 juta ton dan produksi dalam negeri sebesar 1 juta ton. Namun, produksi dalam negeri hanya mencapai ton sehingga masih perlu menambah impor. Padahal, keberadaan perajin tahu tempe yang mendekati perajin akan menjadi peluang bisnis yang besar bagi produsen kedelai di dalam negeri.

18 untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor produk primer, pemerintah harus mengubah kebijakan yang mendorong petani domestik memproduksi produk primer seperti kedelai, susu, daging, kapas dan garam. "Pemerintah dapat membatasi impor dengan instrumen bea masuk. Di sisi lain, pemerintah harus mengembangkan produksi di dalam negeri dengan memberikan insentif

19 Konsumsi gandum terus naik dari 3,7 juta ton pada menjadi 6,59 juta ton pada 2005 dan diperkirakan menjadi 18,67 juta ton pada Konsumsi terigu per kapita sebanyak 17 kg. Indonesia juga masih bergantung pada impor daging dari Australia dan Selandia Baru Indonesia impor sapi dari Australia sebanyak ekor atau 75% dari total ekspor sapi hidup Australia ke pasar dunia yang tercatat ekor selama 2008

20 ketergantungan terhadap impor disebabkan oleh harga produk impor seringkali lebih murah. Padahal, lebih murahnya produk impor, katanya, disebabkan oleh adanya subsidi dari negara maju serta perlakuan dumping. menambahkan karakteristik produk primer adalah harganya selalu fluktuatif, sehingga sulit diprediksikan dan dapat melambung dalam waktu singkat dan sebaliknya


Download ppt "Contoh Kasus Kebijakan Pertanian di Indonesia"

Presentasi serupa


Iklan oleh Google