INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN PROGRAM PENGEMBANGAN INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN DIREKTORAT INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN Jakarta, 11 Maret 2015
I. Industri Binaan Dit. IHHP Berdasarkan Kemenperin No. 64/IND-KEPMEN/10/2010 tentang daftar binaan industri maka Industri Binaan Direktorat Industri Hasil Hutan dan Perkebunan dapat dikelompokan sebagai berikut : Industri Barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Industri Kertas dan Barang dari Kertas Lainnya Industri crumb rubber Industri Oleokimia, Kemurgi dan Minyak Atsiri
INDUSTRI BARANG KAYU DAN HASIL HUTAN LAINNYA
I. KONDISI SAAT INI Industri Furniture merupakan salah satu industri berbasis kayu/rotan yang memiliki nilai tambah yang paling tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja serta memberikan kontribusi yang cukup penting terhadap perekonomian, baik dalam bentuk kontribusi pada PDB maupun dalam perolehan devisa (ekspor). Pengembangan industri nasional diarahkan kepada industri yang menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi, berdaya saing global dan berwawasan lingkungan. Industri furniture dan kerajinan merupakan salah satu industri yang memenuhi kreteria tersebut. Industri ini juga merupaka industri prioritas penghasil devisa negara mengingat begitu besarnya sumber bahan baku yang kita miliki. Daya saing industri furniture dan kerajinan Indonesia terletak pada sumber bahan baku alami yang melimpah dan berkelanjutan, keragaman corak desain yang berciri khas lokal serta didukung oleh SDM yang melimpah. Setelah diterapkannya kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan melalui Permendag Nomor 35 Tahun 2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan, ekspor produk jadi rotan menunjukkan peningkatan. Nilai ekspor furniture rotan pada tahun 2011 mencapai sekitar USD 150 juta meningkat menjadi USD 200 juta pada tahun 2013. Sementara nilai impor furniture rotan pada tahun 2011 sekitar USD 815 ribu menurun menjadi USD 230 ribu pada tahun 2013. Nilai ekspor furniture kayu pada tahun 2011 mencapai sekitar USD 1,1 milyar meningkat menjadi USD 1,6 milyar pada tahun 2013. Sementara nilai impor furniture rotan pada tahun 2011 sekitar USD 88 juta menurun menjadi USD 73 juta pada tahun 2013
I. KONDISI SAAT INI......Lanjutan Untuk menjamin regalitas bahan baku kayu industri furniture telah ditetapkan kebijakan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) melalui peraturan menteri kehutanan no.P.43/Menhut-II/2014 tentang penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu pada pemegang izin atau pada hutan hak Meningkatnya permintaan produk legaal dan ramah lingkungan diharapkan dapat mendorong industri furniture untuk hanya menggunakan bahan baku yang sudah terjamin legalitasnya sehingga dapat dipastikan bersumber dari hutan yang dikelola secara lestari (Sustainable Forest Management). Dengan supply bahan baku yang lestari maka industri diharapkan memperoleh kepastian pasokan bahan baku yang selama ini menjadi salah satunya industri furniture Sementara ketentuan ekspor produk industri kehutanan diatur dalam Permendag No. 64 tahun 2012, dimana mulai 1 Januari 2013, Indonesia mempersyaratkan dokumen V-Legal untuk produk industri kehutanan terhadap 23 kode HS untuk Produk industri hilir kehutanan. Sedangkan untuk produk furniture dan kerajinan yang sebagian besar merupakan IKM, maka berdasarkan Permendag No. 81/M-DAG/PER/12/2013 masa wajib V-legal mundur menjadi 1 Januari 2015
