Disampaikan Kaukus Muda Indonesia, Hotel Century Park Jakarta 2017

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PERATURAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2009.
Advertisements

STRATEGI POKOK Kebijakan Fiskal Kebijakan Perbankan/Keuangan
P E L A B U H A N.
Beberapa Isi Pokok UU No.31 Thn Tentang Perikanan
UU Nomor 18 Tahun 2009 Tentang PETERNAKAN & KESEHATAN HEWAN
PERATURAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010.
Kebijakan dan Peraturan Perikanan
KETENTUAN PIDANA DI BIDANG KETENAGALISTRIKAN
KEBIJAKAN DAN REVITALISASI PERTANIAN
IZIN LINGKUNGAN HIDUP PP 27 Tahun 2012.
DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA
UU No. 23 TAHUN 2014 IMPLIKASINYA TERHADAP SDM KESEHATAN
ILLEGAL FISHING.
PENATAAN KELEMBAGAAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN
Disampaikan oleh: ACHMAD SATIRI (Kabag Hukum, Organisasi, dan Humas)
BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN
LATAR BELAKANG Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya (fundamental human rights). Membangun.
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2014
KETENTUAN TENTANG POLITIK UANG dalam UU No. 10 Tahun 2016
PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN UKM RI TENTANG
UU 30/2014 Administrasi Pemerintahan Drs. Yanuar Ahmad, MPA
Peranan Usaha Mikro, Usaha Kecil Dan Menengah (UMKM)
WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN
LATAR BELAKANG PP TENTANG KAWASAN INDUSTRI
STRATA BANGUNAN BERTINGKAT
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PMK- 70 /PMK
Solo-Salatiga, Maret 2016 Direktorat Impor
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS UNGGAS
PROVINSI KEPULAUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH Dr
PERLINDUNGAN KONSUMEN
KEBIJAKAN PERDAGANGAN
Tim Kerja Harmonisiasi Regulasi GN-SDA
PERANAN EKONOMI MIKRO DAN PERMASALAHANNYA DI INDONESIA
Bab XII Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Dr. Ir. H. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI
Upaya Pengaturan Pengelolaan Sumber Daya Hayati Berkelanjutan
Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan
KULIAH KE-15 PENYIDIKAN DAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN
Arah Kebijakan Persusuan
TINDAK PIDANA PERPAJAKAN
Kepala Biro Hukum dan Organisasi KEMENTERIN KELAUTAN DAN PERIKANAN
Industrialisasi Perikanan untuk Kesejahteraan Masyarakat
Bahan Kuliah FH UII Yogyakarta 2016.
Arah Kebijakan Persusuan
Arah Kebijakan Persusuan
HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA
PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN
Etty R. Agoes Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung
PERAN SERTA DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN
Kewenangan DJBC Kewenangan Administratif: Kewenangan Yudikatif:
AZAS CABOTAGE Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Laporan Singkat Kementerian Kelautan dan Perikanan
TAHUN 2014 TENTANG DESA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT
Landasan Kontinen O L E H Tim Pengajar Kelompok 9.
MANAJEMEN SAMPAH DAN SANKSI
Arah Kebijakan Persusuan
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN
Ayo Sukseskan KIS Pengawasan dan Kepatuhan Dalam Jaminan Sosial
Perlindungan Konsumen
DOKUMEN-DOKUMEN DI ATAS KAPAL
PEMBERIAN HAK ATAS TANAH
Program Penyehatan Makanan
Mahkamah Konstitusi. Rifqi Ridlo Phahlevy.
Peraturan undang-udang TENTANG PERIKANAN
Bagian 4 Hukum dan Undang-Undang Kepariwisataan
IMPLEMENTASI UNDANG – UNDANG NO. 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT OLEH:TUTIK KUSUMA WADHANI,SE,MM,M.Kes.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah 6 Maret 2019
INDONESIA MENUJU POROS MARITIM DUNIA Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki potensi untuk menjadi Poros Maritim Dunia.
Program Pemberdayaan Nelayan SEBAGAI USULAN ATAS DISKUSI PERIHAL POTENSI YANG HASIL LAUT YANG MELIMPAH RUAH.
KANTOR Jl. Ciawitali No. 44 Cimahi Telp. [022] BANDARA HUSEIN BANDUNG Jl. Padjadjaran No. 156 Telp. [022]
Transcript presentasi:

