ANALISIS GENDER DAN PEMBANGUNAN (bagian II) Tim Pengajar MK Gender Dan Pembangunan
Alat analisis gender dan pembangunan Secara garis besar terdapat 3 kategori alat analisis situasi dan posisi gender di dalam keluarga, dan dalam masyarakat , yaitu: Kerangka Havard: digunakan untuk keperluan menganalisa situasi keluarga, dan masyarakat. 2. Kerangka Moser: digunakan untuk menganalisa tahap perencanaan untuk menetapkan apakah suatu perencanaan program telah mempertimbangkan wawasan gender. 3. Kerangka pemberdayaan (empowerment) : digunakan untuk menganalisa tahap pelaksanaan pembangunan, apakah telah terjadi peningkatan pemerataan ataupun peningkatan pemampuan pihak yang tidak beruntung baik laki-laki maupun perempuan.
Matrik. Alat Analisis Gender dalam Pembangunan Tiga Kategori Utama Alat Analisis Gender Kerangka Harvard* Moser** Kerangka Longwe (Pemberdayaan)*** 1, Pembagian kerja: produktif, reproduktif dan sosial budaya. 2. Akses dan kontrol thd sumberdaya dan manfaat. 3, Faktor2 yang mempeng- aruhi di dalam masyarakat 1..Pembagian peran produktif, reproduktif dan sosial budaya. 2. Kebutuhan praktis (me nyangkut kondisi). 3. Kebutuhan strategis (menyangkut posisi) 1. Penguasaan (kontrol). 2. Partisipasi aktif dlm pengambilan keputusan. 3. Penyadaran. 4. Akses terhadap sumberdaya dan manfaat. 5. Kesejahteraan. Alat ini dapat digunakan untuk analisa situasi sebelum membuat perencanaan program pembangunan Alat ini dapat digunakan untuk perencanaan program/proyek pembangunan, Alat untuk melihat tahapan pemberdayaan (semakin bertahap ke arah dari kesejahteraan sampai ke penguasaan. Menggambarkan adanya peningkatan pemerataan dan peningkatan perempuan.
Kerangka Moser
Kebutuhan Praktis dan Kebutuhan Strategis (Alat untuk Menganalisis Perencanaan Program Pembangunan Analisis kebutuhan praktis dan strategis berguna untuk menyusun suatu perencanaan ataupun mengevaluasi apakah suatu kegiatan pembangunan telah mempertimbangkan ataupun ditujukan untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan oleh laki-laki maupun perempuan. Suatu program pembangunan yang berwawasan gender seharusnya berusaha untuk mengidentifikasi terlebih dahulu kebutuhan komunitas. Dengan menggunakan pendekatan GAD, kebutuhan komunitas tadi dibedakan antara kebutuhan laki-laki dan perempuan baik yang bersifat praktis maupun strategis. Kebutuhan praktis berkaitan dengan kondisi (misalnya: kondisi hidup yang tidak memadai, kurangnya sumberdaya seperti pangan, air, kesehatan, pendidikan anak, pendapatan dll), Kebutuhan strategis berkaitan dengan posisi (misalnya: posisi yang tersubordinasi dalam komunitas atau keluarga).
Pemenuhan Kebutuhan Praktis dan Strategis Pemenuhan kebutuhan praktis melalui kegiatan pembangunan hanya memerlukan jangka waktu yang relatif pendek. Proses tersebut melibatkan input seperti peralatan, tenaga ahli, pelatihan, klinik atau program pemberian kredit dll. Umumnya kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan praktis dan memperbaiki kondisi hidup akan memelihara atau bahkan menguatkan hubungan tradisional antara laki-laki dan perempuan yang ada. Sedangkan untuk mencapai kepentingan/ kebutuhan strategis memerlukan jangka waktu relatif lebih panjang. Proses tersebut biasanya berkaitan dengan perbaikan posisi perempuan, misalnya: memberdayakan perempuan agar memperoleh kesempatan lebih besar terhadap akses sumberdaya, partisipasi yang seimbang dengan laki-laki dalam pengambilan keputusan, dll.
