Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
Advertisements

Pajak Penghasilan Umum M-2
Oleh : Muhammad Bahrul Ilmi, SE. M.ESy. Dasar Hukum: UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang terakhir diubah oleh UU No. 36 tahun 2008 Undang-undang.
PAJAK PENGHASILAN UMUM
IN HOUSE TRAINING PERPAJAKAN–seri PPh OP
UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN UU No
BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI – WP BUT PASAL 9.
BIAYA-BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
RUANG LINGKUP DAN DASAR HUKUM PPH PASAL ORANG PRIBADI (UU NO
POLITEKNIK PRATAMA PURWOKERTO
Wisnu Haryo Pramudya, S.E.,M.Si.,Ak
KLASIFIKASI BIAYA.
Biaya Konsep, Pengakuan, dan Realisasi
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26
DEDUCTIBLE NON DEDUCTIBLE EXPENSES
Pajak Penghasilan.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PPh 23 & 26.
PERPAJAKAN UNTUK DOKTER
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Objek PPh dan Non Objek PPh
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PAJAK PENGHASILAN UMUM
Undang-undang No 36 Tahun 2008
1 Undang - undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan EKA SRI SUNARTI FHUI 2009.
PAJAK PENGHASILAN DAN PPh PASAL 21
PAJAK PENGHASILAN.
PERTEMUAN KE 6 PAJAK PENGHASILAN UMUM.
KETENTUAN MATERIIL PAJAK PENGHASILAN
PAJAK PENGHASILAN Niken Nindya H., SE., MSA., CA., Ak
PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
Pengendalian Biaya Fiskal 6
UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN UU No
KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PENGHASILAN KENA PAJAK
MATERI E LEARNING MATERI E LEARNING INI DILAKUKAN, KARENA RUANG TIDAK ADA. MAKA HARAP MAKLUM. MATA KULIAH : MANAJEMEN PAJAK KELAS : MALAM HARI/TGL : SENIN/13.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PPh 23 & 26.
Pertemuan PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
PAJAK PENGHASILAN UU NOMOR 17 / 2000
Pertemuan 3,4 Pertemuan Ke
PPh 4 ayat 2 & PPh 15 Perpajakan 2 21/09/2015.
PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI PPh pasal 21
Materi 4.
Penghasilan Kena Pajak 5
AKUNTANSI PERPAJAKAN BIAYA & PENGELUARAN MODUL 5,6 Dr.Harnovinsah
Sesi 6 dan 7 Koreksi Fiskal
Pasal 21, 22, 23, 24, 25 & 26 (Undang-undang No. 36 Tahun 2008)
BIAYA-BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
BIAYA YANG TIDAK DIPERKENANKAN SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN
PAJAK PENGHASILAN UMUM
OLEH: IIM IBRAHIM NUR, M.AK.
Pengurangan Yang Diperkenankan Dari Penghasilan Bruto
BIAYA YANG BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
PAJAK PENGHASILAN UMUM
PAJAK PENGHASILAN.
Hukum Pajak Pajak Penghasilan (PPh)
BIAYA YANG TIDAK DIPERKENANKAN SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN
Pertemuan 9 : PAJAK PENGHASILAN
AKUNTANSI PAJAK ATAS KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN
Pengantar PPh Hafiez Sofyani, SE., M.Sc PPh_Obyek dan Subyek Pajak.
PERTEMUAN #3 PEMBUKUAN FISKAL
PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pajak Penghasilan.
Undang-undang No 36 Tahun 2008
PAJAK PENGHASILAN UMUM
Pengurangan Yang Diperkenankan Dari Penghasilan Bruto
PERPAJAKAN UNTUK DOKTER Arif Muhlasin. ISU PERPAJAKAN  Kenaikan Target Pajak sebesar 600 T minimal 1250 T  Pegawai pajak baru mendapat suntikan “vitamin”
OBJEK DAN NON OBJEK PAJAK PENGHASILAN
PPh PAJAK PENGHASILAN.
BIAYA YANG DAPAT DIKURANGKAN (DEDUCTIBLE EXPENSES DAN YANG TIDAK DAPAT DIPERKURANGKAN (NON DEDUCTIBLE EXPENSES)
Transcript presentasi:

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan

SUBJEK PAJAK - ORANG PRIBADI - WARISAN YG BELUM TERBAGI BADAN BENTUK USAHA TETAP (BUT) 3 3

SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI LUAR NEGERI Subjek pajak tidak terbatas pada Warga Negara Indonesia saja, tetapi Warga Negara Asing baik orang pribadi maupun badan, sepanjang memperoleh penghasilan baik yang berasal dari Indonesia dan dari luar Indonesia. 4 4

SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI ORANG PRIBADI : - BERTEMPAT TINGGAL / BERADA DI INDONESIA LEBIH DARI 183 HARI DLM 12 BULAN; ATAU - DALAM SUATU TAHUN PAJAK BERADA DI INDONESIA DAN MEMPUNYAI NIAT BERTEMPAT TINGGAL DI INDONESIA Subjek pajak orang pribadi, misalnya: Pengusaha  yang menjalankan usaha dalam bentuk Perusahaan Perorangan (Toko dan Usaha Dagang) Karyawan yang memperoleh penghasilan dari pemberi kerja Profesional / Tenaga Ahli  orang-orang yang melakukan pekerjaan bebas (dokter, akuntan, pengacara, konsultan, arsitek, notaris, penilai, aktuaris) Pekerja seni, misalnya: penyanyi, pelawak, dan bintang film Subjek pajak badan Badan adalah sekumpulan orang dan atau kumpulan modal sebagai satu kesatuan, baik melakukan usaha atau tidak melakukan usaha. Beberapa definisi yang termasuk badan adalah: Perseroan Terbatas adalah perserikatan dagang atau perusahaan yang mempunyai modal bersama yang dibagi atas saham-saham dan tanggung jawab pemegang saham terbatas sampai nilai nominal yang dimilik Perseroaan Komanditer adalah persekutuan dagang dan sebagainya dengan mempercayakan sebagian modal tanpa turut menjalankan perusahaan itu. Perusahaan negara adalah perusahaan yang seluruh modalnya merupakan perusahaan negara Persekutuan adalah tentang bersekutu, persatuan, perhimpunan, ikatan orang-orang yang sama kepentingannya. Kongsi dapat berarti persekutuan dagang. Koperasi adalah perserikatan yang bertujuan memenuhi keperluan kebendaan para anggotanya dengan cara menjual barang-barang kebutuhan dengan harga murah dan tidak bermaksud mencari untung. Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota, dikelola oleh sebuah pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial – mengusahakan layanan dan bantuan seperti sekolah, rumah sakit. Subjek pajak orang pribadi: warisan yang belum terbagi Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak yaitu ahli waris. Hal ini berarti, warisan yang ditinggalkan menjadi pengganti pemilik yang sudah meninggal dunia, agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. Apabila warisan tersebut telah dibagi kepada pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai ahli waris, berarti status Wajib Pajak yang telah meninggal tersebut dapat dicabut. Contoh: Joko memiliki Usaha Dagang (UD) Selaras. Karena sakit, Joko meninggal dunia. UD Selaras akan menjadi subjek pajak pengganti menggantikan Joko yang telah meninggal, sampai UD Selaras dipindahtangankan kepemilikannya kepada ahli waris. UD Selaras adalah satu kesatuan menggantikan yang berhak, yaitu ahli waris. BADAN YANG DIDIRIKAN ATAU BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA WARISAN YANG BELUM TERBAGI 5 5

SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI ORANG PRIBADI YG TIDAK BERTEMPAT TINGGAL DI INDONESIA / BERADA DI INDONESIA TIDAK LEBIH DARI 183 HARI DALAM 12 BULAN BADAN YG TIDAK DIDIRIKAN DAN TIDAK BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA YANG MENJALANKAN USAHA ATAU KEGIATAN MELALUI BUT DI INDONESIA YANG MENERIMA ATAU MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA BUKAN DARI MENJALANKAN USAHA ATAU KEGIATAN MELALUI BUT DI INDONESIA Definisi BUT Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh subyek pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Secara sederhana, BUT adalah perusahaan yang berada di Indonesia tetapi tidak didirikan di Indonesia. BUT adalah perusahaan asing yang berada di Indonesia dalam bentuk antara lain cabang perusahaan, kantor perwakilan, pertambangan, proyek konstruksi. Contoh BUT yang ada di Indonesia, adalah City Bank, Manulife, Prudential dan British Petroleum. Berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, gudang, ruang untuk promosi/penjualan, pertambangan, pengeboran, pertanian, proyek konstruksi, pemberian jasa, orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas, agen atau pegawai asuransi, komputer untuk e-commerce 6 6

TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK BADAN PERWAKILAN NEGARA ASING PEJABAT-PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK DAN KONSULAT ATAU PEJABAT-PEJABAT LAIN DARI NEGARA ASING, DAN ORANG-ORANG YG DIPERBANTUKAN KPD MEREKA YG BEKERJA PADA DAN BERTEMPAT TINGGAL BERSAMA-SAMA MEREKA. ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN OLEH MENKEU DGN SYARAT INDONESIA MENJADI ANGGOTANYA DAN TDK MENJALANKAN USAHA / KEGIATAN LAIN UNTUK MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA SELAIN PEMBERIAN PINJAMAN KPD PEMERINTAH YG DANANYA BERASAL DARI IURAN PARA ANGGOTA PEJABAT PERWAKILAN ORGANISASI INTERNASIONAL YG DITETAPKAN OLEH MENKEU DGN SYARAT BUKAN WNI DAN TDK MENJALANKAN USAHA / KEGIATAN/ PEKERJAAN LAIN UTK MEMPEROLEH PENGHASILAN DARI INDONESIA Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan pada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat: bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik  Organisasi-organisasi internasional dengan syarat: Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana di maksud pada nomor 3 dengan syarat: bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Contoh organisasi internasional yang bukan subjek pajak yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan adalah: ADB (Asian Development Bank), IBRD (International Bank for Reconstruction and, Development), IMF (International Monetary Fund), FAO (Food and Agricultural Organization), ILO (International Labour Organization), UNICEF (United Nations Children's Fund), UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) 12 12

OBJEK PPH : PENGHASILAN setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun Pengelompokkan penghasilan: Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuari, akuntan, pengacara dan sebagainya Penghasilan dari usaha dan kegiatan seperti kegiatan perdagangan, manufaktur dan jasa Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha dan lain sebagainya, Penghasilan lain-lain seperti pembebasan utang, hadiah dan lain sebagainya.

pemetaan PENGHASILAN SEBAGAI OBJEK PAJAK untuk menghitung pph akhir tahun Pada akhir tahun, setiap wajib pajak secara khusus yang menjalankan usaha wajib menghitung pajak penghasilan terhutang pada akhir tahun. Pajak yang dihitung ini akan dibayarkan dan dilaporkan untuk tahun pajak tersebut pada tanggal-tanggal yang telah ditetapkan. Peraturan pajak telah mengatur, bahwa ada sekelompok penghasilan secara umum akan dikenakan pajak hanya pada akhir tahun, misalnya penghasilan usaha dagang, jasa dan manufaktur. Tetapi ada juga penghasilan yang pada saat diterima atau diperoleh akan dikenakan pajak (tahun berjalan) dan penghasilan tersebut tetap harus digabungkan dengan penghasilan usaha dagang, jasa dan manufaktur untuk dikenakan pajak pada akhir tahun. Ada juga penghasilan yang dikenakan pajak pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh dalam tahun berjalan dan tidak perlu digabungkan dengan penghasilan usaha dagang, jasa dan manufaktur (penghasilan final) Selain itu ada juga penghasilan yang bukan objek pajak. Artinya pada saat penghasilan ini diperoleh atau diterima tidak dikenakan pajak sama sekali.

MEKANISME pelunasan PAJAK PENGHASILAN Sistem pemajakan yang diterapkan di Indonesia bertumpu pada kemandirian dan kejujuran wajib pajak, artinya Pajak Penghasilan dihitung sendiri, dibayar sendiri dan dilaporkan sendiri. Tetapi untuk memberikan kemudahan dalam pelunasan wajib pajak, agar pajak yang dibayarkan pada akhir tahun tidak menumpuk dalam jumlah yang besar, peraturan perpajakan mengatur mekanisme pembayaran/pelunasan pajak melalui: Mengangsur sendiri setiap bulan berdasarkan estimasi pajak terhutang pada akhir tahun (angsuran PPh Pasal 25) Pemotongan dan pembayaran pajak atas nama wajib pajak tetapi dilakukan oleh pihak ke-3 yaitu pihak yang memberikan penghasilan. Semua pajak baik yang diangsur sendiri oleh wajib pajak dan dibayarkan atas nama wajib pajak oleh pemotong pajak akan diperhitungkan pada akhir tahun sebagai pelunasan pajak terhutang yang dihitung pada akhir tahun. SETORAN KE PEMERINTAH ADALAH PPH TERUTANG YANG DIHITUNG PADA AKHIR TAHUN DIKURANGI UANG MUKA PPH BULANAN

