Tax Planning PPh Badan Manajemen perpajakan Amelia Angela Regina
1.Pendahuluan Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan. Menetapkan penghasilan bruto yang menjadi objek pajak. Penghasilan Bruto – biaya Deductible = laba kena pajak Biaya deductible ; pengeluaran yang boleh dikurangan dari penghasilan bruto Laba kena pajak = objek pengenaan pajak penghasilan
Perbedaan pajak versi PSAK dengan versi fiskal Penghasilan atau pendapatan ada yang merupakan objek pajak dan ada yang bukan Penghasilan yang merupakan objek pajak ada yang dikenakan PPh bersifat tidak final ada juga yang final Biaya atau pengeluaran ada yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible expenses) ada yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (non-deductible expenses) Perbedaan metode pembukuan atau pencatatan antara akuntansi dan fiskal seperti penyusutan, amortisasi, penilaian persediaan dan pencadangan. Pemilihan pembukuan atau pencatatan terkait apakah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Penyelenggaraan pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dengan pilihan penggunaan stesel akrual atau stelsel kas
2. Laba Fiskal VS Laba Komersial Laporan keuangan komersial yang berupa neraca dan laba rugi disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia yaitu Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Dari laporan keuangan komersial tersebut dapat dihitung laba komersial atau penghasilan secara akuntansi. Laporan keuangan komersial dapat diubah menjadi laporan keuangan fiskal dengan melakukan koreksi seperlunya atau rekonsiliasi. Laporan yang disusun khusus untuk kepentingan perpajakan dengan mengindahkan semua peraturan perpajakan disebut dengan laporan keuangan fiskal.
Penyusunan laporan keuangan fiskal didasarkan pada penerapan mekanisme atau prinsip taxable dan deductible Prinsip perencanaan pajak : Prinsip taxable (dapat dipajaki) dan deductible (dapat dikurangi) Taxable Non taxable Non deductible Deductible Implementasi dari taxability deductibility berarti bahwa biaya-biaya baru dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pihak pembayar apabila pihak penerima uang tersebut melaporkannya sebagai penghasilan dan penghasilan tersebut dikenai pajak
1. Penghasilan yang menjadi objek (Taxable Income) Penghasilan yang menjadi objek pajak adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak,baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:
Penghasilan yang menjadi objek (Taxable Income) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan termasuk gaji Hadiah dari undian Laba usaha Karena penjualan harta atau pengalihan harta Penerimaan kembali pembayaran pajak Bunga Dividen Royalti Sewa dan penghasilan sehubungan penggunaan harta
2. Penghasilan yang pajaknya dikenakan PPh bersifat final Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lain Berupa hadiah undian Penghasilan dari transaksi saham Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah atau bangunan
3. Penghasilan yang bukan objek pajak (Non Taxable Income) Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia Harta hibah Warisan Harta termasuk setoran tunai sebagai penyertaan modal Penggantian sehubungan pekerjaan dalam bentuk natura dari wajib pajak atau pemerintah Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi Dividen yang diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negri Iuran yang diterima dana pensiun Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun Bagian laba yang diterima anggota dari perseroan komanditer Dihapus Penghasilan modal ventura berupa bagian laba Beasiswa
4. Biaya-biaya yang boleh dikurangkan (Deductible Expenses) Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya, termasuk: Biaya yang secara langsung atau tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Penyusutan atas pengeluaran untuk harta berwujud Iuran kepada dana pensiun Kerugian karena penjualan Keruian selisih kurs mata uang asing Penelitian dan pengembangan perusahaan Biaya beasiswa,magang dan pelatihan Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih Sumbangan penanggulangan bencana Sumbangan penelitian dan pengembangan Pembangunan infrastruktur sosial
5. Biaya yang tidak boleh dikurangkan (Non Deductible Expenses) Pembagian laba seperti dividen Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi pemegang saham Pembentukan dana cadangan Premi asuransi Imbalan sehubungan pekerjaan dalam bentuk natura Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham Harta yang dihibahkan,bantuan atau sumbangan
h) Biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi i) Gaji anggota persekutuan,firma j) Sanksi administrasi serta sanksi pidana berkenaan UU perpajakan k) Pengerluaran yang masa manfaat lebih dari 1 tahun l) Biaya untuk menagih penghasilan yang pajaknya bersifat final m) pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan n) Kerugian dari harta yang tidak digunakan dalam usaha untuk menagih penghasilan yang merupakan objek pajak
3. Tax Planning dalam Rangka Mengefisiensikan PPh Badan Berikut ini upaya yang bisa dilakukan wajib pajak dalam mengefisiensikan pembayaran PPh Badan: 1. Memilih sistem pembukuan yang tepat 2. Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi atas aktiva tidak berwujud 3. Memilih metode penilaian persediaan 4. Pemilihan pemberian kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk natura atau cash
1. Memilih sistem pembukuan yang tepat a) Metode Perhitungan Penghasilan dan Biaya (stelsel akrual vs stelsel kas) Menurut stelsel akrual, penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Menurut stelsel kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila telah benar-benar diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu, serta biaya baru bisa dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu.
