KONSEP DASAR PERPAJAKAN Sarinah Joyce M. Rafael, SE, M.Acc, Ak, CA
Definisi Pajak Prof. Dr. Rochmat Soemitro: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. UU No 28 tahun 2007: Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Unsur-unsur pajak: Iuran dari rakyat kepada negara Berdasarkan undang-undang Kontraprestasi secara langsung Membiayai rumah tangga negara
Fungsi Pajak Fungsi budgetair (anggaran) Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Fungsi regulair (mengatur) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Misalnya: Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.
Syarat Pemungutan Pajak Pemungutan pajak harus adil (Syarat keadilan) : dalam keadaan yang sama, wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama pula. Contoh: PPh dikenakan terhadap PKP yang sudah diperhitungkan PTKP. PTKP ini tidak sama bagi setiap wajib pajak. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis) Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan pajak harus efisin (Syarat Finansial) Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak Teori Asuransi Teori Kepentingan Teori Daya Pikul Teori Bakti Teori Asas Daya Beli
Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak Teori Asuransi Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut. Teori Kepentingan Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak Teori Daya Pikul Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan, yaitu: Unsur obyektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang. Unsur subyektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan material yang harus dipenuhi. Tuan A Tuan B Penghasilan/bulan Rp2 juta Rp2 juta Status menikah 3 anak bujangan Secara obyektif PPh untuk tuan A sama besar dengan tuan B, karena mempunyai penghasilan yang sama besarnya. Secara subyektif PPh untuk tuan A lebih kecil dari pada tuan B, karena kebutuhan material yang harus dipenuhi tuan A besar.
Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak Teori Bakti (kewajiban pajak mutlak) Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban. Teori Asas Daya Beli Memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.
Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil Hukum pajak Materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek pajak), berapa besar yang dikenakan (tarif), segala sesuatu yang timbul dan hapusnya hukum pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak. Cth: Undang- undang Pajak Penghasilan Hukum pajak formil, memuat bentuk dan tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). CTh: Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Pengelompokkan Pajak MENURUT GOLONGAN: Pajak langsung (contoh PPh) Secara ekonomis, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain. Secara yuridis, pemungutannya periodik. Pajak tidak langsung (contoh PPN) Secara ekonomis, yaitu pajak yang pembayarannya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang atau pihak lain. Secara yuridis, pemungutannya secara insidental
Pengelompokkan Pajak MENURUT SIFAT: Pajak subyektif Pajak yang berpangkal atau berdasarkan subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak (contoh PPh). Pajak obyektif Pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak (contoh PPN dan PPnBM).
Pengelompokkan Pajak MENURUT LEMBAGA PEMUNGUT: Pajak Pusat Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara (contoh PPh, PPN, PPnBM, Bea Meterai). Pajak Daerah Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota (contoh Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan).
Asas Pemungutan Pajak Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara yang berhak memungut pajak adalah negara tempat wajib pajak berdomisili. Asas ini berlaku bagi WP dalam negeri. Asas sumber Negara yang berhak memungut pajak adalah negara tempat sumber obyek pajak berasal. Asas kebangsaan (nasionalitas) Negara yang berhak memungut pajak adalah negara asal kebangsaan subyek pajak. Asas in berlaku bagi WP luar negeri. Indonesia menganut ketiga asas tersebut.
Sistem Pemungutan Pajak Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus Wajib pajak bersifat pasif Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
Sistem Pemungutan Pajak Official Assessment System Self Assessment System With Holding System
Sistem Pemungutan Pajak Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi (melakukan fungsi control)
Sistem Pemungutan Pajak With Holding Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Cirinya: Wewenang yang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ke tiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
Hambatan Pemungutan PAjak Perlawanan terhadap pajak dapat berupa: Perlawanan pasif Perlawanan aktif PERLAWANAN PASIF Masyarakat enggan membayar pajak. Hal ini dapat disebabkan oleh: Perkembangan intelektual dan moral masyarakat. Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat. Sistem pengendalian tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
Hambatan Pemungutan PAjak PERLAWANAN AKTIF Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak Bentuknya antara lain: Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang (minimalisasi pajak secara legal). Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak atau manipulasi pajak).
Tarif Pajak Tarif Tetap. Tarif pajak yang besarnya tidak berubah walaupun jumlah yang dijadikan dasar perhitungan berubah. Contoh: bea meterai untuk cek dan bilyet giro Rp3.000. Tarif Proporsional. Tarif pajak yang persentase pemungutannya tetap. Contoh: tarif PPN sebesar 10%. Tarif Progresif. Tarif yang persentase pajaknya meningkat. Contoh: tarif PPh atas badan 5% atas PKP sampai dengan Rp50.000.000 15% atas PKP di atas Rp50.000.000 s.d. Rp250.000.000 25% atas PKP di atas Rp250.000.000 s.d. Rp500.000.000 35% atas PKP di atas Rp500.000.000
Tarif Pajak Tarif Degresif. Tarif yang persentase pajaknya menurun. Tarif ini kebalikan dari tarif progresif. Contoh: 15% atas PKP sampai dengan Rp50.000.000 10% atas PKP di atas Rp50.000.000 s.d. Rp100.000.000 5% atas PKP di atas Rp100.000.000 Tarif Bentham. Sekilas kelihatannya sebagai tarif proporsional dengan suatu persentase tetap. Contoh: tarif 5% dikenakan atas penghasilan yang melebihi batas minimum Rp25.000.000 Penghasilan PKP Pajak Rp100.000.000 Rp75.000.000 5% x Rp75.000.000 Rp150.000.000 Rp125.000.000 5% x Rp125.000.000
End of Slide