Kebutuhan Praktis Kebutuhan Praktis Menyangkut Keadaan (Kondisi) Cara Menanggulangi Kebutuhan Praktis Biasanya berhubungan dengan hidup yang tidak memuaskan, misalnya kurangnya sumberdaya atau tidak dipenuhi kebutuhan dasar. Contoh: masalah air minum, pangan, kesehatan dll Dapat segera diindentifikasi karena langsung dirasakan Dapat dipenuhi dalam waktu relatif pendek melalui intervensi tertentu, misalnya membangun sumur, menjalankan Posyandu dsb. Melibatkan perempuan sebagai pemanfaat dan mungkin sebagai peserta Memperbaikin kondisi hidup perempuan melalui kegiatan dengan suatu hasil yang langsung dan cepat dirasakan Tidak merubah peranan-peranan dan hubungan sosial budaya yang ada.
Kebutuhan Strategis Kebutuhan Strategis Menyangkut Kedudukan (Posisi) Cara Menanggulangi Kebutuhan Strategis Berkaitan dengan peranan dan kedudukan di masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor struktural seperti ekonomi, sistem politik, perundangan, kebijakan, norma sosial Menyangkut peluang dan kekuasaan (akses dan kontrol) terhadap sumberdaya dan kesempatan untuk memilih dan menentukan cara hidup. Biasanya menyangkut kepentingan hampir semua perempuan, tetapi tidak dapat langsung diidentifikasi. Dapat dipenuhi melalui suatu proses (jangka waktu panjang). Melibatkan perempuan sebagai pelaku atau memfasilitasi perempuan untuk menjadi pelaku dan penentu kegiatan Dilakukan melalui penyadaran, perkuatan rasa percaya diri, pendidikan, pengembangan organisasi perempuan Memperkuat perempuan untuk memperoleh kesempatan yang lebih banyak dalam pengambilan keputusan di semua bidang dan tingkat masyarakat, memperjuangkan akses dan kontrol terhadap sumberdaya yang lebih besar.
Kebutuhan Strategis Perempuan sebagai suatu kategori/kelompok biasanya memiliki kepenting- an strategis sebagai berikut: Mengurangi kerentanan thdp kekerasan dan eksploitasi, Lebih memiliki jaminan ekonomi, ketidaktergantungan, memiliki pilihan dan kesempatan. Berbagi tanggung jawab untuk kegiatan reproduktif dengan laki-laki atau lembaga-lembaga masyarakat. Mengorganisasi diri dengan perempuan lain untuk menggalang kekuatan, solidaritas dan aksi. Meningkatkan kekuatan politik. Meningkatkan kemampuan untuk memperbaiki kualitas hidup dan masa depan anak-anaknya. Lebih manusiawi dan berkeadilan dalam proses pembangunan
Contoh cara-cara mencapai kebutuhan strategis di dalam suatu program: Analisis gender suatu komunitas dilakukan sebelum kegiatan atau program dimulai. Dalam analisis ini dilakukan secara partisipatif dengan harus melibatkan laki-laki dan perempuan (baik bersama atau secara terpisah bila diperlukan) mulai dari tingkat akar rumput/ desa. Konsultasi pada Perempuan. Hal ini memerlukan identifikasi organisasi perempuan atau yang berafiliasi pada perempuan, wakil-wakil dalam suatu wilayah program,dan cara-cara yang cocok untuk berkonsultasi dan bekerja bersama mereka. Memperoleh dukungan dari laki-laki. Dukungan dan keterlibatan laki-laki sangat penting dalam kegiatan pembangunan bersama perempuan, baik dalam program pembangunan yang bersifat terpadu maupun program pembagunan khusus untuk perempuan.
Contoh cara-cara mencapai kebutuhan strategis di dalam suatu program: 4. Memperluas kesempatan bagi perempuan. Memaksimalkan keterlibatan perempuan dalam kegiatan kolektif, organisasi-organisasi perempuan, dan pengambilan keputusan dalam komunitas; akan memperkuat kesempatan perempuan untuk mengelola, mencapai dan menerima informasi dan latihan; dan menambah rasa percaya diri dan kredibilitas. 5. Mendukung usaha-usaha pengorganisasian. Memberikan dukungan pada perempuan di tingkat lokal dan gabungan organisasi kerja untuk mencapai perubahan sosial dan memperbaiki posisi perempuan (misalnya; organisasi-organisasi kerja di tingkat akar rumput yang memfokuskan pada penelitian, advokasi dan pengembangan kebijakan). 6. Mendorong kesadaran gender. Mempromosikan/ memperkenalkan kepekaan gender dan keahlian merencanakan yang berwawasan gender diantara seluruh stakeholder pembangunan (LSM, Pemerintah, agen-agen partner luar negeri, dsb).