b) Analisis Perbandingan Pembukuan dengan Pencatatan Pencatatan itu terdiri atas data yang dikumpulkan secara tertentu tentang peredaran atau penerimaan bruto dan atau penghasilan bruto yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Perhitungan laba rugi tahun 2011 Kantor Notaris Badu Pos perkiraan Pencatatan Pembukuan Penghasilan Bruto 900.000.000 Biaya 3 M 720.000.000 Laba Bersih Usaha 495.000.000 180.000.000 PTKP (mis. TK/1) 18.480.000 Penghasilan Kena Pajak 476.520.000 161.520.000 PPh terutang 23.826.000 8.076.000
Keuntungan menyelenggarakan pembukuan dapat dilihat dari perbandingan dengan pencatatan berikut ini: Uraian Pencatatan Pembukuan Harga Pokok dan biaya usaha Tidak boleh diperhitungkan Bisa diperhitungkan (pengeluaran yang deductible) Kompensasi kerugian Bisa dikompensasikan ke tahun berikutnya Penetapan penghasilan kena pajak Sesuai norma perhitungan penghasilan neto Sesuai kondisi riil: Penghasilan-Pengeluaran deductible Bila perusahaan mengalami kerugian PPh tetap harus dibayar sesuai norma PPh nihil
2. Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi atas aktiva tidak berwujud Sesuai Pasal 11 Undang-undang No. 7 Tahun 1983 yang diubah terakhir kali dengan Undang-Undang No 36 2008 mengenai Pajak Penghasilan, dimana metode penyusutan yang diperbolehkan berdasarkan ketentuan ini, dilakukan dengan: Metode garis lurus atau straight-line method menghasilkan pembebanan yang tetap selama masa umur manfaat aset jika nilai residunya tidak berubah 2. Metode saldo menurun ganda atau declining balance method: pembebanan yang menurun selama masa umur manfaat dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku.
Seperti contoh untuk kepentingan pemegang saham (dividen), lebih cenderung menggunakan metode penyusutan garis lurus karena akan lebih menguntungkan bagi wajib pajak dari segi laba komersialnya. Karena metode saldo menurun ganda akan menghasilkan beban penyusutan yang lebih besar pada tahun awal pembelan atau perolehan aktiva tetap dan kemudian akan semakin manurun pada tahun berikut-berikutnya. Berikut contoh soal: PT Kontinental Jenis Harta Mesin Tgl. Pembelian Awal tahun 2008 Harga Perolehan Rp 250.000.000 Masa Manfaat Ekonomis 4 tahun Masa manfaat fiskal 8 tahun Nilai residu Nihil
Penyusutuan Fiskal VS Future Value Tahun MGL MSM 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 31.250.000 62.500.000 46.875.000 35.156.250 26.367.188 19.775.391 14.831.543 11.123.657 33.370.972 60.906.250 55.375.000 50.343.750 45.750.000 41.593.750 37.812.500 34.375.000 121.812.500 83.062.500 56.636.719 38.601.563 26.321.045 17.946.167 12.236.023 250.000.000 357.406.250 387.866.516
Bahwa future value dari penyusutan fiskal dengan metode garis lurus lebih kecil dibandingkan dengan metode saldo menurun. Ini membuktikan bahwa metode garis lurus menghasilan laba fiskal lebih tinggi dibandingkan dengan metode saldo menurun, yakni sebesar Rp 387.866.516 – Rp 357.406.250 = Rp 30.460.266 Dampaknya terhadap PPh badan yang terutang adalah, beban PPh badan menggunakan metode garis lurus lebih tinggi dibanding dengan metode saldo menurun, yakni sebesar 25% x Rp 30.460.266 = Rp 7.615.066
250,000,000 - Tahun Penyusutan Fiskal Pengurangan PPh Efisiensi Fiskal MGL MSM 2009 31,250,000 62,500,000 7,812,500 15,625,000 2010 46,875,000 11,718,750 3,906,250 2011 35,156,250 8,789,063 976,563 2012 26,367,188 6,591,797 (1,220,703) 2013 19,775,391 4,943,848 (2,868,652) 2014 14,831,543 3,707,886 (4,104,614) 2015 11,123,657 2,780,914 (5,031,586) 2016 33,370,972 8,342,743 530,243 250,000,000 -
3. Memilih Metode Penilaian Persediaan Penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan Penilaian pemakaian persediaan untuk perhitungan harga pokok hanya boleh dilakukan dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang didapat pertama (FIFO).
