ANALISIS PERAN RUMAH POTONG HEWAN DALAM PENJARINGAN TERNAK PRODUKTIF BERDASARKAN UU NAKESWAN No.18 Tahun 2009
Pendahuluan
Latar Belakang Tantangan dalam mewujudkan program swasembada daging 2014 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Nakeswan) : ternak ruminansia betina produktif dilarang disembelih Peran Rumah Potong Hewan dalam penjaminan produk hewan yang ASUH dan penjaringan ternak ruminansia betina produktif
Tujuan dan Target Luaran Rumusan Masalah Peran RPH dalam penjaringan ternak betina produktif sebagai implementasi UU Nakeswan No. 18/2009 belum pernah dilakukan Tujuan dan Target Luaran Mentransformasikan iptek kedokteran hewan menjadi iptek tepat guna Menganalisis besarnya peran RPH dalam penjaringan ternak ruminansia produktif dengan mengetahui persentase penyediaan daging di RPH. Menghasilkan gambaran prospektif kesiapan kelembagaan dan partisipasi stakeholders dalam mengimplementasikan Pasal 18 UU Nakeswan No.18 tahun 2009.
Metoda Kegiatan
Metode Pelaksanaan Waktu : 11 Februari s.d. 19 April 2010 Tempat : RPH Cibinong, RPH Bubulak, Dinas Peternakan Kab. Bogor Obyek penelitian adalah sapi, petugas RPH, dan pemilik ternak ruminansia.
Metode Pelaksanaan (lanjutan) Prosedur teknik Penerapan teknologi tepat guna dengan pemeriksaan ternak ruminansia betina reproduktif Analisis peran RPH dalam penjaringan ruminansia betina produktif. Wawancara kesiapan kelembagaan RPH dan kesadaran pemilik ternak dengan metode kuesioner
Hasil Kegiatan
Data hasil Penelitian Sapi yang dipotong di RPH Cibinong dan RPH Bubulak 98% import Persentase sapi betina potong dari seluruh pemotongan 33,80% Persentase fetus ditemukan dari sapi betina yang dipotong 4,17%
Data Hasil Kuesioner
Data Hasil Kuesioner RPH Cibinong RPH Bubulak Pekerja tetap/ditentukan RPH Waktu pemotongan 21.00- 02.00 WIB Dominan tenaga manusia Menghimbau peternak agar dipelihara dahulu apabila ternak bunting Tahu tentang UU Nakeswan No. 18 tahun 2009 tetapi tidak ada dana pelaksanaan Pekerja ditentukan oleh pedagang Waktu pemotongan 21.00- 05.00 WIB Dominan tenaga mesin Tidak menyediakan tempat pemeliharaan ternak bunting Tahu tentang UU Nakeswan No. 18 tahun 2009 tetapi tidak ada dana dan tempat pelaksanaan
Data produksi dan konsumsi daging masyarakat Kab. Bogor
Besarnya produksi daging di Kabupaten Bogor tahun 2005 sebesar 4843803 kg, tahun 2006 sebesar 3597503 kg,tahun 2007 sebesar 9504130 kg, tahun 2008 sebesar 8311289 kg, dan tahun 2009 sebesar 11153409 kg. Untuk produksi daging terbanyak terjadi pada tahun 2009, sedangkan produksi daging paling rendah terjadi pada tahun 2006.
Karena mengikuti kebijakan pemerintah provinsi Neraca Bahan Makanan baru diterapkan pada tahun 2007. Pada Neraca Bahan Makanan di kabupaten Bogor penyedian kotor daging daging merupakan total dari sapi dari daerah, luar daerah, dan impor. Pada tahun 2007 penyedian kotor daging daging sebesar 21400000 kg, tahun 2008 sebesar 22500000 kg, tahun 2009 sebesar 7494039 kg. Pemasukan paling tinggi terjadi pada tahun 2008 dan yang paling rendah pada tahun 2009.
Yang dimaksud daging yang tercecer disini adalah daging yang digunakan selain untuk dikonsumsi. Pada data Neraca Bahan Makanan di Kabupaten Bogor daging yang tercecer pada tahun 2007 sebesar 342872 kg, tahun 2008 sebesar 613702 kg, tahun 2009 sebesar 539812 kg. Daging yang tercecer paling tinggi terjadi pada tahun 2008 dan yang paling rendah pada tahun 2007.
Pada data Neraca Bahan Makanan di Kabupaten Bogor daging yang dikonsumsi pada tahun 2007 sebesar 6514565 kg, tahun 2008 sebesar 11660330 kg, tahun 2009 sebesar 10256425 kg. Konsumsi daging paling tinggi terjadi pada tahun 2008 dan yang paling rendah pada tahun 2007.
DATA PENYEDIAAN DAGING OLEH RPH Tingkat kebutuhan daging yang mampu dipenuhi oleh RPH Cibinong sebesar 68% dari kebutuhan total masyarakat kabupaten Bogor yang besarnya 6857437 kg. Sedangkan sisanya sebesar 32 % berasal dari luar RPH Cibinong. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kebutuhan daging yang tidak terduga yang mungkin pada akhirnya tidak dapat dipenuhi RPH Cibinong.
Pada tahun 2008 hanya sebesar 53 % kebutuhan daging masyarakat Kabupaten Cibinong ynag mampu dipenuhi RPH sedangkan sebesar 43 % berasal dari luar RPH. Angka ini jauh menurun dibanding tahun sebelumnya walau terjadi peningkatan jumlah konsumsi dari tahun 2007 sebesar 6857437 kg menjadi 12274031 kg
Pada tahun 2009 terjadi penurunan terhadap jumlah konsumsi daging dari 12274031 kg pada tahun 2008 menjadi 10796237 kg. Namun terjadi peningkatan pada jumlah pemenuhan daging oleh RPH Cibinong yakni 87 %. Walau masih ada sebesar 13 % daging yang berasal dari luar RPH.
Kesimpulan
Ketercapaian Target Luaran (kesimpulan) Kegiatan PKM telah dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Tim telah memperoleh gambaran teknologi tepat guna yang perlu diterapkan dalam penjaringan ternak ruminansia betina produktif. Telah dilakukan analisis untuk mengetahui persentase peran RPH dalam penyediaan daging masyarakat Kabupaten Bogor maupun ,dalam penjaringan ternak ruminansia betina produktif. Pengolahan kuesioner terhadap pekerja RPH Cibinong dan pemilik ternak di RPH Cibinong pada saat ini sedang dilakukan.
Evaluasi Pelakasanaan Kegiatan
Kendala yang Dihadapi Administratif Memperoleh data untuk mendapatkan gambaran kebutuhan dan ketersediaan daging tidak semudah yang dibayangkan, terutama data yang sifatnya lengkap dan merupakan rekapitulasi perbulan selama 3 tahun terakhir. Teknis Sapi yang dipotong 98% import, sehingga dipertanyakan sah tidaknya implementasi UU Nakeswan No. 18 tahun 2009 untuk dilaksanakan
Kendala yang Dihadapi (lanjutan) Kendala dalam kesiapan stakeholder : Pemilik ternak tidak tahu tentang kebuntingan dan UU Nakeswan No. 18 tahun 2009 Petugas RPH tidak dapat melaksanakan fungsi sebagai penyaring ternak produktif karena tidak tersedianya dana dan tempat
Alternatif Solusi
Pemecahan Kendala Administrasi Kesulitan yang dihadapi dilakukan dengan melakukan komunikasi dengan lebih baik. Pemerintah (Dinas Peternakan)hendaknya dapat mengelola data dengan baik Teknis Pemerintah Indonesia mengharapkan, meskipun sapi impor tersebut dapat menghasilkan anak daripada tidak sama sekali.
Pemecahan Kendala (lanjutan) 2. Mengatasi kendala permodelan dinamika populasi : Pemerintah (Dinas Peternakan)hendaknya dapat mengelola data dengan baik Konsultasi lebih lanjut dengan dosen statistik mengenai pengolahan data
Pemecahan Kendala (lanjutan) Mengatasi kendala kesiapan RPH dan Pemilik ternak terhadap pelaksanaan UU Nakeswan No. 18 tahun 2009 Pemerintah menyediakan dana pemeliharaan ternak bunting untuk RPH Pemerintah menyediakan dana pengganti bagi pemilik ternak terhadap ternak bunting Dilakukan penyuluhan lebih lanjut terhadap para pemilik ternak tentang pentingnya UU Nakeswan No 18 tahun 2009
Dokumentasi Kegiatan
Survey lapang di RPH Cibinong Perizinan di Dinas Peternakan Kab. Bogor Pemeriksaan Ovarium Penemuan Fetus
Foto bersama pekerja RPH Cibinong Proses Kuesioner Ovarium tidak normal Penjagalan sapi Foto bersama pekerja RPH Cibinong