Kerangka Longwe: Pemberdayaan
Pemberdayaan Perempuan dlm Pembangunan Pembangunan tidak dapat didefinisikan hanya dalam arti peningkatan akses terhadap sumber dan perbaikan tingkat kesejahteraan. Pembangunan juga menyangkut proses bagaimana manfaat itu diperoleh. Proses ini melibatkan kelompok sasaran, baik sebagai penerima/ pemanfaat program-program pembangunan maupun sebagai pelaku aktif yang mampu mengenal dan mengatasi masalah-masalahnya sendiri. Pembangunan perempuan merupakan upaya untuk mengatasi hambatan guna mencapai pemerataan/ persamaan bagi laki-laki dan perempuan pada setiap tingkat proses pembangunan. Untuk mencapai hal ini dapat ditempuh melalui peningkatan pemberdayaan perempuan. Tingkatan proses pembangunan tersebut secara hirarkhis diawali dengan (1) tingkat kesejahteraan, (2) tingkat akses (terhadap sumberdaya dan manfaat), (3) tingkat penyadaran, (4) tingkat partisipasi aktif (dalam pengambilan keputusan), dan (5) tingkat penguasaan (kontrol). Teknik analisis LONGWE sering dipakai untuk peningkatan pemberdayaan perempuan khususnya dalam pembangunan
Analisis Longwe Teknik Analisis Longwe (Sara Hlupekile Longwe) atau biasa disebut dengan Kriteria Pemberdayaan Perempuan (Women’s Empowerment Criteria atau Women’s Development Criteria) adalah suatu teknik analisis yang dikembangkan sebagai suatu metode pemberdayaan perempuan dengan lima kriteria analisis yang meliputi: kesejahteraan, akses, kesadaran, partisipasi, dan kontrol. Lima dimensi pemberdayaan ini adalah kategori analitis yang bersifat dinamis, satu sama lain berhubungan secara sinergis, saling menguatkan dan melengkapi, serta mempunyai hubungan hirarkhis. Di samping itu kelima dimensi tersebut juga merupakan tingkatan yang bergerak memutar seperti spiral, makin tinggi tingkat kesetaraan otomatis makin tinggi tingkat keberdayaan.
Konsep Pemberdayaan (Empowerment) Penguasaan (kontrol) Partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan Penyadaran Akses terhadap sumberdaya dan manfaat Kesejahteraan Makin meningkat kesetaraan Makin berdaya
Tingkat 1: Kesejahteraan Tingkat ini adalah tingkat pemerataan/persamaan perempuan dibanding laki-laki dalam hal seperti: status gizi, tingkat kematian, kecukupan pangan, pendapatan, tingkat pendidikan,dll. Dalam hal ini kita lebih melihat situasi perempuan dari angka-angka statistik daripada sebagai pelaku pembangunan yang mampu memperbaiki nasibnya sendiri, seakan-akan mereka adalah penerima pasif dari manfaat kesejahteraan. Disini istilah kesenjangan gender berarti kesenjangan tingkat kesejahteraan antara laki-laki dan perempuan yang diukur melalui perbedaan tingkat kesejahteraan perempuan dan laki-laki sebagai kelompok untuk masing-masing kebutuhan dasarnya.
Lanjutan Pada tingkat pemerataan/persamaan kesejahteraan, perempuan tidak begitu dilihat sebagai pelaku aktif pembangunan dan penghasil dari kebutuhan materilnya. Tingkat ini adalah tingkat nihil dari perempuan (zero level of women’s empowerment), padahal upaya perempuan untuk memperbaiki kesejahteraannya memerlukan keterlibatan perempuan dalam proses pemampuan dan pada tingkat pemerataan/persa-maan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, jika tingkat kesejahteraan yang rendah dari perempuan disebabkan oleh diskriminasi gender yang sistematik maka mengatasi diskriminasi itu mengharuskan adanya proses pemampuan (empowerment) menuju tingkat pemerataan yang lebih tinggi.