Objek Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 1 dan ayat 2

Objek PPh - Pasal 4 (1) Setiap tambahan kemampuan ekonomis … dst. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan Laba usaha Keuntungan karena penjualan/pengalihan harta termasuk: Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, KECUALI : Diberikan kepada keluarga sedarah semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan Badan keagamaan atau Badan Pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yuang ditetapkan oleh menteri keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan

Objek PPh - Pasal 4 (1) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi (SHU di atas Rp 240.000,-) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

Objek PPh - Pasal 4 (1)) Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan PP Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva Premi asuransi Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak

s. surplus Bank Indonesia. Objek PPh - Pasal 4 (1) q. penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. surplus Bank Indonesia.

Objek PPh Final - Pasal 4 (2) penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; penghasilan berupa hadiah undian; penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, persewaan tanah dan/atau bangunan Karakteristik penghasilan yang dikenakan pajak FINAL Penghasilan dikenakan PPh saat diperoleh Penghasilan tersebut tidak perlu dilaporkan atau dihitung kembali pada akhir tahun PPh tersebut sifatnya Final  tidak dapat dikreditkan terhadap PPh Terutang di akhir tahun

PPH FINAL 20% 25% 0,1% Bunga deposito dan tabungan lainnya Hadiah undian 25% Penghasilan dari transaksi penjualan saham di Bursa Efek 0,1% 0,1% +0,5% untuk saham pendiri

dividen yang diterima orang pribadi PPH FINAL PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN 5% PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN 10% dividen yang diterima orang pribadi Contoh Pemotongan PPh Final oleh pemberi penghasilan: Departemen Pendidikan dan Pariwisata memberikan undian kepada peserta pameran pariwisata sebesar Rp. 50.000.000. Pemenang hadiah undian akan dipotong pajak berdasarkan PPh Pasal 4 ayat 2 yang terhutang oleh bendahara dengan penghitungan: Rp. 50.000.000 x 25% = Rp. 12.500.000 Direktorat Jenderal Pajak membebaskan tanah untuk pembangunan kantor dengan nilai pengalihan Rp. 1.000.000.000. PPh Pasal 4 ayat 2 yang terhutang dan harus dipotong bendahara adalah Rp. 1.000.000.000 x 5% = Rp. 50.000.000 Departemen Agama menyewa gedung untuk acara keagamaan sebesar Rp. 60.000.000 (harga tidak termasuk PPN), PPh Pasal 4 ayat 2 yang terhutang dan harus dipotong bendahara adalah: Rp. 60.000.000 x 10% = Rp. 6.000.000

Pengecualian Objek Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 3

Pengecualian Objek PPh – Pasal 4 (3) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak

Pengecualian Objek PPh – Pasal 4 (3) 2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menkeu sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan

Pengecualian Objek PPh – Pasal 4 (3) Warisan Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari WP atau pemerintah Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa Contoh perlakuan bukan objek pajak bagi penerima warisan: Joko meninggal dunia dan memberikan warisan kepada kedua anaknya berupa rumah. Apbaila rumah tersebut tidak memberikan penghasilan (disewakan/dikontrakkan atau dijual) warisan tersebut bukan objek pajak.

Pengecualian Objek PPh – Pasal 4 (3) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat: Dividen berasal dari cadangan laba ditahan Bagi PT, BUMN, dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor 8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disyahkan oleh Menkeu, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai

Pengecualian Objek PPh – Pasal 4 (3) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Kep.Menkeu Bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi Penghasilan yang diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia, dengan syarat pasangan: Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menkeu; Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

Pengecualian Objek PPh – Pasal 4 (3) 12. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

Pengecualian Objek PPh – Pasal 4 (3)) 13. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 14. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Biaya-biaya yang Dapat Dikurangkan Pasal 6 ayat 1 dan ayat 2