Tabel 1. Data Ekspor Produk Furniture 2011 – 2013 Year Rattan plaiting Rattan furniture Wood furniture Total Weight (ton) Value (ribu USD) Weight (ton) Value (ribu USD) 2011 3.827 15.110 48.350 153.301 473.513 1.176.217 525.690 1.344.628 2012 12.403 46.169 42.348 144.413 461.578 1.242.299 516.330 1.432.881 2013 15.096 55.908 46.267 190.323 531.585 1.565.210 592.949 1.811.442 2014* 12.560 45.570 60.632 173.708 554.850 1.520.000 Tabel 2. Data Impor Produk Furniture 2011 - 2013 Year Rattan plaiting Rattan furniture Wood furniture Total Weight (ton) Value (ribu USD) Weight (ton) Value (ribu USD) 2011 10 216 459 814 48.904 88.520 49.374 89.551 2012 18 85 76 114 41.610 89.623 41.705 89.824 2013 11 69 75 231 35.524 73.296 35.611 73.597 2014* 15 77 173 32.535 72.747 Diprediksi nilai ekspor furniture kayu dan rotan olahan dalam lima tahun ke depan mencapai USD 5 milyar Saat ini terdapat lebih dari 500 ribu tenaga kerja langsung yang terserap dipabrik-pabrik serta 2,5 juta tenaga tidak langsung yang merupakan pekerja dari subkon/outsourcing terkait
II. Kebijakan Pengembangan Peraturan Menteri Perindustrian No.90/M-IND/PER/11/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian No.119/M-IND/PER/10/2009 Tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Furniture Permendag Nomor 35 Tahun 2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.95/Menhut-II/2014 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak Berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013 semua industri furniture skala kecil (omzet dibawah Rp. 4 milyar dikenakan pajak 1 % dari nilai omzet berlaku sejak Juli 2013. Produk-produk furniture dengan nilai impor atau harga jual Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) atau lebih per unit atau satuan dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM) sebesar 40 % sesuai dengan PMK No. 570/KMK.04/2000 (pasal 4 lampiran IV butir j) Untuk menjamin legalitas bahan baku kayu industri furniture kayu telah ditetapkan kebijakan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Sementara ketentuan ekspor produk industri kehutanan diatur dalam Permendag Nomor 97 Tahun 2014 dimana mulai 1 Januari 2015 semua produk industri kehutanan mensyaratkan dokumen V-Legal dalam mengekspor produknya
III. ISU-ISU STRATEGIS Berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013 semua industri furniture skala kecil (omzet dibawah Rp. 4 milyar dikenakan pajak 1 % dari nilai omzet berlaku sejak Juli 2013. Pajak tersebut memberatkan industri furniture skala kecil Produk-produk furniture dengan nilai impor atau harga jual Rp. 2 juta atau lebih per-unit atau satuan dikenakan pajak penjualan barang mewah sebesar 40 % sesuai dengan PMK No. 570/KMK.04/2000 (pasal 4 lampiran IV butir j) dirasa memberatkan industri furniture dalam negeri. Desain furniture dalam negeri masih kurang kompetitif Meningkatkan iklim investasi industri furniture Kebutuhan bahan penolong (tekstil) industri furniture tidak bisa mengimpor langsung sebagai Importir Produsen (IP) sehingga harus membeli dari Improtir Terdaftar (IT) atau trader
IV. PROGRAM KEGIATAN 2015-2016 Fasilitasi Dan Koordinasi Pengembangan Klaster Industri Furniture Fasilitasi pusat desain furniture kayu di Jepara dan Furniture rotan di Cirebon Peningkatan komptensi SDM furniture bidang teknik produksi (finishing) Kajian analisis daya saing industri kayu olehan Indonesia di Pasar International Penyusunan rancangan SKKNI Industri furniture Pendampingan Dan Mentoring Aplikasi Sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (svlk) Dan Dokumen V-legal Untuk Industri Furnitur Dan Kerajinan Kayu Pembiayaan Sertifikasi Svlk Untuk Industri Furnitur Penguatan teknologi industri furniture kayu dan furniture rotan Peningkatan kompetensi SDM Industri furniture bidang desain Fasilitasi pengembangan industri furniture berbasis kayu alternatif Promosi Industri hasil hutan dan perkebunan pada pameran bertaraf international baik di dalam maupun di luar negeri Menghadiri pertemuan tingkat international bidang furniture Penyusunan/penyempurnaan standar furniture
