Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak 2013 PP Nomor 46 Tahun 2013 dan PMK Nomor : 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
[ OUTLINE ] LATAR BELAKANG DASAR HUKUM POKOK-POKOK KETENTUAN PP POKOK-POKOK KETENTUAN PERATURAN PELAKSANAAN SIMULASI DAN CONTOH
[ Latar Belakang ]
Tujuan Kebijakan Pajak Penghasilan Atas Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu Maksud PP No 46 /2013 Tujuan PP No 46 /2013 Hasil yang diharapkan Kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan; Mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi; Mengedukasi masyarakat untuk transparansi; Memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan negara Kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan Meningkatnya pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat Terciptanya kondisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan Perluasan partisipasi dalam pembayaran pajak; Kepatuhan sukarela meningkat; dan Meningkatkan penerimaan PPh dari WP yang memiliki peredaran bruto tertentu Penerimaan pajak meningkat sehingga kesempatan untuk mensejahterakan masyarakat meningkat
[ Dasar Hukum ]
Dasar Hukum Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPh : Atas penghasilan tertentu lainnya dapat dikenai PPh yang bersifat final yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Pasal 17 ayat (7) UU PPh : Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan tertentu yang pajaknya bersifat final. Tarif tersebut tidak boleh melebihi tarif tertinggi PPh Orang Pribadi (30%). Penentuan tarif pajak tersendiri tersebut didasarkan atas pertimbangan kesederhanaan, keadilan, dan perluasan partisipasi dalam pembayaran pajak.
Ketentuan Peraturan Pelaksanaan] [Pokok-Pokok Ketentuan Peraturan Pelaksanaan] Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 107/PMK.011/2013
Objek Pajak Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun. Tidak termasuk Penghasilan dari usaha adalah penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang.
Jasa Sehubungan dengan Pekerjaan Bebas pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari; olahragawan; penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; pengarang, peneliti, dan penerjemah; agen iklan; pengawas atau pengelola proyek; perantara; petugas penjaja barang dagangan; agen asuransi; dan distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
Subjek Pajak Orang pribadi Badan, tidak termasuk BUT, yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Pengecualian Subjek Pajak WP OP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya. WP badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4,8 miliar.
PPh Terutang = 1% x Peredaran Bruto Setiap Bulan Tarif Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun dikenai PPh final dengan tarif sebesar 1% (satu persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari setiap tempat usaha Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 1% (satu persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak, yaitu jumlah peredaran bruto setiap bulan dari setiap tempat usaha PPh Terutang = 1% x Peredaran Bruto Setiap Bulan
Saat Mulai Berlakunya PP Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013
Dasar Penentuan Dikenakan PPh Final (1) Pengenaan PPh didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan yang tidak melebihi Rp4,8 Miliar. 2014 2013 2012 Omzet perdagangan Rp4 miliar dikenai PPh Umum s.d sebelum berlaku PP 46 Tahun 2013 PPh final 1% Juli s.d. Des 2013 meskipun total omzet tahun berjalan misalnya Rp5 miliar Jika omzet 2013 Rp5 miliar maka tahun 2014 dikenai dengan Tarif Umum Ketentuan UU PPh 2013 2014 2015 Dalam hal pada tahun berjalan, peredaran bruto sudah melebihi Rp4,8 miliar, tetap dikenai PPh final sampai dengan akhir Tahun Pajak dan tahun berikutnya dikenai ketentuan PPh umum.
Dasar Penentuan Untuk Dikenakan PPh Final (2) Dasar peredaran bruto Rp4,8 miliar untuk dapat dikenai PPh final : peredaran bruto tahun terakhir (setahun atau disetahunkan, dalam hal tahun terakhir meliputi kurang dari 12 bulan). Dalam hal WP baru terdaftar pada Tahun Pajak yang sama sebelum PP ini berlaku dasar Peredaran Bruto adalah: akumulasi peredaran bruto dari bulan berdiri s.d. bulan sebelum PP ini berlaku, yang disetahunkan. Dalam hal WP baru terdaftar setelah PP ini berlaku dasar peredaran bruto adalah: peredaran bruto bulan pertama disetahunkan.
Penghasilan yang Dikenai PPh Final Tersendiri Penghasilan yang telah dikenai PPh dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri (a.l. konstruksi), tidak dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan PP ini. Peredaran bruto usaha Wajib Pajak yang bersangkutan dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi Rp4,8 miliar tidak dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan PP ini, tetapi mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur mengenai pengenaan pajak atas penghasilan tersebut.