Biaya Diperbolehkan – PAsAl 6 (1) Besarnya PKP bagi WP dalam negeri dan BUT, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk: 1. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: biaya pembelian bahan; biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; bunga, sewa, dan royalti; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi asuransi; biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; biaya administrasi; dan pajak kecuali Pajak Penghasilan Sebelum menghitung Penghasilan Kena Pajak yang akan dikali dengan tarif pajak, harus dicari dulu penghasilan netonya. Penghasilan neto bagi Wajib Pajak yang menggunakan pembukuan adalah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya. Standar Akuntansi Keuangan tidak memberikan pembatasan untuk pengeluaran-pengeluaran perusahaan yang menjadi pengurang laba bruto, sepanjang memenuhi syarat wajar atau menurut adat kebiasaan pedagang yang baik. Menurut peraturan perpajakan, pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan di bagi menjadi dua, yaitu: 1) pengeluaran yang boleh menjadi pengurang penghasilan bruto (deductible expense) dan 2) pengeluaran yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan bruto (non deductible exepense).

Biaya Diperbolehkan – PAsAl 6 (1) 2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang diatur pada Pasal 11 dan Pasal 11A; 3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan 4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki untuk operasional perusahaan

Biaya Diperbolehkan – PAsAl 6 (1) 5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing 6. Biaya litbang perusahaan yang dilakukan di Indonesia 7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan 8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat: Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersil Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang antara kreditur dan debitur Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang tak tertagih kepada Dirjen Pajak

Biaya Diperbolehkan – PAsAl 6 (1) 8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat: Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersil Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang antara kreditur dan debitur Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang tak tertagih kepada Dirjen Pajak 9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

Biaya Diperbolehkan – PAsAl 6 (1) 10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; 11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

Biaya Diperbolehkan – PAsAl 6 (1) 12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan 13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Peraturan lain: Biaya Diperbolehkan – untuk entertainment PAsAl 6 (1) HARUS DIDUKUNG DENGAN DOKUMENTASI MEMADAI DAN DAFTAR NOMINATIF YANG MEMUAT INFORMASI: Nomor urut Tanggal diberikan Nama/tempat entertainment diberikan Alamat entertainment Jenis entertainment Jumlah Relasi, nama, posisi,nama perusahaan dan jenis usaha Definisi Daftar Nominatif Daftar nominatif ini adalah bukti bahwa secara formal bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan untuk customer benar-benar terjadi dan secara rill berhubungan dengan usaha. Daftar nominatif ini akan dilampirkan pada saat Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan. 

Peraturan lain Biaya Diperbolehkan – PAsAl 6 (1) Handphone Cost diakui 50%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok I Abonemen, Pulsa (voucher isi ulang), dan Perbaikan dibebankan 50% pada tahun pengeluaran Bus/Minibus untuk Antar Jemput Karyawan Cost (termasuk perbaikan besar) diakui 100%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok II Pemeliharaan rutin dibebankan seluruhnya pada tahun pengeluaran Sedan/Sejenisnya untuk Pegawai dengan Jabatan/Pekerjaan Tertentu Cost (termasuk perbaikan besar) diakui 50%, disusutkan sebagai aktiva Kelompok II Pemeliharaan rutin dibebankan 50% pada tahun pengeluaran

Biaya Diperbolehkan – PAsAl 6 (1) KOMPENSASI KERUGIAN PT A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp. 1.200.000.000 (satu miliar dua ratus juta rupiah). Dalam 5 tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A sebagai berikut: 2010 : laba fiskal Rp. 200.000.000 2011 : rugi fiskal Rp.(300.000.000) 2012 : laba fiskal Rp. Nihil 2013 : laba fiskal Rp. 100.000.000 2014 : laba fiskal Rp. 800.000.000 Menurut Undang-Undang PPh, jika pengeluaran-pengeluaran yang diperkenankan berdasarkan peraturan perpajakan setelah dikurangkan dari penghasilan bruto didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 (lima) tahun berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.