V. Hilirisasi Dilihat dari laju pertumbuhan industri barang kayu dan hasil hutan lainnya pada triwulan III tahun 2014 tumbuh 8,11%, lebih tinggi dari kondisi tahun 2013 dimana sektor ini tumbuh 6,04% adapun kegiatan yang dilakukan untuk mendorong Industri Furniture adalah: kebijakan pelarangan ekspor rotan mentah dan rotan setengah jadi telah mendorong tumbuhnya industri furniture di dalam negeri yang membuat berkurangnya pasokan bahan baku rotan di Negara China yang merupakan negara produsen furniture rotan No 1 di dunia Pelatihan teknis di beberapa sentra industri antara lain : pelatihan teknologi produksi, teknik konstruksi, pengeringan kayu/kil dry, finishing dan pengembangan desain, dengan tenaga instruktur dari anggota klaster itu sendiri; Uji kompetensi profesi untuk tenaga teknis di beberapa bidang antara lain: saw mill, wood treaatment, kiln dry, finishing dan packaging & loading Melakukan forum komunikasi berupa workshop, Kerja sama dengan Daerah Penghasil Bahan Baku Kayu dan Rotan dalam rangka menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri furniture Lomba disain produk Furniture tingkat nasional
V. Hilirisasi.........lanjutan 7. Dilakukannya sertifikasi kompetensi profesi tenaga kerja oleh beberapa industri (17 perusahaan) untuk mendukung kualitas produk yang bersaing 8. Dilaksanakan sosialisasi dan pendampingan aplikasi verifikasi SVLK bagi industri furniture kayu yang telah diberlakukan wajib mulai tahun 2014 serta memberikan bantuan berupa verifikasi SVLK terhadap 10 perusahaan furniture Pada tahun anggaran 2013 telah dibangun kiln drayer dengan kapasitas 1.500 m3 /bulan dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan baku kayu yang berkualitas di Kabupaten Jepara Pada tahun anggaran 2014 ini dikembangkan juga industri furniture kayu hilir di Kabupaten Nganjuk dan Sukabumi sebagai salah satu sentra industri furniture Kayu dengan memberikan bantuan mesin peralatan bagi 32 kelompok industri furniture kayu beserta pelatihan teknik produksinya dan kewirausahaan.
INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS LAINNYA
Kapasitas Terpasang (Juta Ton) Realisasi Produksi (Juta Ton) I. KONDISI SAAT INI Pada saat ini di Indonesia, kapasitas terpasang industri pulp dan kertas masing – masing sebesar 7,9 juta ton/tahun pulp dan 12,9 juta ton/tahun kertas, dengan realisasi produksi pulp dan kertas masing – masing sebesar 6,2 juta ton pulp dan 10,9 juta ton kertas. Ekspor pulp dan kertas sampai september 2014 masing – masing sebesar 3,4 juta ton pulp dengan nilai sebesar US$ 1,7 milyar dan 4,5 juta ton kertas dengan nilai sebesar US $ 2,3 milyar. Indonesia merupakan salah satu produsen pulp dan kertas terkemuka di dunia (industri pulp peringkat 9 dan industri kertas peringkat 6), sementara di Asia menempati peringkat ke 3 untuk industri pulp dan kertas Saat ini kebutuhan kertas dunia sekitar 394 juta ton, diperkirakan akan meningkat menjadi 490 juta ton pada tahun 2020. Kebutuhan kertas dunia diperkirakan akan tumbuh sebesar rata – rata 2,1% per tahun, dimana di pasar negara – negara berkembang akan tumbuh rata – rata sebesar 4,1% per tahun dan pasar negara maju 0,5% per tahun Tahun Kapasitas Terpasang (Juta Ton) Realisasi Produksi (Juta Ton) Ekspor (Juta Ton) Ekspor (Juta Dollar $) Pulp 2011 7,75 6,71 2,81 1.603 2012 7,93 6,16 3,19 1.546 2013 6,2 3,70 1.800 2014* 9,89 7,1 3,49 1.720 Kertas 12,66 10,4 4,49 3.997 12,98 10,73 4,23 3.972 10,91 4,10 3.700 13,40 10,40 4,50 2.387
II. Kebijakan Pengembangan Pengembangan industri pulp dikembangkan dengan skala besar dan terpadu dengan HTI (Hutan Tanaman Industri) sebagai jaminan ketersediaan bahan baku. Permendag No. 64 tahun 2012 tanggal 22 Oktober 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, dimana mulai 1 Januari 2013, Indonesia mempersyaratkan dokumen SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) yang berlaku secara mandatory untuk produk kayu olahan (khususnya produk pulp dan kertas) guna memastikan legalitas produk tersebut Permendag No. 39 Tahun 2009 tentang ketentuan impor limbah non B3, kertas bekas dikategorikan sebagai limbah, sedangkan berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Balai Besar Pulp dan Kertas Bandung, kertas bekas bukan sebagai limbah tetapi recovery paper sebagai bahan baku daur ulang industri kertas sehingga prosedur impor tidak perlu diatur melalui peraturan ini Proses produksi pulp tidak boleh menggunakan Proses Sulfit dan tidak boleh menggunakan Proses Merkuri pada Chlor Alkali Plant-nya (CAP). Teknologi pemutihan yang diperkenankan minimal ECF (Elementally Chlorine Free). Penyusunan peraturan teknis (Pertek) untuk produk kertas tisue dan kertas kemasan makanan Pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi dalam mengaplikasikan SKKNI untuk bidang industri pulp kertas
III. ISU-ISU STRATEGIS Meningkatkan iklim investasi industri pulp dan kertas Prosedur permohonan mendapatkan fasilitas tax holiday sesuai PMK No. 130/PMK.011/2011 masih terlalu lama sehingga menyebabkan ketidakpastian bagi dunia usaha Prosedur permohonan mendapatkan fasilitas tax allowance sesuai PP 1 tahun 2007 jo PP 62 tahun 2008 jo PP 52 tahun 2011 masih terlalu lama sehingga menyebabkan ketidakpastian bagi dunia usaha Berdasarkan Permendag No 39 Tahun 2009 seluruh impor kertas bekas yang dikategorikan sebagai limbah Non B3 sehingga harus melalui proses Verifikasi Penelusuran Teknik Impor (VPTI) yang melibatkan KSO Sucofindo – Surveyor Indonesia sehingga menyebabkan terjadinya lonjakan biaya karena proses inspeksi tersebut yang semula US$ 60 menjadi US$ 385 – 1400 per shipment. Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda berdasarkan PP No 28 tahun 2008 pasal 8 . yaitu Pengenaan sanksi oleh Bea Cukai dirasa sangat memberatkan perusahaan karena perbedaan berat kertas bekas tersebut disebabkan oleh perubahan kelembaban yang sifatnya alami.
IV. PROGRAM KEGIATAN 2015-2016 Fasilitasi Dan Koordinasi Pengembangan Industri pulp dan kertas Peningkatan komptensi SDM percetakan bidang management khususnya management pemesaran Penyusunan buku panduan penerapan ISO 50001 (manajemen energi) di industri pulp dan kertas Peningkatan kompetensi SDM dalam rangka aplikasi industri hijau di Lingjkungan indsutri hasil hutan dan perkebunan Pendirian Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) kompetensi pulp dan kertas Menghadiri pertemuan tingkat international bidang pulp dan kertas Penyusunan/penyempurnaan standar produk pulp dan kertas
