MEMAHAMI PERMASALAHAN PERTANAHAN DIY

Slides:



Advertisements
Presentasi serupa
 Dasar Ps 18 B UUD 1945 “ negara mengakui dan menghormati satuan satuan pemrintahan daerah yg bersifat khusus atau istimewa yg diatur dg UU.  UU No.
Advertisements

MATERI 8 HUKUM PERUSAHAAN
PENCABUTAN HAK ATAS TANAH
GATUT WIJAYA, SH.,M.Hum. BAGIAN HUKUM SETDAKAB JOMBANG
HUBUNGAN KELEMBAGAAN ANTAR PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
Materi Ke-7: BATANG TUBUH (ISI) PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH
Penghapusan Piutang Negara
Struktur Penyelenggara Pemerintahan Daerah : Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Hukum Agraria Mencari Materi..... PENDAFTARAN TANAH.
BAB 3 Tata Urutan Perundang-Undangan
bhn 8 hukum administrasi negara Semester IV Hukum Administrasi Negara
DRAFT Review UU Pemerintahan Daerah (UU 23/2014) dari Perspektif Penataan Ruang: POTENSI PERMASALAHAN DAN KEBUTUHAN KLARIFIKASI Sekretariat BKPRN.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016
PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KELOMPOK 2 RIZKI RAMADHAN HERI SETIAWAN
PRINSIP - PRINSIP PEMERINTAHAN DAERAH Muchamad Ali Safa’at
Kerancuan Hukum dalam Pengaturan Pertanahan akibat “Keistimewaan”
Luruhnya Hak Publik (Bangsa) di Tangan Lembaga Publik (Negara)
OPTIMALISASI POTENSI EKONOMI DAERAH OLEH : DEDY ARFIYANTO , SE.MM
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PENATAAN KELEMBAGAAN PEMDA DIY
MEKANISME PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
Penyusunan Peraturan Desa Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa M. RUM PRAMUDYA, S.H. Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Gresik.
ISU-ISU LAIN.
Jenis, Hierarki & Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
Anggota kelompok: 2.Fransisko(Mia 1/19) 1.Bagus (mia 1/06)
PERATURAN DAERAH Muchamad Ali Safa’at.
Bahan Kuliah Hukum Pemda FH UII 2015
Politik dan hukum agraria
Pertemuan 10 Perseroan terbatas (1) PT bentuk Badan Hukum sempurna, Macamnya, Pendirian, Pendaftaran & PenGumuman, Anggaran Dasar, dan Nama PT.
Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional
OTONOMI DAERAH Definisi otonomi daerah  kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Bahan Kuliah FH UII Yogyakarta 2016.
Bahan Kuliah Mahasiswa FH UII Yogyakarta 205.
KEPALA DAERAH & WAKIL KEPALA DAERAH DR. Ni’matul Huda, SH, MHum
PEMBENTUKKAN UUPA DAN PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA
OTONOMI DAERAH (OTODA)
OTONOMI BIDANG PERTANAHAN
PENGERTIAN DESA dan PEMERINTAHAN DESA
Dasar Hukum DASAR HUKUM OTONOMI DAERAH
Pemerintahan Desa harupermadi.lecture.ub.ac.id.
BIRO TATA PEMERINTAHAN SETDA DIY Yogyakarta, 4 November 2015
HUKUM ADAT DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN (Dulu & Sekarang)
Perundang-undangan di Indonesia
Materi Ke-12: PERATURAN DAERAH
BADAN LEGISLASI 23 AGUSTUS 2017
TAHUN 2014 TENTANG DESA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT
KEBIJAKAN PENATAAN PERTANAHAN DALAM HAK PAKAI
TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DESA, PERATURAN KEPALA DESA, KEPUTUSAN KEPALA DESA DAN KEPUTUSAN BPD Balai Besar Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Malang.
PERMENDAGRI NOMOR 56 TAHUN 2014
LEGAL DRAFTING PERDA Kuliah Tamu Peminatan Promosi Kesehatan dan AKK
AHMAD MEDAPRI H, S.H., M.Eng., MIDS.
MEKANISME PEMBENTUKAN PERDA (EXECUTIVE)
PEMBERIAN HAK ATAS TANAH
SEJARAH KEBIJAKAN PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Tata Kelola Pemerintahan Desa
SISTEM PEMERINTAHAN DESA Cahyono, M.Pd. FKIP UNPAS Cahyono, M.Pd. FKIP UNPAS.
TATA CARA PEMBERIAN CUTI PNS (PP 11/2017 & Peraturan BKN 24/2017)
Materi Ke-12: PERATURAN DAERAH
PERSPEKTIF PERANGKAT DAERAH BERDASARKAN PP 18 TAHUN 2016
Mempelajari Sumber Hukum Undang-Undang
PERADILAN Tata Usaha Negara
PENGAWASAN PEMERINTAHAN DAERAH
IMPLEMENTASI UNDANG – UNDANG NO. 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT OLEH:TUTIK KUSUMA WADHANI,SE,MM,M.Kes.
PEDOMAN TEKNIS PERATURAN DI DESA Sesuai dengan Permendagri NO. 111 TAHUN 2014 & Regulasi Terkait.
INSTRUMEN PEMERINTAH FAKULTAS HUKUM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH.
Transcript presentasi:

MEMAHAMI PERMASALAHAN PERTANAHAN DIY Nazaruddin

Konsepsi-KONSEPSI DASAR KEISTIMEWAAN DIY Menurut UU No.13/2012 Keistimewaan DIY : “kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa”. (Pasal 1 angka 2 UUK DIY) ‘Pengakuan terhadap hak hak asal-usul’ : “bentuk penghargaan dan penghormatan negara atas pernyataan berintegrasinya Kasultanan dan Kadipaten ke dalam NKRI untuk menjadi bagian wilayah setingkat provinsi dengan status istimewa” (Penjelasan Pasal 4 Huruf a UUK DIY). Kewenangan Istimewa merupakan wewenang tambahan dari wewenang yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah :”Kewenangan Istimewa adalah wewenang tambahan tertentu yang dimiliki DIY selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah”. (Pasal 1 angka 3 UUK DIY) ‘kewenangan Istimewa DIY berada di Provinsi’ (Pasal 6 UUK DIY)

Konsepsi-KONSEPSI DASAR KEISTIMEWAAN DIY Menurut UU No.13/2012 Bidang-bidang yang menjadi kewenangan dalam urusan keistimewaan tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; kelembagaan Pemerintah Daerah DIY; kebudayaan; pertanahan; dan tata ruang. (Pasal 7 ayat (2) UUK DIY) “bahwa dalam penyelenggaraannya, kewenangan dalam urusan keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) haruslah didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal dan keberpihakan kepada rakyat”. (pasal 6 ayat (4) UUK DIY)

Keistimewaan di Bidang Pertanahan Menurut UU No.13/2012 Pasal 32 (1) Dalam penyelenggaraan kewenangan pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d, Kasultanan dan Kadipaten dengan Undang-Undang ini dinyatakan sebagai badan hukum. (2) Kasultanan sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah Kasultanan. (3) Kadipaten sebagai badan hukum merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah Kadipaten. (4) Tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) meliputi tanah keprabon dan tanah bukan keprabon yang terdapat di seluruh kabupaten/kota dalam wilayah DIY. (5) Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.  Pasal 33 (1) Hak milik atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dan ayat (3) didaftarkan pada lembaga pertanahan. (2) Pendaftaran hak atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pendaftaran atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan oleh pihak lain wajib mendapatkan persetujuan tertulis dari Kasultanan untuk tanah Kasultanan dan persetujuan tertulis dari Kadipaten untuk tanah Kadipaten. (4) Pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten oleh pihak lain harus mendapatkan izin persetujuan Kasultanan untuk tanah Kasultanan dan izin persetujuan Kadipaten untuk tanah Kadipaten.

Persoalan Mendasar Keistimewaan di Bidang Pertanahan Diperlukan harmonisasi antara ketentuan-ketentuan yg mengatur pertanahan yg ada pada UUK DIY (terutama Pasal 32 dan 33) dengan UU No. 5/1960 (UUPA) UUK DIY merupakan lex specialis terhadap UU Pemerintahan Daerah (yaitu UU No. 32/2004 yg kemudian menjadi UU No. 23/2014), bukan lex specialis terhadap UU lainnya, termasuk UUPA. UUK DIY mengintroduksi istilah Badan Hukum Khusus (BHK), sebuah badan hukum baru yg dibentuk berdasar UUK. Tidak ada penjelasan memadai mengenai BHK ini dan kekhususannya, kecuali rumusan bahwa sebagai badan hukum Kasultanan/Kadipaten merupakan subjek hak yang mempunyai hak milik atas tanah. Jika berpegang pada Pasal 21 ayat (2) UUPA dan PP No. 38 Tahun 1963, BHK bukan termasuk sejenis atau sebentuk badan hukum yang dapat memperoleh hak atas tanah khususnya hak milik. Pemberian hak milik kepada badan hukum khusus (Pasal 32 dan Pasal 33 UUK DIY), menghidupkan kembali asas domein verklaring berdasarkan Agrarische Wet 1870 yang berpotensi menghidupkan kembali dualisme hukum pertanahan di DIY sebagaimana yang terjadi pada zaman kolonial,. Dualisme hukum agraria dan Asas domein verklaring telah dihapuskan melalui pemberlakuan UUPA. Kerancuan hukum yang diakibatkan oleh adanya BHK dan potensi dualisme hukum akibat dihidupkannya kembali asas domain verklaring, menjadi semakin rumit dengan adanya ketentuan dalam pasal 33 ayat (2) UUK DIY, ‘Pendaftaran hak atas tanah Kasultanan dan Kadipaten dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan’. Tentu kita harus memaknai bahwa yang dimaksud sesuai perundang-undangan itu sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu UUPA dan peraturan perundang-undangan turunannya.

Rijksblad Sebagai Dasar Pelaksanaan Keistimewaan bidang Pertanahan Dlm Naskah Akademis Raperdais Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten dirumuskan sebuah argumentasi : ”Ketika tahun 1984, Sultan berkomitmen untuk memberlakukan Undang-undang Pokok Agraria sepenuhnya terhadap urusan bidang pertanahan. Keperaturan Pemerintahres Nomor 33/1984 jo. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 66/1984,Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 67/1984, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 68 /1984 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 69/1984 berlaku terhadap hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 5/1954. Untuk tanah-tanah Kasultanan dan Kadipaten masih belum diatur karena masih ada syarat yaitu harus dilakukan identifikasi keberadaannya. Sampai sekarang, syarat yang ditentukan dalam KePeraturan Pemerintahres belum dilaksanakan sehingga pengaturan tanah Kasultanan dan Kadipaten masih tunduk pada Rijksblad”.

Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1984 konsideran huruf d secara jelas dan tegas dinyatakan: “Bahwa demi adanya keseragaman kesatuan dan kepastian hukum perlu ditinjau kembali dan tidak diberlakukannya Rijksblas-Rijksblad, Peraturan Daerah-Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya tentang keagrariaan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga hanyalah peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat yaitu Undang-Undang Pokok Agraria beserta aturan pelaksanaannya yang berlaku, dengan menetapkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang: Pelaksanaan berlaku sepenuhnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”.

Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1984 Pasal 3 “Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka segala ketentuan peraturan perundang- undangan Daerah Istimewa Yogyakarta yang mengatur tentang agrarian dinyatakan tidak berlaku lagi”. Penjelasan Pasal 3: “Peraturan perundang-undangan daerah yang dinyatakan tidak berlaku lagi adalah peraturan perundang-undangan dengan yang dikeluarkan berdasarkan kewenangan otonomi Daerah Istimewa Yogyakarta, antara lain: Rijksblad Kasultanan tahun 1918 Nomor 16 dan Rijkasblad Paku Alaman tahun 1918 Nomor 18. Rijksblad Kasultanan tahun 1928 Nomor 11 jo tahun 1931 Nomor 2 dan Rijkasblad PakuAlaman tahun 1928 Nomor 13 jo tahun 1931 Nomor 1. Rijksblad Kasultanan tahun 1925 Nomor 23 dan Rijkasblad Paku Alaman tahun 1925 Nomor 25.

Perda Nomor 3 Tahun 1984 Penjelasan Pasal 3: Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5/1954 tentang : Hak atas tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11/1954 tentang : Peralihan hak milik perseorangan turun-temurun atas tanah (erfelijk individucol bezitereht). Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 12/1954 tentang : Tanda yang sah bagi hak milik perseorangan turun- temurun atas tanah (erfelijk individucol bezitereht). Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 10/1954 tentang: pelaksanaan "Putusan" Desa mengenai peralihan hak andarbe (erfelijk individucol beziterecht) dari Kalurahan dan hak anggo turun-temurun atas tanah individucol gebruikarecht) dan perubahan jenis tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 tahun 1960 jo Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 tahun 1962 sepanjang mengenai Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Formasi Dinas Agraria Daerah Istimewa Yogyakarta. Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 tahun 19690 tentang: Jumlah tetempuh (uang wajib) untuk tanah yang diberikan dengan Hak Bangunan dan Hak Milik. Surat Keputusan Dewan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2/D. Pem. D/UP/Penyerahan: tanggal 6-1-1951”.

Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1954 Penjelasan Pasal 5: Menurut Pasal 1 Rijksblad Kasultanan Yogyakarta tahun 1918 Nomor 16/Rijksblad Paku-Alaman Tahun 1918 maka semua tanah yang tidak dibebani “Hak Eigendom”, Milik Pemerintah Yogyakarta/Paku-Alaman, sekarang dengan sendirinya menjadi milik Pemerintah Daerah. Walaupun sudah terang, bahwa tanah itu milik pemerintah, tetapi kalau Pemerintah membutuhkan tanah yang sudah duhaki rakyat/kelurahan, Pemerintah membayar juga ganti rugi kepada rakyat/kelurahan. Jadi sudaj adil, bila Pemerintah juga menerima ganti rugi dari rakyat/kelurahan bila pemerintah melepaskan haknya atas suaty bidang tanah.

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1954 Peralihan pemegang kewenangan itu dengan jelas ditegaskan dalam Penjelasan Umum angka (4) Perda DIY No. 5/1954 “Dasar hukum (reshtsground) kekuasaan (bevoegdheid) mengatur hak atas tanah oleh Pemerintah-pemerintah Kasultanan dan Paku-Alaman didalam daerahnya masing-masing di dapat di dalam “Domenverklaring” termuat dalam Rijksblad Kasultanan Tahun1918 Nomor 16, ditambah dan diubah dengan Rijksblad-rijksblad Tahun 1925 Nomor 23 dan Tahun 1930 Nomor 16 dan dalam Rijksblad Paku-Alaman Tahun 1918, Nomor 18 ditambah dan diubah dengan Rijksblad Tahun 1925 dan Tahun 1930 Nomor 9. Setelah Daerah Istimewa Yogyakarta terbentuk menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1950 , yang telah ditambah dan diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1950, maka kekuasaan (bevoegdheid) mengatur hak atas tanah tersebut diatas berdasar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1950 pasal 4 ayat (4) beralih dari Pemerintah-pemerintah Kasultanan dan Paku- Alaman kepada Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai hak asal usul, dengan tidak mengurangi sedikitnya maksud Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia pasal 38 ayat (3). Untuk membentuk peraturan ha katas tanah bagi bagi Daerah Istimewa Yogyakarta kekuasaan (bevoegdheid) mengatur ha katas tanah tersebut merupakan dasar hukum Dasar hukum (reshtsground) yang utama dengan mengingat pertumbuhan keyakinan hukum (rechtssgrond) dalam masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta diluar kota Yogyakarta, yang menginginkan bentuk dan hak baru atas tanah sebagai pengganti ha katas tanah yang ada, dengan pengertian bahwa masyarakat tersebut masih menghendaki tetap berlangsungnya ikatan-desa (desa-verband) pada hak baru atas tanah itu. Penjelmaan dari keinginan dan kehendak masyarakat itu ialah bentuk ha katas tanah yang disebut “hak milik perseorangan turun temurun atas tanah dalam ikatan desa (efelijk individueel bezitsrecht in desa-verband)”. Hak mana diatur dalam peraturan ini”

Peraturan Gubernur No 112 Tahun 2014 tentang Pemanfaatan Tanah Desa Jauh mendahului Perdais yg mengatur urusan Pertanahan, Gubernur DIY telah mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 112/2014 tentang Pemanfaatan Tanah Desa. Dalam ketentuan Penutup Bab VI ayat (19) Pergub No. 112/2014 ini dinyatakan dengan berlakunya Peraturan Gubernur ini maka: “Tanah Desa yang berasal dari hak anggaduh dan tanah pengganti yang telah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa untuk dilakukan peralihan hak menjadi tanah milik Kasultanan dan/atau tanah milik Kadipaten”. Materi Peraturan Gubernur No 112/2014 ini bertentangan dengan pasal 76 ayat (4) UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa yang mengamanatkan kekayaan milik desa yang berupa tanah untuk disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa. Pergub No.112/2014 ini jg bertentangan dengan prinsip yang mengatur mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan sbgmana termuat dlm UU No. 12/2011 tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan bahwa Kepala Daerah tidak bisa mengeluarkan aturan yang bersifat mengatur jika tidak diamanatkan oleh Perda atau peraturan-perundangan yang lebih tinggi.

Raperdais Pertanahan sebagai media harmonisasi Peraturan Perundang-undangan? Pasal 7 ayat (4) UUK DIY :menyebutkan : “Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan dalam urusan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Perdais”. Memberi beban kepada Perdais Pertanahan utk melakukan sinkronisasi atau harmonisasi terhadap semua ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pertanahan yg ada di dalam UUK DIY dengan UUPA beserta peraturan perundang-undangan turunannya. Seharusnya harmonisasi pengaturan urusan pertanahan tsb dilakukan atau diatur dengan Undang-Undang atau setidaknya Peraturan Pemerintah, bukan dengan Perdais. Beban yang sangat berat bagi DPRD DIY karena Raperdais Pertanahan nantinya harus bisa menjawab semua permasalahan Pertanahan di DIY beserta kesimpangsiuran ketentuan pengaturan urusan Pertanahannya. Anehnya dengan beban yang sangat berat dan dengan potensi konflik yang begitu tinggi serta potensi yang besar merugikan rakyat DIY, pembahasan Raperdais Pertanahan tsb dipaksakan dilakukan dalam waktu yang sangat mepet, dihantarkan pada pekan kedua bulan November dan harus selesai sebelum akhir tahun anggaran, bersamaan dengan pembahasan RAPBD 2017 dan Raperda Pendidikan Menengah. Dan dari jadwal yang sudah disusun, pembahasan akan dilakukan hanya dalam enam hari kerja!

Beberapa Hal Krusial dan Pasal-Pasal Kritikal Dalam Raperdais Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten Judul Perdais ini merupakan amanat dari UUK Pasal 7 ayat (4), Pasal ini jugalah yang seharusnya menjadi konsideran Perdais ini. Perdais ini seharusnya mengatur semua aspek terkait kewenangan Istimewa di bidang Pertanahan dan bukan hanya terbatas pada aspek pengelolaan dan pemanfaatan Tanah Kasultanan/Kadipaten saja, seolah urusan identifikasi thd tanah-tanah Kasultanan dan Kadipaten telah selesai. Konsideran Keberadaan Perdais yang mengatur urusan Keistimewaan di bidang Pertanahan merupakan perintah dari Pasal 7 ayat (4) UUK DIY, namun Raperdais Pengelolaan dan Pemanfaatan malah menjadikan Pasal 52 Perdais DIY No. 1 /2013 tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Konsideran Menimbangnya;

Beberapa Hal Krusial dan Pasal-Pasal Kritikal Dalam Raperdais Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten Dasar Hukum Dasar Hukum seharusnya memuat semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Raperdais ini. Namun, Dasar Hukum yang disebutkan dalam bagian Menimbang pada Raperdais ini telah dipilih atas dasar pertimbangan tertentu sehingga tidak menyebutkan antara lain: Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1984 tentang Pemberlakuan Sepenuhnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 66 Tahun 1984 Tentang Pelaksanaan Pemberlakuan Sepenuhnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan Berlaku Sepenuhnya Undang-Undnag Nomor 5 Tahun 1960 di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Pengertian ‘Hak Asal-Usul’ Beberapa Hal Krusial dan Pasal-Pasal Kritikal Dalam Raperdais Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten Pengertian ‘Hak Asal-Usul’ Dari UUK DIY Bentuk penghargaan dan penghormatan negara atas pernyataan berintegrasinya Kasultanan dan Kadipaten ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menjadi bagian wilayah setingkat provinsi dengan status istimewa.” (Penjelasan Pasal 4 huruf a UU No.13/2012) Dari Raperdais Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten Yang dimaksud dengan asas pengakuan atas hak asal-usul adalah bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap Kasultanan dan Kadipaten yang memiliki wilayah, pemerintahan, dan penduduk sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 (Penjelasan Pasal 2 huruf a ) Merupakan pengakuan terhadap Kasultanan dan Kadipaten yang memiliki wilayah, pemerintahan, dan penduduk sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 (Pasal 21 ayat (2))

Pengertian Tanah Bukan Keprabon Beberapa Hal Krusial dan Pasal-Pasal Kritikal Dalam Raperdais Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten Pengertian Tanah Bukan Keprabon UU No.13/2012 merumuskan Tanah bukan Keprabon dalam bagian Penjelasan Pasal 32 ayat (4) sebagai: “Tanah bukan keprabon terdiri atas dua jenis tanah, yaitu tanah yang digunakan penduduk/lembaga dengan hak (magersari, ngindung, hak pakai, hutan, kampus, rumah sakit, dan lain- lain) dan tanah yang digunakan penduduk tanpa alas hak”. Raperdais ini menjabarkan dalam Pasal 7 bahwa Tanah bukan Keprabon terdiri dari empat poin yakni; tanah desa yang asal-usulnya dari Kasultanan dan Kadipaten dengan hak anggaduh; tanah yang di gunakan oleh institusi dan/atau masyarakat dan telah memiliki serat kekancingan; tanah yang telah digunakan oleh institusi dan/atau masyarakat dan belum memiliki serat kekancingan; tanah yang belum digunakan.

Beberapa Hal Krusial dan Pasal-Pasal Kritikal Dalam Raperdais Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten Tanah Desa Pasal 7 ayat (1) huruf b pada Raperdais ini memuat ketentuan sebagai berikut : “Tanah bukan keprabon atau dede keprabon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, terdiri dari: (b) tanah desa yang asal-usulnya dari Kasultanan dan Kadipaten dengan hak Anggaduh;” Hal itu : Memuat ketentuan yang normanya bertentangan dengan Pasal 76 ayat (4) UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa yang secara tegas mengamanatkan ketentuan untuk mensertifikatkan kekayaan milik Desa yang berupa tanah atas nama Pemerintah Desa. Hak Asal-Usul yang ditarik jauh ke masa lalu, mengabaikan dinamika pengaturan pertanahan di DIY, diantaranya Pasal 6 Perda DIY No. 5/1954 yang telah mengalihkan status tanah-tanah desa yang semula diberikan dengan hak anggaduh menjadi hak milik Desa. Dalam semua ketentuan pertanahan yg pernah berlaku di DIY sebelumnya, Tanah Desa tidak pernah dianggap lagi sbg tanah Kasultanan/Kadipaten. Tanah Desa adalah objek hukum yg digolongkan dalam jenis tanah yang berbeda sehingga tanah Desa diatur secara berbeda dengan tanah Kasultanan dan Kadipaten.

Beberapa Hal Krusial dan Pasal-Pasal Kritikal Dalam Raperdais Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten LANJUTAN Pasal 23 ayat (2) dan (3) Raperdais yang secara substansi bertentangan dengan ketentuan Pasal 11 UU Nomor 6/Tahun 2014 Tentang Desa (2) Dalam hal desa berubah status menjadi kelurahan, kewenangan pemerintahan desa yang berdasarkan hak asal-usul dalam mengelola tanah desa menjadi hilang. (3) Hilangnya kewenangan pemerintahan desa dalam mengelola tanah desa, mengakibatkan tanah desa kembali kepada asal-usul kepemilikannya. Di sisi lain, pada Pasal 11 UU No.6/2014 Tentang Desa secara jelas memuat ketentuan yang sama sekali berbeda. Secara lengkap Pasal 11 UU No 6/2014 Tentang Desa adalah sebagai berikut: Desa dapat berubah status menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa melalui Musyawarah Desa dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat Desa. Seluruh barang milik Desa dan sumber pendapatan Desa yang berubah menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi kekayaan/aset Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kelurahan tersebut dan pendanaan kelurahan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

Beberapa Hal Penting yang Justru Tidak Diatur dalam Perdais Kewenangan Pemerintah Daerah dan Lembaga Pertanahan dalam Keistimewaan bidang Pertanahan Subjek Badan Hukum (atas nama siapa, Kasultanan/Kadipaten atau Sultan/Adipati yang bertahta?) Pengumuman public terhadap seluruh proses Penatausahaan (inventarisasi, identifikasi, verifikasi, pemetaan dan pendaftaran) Mekanisme Keberatan dan Sengketa Pembebanan Hak