KOMPENSASI KERUGIAN

Biaya Diperbolehkan – untuk wajib pajak orang pribadi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) besaran atau nominal Rp24.300.000,00 bagi diri WP Rp2.025.000,00 tambahan bagi WP yang kawin Rp24.300.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami Rp2.025.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga yang menjadi tanggungan Menurut Undang-Undang PPh untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah PTKP. Di samping untuk dirinya, kepada Wajib Pajak yang sudah kawin diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak dengan asumsi setiap orang mengeluarkan biaya-biaya yang dipergunakan untuk membiayai kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan sandang, pangan dan papan. Artinya, penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi akan dikurangi dengan PTKP untuk menentukan berapa penghasilan yang akan dikenakan pajak dan jumlah PTKP yang diterima ditentukan melalui peraturan perpajakan

Contoh menentukan PTKP Joko bekerja sebagai karyawan, menikah dan mempunyai dua orang anak (K/2) Penghasilan yang diterima akan dikurangi dengan PTKP sebesar:  

Syarat menjadi TANGGUNGAN setiap anggota keluarga keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (tidak memiliki penghasilan) paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. Pemberian PTKP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi ditentukan berdasarkan kondisi awal tahun yang maksimalnya adalah tanggal 1 Januari. Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2009 Wajib Pajak B berstatus kawin dengan tanggungan 1 orang anak. Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari 2009, besarnya PTKP untuk tahun 2009 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan satu anak.  

Bagan HUBUNGAN KELUARGA Apabila memperhatikan bagan di atas, yang boleh mendapatkan tanggungan PTKP adalah: orang tua dan anak kandung, cucu, cicit, buyut (hubungan sedarah lurus tanpa derajat) dan mertua, anak tiri dan anak angkat (untuk anak angkat melampirkan pengesahan dari pengadilan negeri)

ISTILAH DALAM PTKP TK/0 : tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan TK/1 : tidak kawin dan mempunyai satu tanggungan TK/2 : tidak kawin dan mempunyai dua tanggungan K/1 : kawin dan mempunyai satu tanggungan K/2 : kawin dan mempunyai dua tanggungan K/3 : kawin dan mempunyai tiga tanggungan

Biaya-biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan Pasal 9 ayat 1

Biaya yg Tidak Dapat Dibebankan – Pasal 9 (1) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, ada pengecualian

Biaya yg Tidak Dapat Dibebankan – Pasal 9 (1)) Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa dwiguna, dan beasiswa yang dibayar oleh WP orang pribadi, Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, dengan pengecualian: Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

Biaya yg Tidak Dapat Dibebankan – Pasal 9 (1) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali sumbangan yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) angka 9-13, serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah; Pajak penghasilan

Biaya yg Tidak Dapat Dibebankan – Pasal 9 (1) 9. Biaya yang dibebankan / dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP / orang yang menjadi tanggungannya; 10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau CV yang modalnya tidak terbagi atas saham; 11. Sanksi administrasi yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Definisi Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang Bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu penghitungan melalui pembukuan dan penghitungan dengan menggunakan pajak final

Lapisan Penghasilan Kena Pajak TARIF MENGHITUNG PPH TERHUTANG: Wajib Pajak Orang Pribadi dengan peredaran bruto/omzet lebih dari 4,8 Miliar Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PPh (dalam Rupiah) sampai dengan 50.000.000 5% 50.000.000 - 250.000.000 15% 250.000.000 - 500.000.000 25% di atas 500.000.000 30% Dalam menerapkan tarif, yang wajib diperhatikan adalah batas maksimal untuk pengenaan tarif tertentu. Misalnya tarif 5% hanya untuk penghasilan sampai Rp. 50 juta. Sedangkan tarif untuk 15% hanya untuk penghasilan yang merupakan selisih antara Rp. 250– Rp. 50. juta...demikian seterusnya.

CONTOH PENERAPAN TARIF 1. WPOP A PENGHASILAN KENA PAJAK Rp 600.000.000. PAJAK PENGHASILAN TERUTANG : - s/d Rp 50.000.000.- 5% = Rp 2.500.000.- - Rp 200.000.000.- 15% = Rp 30.000.000. - Rp 250.000.000.- 25% = Rp 62.500.000.- - Rp 100.000.000.- 30% = Rp 30.000.000.- JU M L A H = Rp 125.000.000. 49

TARIF MENGHITUNG PPH TERHUTANG: Wajib Pajak Orang Pribadi dengan peredaran bruto/omzet TIDAK lebih dari 4,8 Miliar Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah 1% (satu persen). Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan Peredaran bruto tahun sebelumnya adalah penentu apakah WPOP dan WP Badan menggunakan tarif final 1%

Wajib pajak Orang pribadi atau badan Kurang Dari 4,8 Milyar Menggunakan Tarif 1% Lebih dari 4,8 Milyar Menggunakan Tarif progresif Tahun 2013 Tahun 2014