Disampaikan Kaukus Muda Indonesia, Hotel Century Park Jakarta 2017 SEMINAR NASIONAL Dukungan Legislatif Dalam Pemberantasan Illegal Fishing ICHSAN FIRDAUS, M.Si ANGGOTA KOMISI IV DPR RI Disampaikan Kaukus Muda Indonesia, Hotel Century Park Jakarta 2017 Komisi IV DPR RI Jl. Gatot Subroto Jakarat Pusat

Undang-Undang Yang ada Diantaranya adalah: UU No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan yang dimiliki merupakan potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk masa depan bangsa, sebagai tulang punggung pembangunan nasional. UU No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Merupakan dukungan legislasi Komisi IV DPR RI dimana, Tanggung jawab negara dalam melindungi rakyat Indonesia dilakukan dengan penguasaan sumber daya alam yang dimiliki oleh negara, termasuk Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil UU No 32 Tahun 2014 tentang Kelautan merupakan dukungan legislasi Komisi IV DPR RI sebagai Blue Print pembangunan kelautan di Indonesia UU No 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi daya Ikan dan Petambak Garam merupakan dukungan legislasi Komisi IV DPR RI sebagai bentuk untuk melindungi dan memberdayakan pelaku utama perikanan, termasuk pengolah dan pemasar ikan

Permasalahan Umum Perikanan dan Kelautan Indonesia Benih &bibit ikan Infrastrukur & Prasarana Sumber Daya Manusia Pakan & obat-obatan Kelembagaan & Pembiayaan Teknologi/ inovasi Sumber Daya Ikan Benih dan bibit ikan blm berkualitas (cara pembibitan dan pembenihan) Tidak ada pemetaan kebutuhan benih&bibit ikan yg pasti Hambatan pengembangan benih ikan komoditas tinggi Overfishing Illegal & destructive fishing Konversi lahan tambak menjadi perumahan Kepemilikan lahan yang sempit Masih menggunakan alat/teknologi tradisional Blm ada inovasi yg efisien dan ekonomis Masalah Dominasi kapal ukuran kecil Sarana pelabuhan yng tdk mendukung (banyak yg tdk beroperasi) Lemahnya kelembagaan nelayan dan pembudidaya Industri yang belum berkembang Sulitnya nelayan/pembudidaya ikan mendapatkan pinjaman Banyaknya nelayan gurem/kecil Nelayan/pembudidaya ikan terlilit utang Terbatasnya jumlah SDM Masih rendahnya kualitas SDM Distribusi peranan penyuluh perikanan tdk merata Mahalnya harga pakan & obat-obatan

KAIDAH POKOK PERIKANAN PRINSIP Prinsip kedaulatan, keberlanjutan, Kesejahteraan dan Pemberdayaan Regional Fisheris Management Organization (RFMO) UU No. 17 Tahun 1985 Unclos (Pengesahan Hukum Laut) tahun 1982 Asas Umum Code of Condunct Responsible Fisheris (CCRF) : 1. pengelolaan harus menjamin mutu, keanekaragaman dan ketersediaan sumberdaya perikanan untuk generasi kini dan yang akan datang. 2. negara harus memberlakukan pendekatan kehati-hatian terhadap konsevasi, pengelolaan dan pemafaatan sumberdaya ikan. 3. negara harus mengembangkan alat penangkapan yang selektif dan ramah lingkungan. 4. negara harus mengusahakan rehabilitasi untuk melindungi perusakan, pencemaran, penurunan mutu ikan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia yang mengancam kelangsungan SDI. Dan 6. negara harus menjamin transparasi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab. Prinsip dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries FAO Prinsip dalam