Penghasilan dari Luar Negeri Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya. (sesuai ketentuan Pasal 24 UU PPh dan aturan pelaksanaan yang mengatur tentang Kredit Pajak Luar Negeri)
Kompensasi Rugi Ketentuan kompensasi rugi adalah : berturut-turut sampai dengan 5 tahun. tahun dikenai PPh final 1% tetap menjadi bagian dari periode 5 tahun tsb. kerugian pada tahun dikenai PPh final 1% tidak dapat dikompensasikan pada tahun berikutnya.
[Pokok-Pokok Ketentuan Aturan Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 107/PMK.011/2013]
Dasar Penentuan Peredaran Bruto Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4,8 Miliar ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya, termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari: Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas; penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri; usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Pemotongan/Pemungutan PPh Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang dikenai PPh bersifat final menurut PP ini, yang berdasarkan ketentuan UU PPh wajib dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang tidak bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain. Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain diberikan melalui Surat Keterangan Bebas dengan Tata Cara sebagaimana dimaksud PER-01/PJ/2011 Contoh: Bengkel mobil menerima pembayaran atas jasa reparasi mobil. Atas pembayaran tersebut dipotong PPh Pasal 23 kecuali pemilik bengkel memiliki SKB Potput. Toko ATK menjual buku kepada sekolah negeri. Bendahara sekolah memungut PPh Pasal 22 kecuali pemilik toko memiliki SKB Potput.
Angsuran Masa Setoran bulanan merupakan PPh Pasal 4 ayat (2), bukan PPh Pasal 25. Jika penghasilan semata-mata dikenai PPh final, tidak wajib PPh Pasal 25. Jika ada penghasilan lain selain yang dikenai PPh Pasal 4 ayat (2) sesuai ketentuan PP ini, maka atas penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai dengan ketentuan umum. Jika ada angsuran PPh Pasal 25 atau PPh yang dipotong/dipungut pihak lain boleh dikreditkan terhadap PPh terutang tahun pajak ybs. kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
Angsuran Masa Angsuran pajak pada Tahun Pajak pertama Wajib Pajak tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final: bagi Wajib Pajak bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang harus membuat laporan keuangan berkala, dan WP OPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf b dan huruf c UU PPh; dan bagi selain Wajib Pajak diatas, angsuran pajak diperlakukan seperti Wajib Pajak Baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf a UU PPh, besaran angsuran pajak adalah sesuai dengan besarnya angsuran pajak sebagaimana diatur dalam PMK 255/PMK.03/2008 std PMK 208/PMK.03/2009.
Penyetoran dan Pelaporan Penyetoran paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. SSP berfungsi sekaligus sebagai SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Jika SSP telah divalidasi dengan NTPN dianggap telah lapor SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 wajib menyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Wajib Pajak yang telah menyetorkan Pajak Penghasilan dimaksud pasal 10 ayat 1 dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan. SPT Tahunan : Dilaporkan pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final dan/atau bersifat final. Formulir SPT Tahunan menggunakan Form 1770 untuk Wajib Pajak orang pribadi dan 1771 untuk Wajib Pajak badan masih mengakomodasi Note: perlu klarifikasi dengan bu beti sesuaikan dengan rpmk yg baru Pelaporan transisi juli – desmbr
[Contoh dan Simulasi]
Penentuan Peredaran Bruto Omzet perdagangan Rp4 miliar Contoh 1 Penentuan Peredaran Bruto CV Andik memiliki usaha penjualan gerabah dan memiliki peredaran bruto: Januari s.d Desember 2013 sebesar Rp4.000.000.000,00 Januari s.d Oktober 2014 sebesar Rp5.000.000.000,00 2015 2014 2013 Omzet perdagangan Rp4 miliar dikenai PPh bersifat final 1% PPh final 1% Jan s.d. Des 2014 meskipun total omzet pada bulan Oktober telah melebihi Rp5 miliar Dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum PPh 2013 2014 Peredaran Bruto ≤ Rp4,8 miliar Memenuhi Kriteria untuk Dikenai PPh Bersifat Final Peredaran Bruto > Rp4,8 miliar, tidak Memenuhi Kriteria untuk Dikenai PPh Bersifat Final