1. Pada perusahaan yang sedang keadaan rugi. 4. Pemilihan Pemberian Kesejahteraan Kepada Karyawan Dalam Bentuk Natura atau Cash Berikut keadaan dimana perusahaan tidak cocok memberikan natura atau kenikmatan: 1. Pada perusahaan yang sedang keadaan rugi. 2. Pada perusahaan yang dikenakan PPh badan secara final. (contoh: memberikan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai dan penyediaan bus antar jemput pegawai)
Terdapat banyak cara untuk megoptimalkan kesejahteraan karyawan, dengan memanfaatkan peluang efisiensi beban pajak yang berkaitan dengan pengeluaran biaya berikut ini: 1. PPh Pasal 21 Karyawan Pilihan terhadap metode PPh Pasal 21 karyawan dapat berupa: Bila beban PPh Pasal 21 sepenuhnya menjadi tanggungan karyawan (dalam hal ini perusahaan hanya menjadi perantara pemotong PPh Pasal 21. Dalam laporan laba rugi perusahaan tidak akan terlihat biaya PPh Pasal 21) Bila karyawan diberi tunjangan PPh Pasal 21, tunjangan ini tercantum dalam slip gaji pegawai dan SPT PPh Pasal 21 karyawan (form 1720) Bila PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan, bukan sebagai tunjangan PPh Pasal 21, dan karena itu merupakan kenikmatan dan tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
2. Pengobatan/kesehatan karyawan Reimbursement kwitansi biaya medical dari dokter/ klinik/ rumah sakit. Karyawan diberi tunjangan pengobatan atau kesehatan (medical allowance) setiap bulan, sakit maupun tidak sakit. Karyawan berobat di rumah sakit/ klinik/ dokter langganan dan pengambilan obat dari apotik langganan. Perusahaan mendirikan rumah sakit/klinik berikut dokter.
3. Pembayaran premi asuransi untuk pegawai Pembayaran asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan. 4. Iuran Pensiun dan Iuran JHT/THT yang dibayar oleh perusahaan Disahkan Menteri Keuangan boleh jadi biaya Belum disahkan Menteri Keuangan tidak boleh jadi biaya
5. Perumahan untuk karyawan Penempatan rumah dinas yang: Dibeli/dibuat Disewa Memberikan penggantian sewa Memberikan tunjangan perumahan Perlakuan Perpajakannya: Bentuk natura tidak dapat jadi biaya Diberikan dalam bentuk uang dapat dijadikan biaya
6. Transportasi untuk karyawan Biaya eksploitasi kendaraan antar jemput karyawan dan kendaraan yang dibawa pulang merupakan biaya perusahaan dan bukan merupakan penghasilan karyawan. Tunjangan transport untuk keperluan pulang pergi kantor merupakan penghasilan bagi karyawan dan biaya bagi perusahaan. Transportasi karyawan dari rumah ke tempat kerja dapat diberikan dalam bentuk: Antar jemput dengan mobil perusahaan. Diberikan kendaraan sedan atau sejenisnya yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan. Tunjangan transport boleh dibebankan sebagai biaya dan dikenakan PPh 21 bagi karyawan.
7. Pakaian seragam untuk karyawan Kriteria yang disyaratkan mengenai pemberian natura atau kenikmatan (termasuk pakaian seragam) adalah : Pemberian natura atau kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yang menerimanya Pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam melaksanakan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau sifatnya mengharuskan
8. Perjalanan dinas karyawan Biaya dalam rangka menjalankan tugas perusahaan, dapat dijadikan biaya perusahaan dan bukan penghasilan karyawan. Pemberian uang saku tunai penghasilan karyawan. 9. Bonus dan Jasa Produksi Beberapa hal yang diperhatikan dalam pemberian bonus dan gratifikasi, tantieme dan jasa produksi kepada komisaris, direksi, atau pegawai sebagai berikut: Beban pada tahun berjalan dapat biaya Laba ditahan tidak dapat dibiayakan Tantiem tidak dibiayakan tetapi dikenakan PPh 21 Tantiem= keuntungan perusahaan
10. Pemberian natura di daerah tertentu dan atau terpencil Pengertian daerah tertentu atau terpencil, yaitu mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai. Pemberian natura atau kenikmatan yang boleh dibebankan sebagai biaya, misalnya penyediaan makanan dan/ minuman bagi seluruh karyawan. Penetapan daerah tertentu diberikan untuk jangka waktu 5 tahun berlaku sejak tahun pajak terbit (dapat diperpanjang 1 kali= 5 tahun).
4. Formula Perhitungan Pajak Penghasilan
TERIMA KASIH