Dukungan Komisi IV DPR RI Terhadap Sektor Kelautan dan Perikanan

Dukungan Anggaran Komisi IV Anggaran KKP Tahun 2015 sebesar Rp. 10.597.807 Juta Anggaran KKP Tahun 2016 sebesar Rp. 11.168.730 Juta Anggaran KKP Tahun 2017 sebesar Rp 9.278.045 Juta (Raker 17 Oktober 2016)

DUKUNGAN LEGISLASI PEMBANGUNAN SEKTOR KELAUTAN & PERIKANAN UU No. 32/2014 tentang Kelautan UU No. 31/ 2004 Jo No 45/2009 tentang Perikanan UU No. 27/2007 Jo 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisirdan Pulau-Pulau Kecil. UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan RUU tentang Perubahan atas UU No. 16. Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam

Pengertian Illegal Fishing International International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate IUU Fishing (IPOA-IUU Fishing) International Plan of Action (IPOA) 2001, implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Pengertian Illegal Fishing dijelaskan sebagai berikut : Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu atau kapal asing di perairan yang bukan merupakan yurisdiksinya tanpa izin dari negara yang memiliki yurisdiksi atau kegiatan penangkapan ikan tersebut bertentangan dengan hukum dan peraturan negara itu; Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan berbendera salah satu negara yang tergabung sebagai anggota organisasi pengelolaan perikanan regional, Regional Fisheries Management Organization (RFMO) tetapi pengoperasian kapal-kapalnya bertentangan dengan tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan perikanan yang telah diadopsi oleh RFMO. Negara RFMO wajib mengikuti aturan yang ditetapkan itu atau aturan lain yang berkaitan dengan Hukum Internasional Kegiatan perikanan yang bertentangan dengan hukum nasional atau kewajiban internasional, termasuk juga kewajiban negaranegara anggota organisasi pengelolaan perikanan regional terhadap organisasi tersebut; dan Kegiatan penangkapan ikan yang melanggar hukum yang paling umum terjadi di Wilayah Penangkapan Perikanan Negara Republik Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal penangkap ikan berbendera asing, khususnya dari beberapa negara tetangga. Sumber : FAO dan RFMO

Kegiatan Perikanan Unreported Fishing Kegiatan perikanan yang tidak dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar, kepada otoritas nasional yang berwenang, yang bertentangan dengan hukum dan peraturan perundangundangan; Kegiatan perikanan yang dilakukan di area kompetensi Regional Fisheries Management Organization (RFMO) yang belum dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar, yang bertentangan dengan prosedur pelaporan dari organisasi tersebut Kegiatan Perikanan Unregulated Fishing kegiatan perikanan yang dilakukan di area kompetensi RFMO yang relevan yang dilakukan oleh kapal tanpa kebangsaan, atau oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara yang tidak menjadi anggota dari organisasi tersebut, atau oleh perusahaan perikanan, yang dilakukan melalui cara yang bertentangan dengan pengaturan konservasi dan pengelolaan organisasi tersebut; kegiatan perikanan yang dilakukan di wilayah perairan atau untuk sediaan ikan dimana belum ada pengaturan konservasi dan pengelolaan yang dapat diterapkan, yang dilakukan melalui cara yang bertentangan dengan tanggung jawab negara untuk melakukan konservasi dan pengelolaan sumber daya alam hayati laut sesuai dengan ketentuan hukum internasional. Sumber : FAO dan RFMO

Pelanggaran Yang Terjadi: Illegal Fishing UU 45 tahun 2009 Perikanan Pasal 93: Setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, yang tidak membawa SIPI asli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). (4) Setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing di ZEEI, yang tidak membawa SIPI asli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). Pelanggaran Yang Terjadi: Kapal Ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia tidak memiliki SIPI. Pengoperasian kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan ikan di ZEEI yang tidak memiliki SIPI Pengoperasian kapal penangkap ikan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, yang tidak membawa SIPI asli

Badan Keamanan Laut (Bakamla) UU 32 tahun 2014 Kelautan Pasal 11 : Negara Kesatuan Republik Indonesia berhak melakukan konservasi dan pengelolaan sumber daya hayati di laut lepas. (2) Di laut lepas Pemerintah wajib huruf a. memberantas kejahatan internasional; ILLEGAL FISHING MERUPAKAN KEJAHATAN INTERNATIONAL PENAGANAN KEJAHATAN ILLEGAL FISHING HARUS KERJASAMA DENGAN NEGARA TETANGGA BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN INTERNATIONAL

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT (UNCLOS 1982) Sedangkan kewajiban negara pantai ZEE meliputi: (1) menghormati eksistensi hak dan kewajiban negara lain atas wilayah ZEE (Pasal 58 ayat 3) ; (2) menentukan maximum allowable catch untuk sumber daya hayati dalam hal ini perikanan (pasal 61 ayat 2) ; (3) dalam hal negara pantai tidak mampu memanen keseluruhan allowable catch, memberikan akses kepada negara lain atas surplus allowable catch melalui perjanjian sebelumnya untuk optimalisasi pemanfaatan sumber daya kelautan terutama sumber daya perikanan dengan tujuan konservasi (pasal 62 ayat 3)

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT (UNCLOS 1982) UNCLOS 1982 mengatur jika suatu negara pantai tidak memanfaatkan sumber daya perikanan di wilayah ZEE-nya, negara lain dapat meminta akses pemanfaatan dengan tunduk pada persyaratan yang ditetapkan negara pantai, baik melalui kerja sama antarnegara, ataupun melalui sistem perizinan, Namun di dalam UNCLOS 1982 tidak ada kewajiban negara pantai untuk memberikan kesempatan kepada negara lain untuk turut memanfaatkan sumber daya perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)-nya, khususnya bagi negara yang tergantung pada hasil perikanan seperti Indonesia yang 90% (sembilanpuluh persen) nelayannya adalah nelayan kecil (small scale fishermen) UNCLOS 1982 tidak mengatur tentang IUU Fishing. Wacana tentang illegal fishing muncul bersama-sama dalam kerangka IUU Fishing Practices pada saat diselenggarakannya forum CCAMLR (Commision for Conservation of Atlantic Marine Living Resources) pada 27 Oktober – 7 November 1997

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP IUU FISHING DAN FISHERIES CRIME

Upaya Pemberantasan IUU Fishing yang telah dilakukan Penangkapan dan penenggalaman kapal ikan asing Permen No. 56/2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di WPP NRI Permen No.57/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Permen KP Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di WPP-NRI (Larangan transhipment)

DASAR HUKUM PENENGGELAMAN KAPAL BERDASARKAN UU UU 45 TH 2009 TENTANG PERIKANAN UNCLOS 1982 Pasal 69 (4) : “… penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup.” Article 92: “A ship which sails under the flags of two or more States, using them according to convenience, may not claim any of the nationalities in question with respect to any other State, and may be assimilated to a ship without nationality” Pasal 76A : “Benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua pengadilan negeri. ” Sumber : DOC. Komisi IV DPR RI

Permen 56/2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di WPP NRI Latar Belakang Dari 5.329 kapal ukuran di atas 30 gross ton (GT), sebanyak 4.000 kapal milik perusahaan Indonesia. Sedangkan 1.300 adalah kapal eks asing yang dialihkan kepemilikannya ke swasta nasional 70%-nya tidak punya NPWP yang benar dan 40%-an perusahaannya tidak terdaftar menghindari berbagai aktivitas pelanggaran lainnya, seperti penyelundupan Bahan Bakar Minyak (BBM), narkoba dan barang-barang lainnya.