Kriteria peredaran bruto Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari: jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3); penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri; usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

Contoh menentukan peredaran bruto kena pajak Informasi usaha PT. JAK pada tahun fiskal 2013 sebagai berikut: Penjualan = Rp 4,778,000,000 Pendapatan Bunga Jasa Giro = Rp 5,000,000 Total = Rp 4,803,000,000 Berdasarkan informasi total penghasilan yang diterima PT. JAK dalam tahun 2013 sudah di atas 4.8 miliar. Karena 25 juta berupa pendapatan jasa giro dan telah dikenakan PPh final oleh pihak bank, maka peredaran bruto yang diperhitungkan hanya Rp 4,778,000,000, sehingga masuk kriteria wajib pajak yang dikenakan PPh Final dengan tarif 1 %

Contoh: Menentuan Peredaran Bruto Tahun fiskal 2012, pendapatan PT. ABC sebagai berikut: Penjualan di Kantor Pusat = Rp 2,800,000,000 Penjualan di Cabang Daan Mogot = Rp 1,200,000,000 Penjualan di Cabang Pal Merah = Rp 1,795,000,000 Rp 5,795,000,000 Total pendapatan PT ABC termasuk cabang melebihi 4.8 miliar, sehingga TIDAK memenuhi kriteria wajib pajak yang dikenakan PPh Final dengan tarif 1 persen.

Contoh Menentukan peredaran bruto Irene menjalankan usaha butikpakaian, memiliki butik pakaian di kota Batam dan eli Singapura. Berdasarkan pencatatannya selama tahun 2013 masing-masin butik tersebut memiliki peredaran bruto sebagai berikut: Peredaran brute butik di Batam 3 milyar Peredaran bruto butik di Singapura 5 milyar Selain dari penghasilan usaha butik, Irine juga memperoleh penghasilan dari sewa apartemen di Singapura sebesar Rp100.000.000,00. Peredaran bruto dalam contoh di atas hanya untuk WPOP atau WP Badan dengan omzet paling tinggi 4,8 Miliar dalam setahun

Menentukan Peredaran Bruto Peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan PPh yang bersifatfinal adalah jumlah peredaran bruto butik di Batam saja, yakni sebesar Rp3.000.000.000,OO, Penghasilan yang diterima Irine dari sewa aparternen dan butik di Singapura, tidak diperhitungkan dalam menghitung batasan peredaran bruto untuk dapat dikenai PPh bersifat final

Lapisan Penghasilan Kena Pajak TARIF MENGHITUNG PPH TERHUTANG WP BADAN Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PPh (dalam Rupiah) Untuk semua penghasilan kena pajak 25%

Cara menghitung PPH TERUTANG Pembukuan: revenue – expenses (koreksi fiskal) Pajak terhutang dihitung pada akhir tahun WPOP yang mempunyai omzet lebih dari 4,8 miliar setahun Tanpa pembukuan Pajak dihitung dan dibayar setiap bulan WPOP dan WP Badan yang mempunyai omzet tidak lebih dari 4,8 miliar setahun Wajib Pajak badan

Menghitung pph terhutang wpop dan wp badan menggunakan pembukuan untuk menghitung pajak terhutang, Wajib Pajak menggunakan Laporan Keuangan Fiskal. Laporan Keuangan Fiskal adalah Laporan Keuangan Komersial yang telah mendapatkan penyesuaian melalui rekonsiliasi antara akuntansi komersial dan akuntansi pajak. Rekonsiliasi ini dimaksudkan agar pengukuran terhadap elemen dalam Laporan Keuangan Komersial telah disesuaikan dengan peraturan perpajakan.

Contoh Perhitungan PKP untuk WP Orang Pribadi yang Menyelenggarakan Pembukuan

Contoh Perhitungan PKP untuk WP badan yang Menyelenggarakan Pembukuan

Contoh menghitung pph terhutang untuk Wpop dan wp badan yang memiliki peredaran bruto/omzet tidak lebih dari 4,8 Miliar CV Andik memiliki usaha penjualan gerabah yang berdasarkan pembukuan atau catatan pada Tahun Pajak 201 (Januari 2013 sampai dengan Desember 2013), memiliki peredaran bruto sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Jika CV Andik, pada bulan Agustus 2014 memperoleh penghasilan dari usaha penjualan gerabah sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka Pajak Penghasilan yang bersifat final yang terutang untuk bulan Agustus 2014 dihitung sebagai berikut: Pajak Penghasilan yang bersifat final = 1% x Rp50.000.000,00 = Rp500.000,00

Laporan Keuangan Komersial

Informasi untuk koreksi fiskal UD ini dimiliki oleh Joko (K/0) Dalam biaya gaji karyawan termasuk Rp. 5.500.000 untuk belanja natura (sembako) untuk karyawan, Rp. 10.000.000 uang lembur karayawan, Rp. 8.000.000 untuk biaya makan siang semua karyawan di lingkungan perusahaan Biaya entertainment yang dikeluarkan oleh perusahaan tidak disertai dengan daftar nominatif Pendapatan dividen dari PT Ceria atas kepemilikan 25% saham.

Pelunasan pajak tahun berjalan pajak yang diperkirakan akan terhutang dalam datu tahun pajak, dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan melalui: pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak ketiga dan pembayaran oleh Wajib Pajak sendiri. Contoh pelunasan pajak tahun berjalan melalui pemotongan pajak oleh pihak ketiga: Misalnya, Wajib Pajak Tuan A, adalah distributor peralatan rumah tangga. Selain mendapatkan penghasilan dari penjualan barang dagangan yang pajaknya baru akan dihitung pada akhir tahun, distributor A pada setiap awal tahun mendapatkan sewa mesin. Penghasilan sewa mesin dikenakan pajak pada saat penghasilan tersebut diterima tanpa menunggu akhir tahun. Pajak atas penghasilan sewa tersebut akan dipotong, disetorkan dan dilaporkan oleh pihak pemberi penghasilan (pihak ketiga) atas nama Wajib Pajak A. Pajak yang telah dibayar atas penghasilan sewa ini merupakan bagian dari pelunasan (angsuran) pajak dan sebagai pengurang pajak yang diperhitungkan pada akhir tahun.

Penjelasan Koreksi Fiskal Biaya pembelian sembako untuk karyawan termasuk penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura, tidak diperkenankan menjadi pengurang laba bruto fiskal, Biaya makanan dan minuman untuk seluruh karyawan diperkenankan sebagai pengurang laba bruto fiskal Biaya entertainment, dalam bentuk representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto karena tidak melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan daftar nominatif yang berisi : Nomor urut. Tanggal entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan. Nama tempat entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan. Alamat entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan. Jenis entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan. Jumlah (Rp) entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan. Relasi usaha yang diberikan entertainment dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut tersebut di atas berisi: Nama, Posisi, Nama perusahaan dan Jenis usaha.  Biaya rekreasi termasuk penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk kenikmatan, tidak boleh mengurangi laba bruto fiskal Pendapatan dividen yang diterima oleh WPOP merupakan penghasilan yang dikenakan pajak final, sehingga tidak boleh digabung dengan penghasilan lainnya pada akhir tahun. Oleh karena itu pendapatan dividen akan dikoreksi fiskal Pendapatan bunga deposito merupakan pendapatan final. Pendapatan final tidak boleh digabung dengan pendapatan lainnya yang pengenaan pajaknya dilakukan di akhir tahun. Karena pendapatan final pengenaan pajaknya telah selesai dilaksanakan pada saat pendapatan ini diterima/diperoleh. Oleh karena itu pendapatan bunga deposito akan dikoreksi fiskal

Menghitung pph terhutang akhir tahun

Pajak Penghasilan Kurang/Lebih Bayar (Pasal 28a/29) Apabila pajak yang terutang untuk satu tahun pajak ternyata lebih besar dari pada kredit pajak, kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum SPT PPh disampaikan.

MENGHITUNG PPH Kurang Bayar /Lebih Bayar Untuk WPOP

MENGHITUNG PPH Kurang/Lebih Bayar Untuk WP Badan (Pasal 28a/29)

Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Perhitungan PPh terhutang adalah: Contoh menghitung pph terhutang dengan Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak hanya untuk wajib pajak badan Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp.30 Milyar dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 3 Milyar. Karena peredaran bruto PT X lebih dari Rp. 4,8 Milyar, maka yang mendapatkan fasilitas pengurang tarif dihitung secara proposional. Perhitungan PPh terhutang adalah:

Fasilitas Pengurangan Tarif Pajak