V. Hilirisasi Dalam hal pemenuhan bahan baku kayu yang legal bagi industri pulp dan kertas sejak 1 Januari 2013 telah diberlakukan secara mandatori SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) Peningkatan kualitas kertas bekas sebagai substitusi pemenuhan kebutuhan kertas bekas impor melalui pemberian bantuan mesin peralatan pengpres kertas bekas di Kabupaten Bandung Barat dan di Kota Bogor serta bantuan alat percetakan di Wonosobo dan Magelang pada tahun 2013 dan dilanjutkan di Bali dan Sukabumi pada tahun 2014 ini Pengembangan bahan baku alternatif yaitu pemanfaatan serat pisang abaca yang menghasilkan kualitas kertas premium. Pengembangan sumber energi alternatif yaitu pemanfaatan black liquor dapat mengganti bahan bakar fosil dalam proses produksi kertas dan bubur kertas sampai dengan 87% Penyusunan dan revisi SNI produk pulp dan kertas dan pengkajian penerapan SNI wajib bagi produk IPK yang menyangkut keselamatan, kesehatan dan keamanan konsumen Jumlah SNI untuk produk pulp dan kertas yaitu sebanyak 163 judul
V. Hilirisasi.........lanjutan Telah keluarnya izin prinsip investasi PT. OKI Pulp And Paper Mills untuk membangun pabrik bubur kertas (pulp) dengan kapasitas 2.000.000 (dua juta) ton/tahun dan kertas tissue dengan kapasitas 500.000 (lima ratus ribu) ton/tahun di Kabupaten Ogan Kemering Ilir, Sumatera Selatan dengan nilai investasi sebesar 29,1 trilyun rupiah Telah ditetapkannya 105 unit Standar Kerja Kopetensi Nasional Indonesia (SKKNI) bidang Pulp dan Kertas oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan menunggu pembentukan LSP pada tahun 2015 untuk diaplilasikan pada industri pulp dan kertas Telah disusun buku panduan teknis mengenai Pemanfaatan Limbah Slugde industri pulp untuk dimanfaatkan sebagai Chipboard
INDUSTRI CRUMB RUBBER
I. KONDISI SAAT INI Indonesia memiliki areal kebun karet seluas 3,55 juta ha (2014), sedangkan Thailand 2,80 juta ha, dan Malaysia 1,07 juta ha. Produktivitas Indonesia masih rendah yaitu sebesar 0,9 ton/ha, dibandingkan India yang mencapai 1,62 ton/ha, sedangkan Thailand dan Vietnam mencapai 1,72 ton/ha. Tenaga kerja yang diserap di sektor on farm + 2,1 juta KK dan di sektor off farm + 100 ribu orang Berbagai produk bernilai tambah tinggi dapat dihasilkan seperti ban, sarung tangan, komponen otomotif, komponen elektronika, barang karet keperluan rumah tangga, dll Ekspor karet alam Indonesia tahun 2014 sebesar US$. 6,9 M Prospek karet ke depan cukup baik sejalan dengan bergesernya konsumsi karet dunia dari Eropa & Amerika ke Asia (terutama China dan India). Perkembangan produksi, ekspor, konsumsi dan impor karet alam nasional (000 ton) Tahun Produksi (000) ton Ekspor (000) ton Konsumsi (000) ton Impor (000) ton 2011 2012 2013 2.990 3.012 3.257 2.556 2.444 2.701 463 548 579 15,9 26,9 24,2 2014 3.153 2.600 580 25,0
Latar Belakang……..lanjutan Meskipun Indonesia telah berhasil mengekspor karet dalam jumlah besar, namun masih dalam bentuk bahan baku. Jumlah penyerapan karet di dalam negeri hanya sekitar 580 ribu ton atau 17 % dari total produksi. Data ini menunjukkan masih kurangnya nilai tambah yang dihasilkan oleh karet alam. Dalam rangka meningkatkan nilai tambah karet alam menjadi produk hilir perlu didorong peningkatan investasi di bidang industri pengolahan karet hilirnya.
II. Kebijakan Pengembangan Meningkatkan kemampuan teknologi pengolahan crumb rubber dalam rangka meningkatkan produktivitas dan effisiensi usaha. Meningkatkan kemampuan SDM dibidang industri pengolahan crumb rubber. Mendorong penyebaran industri pengolahan crumb rubber kedaerah-daerah yang dekat dengan perkebunan karet rakyat Meningkatkan kualitas crumb rubber sesuai dengan standar yang ditetapkan. Mendorong pengembangan industri pengolahan crumb rubber berskala kecil untuk kebutuhan pengembangan produksi karet rakyat Meningkatkan kemitraan usaha antara industri pengolahan crumb rubber dengan petani.
III. ISU-ISU STRATEGIS Industri crumb rubber beroperasi dibawah 70% akibat dari kekurangan bahan baku sehingga kurang kompetitif Penyerapan crumb rubber di dalam negeri masih sangat rendah (sekitar 17%) sehingga masih mengandalkan ekspor (83%) Harga crumb rubber di pasar dunia turun drastis hingga USD 1,4 perkg
IV. PROGRAM KEGIATAN 2015-2016 Fasilitasi Dan Koordinasi Pengembangan Industri karet Peningkatan kompetensi SDM industri karet remah (crumb rubber) Penyusunan profile industri karet remah Penyusunan/revisi SNI karet Menghadiri pertemuan tingkat international bidang karet Pelatihan SDM industri crumb rubber bidang konservasi energi
V. Hilirisasi Meningkatkan kemampuan teknologi pengolahan crumb rubber dalam rangka meningkatkan produktivitas dan effisiensi usaha dimana telah diberikan bantuan mesin perlatan pengolahan karet alam di Bengkayang (Kalimantan Barat), Paser (Kalimantan Timur), Banyuasin dan Musi Banyuasin (Sumatera Selatan). Meningkatkan kemampuan SDM dibidang industri pengolahan crumb rubber bidang efisiensi energi . Mendorong penyebaran industri pengolahan crumb rubber kedaerah-daerah yang dekat dengan perkebunan karet rakyat Meningkatkan kualitas crumb rubber sesuai dengan standar yang ditetapkan. Mendorong pengembangan industri pengolahan crumb rubber berskala kecil untuk kebutuhan pengembangan produksi karet rakyat Meningkatkan kemitraan usaha antara industri pengolahan crumb rubber dengan petani. Melaksanakan forum komunikasi industri crumb rubber dalam rangka membahas permasalahan baik yang terkait dengan permasalahan bahan baku maupun kualitas produk. Melaksanakan kegiatan Sosialisasi Penanganan vulkanisat pada bahan olah karet dibeberapa daerah
V. Hilirisasi.........lanjutan Melaksanakan kegiatan fasilitasi dan koordinasi dengan semua stake holders terkait dalam pengembangan industri karet nasional dibeberapa daerah Melakukan revisi SNI SIR dengan memperketat kadar kotoran agar kualitasnya dapat bersaing dengan spesifikasi teknis karet Malaysia (SMR), Thailand (STR) dan Vietnam (SVR). Melakukan adopsi 9 standar metode uji spesifikasi ISO sebagai pendukung SNI SIR yang telah direvisi. Melakukan pemantauan terhadap industri crumb rubber untuk menggunakan bahan olah karet yang bersih Mendorong peningkatan penyerapan crumb rubber didalam negeri
Industri Oleokimia, Kemurgi dan Minyak Atsiri
I. KONDISI SAAT INI Indonesia merupakan negara produsen Minyak Mentah Sawit (CPO & CPKO) terbesar di dunia, dengan produksi CPO tahun 2014 sekitar 29,5 juta ton dan produksi CPKO tahun 2014 sekitar 3,9 Juta Ton. Produksi CPO diperkirakan mencapai 40 juta ton pada tahun 2020, dan mencapai 60 Juta Ton pada tahun 2030. Berdasarkan Perpres No. 28 Tahun 2008 dan Permenperin No. 13 Tahun 2010, Industri pengolahan minyak sawit merupakan industri prioritas nasional untuk dikembangkan dengan pertimbangan potensi penyediaan bahan baku yang melimpah. Potensi Penyediaan Bahan Baku Industri Hilir Kelapa Sawit Indonesia (Sumber: Renstra Ditjen Bun Kementan /diolah, 2012) URAIAN/TAHUN 2013 2014 2015 2020 2030 AREA (1.000 ha) 8.670 8.810 9.112 10.800 12.000 AREA MENGHASILKAN KOMERSIAL (1.000 ha) 6.506 6.783 7.198 8.500 PRODUKSI CPO (1.000 tons) 26.900 29.500 31.500 40.000 60.000 PRODUKTIVITAS KEBUN RAKYAT (kg/ha) 4,135 4,215 4,400 5,200 6,200 Data Proyeksi Tahun 2020 dan 2030 merupakan perkiraan Kemenperin
Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Oleokimia Dasar (Ribu Ton) a. Ekspor Komoditi 2010 2011 2012 2013 Fatty Acid 804,84 1.161,91 1.626,03 1.890,24 Fatty Alcohol 156,13 188,13 183,41 259,78 Gliserol 170,86 291,20 409,38 485,27 Biodiesel 1.321,40 1.687,68 Total 1.131,83 1.641,24 3.540,21 4.322,96 b. Impor Komoditi 2010 2011 2012 2013 Fatty Acid 11,04 14,62 13,71 49,70 Fatty Alcohol 11,45 14,26 19,62 20,70 Gliserol 7,79 14,24 2,53 2,50 Biodiesel 0,10 Total 30,28 43,11 35,96 72,90 Industri oleokimia dasar dan biodiesel pada tahun 2013 total kapasitas terpasang untuk industri oleokimia dasar adalah 1.599.700 Ton/tahun dan untuk industri biodiesel adalah 4.977.000 Ton/tahun. Direncanakan pada tahun 2015, kapasitas industri biodiesel sebesar 7,319 juta Ton/tahun Untuk industri oleokimia progres pembangunan industri tersebar di Sei Mangkei-Sumut (Unilever), Lubuk Gaung, Pelintung Dumai-Riau (Asian Agri, Sinar Mas), Gersik-Jatim (Wilmar)
Perkembangan Industri Minyak Atsiri Indikator 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2013** 2014*** Jumlah Unit Usaha (Unit) 35 34 31 32 29 30 Nilai Produksi (Ribuan Rp) 421.387.465 850.320.359 737.532.845 981.869.626 771.426.693 777.506.903 771.378.770 777.458.603 783.586.355 Jumlah Tenaga Kerja (Orang) 305 2.467 229 3.099 3.202 3.227 3.252 Utilisasi (%) 77,0 82,3 78,7 75,8 79,7 80,3 81,0 Nilai Ekspor (juta USD) 62,63 90,49 90,14 144,20 227,28 252,66 140,52 144,40 109,40 Kuantitas ekspor (ribu ton) 6,55 8,26 8,21 10,06 13,53 15,55 10,15 9,06 6,23 Nilai Impor (juta USD) 216,82 222,37 316,45 301,46 355,24 399,53 420,18 471,55 286,89 Kuantitas impor (ribu ton) 19,71 19,13 28,22 26,90 32,33 33,73 28,80 33,11 22,00 Kelompok ini mencakup usaha pembuatan minyak atsiri, seperti: minyakj ahe, minyak keningar, minyak ketumbar, minyak cengkeh, minyak kapol, minyak pala, minyak melati, minyak kenanga, minyak mawar, minyak akarwangi, minyak sereh, minyak nilam, minyak cendana, minyak kayu putih, minyak permen, minyak rempah-rempah, minyak jarak dan minyak dari rumput-rumputan/ semak, daun dan kayu yang belum termasuk kelompok manapun. Minyak atsiri merupakan salah satu hasil olahan tumbuhan yang mempunyai nilai penting bagi kehidupan manusia, diantaranya industri kosmetik, industri parfum, toiletries, makanan olahan, kesehatan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Indonesia dikenal sevagai salah satu negara dengan mega-biodiversitas hayati tertinggi kedua di dunia dengan kekayaan flora nusantara 900 jenis tanaman atsiri yang belum tergali dan termanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
II. Kebijakan Pengembangan Tax Allowance untuk Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (PP 1 tahun 2007 jo PP 62 tahun 2008 jo PP 52 tahun 2011) untuk Seluruh Lingkup Bidang Usaha Industri Hilir Kelapa Sawit Industri Hilir Kelapa Sawit tertentu (yang dianggap pioneer) dapat memperoleh insentif Tax Holiday sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan Badan. Pembebasan Bea Masuk atas Impor Mesin serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri dalam rangka Penanaman Modal (PMK 76 tahun 2012).
II. Kebijakan Pengembangan.......lanjutan 2) Restrukturisasi Bea Keluar CPO dan Produk Turunannya (PMK 75 Tahun 2012) Restrukturisasi Bea Keluar (BK) CPO dan produk turunannya diperlukan untuk : Menjamin ketersediaan bahan baku minyak sawit bagi industri domestik; Mengamankan pasokan serta harga minyak goreng di dalam negeri; Mendukung Program Nasional Hilirisasi Industri Kelapa Sawit Prinsip Restrukturisasi: BK CPO & CPKO dikenakan setelah produsen CPO memperoleh keuntungan, (Batas bawah dikenakan BK CPO adalah pada saat harga CPO lebih besar dari US$ 750/ton, sementara biaya produksi CPO sekitar US$ 500/ton). Tarif Bea Keluar produk Hilir lebih rendah daripada produk hulunya, sehingga akan mendorong tumbuhnya industri turunan MSM yang lebih hilir di dalam negeri. Tarif BK Minyak Goreng cukup rendah, dengan Tarif Bea Keluar Minyak Goreng Kemasan lebih rendah daripada Produk Curah mendukung program National Branding. Tambahan cakupan produk yang dikenakan Bea Keluar untuk produk Hydrogenated, bungkil, PFAD sebagai bahan baku industri.
3) Pengembangan Kawasan Industri II. Kebijakan Pengembangan.......lanjutan 3) Pengembangan Kawasan Industri Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Kawasan Industri Sei Mangkei (Sumatera Utara), Dumai – Kuala Enok (Riau) , dan Maloy (Kalimantan Timur) Pendirian Pusat Inovasi Industri Hilir Kelapa Sawit di Kawasan Industri Sei Mangkei Sumut. 4) Promosi Investasi dan Anti Negative Campaign Partisipasi aktif dalam Promosi Investasi dan Anti Negative Campaign serta follow up/fasilitasi calon investor potensial (Dalam dan Luar Negeri) di bidang usaha Industri Hilir Kelapa Sawit.
III. ISU-ISU STRATEGIS Prosedur permohonan mendapatkan fasilitas tax holiday sesuai PMK No. 130/PMK.011/2011 masih terlalu lama sehingga menyebabkan ketidakpastian bagi dunia usaha Prosedur permohonan mendapatkan fasilitas tax allowance sesuai PP 1 tahun 2007 jo PP 62 tahun 2008 jo PP 52 tahun 2011 masih terlalu lama sehingga menyebabkan ketidakpastian bagi dunia usaha Meningkatkan iklim investasi industri hilir kelapa sawit PMK Nomor 128 Tahun 2013 tentang bea keluar (BK) saat ini belum mengakomodir semua produk-produk hilir kelapa sawit sehingga terjadi dispute di kepabeanan terkait spesifikasi produk turunan oleokimia. Sesuai PMK Nomor 145 Tahun 2014, prosedur ekspor oleokimia seluruhnya masuk jalur merah (high custom cost). Bea keluar (BK) dikenakan setelah harga CPO lebih besar dari US$ 750/ton. Sejak bulan Oktober 2014 harga CPO berada dibawah US$ 750/ton, sehingga BK terhadap CPO bernilai Nol (0) dan berdampak pada peningkatan ekspor CPO secara tajam, dikhawatirkan akan mengganggu program hilirisasi
IV. PROGRAM KEGIATAN 2015-2016 Fasilitasi dan koordinasi pengembangan industri hilir kelapa sawit Promosi investasi industri hilir kelapa sawit dan anti negative campaign Pengembangan industri minyak atsiri Penyusunan Rancangan Standar Kompetensi SDM Industri Hilir Kelapa Sawit Pembinaan Teknis Standarisasi Dan Teknologi Industri Hilir Kelapa Sawit Dan Bahan Bakar Nabati Penyusunan Dokumen Teknis Lestari Berkelanjutan Pada Industri Hilir Kelapa Sawit Nasional Menghadiri pertemuan tingkat international bidang hilir kelapa sawit
V. Hilirisasi Terjadi pergeseran tren ekspor yang semula didominasi oleh produk hulu (miyak sawit mentah/CPO dan CPKO) menjadi produk hilir (oleofood dan oleochemical) dalam kurun waktu 2007-2012 baik dari segi nilai maupun volume sebagai berikut 2. Ratio volume ekspor minyak sawit dengan ekspor produk olahan minyak sawit yang semula 70:30 (sebelum pemberlakukan PMK 128/2011 jo PMK 75/2012) menjadi 30:70 benefit instrumen hilirisasi industri
Hasil Yang Telah Dicapai…..Lanjutan Masuknya investasi lebih dari 24 Triliun rupiah di sektor industri pengolahan minyak sawit (termasuk dalam KBLI 10432, 10490, 10412, 20115), sehingga pemanfaatan CPO sebagai bahan baku cenderung meningkat, perusahaan investor antara laian : Sinar Mas Group, Musim Mas Group, Wilmar Group, Domba Mas, PTPN III, Salim Ivomas group, Unilever, Golden Hop. Dua perusahaan penanaman modal baru bidang Industri Oleokimia (PT. Unilever Oleochemical Indonesia dan PT. Energi Sejahtera Mas) telah disetujui untuk mendapatkan fasilitas Tax Holiday (Pembebasan PPh Badan sesuai PMK 130 Tahun 2011 Beberapa perusahaan bidang industri oleofood, oleokimia, dan biodiesel saat ini telah dan sedang mendapatkan Fasilitas Tax Allowance (Pengurangan PPh Badan sesuai PP 62 Tahun 2011). Penyusunan SNI Nomor 7709:2012 Minyak Goreng Sawit yang akan berlaku wajib pada awal tahun 2016 sebagaimana diatur melalui Permenperin Nomor 87 Tahun 2013.
Terima kasih