Penentuan Peredaran Bruto Contoh 2 Rajesh Memiliki Tiga Toko Tekstil Pasar C Rp400.000.000,00 Pasar B Rp250.000.000,00 Pasar A Rp80.000.000,00 Peredaran bruto usaha perdagangan tekstil Rajesh sebagai dasar pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar: Dasar Pengenaan PPh Final= Rp80.000.000,00 + Rp250.000.000,00 + Rp400.000.000,00 = Rp730.000.000,00
Penentuan Peredaran Bruto Contoh 3 Penentuan Peredaran Bruto IRINE (Pengusaha Butik Pakaian) Butik di Singapura Rp5.000.000.000,00 Butik di Batam Rp3.000.000.000,00 Di dalamnya termasuk omset penjualan ke Mr. X di Singapura sebesar Rp50.000.000 Penghasilan Sewa Apartemen di Singapura Rp100.000.000,00 Peredaran bruto usaha sebagai dasar pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar Rp3.000.000.000,00 Penghasilan yang diterima Irine dari sewa apartemen dan butik di Singapura, tidak diperhitungkan dalam menghitung batasan peredaran bruto untuk dapat dikenai PPh bersifat final
Penentuan Peredaran Bruto Contoh 4 Jumlah peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan Rp150.000.000,00 1 April 2013 30 Juni 2013 1 Juli 2013 Terdaftar sebagai Wajib Pajak Mulai Berlakunya PP 46 Tahun 2013 Peredaran bruto 3 (tiga) bulan yang disetahunkan adalah: Rp150.000.000,00 x 12/3 = Rp600.000.000,00 Karena peredaran bruto disetahunkan untuk 3 (tiga) bulan tersebut tidak melebihi Rp4.800.000.00,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh mulai pada bulan berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan akhir tahun pajak bersangkutan (Juli s.d. Desember 2013), dikenai pajak yang bersifat final sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Penentuan Peredaran Bruto Contoh 5 Gatut Kaca terdaftar sebagai Wajib Pajak baru pada bulan November 2014. Pada bulan November 2014 tersebut, memperoleh peredaran bruto sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). peredaran bruto November 2014 disetahunkan: 12/1 x Rp15.000.000,00 = Rp180.000.000,00 Karena penghasilan bulan November 2014 (bulan pertama mulai terdaftar sebagai Wajib Pajak) yang disetahunkan tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh di tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
Penghitungan PPh Final dan Angsuran PPh Pasal 25 Orang Pribadi Contoh 6 Hari Nugroho status kawin dengan 2 tanggungan sebagai pengusaha jasa konstruksi dan memiliki toko materia “Cakar Beton” dengan omset penjualan selama tahun 2013 sebesar Rp 3.500.000.000 memperoleh jasa pelaksanaan konstruksi sebesar Rp 900.000.000 disamping itu juga memperoleh jasa konsultasi sebesar Rp 500.000.000 total penghasilan yang diterima selama tahun 2013 sebesar Rp 4.900.000.000 Kewajiban pembayaran PPh Hari Nugroho di tahun 2014 adalah sebagai berikut : PPh sebesar 1% bersifat final dari peredaran bruto usaha toko material “Cakar Beton” untuk setiap bulannya. PPh dari jasa konstruksi dikenakan PPh bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah tersendiri Angsuran PPh Pasal 25 Januari s.d. Desember dihitung dari penghasilan jasa konsultasi tahun 2013 setelah dikurangi biaya-biaya dan PTKP serta krdit pajak yang telah dipotong pihak lain misalkan Rp 14.750.000 dengan perhitungan sebagai berikut : a. Penghasilan bruto jasa konsultasi Rp 500.000.000 b. Biaya kegiatan jasa konsultasi Rp 169.625.000 c. Penghasilan netto jasa konsultasi Rp 330.375.000 d. PTKP (K/2) Rp 30.375.000 e. Penghasilan Kena Pajak Rp 300.000.000 f. PPh terutang jasa konsultasi Rp 38.750.000 g. Pajak yang dipotong/dipubgut pihak lain Rp 14.750.000 h. PPh dibayar sendiri Rp 24.000.000 i. Angsuran PPh Pasal 25 jasa konsultasi ( Rp 24.000.000 / 12 bulan ) Rp 2.000.000