Tingkat 2: Akses Kesenjangan gender pada tingkat pemerataan/persamaan kesejahteraan muncul dari ketimpangan dalam akses terhadap sumber- sumber, termasuk kerjanya sendiri (seringkali perempuan memikul kerja yang begitu berat sehingga ia tidak mempunyai waktu untuk mengurus dan meningkatkan kemampuan dirinya). Lebih rendahnya akses perempuan terhadap sumberdaya menyebabkan produktivitas perempuan cenderung lebih rendah dari laki-laki. Pemerataan/persamaan di sini dimaksudkan sebagai pemerataan/ persamaan akses berdasar prinsip perataan/persamaan kesempatan. Kurangnya akses perempuan bukan saja merupakan isyu gender, tapi juga merupakan akibat dari diskriminasi gender. Upaya perempuan untuk mengatasi keterbatasan akses ini banyak memperoleh hambatan karena adanya diskriminasi gender. Oleh karena itu perlu proses penyadaran.
Tingkat 3: Penyadaran Tingkat ini menyangkut kesadaran dari pelaku pembangunan akan adanya ketimpangan struktural dan diskriminasi gender. Penyadaran ini sulit dilaksanakan karena kadang-kadang perempuan sendiri yang menghambat. Mereka tidak menyadari adanya ketimpangan struktural dan diskriminasi gender, karena sudah dianggap “normal” dan “kodrati” sehingga tidak perlu dirubah. Untuk itu perlu pemahaman mengenai perbedaan antara peranan kodrati (sex) dan peranan gender, dan bahwa peranan gender itu bersifat kultural, oleh karenanya dapat berubah. Pemberdayaan di tingkat ini berarti menumbuhkan sikap kritis dan penolakan terhadap cara pandang di atas: bahwa subordinasi terhadap perempuan bukanlah pengaturan alamiah, tetapi hasil diskriminasi dari tatanan sosial yang berlaku. Keyakinan bahwa kesetaraan gender adalah bagian dari tujuan perubahan merupakan inti dari kesadaran gender dan merupakan elemen ideologis dalam proses pemberdayaan yang menjadi landasan konseptual bagi perubahan kearah kesetaraan.
Tingkat 4: Partisipasi Aktif Pada tingkat ini kita berbicara mengenai pemerataan/persamaan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan pada semua tahapan proyek: perumusan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring/ evaluasi. Kesenjangan perempuan dalam partisipasi aktif ini mudah diidentifikasi, misalnya dalam bidang legislatif, eksekutif, organisasi politik. Partisipasi secara umum dapat dilihat dari adanya peran serta setara antara laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan , baik di tingkat keluarga, komunitas, masyarakat, maupun negara. Di tingkat program yaitu dilibatkannya perempuan dan laki-laki secara setara dalam identifikasi masalah, perencanaan, pengelolaan, implementasi, dan monitoring evaluasi. Meningkatnya peranserta perempuan merupakanhasil dari pemberdayaan sekaligus sumbangan penting bagi pemberdayaan yang lebih luas.
Tingkat 5: Penguasaan (kontrol) Meningkatnya partisipasi perempuan pada tingkat pengambilan keputusan akan menyebabkan meningkatnya pemampuan untuk mempunyai kontrol (penguasaan) yang lebih banyak terhadap faktor- faktor produksi, dan untuk menjamin persamaan akses terhadap pembagian sumber dan manfaat. Pada tingkat ini kita berbicara mengenai pemerataan/persamaan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan pada semua tahapan proyek: perumusan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring/evaluasi. Kesetaraan dalam kekuasaan berarti adanya kekuasaan yang seimbang antara laki-laki dan perempuan, satu tidak mendominasi atau berada dalam posisi dominan atas lainnya. Artinya perempuan mempunyai kekuasaan sebagaimana juga laki-laki, untuk mengubah kondisisi posisi, masa depan diri dan komunitasnya.
Lanjutan Tujuan pemberdayaan (empowerment) perempuan bukanlah mengganti masyarakat patriarkhal menjadi masyarakat matriarkhal, tetapi untuk mencapai pemerataan/persamaan gender dalam proses pembangunan. Hal ini dibutuhkan untuk mendatangkan manfaat materiil yang sama bagi perempuan sehingga kriteria pembangunan/pemberdayaan perempuan menjadi satu lingkaran penuh dimana pemerataan/persamaan penguasaan perempuan akan kembali meningkatkan pemerataan/persamaan kesejahteraan seluruh keluarganya.
Kerangka Pemberdayaan Teknik Longwe mendasarkan pada penting- nya pembangunan bagi perempuan, bagaimana menangani isyu gender sebagai kendala pemberdayaan perempuan dalam memenuhi kebutuhan spesifik perempuan dan upaya mencapai kesetaraan gender. Lima kriteria analisis yang dikemukakan Longwe dapat disusun dalam bentuk piramida sebagai berikut:
Kerangka/Piramid Pemberdayaan 5 KONTROL PARTISIPASI PENYADARAN AKSES 1 KESEJAHTERAAN
Kegunaan Teknik Longwe digunakan sebagai alat analisis, yaitu untuk menganalisis proses pemampuan perempuan, bukan dalam arti kesejahteraan materiil. Tujuannya adalah untuk memahami lima butir kriteria (kesejahteraan, akses, penyadaran, partisipasi aktif, dan penguasaan) sehingga dapat menginterpretasikan pembangunan perempuan sebagai suatu proses yang penting dan bagian integrasi dari proses pembangunan serta untuk mencapai pemerataan gender dalam lima butir tersebut. Metode ini dapat digunakan pada setiap tahap dari siklus proyek yaitu dilihat pada bagian yang dirasa sangat penting, melihat kebutuhan dan isyu perempuan dalam implementasi proyek, evaluasi dan program pembangunan. Melihat derajat sensitivitas terhadap isu perempuan yaitu dengan menilai negatif, netral, atau positif.
Lanjutan Negatif berarti tujuan proyek tanpa mengaitkan isyu perempuan. Netral berarti isyu perempuan sudah dilihat tetapi tidak diangkat dan ditangani, dan intervensi proyek tidak berakibat lebih buruk pada perempuan, sedangkan Positif berarti tujuan proyek betul-betul positif. Memperhatikan isyu perempuan dan menanganinya sehingga hasilnya meningkat kan kedudukan perempuan relatif terhadap laki-laki.
Aplikasi Teknik Analisis Longwe. Pembangunan perempuan mengfokuskan pada upaya menangani isyu gender yang merupakan kendala dalam upaya memenuhi kepentingan perempuan dan mencapai pemerataan untuk laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu peneliti atau perencana harus dapat membedakan antara kepentingan dan isu gender. Contoh: perempuan hamil perlu menda- pat perhatian ekstra dalam hal pemenuhan gizi (bagian kepentingan perempuan). Kenyataannya perempuan hamil banyak yang kekuranmgan gizi,. Mengapa? Karena masih berlakunya pengaturan jatah makan dalam keluarga atau perempuan tidak mempunyai kekuasaan terhadap pendapatan. (isu gender). Kriteria pembangunan perempuan merupakan kerangka analisis untuk mengidentifikasikan ketimpangan struktural sebagai akibat masih adanya sistem diskriminasi gender yang bisa merugikan perempuan atau laki-laki. Pembangunan bukan saja peningkatan akses terhadap sumber dan manfaat tetapi bagaimana akses dan manfaat diperoleh.
Tabel 1: Profil Gender Dalam Pembangunan Sektor Program Kesejah teraan Akses Penyadaran Partisipasi Kontrol Pertanian Pendidikan Dan Pelatihan Industri Khusus perempuan
Pengisian tabel profil gender Tuliskan program pembangunan yang ada dalam sektor-sektor pembangunan Tuliskan lima kriteria analisis pemberdayaan perempuan yang meliputi : kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi dan kontrol. Tuliskan tentang fokus dari masing-masing program pembangunan apakah pada dimensi kesejahteraan, akses, kesadaran kritis, partisipasi ataukah pada dimensi kontrol. Pastikan bahwa semua sel sudah terisi sesuai dengan permasalahan yang ada (satu sektor memungkinkan tidak hanya memfokuskan pada satu dimensi saja). Lakukan pendeskripsian, dan dilanjutkan dengan menganalisis terhadap data yang ada. Dapat diketahui apakah suatu program pembangunan di sektor tertentu memfokuskan pada dimensi pemberdayaan tertentu, seperti kesejahteraan, akses, kesadaraan kritis, partisipasi, dan kontrol
Kesimpulan Lima dimensi pembangunan perempuan merupakan kerangka analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi ketim- pangan sebagai akibat masih ada nya sistem diskriminasi gender yang dapat merugikan laki-laki dan perempuan.