Persoalan atas Kemunculan PermenKP No.56/2014 ? Tidak ada kajian akademik sebelumnya, uji publik dan tidak melibatkan pelaku usaha perikanan dan nelayan Terkesan mendadak dan tidak mempunyai perencanaan yang matang khususnya terkait dampaknya Diberlakukan untuk semua kapal penangkap ikan dan kapal angkut ikan harus berhenti. Padahal ada kapal-kapal yang izinnya masih hidup izinnya dan menunggu gilirannya untuk diperiksa Pemberlakuannya dilakukan secara general dan tidak selektif Pemberlakuan kebijakan tidak secara cepat ditindaklanjuti dengan solusi jangka pendek

Dampak atas Keluarnya PermenKP No.56/2014 Positif Penegakan Kedaulatan Laut dari upaya ocean grabbing (perampasan ruang laut dan SDI) Meningkatkan kapasitas produksi (dalam jangka panjang) Produksi di 12 Pelabuhan basis kapal asing “menurun” (482 rb ton pada tahun 2014 dan 289 rb ton pada tahun 2015) namun produksi di 10 pelabuhan basis kapal lokal “meningkat” (83 rb ton pada tahun 2014 dan 146 rb ton pada tahun 2015) (KKP, 2016) Mengurangi kerugian ekonomi akibat praktek illegal fishing yang diperkirakan mencapai Rp 300 T per tahun ?

Negatif Ekpor ikan menurun Total eskpor turun 15 % dari 4,64 miliar dolar pada 2014 menjadi 3,94 miliar dolar AS pada 2015 dan terus menurun sampai Juni 2016 yang baru mencapai 1, 9 juta dolar AS. Pada akhir tahun 2016, ekspor perikanan mengalami kenaikan sebesar 4,96%. (BPS, diolah oleh Ditjen PDSPKP, 2016). Namun, secara umum turun jika dibandingkan tahun 2014. Artinya dampak kebijakan KKP dalam 2 tahun terakhir (2015-2016) berpengaruh nyata terhadap penurunan ekspor perikanan.

Memukul industri pengolahan ikan. Seperti di Bitung dan Ambon. Bitung. Kebutuhan per hari bahan baku ikan mencapai 100 ton, tetapi saat ini hanya bisa dipenuhi sekitar 20 ton. Produksi Januari-Februari 2016 hanya 7% dari kapasitas terpasang. Jumlah tangkapan ikan sepanjang 2015 anjlok 59,38%. Jumlah pendaratan ikan pada 2014 mencapai 111.315,53 ton, sedangkan pada tahun 2015 hanya 45.208,52 ton. 1.430 buah kapal yang ada di Pelabuhan Perikanan Samudra Bitung tidak melaut. (DKP Sulut, Maret 2016) Ambon. Produksi hanya 30% dari kapasitas. Di Tual produksi berhenti sama sekali. Total kapasitas produksi industri pengolahan ikan dalam negeri mencapai 360.000 ton, sementara produksi pada tahun 2015 hanya mencapai 145.000 ton per tahun. Utilitas industri pengolahan ikan hanya tersisa 40% (Kemenperin, 2015).

Bertambahnya pengangguran akibat ditutupnya industri pengolahan perikanan Sulut : ada 3.200 anak buah kapal (ABK) dirumahkan dan Sebanyak 10.800 karyawan menganggur akibat matinya industri pengolahan ikan. Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Sulawesi Utara meningkat hampir 2%. Maluku : Terdapat 10.800 orang (84%) yang dirumahkan (PHK) dari total 12.848 orang yang terdata sebagai pekerja di industri pengolahan ikan pada 2014. Tingkat pengangguran terbuka Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara, meningkat 2%, sedangkan tingkat kemiskinan di kedua Kabupaten naik 1%.

PermenKP No. 57/2014 tentang larangan Transhipment Latar Belakang Permen KP No.57/Permen-KP/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Permen KP Nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di WPP-NRI. Dengan adanya peraturan ini maka beberapa pasal terkait transhipment dalam Permen KP 30/2012 dan Permen KP 26/2013 dinyatakan tidak berlaku Peraturan sebelumnya  hasil tangkapan dari kapal penangkap ikan dapat dilakukan langsung pada pelabuhan pangkalan atau melalui alih muatan di laut Ikan hasil tangkap yang seharusnya didaratkan di pelabuhan asal dan dicatat oleh negara, selama ini justru langsung dibawa keluar negeri (alih muat) secara illegal

Dampak atas Keluarnya PermenKP No.57/2014 Merugikan perikanan tuna yang kerap melakukan transhipment untuk alasan efektivitas dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Penghematan bisa mencapai 25% BBM (jika harus balik ke pelabuhan asal) (Astuin, 2016) Menurunkan pertumbuhan ekspor hasil perikanan Indonesia, khususnya TTC. Ekspor TTC 173.830 ton (2014), 142.023 ton (2015), 91.158 ton (Agustus 2016) (Analisis Data Pokok perikanan, KKP, 2014-2015) Di Benoa, ada sekitar 400 kapal tidak beroperasi. Jika 1 (satu) kapal berisi 17 ABK, maka ada sekitar 6.800 ABK akan menganggur (Asosiasi tuna longline, 2016)

Pasca Pemberlakuan Moratorium Pasca moratorium kapal eks asing pada 31 Oktober 2015  Analisis dan Evaluasi (Anev) atau audit kepatuhan kapal-kapal yang pembangunannya di luar negeri/kapal eks asing di atas 30 GT Anev dilakukan pada kapal penangkap ikan dan kapal angkut Audit terhadap 187 pemilik kapal, 1.132 kapal eks asing

HASIL ANEV: PENJATUHAN SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PELAKU KEJAHATAN PERIKANAN Sumber : Satgas 115 dan KKP, 2017

Hasil Anev... Berdasarkan hasil Anev terdapat banyak modus illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) yang dilakukan kapal eks asing, seperti : memalsukan dokumen kepemilikan kapal, berbendera ganda dan terdaftar ganda, dan aktivitas penangkapan ikan tak berizin Namun, KKP tidak mengumumkan secara terperinci nama kapal, pemilik dan penanggung jawab, spesifikasi kapal, alat tangkap yang digunakan, izin, serta kesalahan tiap armada. Lebih dari 300 kapal masuk ke dalam daftar putih (white list). Kalaupun melakukan pelanggaran, kesalahan itu bersifat administratif, misalnya tidak membayar pajak

Sikap Kemenhub, berbeda dengan KKP ? Kementerian Perhubungan tidak keberatan memberi izin terhadap kapal ikan buatan luar negeri, baik bekas maupun baru, untuk beroperasi di Indonesia. UU No 17/2008 tentang Pelayaran tidak melarang penggunaan kapal buatan atau bekas luar negeri dalam usaha apapun di dalam negeri, termasuk untuk usaha perikanan tangkap

PermenKP 01/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan Setiap orang dilarang melakukan penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan dalam kondisi bertelur Pasal 3 (ayat 1) dijelaskan bahwa penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan dapat dilakukan dengan ukuran: Lobster ( Panulirus spp ) dengan ukuran panjang karapas > 8 cm (di atas delapan sentimeter); Kepiting (Scylla spp) dengan ukuran lebar karapas >15 cm (di atas limabelas sentimeter); dan Rajungan (Portunus pelagicus) dengan ukuran lebar karapas >10 cm (di atas sepuluh sentimeter).

Dampak ... Perdagangan kepiting, lobster dan rajungan periode pertengahan Januari hingga 2 Februari 2015 anjlok kurang lebih hingga 50%  Total perdagangan (ekspor dan domestik) ketiga spesies sebelum diterbitkannya Permen KP No. 1/2015 dalam keadaan hidup mencapai 1.002.130 ekor, sesudah diterbitkannya aturan ekspor dalam keadaan hidup hanya 490.529 ekor atau turun 50%. Terjadi penurunan lalu lintas (di dalam negeri) sebesar 63% untuk yang hidup dan penurunan sebesar 42% bagi komoditas dalam keadaan mati (BKIPM KKP, 2015)

Dampak ... Berkurangnya hasil penangkapan benih lobster  nelayan berkurang sumber pendapatannya sebesar Rp 8.640.000 per bulan (Kasus NTB) Nelayan di NTB biasa menangkap lobster dan kepiting dengan berat 20-50 gram. Satu kilogram berisi 40 ekor lobster. Nelayan NTB biasa mengekspor komoditas laut tersebut ke Vietnam

PermenKP No.02/2015 tentang Larangan Penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawl) dan Pukat Tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan negara RI Di Jateng : Pasca pemberlakuan permen, sebanyak 6.808 Unit Pengolah Ikan (UPI) skala UMKM dengan jumlah tenaga kerja 107.918 orang. Ada 30 UPI skala ekspor dengan tenaga kerja 5.203 orang dan 18.401 unit pemasar hasil perikanan yang terganggu akibat pemberlakuan Permen 02/2015 Ada 15 pabrik Surimi di wilayah Pantura berhenti beroperasi dengan total investasi diperkirakan sekitar US$115 juta dengan penjualan hasil olahan pabrik US$ 200 juta per tahun Sekitar 40 persen dari total suplai ikan kecil digunakan pabrik surimi, dan 60 persen lainnya dimanfaatkan oleh pengolah ikan lokal (Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia , AP51).

Apa yang sudah dilakukan ... Dari 5.576 kapal cantrang yang teridentifikasi, baru 2.091 unit alat tangkap cantrang telah diganti atau 37,5% . Jika diasumsikan masing-masing kapal rata-rata 9 ABK, maka diperkirakan sekitar 33.165 ABK yang tidak jelas nasibnya. Dukungan perbankan terlihat juga tidak optimal dalam membantu solusi pembiayaan penggantian alat penangkapan ikan bagi kapal 10-30 GT dan pembukaan gerai perizinan bagi kapal > 30 GT. Pasca moratorium, Pemerintah mentargetkan 1322 kapal terbangun sepanjang tahun 2016, tetapi baru 725 kapal (55%) yang terbangun (81 kapal telah didistribusikan, dan 125 kapal siap dikirimkan). Artinya sebanyak 597 belum terbangun ?

REKOMENDASI KKP harus mengumumkan secara terperinci nama kapal, pemilik dan penanggung jawab, spesifikasi kapal, alat tangkap yang digunakan, izin, serta kesalahan tiap armada Meninjau ulang hasil Anev khususnya terhadap 300 kapal yang masuk dalam daftar putih. UU No 17/2008 tentang Pelayaran tidak melarang penggunaan kapal buatan atau bekas luar negeri dalam usaha apapun di dalam negeri, termasuk untuk usaha perikanan tangkap ??? Bagaimana dengan Implementasi asas cabotage (kegiatan angkutan dalam negeri dilakukan perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia dan dioperasikan awak kapal yang berkewarganegaraan Indonesia) sebagaimana terdapat dalam UU No.17/2008 tentang pelayaran ??

Rekomendasi... Mendorong industri perikanan nasional untuk memanfaatkan surplus produksi dan penambahan stok sebagai dampak berkurangnya aktivitas perikanan oleh kapal asing. Jika solusinya pengadaan kapal, maka harus dipastikan, galangannya siap, modalnya kuat, mekanisme pembiayaannya dan pengadaannya ditinjau ulang

Rekomendasi... Meningkatkan sarana-prasrana pengawasan di laut, libatkan semua stakeholder pengawasan termasuk masyarakat serta optimalkan Bakamla Pergantian alat tangkap Cantrang dipercepat, untuk kapal-kapal antara 10-30 GT, akses kemudahan pembiayaan dari perbankan harus terus didorong. Sedangkan bagi kapal > 30 GT, pembukaan gerai perizinan perlu diperbanyak KKP harus mengatasi persoalan pengangguran dan menurunnya pendapatan nelayan yang dapat memicu keresahan sosial yang makin meluas

Rekomendasi... Meninjau ulang pembatasan ukuran lobster dan kepiting yang boleh diekspor, penguatan sarana pembesaran lobster, pendampingan teknis dan bantu pemasarannya Aksekelerasi kemitraan antar kementerian/lembaga lain pasca keluarnya Instruksi Presiden (Inpres) No.7/2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

Terima Kasih Komisi IV DPR RI Bidang Pertanian, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan , dan Ketahanan Pangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Jl. Jend Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270