Penghitungan PPh Final dan Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak Badan Contoh 7 Pada Tahun Pajak 2014 PT. Angin Selalu Ribut dikenai PPh yang bersifat final.Berdasarkan pembukuan yang dilakukan di akhir tahun 2014 diketahui bahwa peredaran bruto PT. Angin Selalu Ribut berjumlah Rp 5.000.000.000 (lima milyar rupiah). Dengan demikian pada Tahun Pajak 2015 dikenai PPh berdasarkan tarif umum Undang-undang Pajak Penghasilan. Contoh : Pada bulan Januari 2015 PT. Angin Selalu Ribu memperoleh penghasilan sebesar Rp 200.000.000, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 150.000.000 dan PPh yang dipotong/dipungut pihak lain sebesar Rp 51.000.000. Perhitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2015 adalah sebagai berikut : Penghasilan burto sebulan Rp 200.000.000 Biaya-biaya Rp 150.000.000 Penghasilan neto sebulan Rp 50.000.000 Penghasilan neto disetahunkan Rp 600.000.000 PPh terutang ( 12,5% x Rp 600.000.000) Rp 75.000.000 PPh yang dipotong/dipungut pihak lain Rp 51.000.000 PPh dibayar sendiri Rp 24.000.000 Angsuran PPh Pasal 25 (Rp 24.000.000 / 12 bulan) Rp 2.000.000
Penerapan Tarif Contoh 8 PT Daya Tangkap memenuhi kriteria WP yang dikenai PPh yang bersifat final sesuai PP ini. Pada bulan Agustus 2013 memperoleh penghasilan dari usaha penjualan sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final yang terutang untuk bulan Agustus 2013 dihitung sebagai berikut: PPh final = 1% x Rp 50.000.000,00 = Rp 500.000,00 Kewajiban PT Daya Tangkap atas Kegiatan Usaha pada Bulan Agustus 2013: menyetor PPh yang bersifat final sebesar Rp 500.000,00 ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan paling lambat tanggal 16 September 2013. Apabila SSP tersebut telah mendapat validasi dengan NTPN, PT..Daya Tangkap dianggap telah melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Agustus 2013.
Pemotongan/Pemungutan oleh Pihak Lain Contoh 9 Penyerahan Barang CV. ABADI MEBELINDO Juli 2013 Pembayaran senilai Rp20.000.000,00 Rekanan Pemerintah yang termasuk dalam kriteria WP yang dikenai PPh Final Bendahara Pemerintah Bendahara Pemerintah memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% x Rp20.000.000,00= Rp300.000,00 dalam hal WP tidak memiliki SKB WP dibebaskan dari Pemungutan apabila memiliki SKB Kewajiban CV Abadi Mebelindo: menyetorkan PPh bersifat final sebesar Rp200.000,00 paling lambat pada tanggal 15 Agustus 2013. Dalam hal SSP-nya telah mendapat validasi dengan NTPN, dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) tanggal 15 Agustus 2013. dalam hal CV Abadi Mebelindo menyetorkan pada tanggal 22 Agustus 2013 dan SSP-nya telah mendapat validasi dengan NTPN, maka CV Abadi Mebelindo terlambat melakukan penyetoran dan dianggap menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) tanggal 22 Agustus 2013.
Kompensasi Rugi Contoh 10 Wajib Pajak PT Pantang Menyerah mengalami kerugian pada Tahun Pajak 2010. Berdasarkan ketentuan UU PPh, kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan pada Tahun Pajak 2011 sampai dengan Tahun Pajak 2015. 2012 2014 2011 2013 2015 Dikenai PPh Final dan mengalami kerugian 2010 Jangka Waktu Kompensasi Kerugian Rugi pada Tahun Pajak 2010 Kompensasi atas Kerugian Tahun 2010 tidak dapat dikompensasi di Tahun Pajak 2014 Kerugian dari penghasilan yang dikenai PPh Final pada Tahun Pajak 2014 tidak dapat dikompensasi ke Tahun Pajak berikutnya
Simulasi Pengisian SSP PPh Pasal 4 ayat (2) Bulan Agustus 2013 Diisi dengan: Kode Akun Pajak 411128 (Untuk Jenis Pajak PPh Final) dan Kode Jenis Setoran 420 (untuk pembayaran PPh Final peredaran bruto tertentu) 0 4 1 4 2 0
Pengisian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Diisi dengan Jumlah PPh Pasal 4 ayat (2) yang Telah Disetor Diisi Jumlah Peredaran Bruto Selama Satu Tahun Pajak
Pengisian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Diisi dengan Jumlah PPh Pasal 4 ayat (2) yang Telah Disetor Diisi Jumlah Peredaran Bruto Selama Satu Tahun Pajak Diisi dengan “Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu” Penghasilan Usaha WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu